Syok septik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Syok septik
Sepsis adalah salah satu penyebab kematian paling umum pada pasien sakit kritis di Unit Perawatan Intensif. (Gambar oleh Gabriël Metsu).
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit infeksi
Trombositopenia dengan purpura di tangan kanan pada pasien dengan syok septik

Syok septik adalah hasil induksi hipotensi oleh sepsis yang menetap walaupun tata laksana cairan secara adekuat telah diberikan.[1] Perilaku tidak normal pada sirkulasi darah dan metabolisme tubuh yang disebabkan oleh syok septik dapat mengakibatkan kematian.[2]

Penyebab

Syok septik ditandai dengan hipotensi menetap yang mempertahankan tekanan arteri rata-rata melebihi 65 mmHg dengan bantuan vasopresor. Penanda lain yang cukup penting adalah tingkat laktat serum yang melebihi 2 milimol per liter, mekipun telah diberikan tata laksana cairan yang adekuat.[3] Syok septik terjadi setelah tata laksana cairan dilakukan dan menimbulkan sepsis dengan disfungsi kardiovaskular.[4] Syok septik disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah akibat produksi Nitrogen monoksida secara berlebihan pada keadaan sepsis.[5]

Patofisiologi

Patofisiologi syok septik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui bahwa peran kunci dalam perkembangan sepsis berat dimainkan oleh respons imun dan koagulasi terhadap infeksi. Respons pro-inflamasi dan anti-inflamasi berperan dalam syok septik. [6] Syok septik melibatkan respons peradangan luas yang menghasilkan efek hipermetabolik. Hal ini dimanifestasikan oleh peningkatan respirasi seluler, katabolisme protein, dan asidosis metabolik dengan alkalosis pernapasan kompensasi.[7]

Sebagian besar kasus syok septik disebabkan oleh bakteri gram positif, [8] diikuti oleh bakteri gram negatif penghasil endotoksin, meskipun infeksi jamur merupakan penyebab syok septik yang semakin lazim. [7] Toksin yang diproduksi oleh patogen misal pada bakteri gram negatif yaitu endotoksin, yang merupakan bakteri membran lipopolisakarida (LPS).

Gram-positif

Pada bakteri gram positif, toksin yang bertanggung jawab yaitu eksotoksin atau enterotoksin, yang dapat bervariasi tergantung pada spesies bakteri. Toksin dibagi menjadi tiga jenis. Tipe I, toksin aktif permukaan sel, mengganggu sel tanpa masuk, dan termasuk superantigen dan enterotoksin yang stabil terhadap panas. Tipe II, toksin yang merusak membran, menghancurkan membran sel untuk masuk dan memasukkan hemolisin dan fosfolipase. Tipe III, toksin intraseluler atau toksin A/B yang mengganggu fungsi sel internal, misal toksin shiga, toksin kolera, dan toksin mematikan antraks.

Gram-negatif

Pada sepsis gram negatif, LPS bebas menempel pada protein pengikat LPS yang bersirkulasi, dan kompleks kemudian berikatan dengan reseptor CD14 pada monosit, makrofag, dan neutrofil. Keterlibatan CD14 (bahkan pada dosis 10 menit/10 ml) menghasilkan pensinyalan intraseluler melalui protein 4 (TLR-4). Pensinyalan ini menghasilkan aktivasi faktor nuklir kappaB (NF-κB), yang mengarah pada transkripsi sejumlah gen yang memicu respons proinflamasi. Inflamasi ini adalah hasil dari aktivasi signifikan sel mononuklear dan sintesis sitokin efektor. Inflamasi juga dari aktivasi mencolok sel mononuklear dan produksi sitokin efektor yang kuat seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α. Aktivasi yang diperantarai TLR membantu untuk memicu sistem imun bawaan untuk secara efisien membasmi mikroba yang menyerang, tetapi sitokin yang dihasilkan juga bekerja pada sel endotel. Efek yang dihsilkan termasuk pengurangan sintesis faktor antikoagulasi seperti penghambat jalur faktor jaringan dan trombomodulin. Efek dari sitokin dapat diamplifikasi dengan keterlibatan TLR-4 pada sel endotel.

Manifestasi klinis

Pada syok septik, manifestasi klinis terbagi menjadi dua tahap, yaitu fase hiperdinamik dan fase hipodinamik. Fase hiperdinamik ditandai oleh gejala: 1) hiperventilasi, 2) peningkatan tekanan vena sentral dan indeks jantung, 3) alkalosis, 4) oligouria, 5) hipotensi, 6) daerah akral menghangat, 7) penurunan tekanan perifer, dan 8) laktikasidosis. Fase hipodinamik ditandai oleh gejala: 1) penurunan tekanan vena sentral, 2) hipotensi, 3) penurunan curah jantung, 4) Vasokonstriksi perifer, 5) daerah akral mendingin, 6) peningkatan asam laktat, dan 7) berkurangnya keluaran urin.[9]

Pencegahan

Pencegahan syok septik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penanganan pasien-pasien trauma yang terlambat menerima pertolongan terlebih dahulu. Pencegahan terjadinya syok septik juga dapat dilakukan dengan praktik pengendalian infeksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kecermatan teknik aseptik dan selalu membuang jaringan nekrotik melalui debriden luka. Tindakan pencegahan juga dilakukan dengan menjaga pemeliharaan dan kebersihan peralatan serta mencuci tangan dengan benar. Keberhasilan penannggulangan syok septik sangat dipengaruhi oleh kemampuan mengenali gejala-gejala syok, kemampuan mengidentifikasi dan mengantisipasi penyebab syok, serta efektivitas dan efisiensi pada masa awal terjadinya syok pada pasien.[10]

Referensi

  1. ^ Wardani, Indah Sapta (2018), hlm. 33."Syok septik diartikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis yang menetap meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat."
  2. ^ Irvan, Febyan, dan Suparto (2018), hlm. 65."Dan septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan."
  3. ^ Anindita Wulandari dkk. (2017), hlm. 241."Keadaan syok septik ditandai dengan keadaan klinis sepsis dengan hipotensi menetap yang memerlukan vasopresor untuk mempertahankan MAP ≥65mmHg dan memiliki tingkat laktat serum >2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun sudah diberikan resusitasi volume yang adekuat."
  4. ^ Anindita Wulandari dkk. (2017), hlm. 240."Syok septik: Sepsis dengan disfungsi kardiovaskular berlangsung setelah pemberian resusitasi cairan."
  5. ^ Anindita Wulandari dkk. (2017), hlm. 238."Pada keadaan sepsis, produksi NO yang berlebih menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan menyebabkan syok septik."
  6. ^ Angus DC, van der Poll T (August 2013). "Severe sepsis and septic shock". N. Engl. J. Med. 369 (9): 840–51. doi:10.1056/NEJMra1208623. PMID 23984731. 
  7. ^ a b Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. (February 2013). "Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012". Crit. Care Med. 41 (2): 580–637. doi:10.1097/CCM.0b013e31827e83af. PMID 23353941. 
  8. ^ Martin GS (June 2012). "Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in incidence, pathogens and outcomes". Expert Rev Anti Infect Ther. 10 (6): 701–6. doi:10.1586/eri.12.50. PMC 3488423alt=Dapat diakses gratis. PMID 22734959. 
  9. ^ Fitria, Cemy Nur (2010), hlm. 596-597."2. Syok Septik/ Syok Bakteremik. 1 Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock): Gejala dini: 1) Hiperventilasi 2) Tekanan vena sentral meninggi 3) Indeks jantung naik 4) Alkalosis 5) Oligouria 6) Hipotensi 7) Daerah akral hangat 8) Tekanan perifer rendah 9) Laktikasidosis. 2 Fase Hipodinamik: 1) Tekanan vena sentral menurun 2) Hipotensi 3) Curah jantung berkurang 4) Vasokonstriksi perifer 5) Daerah akral dingin 6) Asam laktat meninggi 7) Keluaran urin berkurang."
  10. ^ Fitria, Cemy Nur (2010), hlm. 602-603."Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan benar. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok."

Pranala luar

  • Anindita wulandari dkk. (Desember 2017). "Perkembangan Diagnosis Sepsis pada Anak". Sari Pediatri. 19 (4): 237–244. 
  • Fitria, Cemy Nur (Agustus 2010). "Syok dan Penanganannya". Gaster. 7 (2): 593–604. 
  • Irvan, Febyan, dan Suparto (2018). "Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru". Anestesiologi Indonesia. 10 (1): 62–73. 
  • Wardani, Indah Sapta (2018). "Tatalaksana Sepsis Berat pada Pasien Lanjut Usia". Kedokteran Unram. 7 (4): 33–39. ISSN 2301-5977.