Taaruf: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pijri Paijar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(31 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{unreferenced}}
{{refimprove}}
'''Taaruf''' adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya{{fact}}. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang [[khitbah]] (Pernikahan) - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal, Sumber: http://duniajilbab.co.id/artikel-islami/apa-itu-taaruf/ {{fact}}.


Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh [[Rasulullah SAW]] bagi pasangan yang ingin nikah{{fact}}. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Karena menurut kaum Islam fundamentalis tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, [[zina]], dan maksiat, Taaruf menurut mereka tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan{{fact}}.


'''Taaruf''' atau '''Taruf''' ({{lang-fa|تعارف}}, {{IPA-fa|tæʔɒːɾof|o|Ta3rof Persian Pronounciation.ogg}}) adalah istilah dari [[Bahasa Persia]] yang mengacu pada bentuk [[kesopanan]] atau seni etiket di [[Iran]], yang menekankan pada rasa hormat dan [[Kelas sosial|peringkat sosial]].<ref name=":2">{{Cite web|title=Ta'rof - Understanding Iranian Culture|url=https://commisceo-global.com/blog/ta-rof-understanding-iranian-culture|website=commisceo-global.com|language=en-gb|access-date=2019-08-25}}</ref>
== Proses taaruf ==
Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak [[pria]] dan [[wanita]] dipersilakan menanyakan apa saja yang kira - kira terkait dengan kepentingan masing - masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja, harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah [[wali]] atau keluarganya. Jadi, ta'aruf bukanlah bermesraan berdua, tetapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Ta'aruf adalah proses saling kenal mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i, karena di dalam islam pun tidak ada yang namanya "pacaran", dan cinta sejati itu hanyalah milik Allah.


Taaruf adalah ritual kesopanan yang bertujuan menyamakan kedudukan (mempromosikan kesetaraan) dalam budaya hirarkis.<ref name=":0">{{Cite web|date=2015-07-06|title=In the Persian world of 'ta'arof,' they make offers that will be refused|url=http://www.latimes.com/local/great-reads/la-me-c1-tarof-20150706-story.html|website=LA Times|access-date=2015-11-30}}</ref> Taaruf antar teman, maupun antara tuan rumah dan tamu, menekankan nilai persahabatan sebagai prioritas dalam mencapai segala hal di dunia.<ref name=":1">{{Cite news|date=2018-05-16|title=5 Persian Customs to Know Before Visiting Iran {{!}} 1stQuest Blog|url=https://1stquest.com/blog/5-persian-customs-to-know-before-visiting-iran/|work=1stQuest Blog|language=en-US|access-date=2018-06-14}}</ref> Taaruf juga merupakan cara mengelola hubungan sosial dengan sopan santun. Ini berarti, taaruf dapat digunakan sebagai dasar untuk hubungan timbal balik (secara positif) atau sebagai "senjata sosial atau politik yang membingungkan penerima dan menempatkannya pada posisi yang tidak menguntungkan" (secara negatif).<ref name=":3">{{Cite web|last=Bellaigue|first=Christopher de|date=2012-08-22|title=Talk Like an Iranian|url=https://www.theatlantic.com/magazine/archive/2012/09/talk-like-an-iranian/309056/|website=The Atlantic|language=en-US|access-date=2019-08-25}}</ref> Maka dari itu, taaruf adalah salah satu hal yang paling mendasar untuk dipahami tentang budaya Iran.<ref name=":22">{{Cite web|title=Ta'rof - Understanding Iranian Culture|url=https://commisceo-global.com/blog/ta-rof-understanding-iranian-culture|website=commisceo-global.com|language=en-gb|access-date=2019-08-25}}</ref><ref name=":4">{{Cite journal|last=Beeman|first=William O.|date=2001-01-03|title=Emotion and sincerity in Persian discourse: accomplishing the representation of inner states|url=http://pdfs.semanticscholar.org/f55f/9665a0da63ee552de415a6a0a38d07933189.pdf|journal=International Journal of the Sociology of Language|volume=2001|issue=148|doi=10.1515/ijsl.2001.013|issn=0165-2516|archive-url=https://web.archive.org/web/20191228155208/http://pdfs.semanticscholar.org/f55f/9665a0da63ee552de415a6a0a38d07933189.pdf|archive-date=2019-12-28|url-status=dead}}</ref><ref name=":5">{{Cite journal|last=Beeman|first=William O.|date=1976|title=Status, Style and Strategy in Iranian Interaction|journal=Anthropological Linguistics|volume=18|issue=7|pages=305–322|issn=0003-5483|jstor=30027306}}</ref>
== Tujuan Taaruf ==
Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan{{fact}}. Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting, misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya. Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung{{fact}}, bukan melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat.


Hal pertama yang bisa dilakukan adalah memilih calon pasangan kemudian dilanjutkan dengan melihat calon. Dalam hal ini tidak diperuntukan bagi laki-laki saja, akan tetapi perempuan disunnahkan untuk melihat calon pasangan laki-laki yang akan meminangnya. Melihat pasangan sangat disunnahkan untuk saling mengetahui baik secara jasmani maupun rohani, apakah pasangan memiliki cacat atau penyakit dan lain sebagainya. Seperti yang pernah Rasulullah katakana, ''“Dari Mughirah bin Syu’bah: Ia pernah meminang seorang wanita. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Sudahkah kamu melihatnya?” Mughirah menjawab, “Belum,” kemudian beliau bersabda, “Lihatlah dia terlebih dahulu, sesungguhnya hal tersebut lebih pantas bagi kelanggengan hubungan kalian berdua.”'' (HR. An-Nasai’, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).
== Prinsip Taaruf Pranikah Islami ==
'''1. Ta’aruf bagi yang mampu menikah'''


Disunnahkannya dalam melihat pasangan ini dilakukan sebelum peminangan, karena jika hal ini dilakuakan sebelum peminangan ditakutkan atau dikhawatirkan dari salah satu atau kedua belah pihak tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Seperti yang telah disebutkan di atas, kekhawatiran tersebut terjadi atau ditakutkan salah satu pasangan atau keduanya ada cacat, penyakit mental, atau hal lain ytang tidak diinginkan setelah melihatnya dan hal tersebut merupan sesuatu yang menyakitkan orang lain dan hal tersebut sangat jelas dilarang oleh syari’at Islam.
''“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu menikah maka menikahlah! Karena, menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barang siapa tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai bagi syahwatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)''


Dalam pelaksanaannya, tidak pula disyari’atkan adanya izin dari kedua atau salah satu pihak karena sudah ada izin syar’I secara langsung untuk hal tersebut. Hal ini karena suadh menjadi kebutuhan seorang ketika akan menikah, sehingga pelaksanaan perkawinan nanti didasarkan pada pandangan dan penilaian yang jelas. Namun, apabila seseorang yang hendak meminang tidak bisa atau tidak ingin melihat calon pinangannya, ia disunnahkan untuk diwakili oleh yang mahramnya dan mahramnya tersebut dapat menjelaskan keadaan dari masing-masing calon pasangan.
Hadits di atas berisi anjuran untuk menyegerakan menikah bila memang sudah mampu menikah, sehingga tidak ada proses ta’aruf yang perlu dijalani bagi yang belum mampu menikah. Bagi yang belum mampu menikah maka dianjurkan untuk banyak berpuasa, belum saatnya berta’aruf.


Dalam hal ini pula diataur ketika calon laiki-laki melihat calon perempuan agar tidak terkena nafsu syahwat. Maka dari itu, untuk perempuan agar mneutup aurat sebagaimana aurat ketika shalat yaitu hanya terlihat wajah dan telapak tangan. Dalam literatur agama, bahwa wajah bisa mewakili kecantikan dan telapak tangan bisa menunjukan kelembuatan serta wataknya. Kemudian seorang laki-laki disyaratkan untuk mengetahui dan yakin bahwa wanita tersebut tidak bersuami atau sedang dalam keadaan ''‘iddah raj’iyyah.'' Dalam hal melihat pasangan ini jika sudah merasa cukup, tidak dianjurkan untuk melihat kedua kalinya karena walaupun hal tersebut diperbolehkan tapi hal itu harus dilakukan sebatas diperlukan saja, sesuai dengan kaidah: "Yang diperbolehkan karena darurat, diukur menurut kadar keperluannya."
MAMPU menikah di sini sama artinya dengan BISA menikah. BISA menikah bukan sekadar sudah SIAP menikah, tapi juga sudah BOLEH menikah. Sudah siap menikah, tapi belum boleh menikah tentunya proses ta’aruf belum perlu dijalani. Ada wali bagi seorang perempuan yang perlu dimintakan izinnya untuk menikahkan si anak perempuan, demikian juga restu dari orang tua bagi seorang laki-laki yang perlu diikhtiarkan meskipun tidak ada wali bagi seorang laki-laki.


== Dalam situasi sosial ==
Pastikan izin dan restu menikah sudah didapat dari wali/orang tua sebelum berikhtiar ta’aruf, selain kesiapan menikah yang sudah anda yakini. Pastikan juga bahwa izin menikah ini adalah ‘izin menikah segera’ setelah bertemu calon pasangan yang cocok, bukan izin menikah setelah nanti lulus kuliah atau izin menikah setelah nanti pekerjaannya mapan yang jangka waktunya sekian tahun ke depan.
Dalam aturan keramahtamahan, taaruf mengharuskan tuan rumah untuk menawarkan apa pun yang diinginkan tamu, dan seorang tamu juga memiliki kewajiban untuk menolaknya. Ritual ini dapat berulang beberapa kali (biasanya tiga kali) sebelum tuan rumah dan tamu akhirnya menentukan apakah tawaran tuan rumah dan penolakan tamu itu asli, atau hanya menunjukkan kesopanan. Jika seseorang diundang ke rumah siapapun untuk makan, maka ia akan sebaiknya makan beberapa detik paling tidak sampai sepertiga porsinya. Namun, budaya taaruf menuntut agar seseorang tidak melanjutkan makan untuk mendapatkan lebih banyak kudapan setelah penawaran pertama selesai. Ciri tata krama yang baik adalah sang tamu harus berpura-pura kenyang, dan memberi tahu tuan rumah betapa lezatnya makanan itu, dan bahwa tidak mungkin untuk makan lagi. Tuan rumah kemudian diharapkan untuk mengatakan bahwa seseorang tidak boleh melakukan taaruf ("taa'ruf nakon" - mirip dengan "jangan sungkan!") di mana respons yang tepat adalah mengatakan "tidak" dua atau tiga kali dan kemudian berpura-pura untuk menyerah pada desakan tuan rumah dan membiarkan makanan menumpuk.<ref>[https://commisceo-global.com/blog/ta-rof-understanding-iranian-culture Ta'rof - Understanding Iranian Culture]</ref>


Contoh lain dari taaruf adalah mengundang orang asing atau kerabat jauh untuk makan malam dengan harapan mereka akan menganggap tawaran itu sebagai "hanya sekedar taaruf" dan menolak.<ref name=":32">{{Cite web|last=Bellaigue|first=Christopher de|date=2012-08-22|title=Talk Like an Iranian|url=https://www.theatlantic.com/magazine/archive/2012/09/talk-like-an-iranian/309056/|website=The Atlantic|language=en-US|access-date=2019-08-25}}</ref>
'''2. Kriteria agama dan akhlak dalam pertimbangan ta’aruf'''


== Dalam negosiasi ==
''“... Wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula ... (QS. An Nur : 26)''
Prevalensi taaruf sering memunculkan gaya negosiasi khas Iran.<ref name=":02">{{Cite web|date=2015-07-06|title=In the Persian world of 'ta'arof,' they make offers that will be refused|url=http://www.latimes.com/local/great-reads/la-me-c1-tarof-20150706-story.html|website=LA Times|access-date=2015-11-30}}</ref><ref name=":12">{{Cite news|date=2018-05-16|title=5 Persian Customs to Know Before Visiting Iran {{!}} 1stQuest Blog|url=https://1stquest.com/blog/5-persian-customs-to-know-before-visiting-iran/|work=1stQuest Blog|language=en-US|access-date=2018-06-14}}</ref> Misalnya, penjaga toko pada awalnya mungkin menolak untuk mematok harga suatu barang dan mengatakan bahwa barang itu tidak berharga ("ghaabel nadaareh"). Budaya taaruf mewajibkan pelanggan untuk bersikeras membayar, biasanya dalam tiga kali diskusi, sebelum penjaga toko akhirnya memberikan harga dan negosiasi yang sesungguhnya dapat dimulai.


Hal ini seringkali membuat wisatawan yang tidak terbiasa dengan budaya taaruf terjebak dalam posisi yang sulit. Misalnya, jika seorang sopir taksi menolak untuk menerima pembayaran sedangkan wisatawannya menerima kata-kata manis tersebut secara mentah-mentah. Ketika sopir taksi mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dibayar, mereka sebenarnya tidak bersungguh-sungguh. Sopir taksi sebenarnya mengatakan bahwa mereka senang berbicara dengan wisatawan dan ingin mengucapkan "terima kasih".<ref name=":13">{{Cite news|date=2018-05-16|title=5 Persian Customs to Know Before Visiting Iran {{!}} 1stQuest Blog|url=https://1stquest.com/blog/5-persian-customs-to-know-before-visiting-iran/|work=1stQuest Blog|language=en-US|access-date=2018-06-14}}</ref> Dengan menyatakan tidak ada biaya, sopir taksi memainkan peran sebagai tuan rumah yang baik. Perilaku itu berasal dari warisan kuno Iran di mana tamu selalu disambut dan dijaga.<ref name=":13" />
''“Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, atau agamanya. Pilihlah berdasarkan agamanya agar selamat dirimu.” (HR. Bukhari – Muslim)''


== Status sosial ==
''“Bila seorang laki-laki yang kau ridhai agama dan akhlaknya meminang anak perempuanmu, nikahkanlah dia. … (HR.Tirmidzi)''
Aturan dalam taaruf bekerja berbeda tergantung pada status sosial seseorang. Menurut Beeman, hanya sedikit masyarakat Iranlah yang menganggap kewajiban status itu penting.<ref name=":42">{{Cite journal|last=Beeman|first=William O.|date=2001-01-03|title=Emotion and sincerity in Persian discourse: accomplishing the representation of inner states|url=http://pdfs.semanticscholar.org/f55f/9665a0da63ee552de415a6a0a38d07933189.pdf|journal=International Journal of the Sociology of Language|volume=2001|issue=148|doi=10.1515/ijsl.2001.013|issn=0165-2516|archive-url=https://web.archive.org/web/20191228155208/http://pdfs.semanticscholar.org/f55f/9665a0da63ee552de415a6a0a38d07933189.pdf|archive-date=2019-12-28|url-status=dead}}</ref> Orang dengan jabatan lebih tinggi diharapkan untuk memperlakukan orang yang jabatannya lebih rendah dalam pola pertukaran timbal balik. Contohnya orang dengan jabatan lebih tinggi wajib melakukan sesuatu untuk orang lain, seperti menyediakan barang material, dan/atau mendorong orang lain untuk melakukan (atau menyediakan) sesuatu. Di sisi lain, orang yang jabatannya lebih rendah diharapkan untuk memberikan pelayanan, memberikan upeti (kepada atasan), atau meminta orang lain untuk melakukan (atau menyediakan) sesuatu. Namun, jika interaksi itu terjadi antar orang-orang yang sederajat, maka pertukaran dilakukan tanpa memandang status dan bersifat mutlak. Kasus ideal dalam status yang setara adalah antara dua individu yang terlibat dalam hubungan intim, di mana kebutuhan orang lain diantisipasi dan disediakan tanpa memikirkan layanan, penghargaan, bantuan, atau penghargaan.


Aspek positif dari taaruf dalah mendorong perilaku yang baik terhadap orang lain, terutama dalam temu tamu. Penggunaan bahasa yang sopan, pemberian hadiah, serta pujian menunjukkan rasa hormat kepada mereka yang benar-benar layak mendapatkannya. Menurut Beeman, yang terbaik, taaruf adalah wujud nyata dari sifat tidak mementingkan diri sendiri dan kerendahan dalam hati. Namun, taaruf bisa menjadi negatif jika digunakan secara tidak tulus untuk mengendalikan orang lain, atau jika orang yang lebih tinggi dilindungi dari kritik karena rasa hormatterhadap jabatan mereka.<ref name=":52">{{Cite journal|last=Beeman|first=William O.|date=1976|title=Status, Style and Strategy in Iranian Interaction|journal=Anthropological Linguistics|volume=18|issue=7|pages=305–322|issn=0003-5483|jstor=30027306}}</ref>
Dalam pencarian sosok yang dijadikan target ta’aruf, kriteria agama menjadi syarat utama yang tidak bisa diganggu gugat. Kriteria lain boleh macam-macam sesuai selera, namun terkait kriteria agama haruslah yang baik agamanya. Baik agamanya bisa dilihat dari dia yang seorang Muslim/Muslimah, tidak meninggalkan ibadah wajibnya, memiliki akhlak yang baik, serta memiliki semangat untuk terus berubah menjadi baik.


== Pendapat ahli ==
'''3. Proses ta’aruf bersifat rahasia'''
Menurut cendekiawan Timur Tengah, William O. Beeman, "Taaruf adalah konsep yang luar biasa sulit karena mencakup perilaku kompleks, ditandai dengan menyetarakan perbedaan status sosial." <ref name=":43">{{Cite journal|last=Beeman|first=William O.|date=2001-01-03|title=Emotion and sincerity in Persian discourse: accomplishing the representation of inner states|url=http://pdfs.semanticscholar.org/f55f/9665a0da63ee552de415a6a0a38d07933189.pdf|journal=International Journal of the Sociology of Language|volume=2001|issue=148|doi=10.1515/ijsl.2001.013|issn=0165-2516|archive-url=https://web.archive.org/web/20191228155208/http://pdfs.semanticscholar.org/f55f/9665a0da63ee552de415a6a0a38d07933189.pdf|archive-date=2019-12-28|url-status=dead}}</ref>


Menurut D. M. Rejali, bagi elit [[Feodalisme|feodal]], ornamentasi dalam bertutur melambangkan [[Prestise (sosiolinguistik)|gengsi]]. Dengan munculnya [[kapitalisme]] dan [[paradigma]] [[Ilmu|ilmiahnya]], [[komunikasi]] dituntun untuk lebih tepat dan cepat, sehingga formalitas dalam taaruf dianggap menghalangi pengejaran [[akumulasi modal]] (keuntungan) yang cepat.<ref>D M Rejali, "Torture & Modernity: Self, Society, and the State in Modern Iran". An exception would be the [[Japanese Tea Ceremony]], which seems to have adapted well to modern requirements (see MT issue no 1).</ref>
''“Rahasiakan pinangan, umumkanlah pernikahan (HR. Ath Thabrani)''


== Penggunaan di Indonesia ==
Berbeda dengan pernikahan yang dianjurkan untuk disebarluaskan, pinangan atau lamaran pernikahan justru
Menurut [[Kamus Besar Bahasa Indonesia]], arti dari taaruf adalah perkenalan.<ref>{{Cite web|title=Arti Kata "taaruf" Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia {{!}} KBBI.co.id|url=https://www.kbbi.co.id/arti-kata/taaruf|website=www.kbbi.co.id|access-date=2022-08-02}}</ref> Namun, budaya taaruf tidak diterapkan dalam politik maupun bisnis di Indonesia'''.'''{{Cn}} Penggunaan taaruf merujuk kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya<ref>{{Cite news|last=Sitoresmi|date=2021-10-22|title=Arti Taaruf dalam Islam, Lengkap dengan Hukum dan Tata Caranya|url=https://hot.liputan6.com/read/4691077/arti-taaruf-dalam-islam-lengkap-dengan-hukum-dan-tata-caranya|work=[[Liputan6.com]]|language=id|access-date=2022-06-04|first=Ayu Rifka|editor-last=Mandasari|editor-first=Rizky}}</ref> Taaruf dapat menjadi langkah awal untuk mengenalkan dua belah pihak dari salah satu anggota keluarga mereka yang sedang menjalin kasih.<ref name="merdeka.com_Taaruf,mencarip">{{Cite news|title=Taaruf, mencari pasangan hidup secara Islami |trans-title= |author= |work=[[Merdeka.com]] |date= |accessdate={{date|2017-01-22}} |url=https://www.merdeka.com/peristiwa/taaruf-mencari-pasangan-hidup-secara-islami.html |language=id |quote= |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no}}</ref> Taaruf dapat pula dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan menunggu keputusan dari suatu pasangan pria dan wanita untuk [[Pacaran|mengenal satu sama lain lebih jauh]].<ref>{{Cite news|date=2020-07-19|title=Mengenal Taaruf Sebelum Menikah, Begini Cara Melakukannya Sesuai Syariah Islam|url=https://www.merdeka.com/sumut/mengenal-taaruf-sebelum-menikah-begini-cara-melakukannya-sesuai-syariah-islam-kln.html|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=2022-08-02|editor-last=mardatila|editor-first=Ani|first=Ani|last=Mardatila}}</ref><ref>{{Cite news|date=2021-12-28|title=Taaruf Adalah Saling Mengenal, Ini Pengertian Lengkap dalam Agama Islam|url=https://jatim.suara.com/read/2021/12/28/133244/taaruf-adalah-saling-mengenal-ini-pengertian-lengkap-dalam-agama-islam|work=Suara.com|language=id|access-date=2022-08-02|last=Handayani|first=Nur Afitria Cika}}</ref>
dianjurkan untuk dirahasiakan. Bila pinangan perlu dirahasiakan, tentu proses ta’aruf yang mendahului pinangan tersebut juga perlu dirahasiakan.


== Referensi ==
'''4. Adanya orang ketiga dalam ta’aruf'''
{{reflist}}
==Bacaan lanjutan==
* {{cite book|last1=Beeman|first1=William O.|title=Language, Status and Power in Iran|date=1986|publisher=Indiana University Press|location=Bloomington, IN|isbn=978-0-253-33139-7|url=https://archive.org/details/languagestatuspo00beem_0|url-access=registration}}


== Pranala luar ==
 ''“Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, karena setan akan menjadi ketiganya” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).''


* ''[[The New York Times]]'', [https://select.nytimes.com/gst/abstract.html?res=F50E10FC355B0C758CDDA10894DE404482 ''Iranian 101: A Lesson for Americans; The Fine Art of Hiding What You Mean to Say''], oleh Michael Slackman
Tidak ada proses ta’aruf yang dijalani berduaan saja antara pihak yang berta’aruf, perlu pelibatan pihak ketiga untuk mendampingi proses sehingga menutup celah setan menjadi yang ketiganya. Pihak ketiga ini bukan berarti seorang saja, tapi bisa juga saudara atau beberapa orang terdekat yang anda percayai untuk mendampingi selama proses ta’aruf anda jalani. Dengan demikian tidak ada jalan berduaan, makan berduaan, boncengan motor berduaan, naik mobil berduaan, dan kegiatan berduaan lainnya dalam aktivitas ta’aruf. Harus ada orang ketiga untuk mencegah ‘khilaf’ yang bisa saja terjadi karena aktivitas berduaan tersebut.
* ''[[The Atlantic]]'', [https://www.theatlantic.com/magazine/archive/2012/09/talk-like-an-iranian/309056/ ''Talk Like an Iranian''], oleh Christopher de Bellaigue, 25 August 2012

* [http://www.thisamericanlife.org/radio-archives/episode/428/oh-you-shouldnt-have?act=3 This American Life: Oh, You Shouldn't Have - Act Three], 31 March 2011
Demikian juga dalam komunikasi jarak jauh lewat telepon, SMS, atau fasilitas chat menggunakan Facebook, Whatsapp, atau BBM. Meskipun tidak berdekatan secara fisik namun perlu diingat bahwa aktivitas zina ada macam-macam, tidak hanya zina fisik tetapi ada juga zina hati dalam bentuk angan-angan, khayalan, dan ungkapan mesra yang belum saatnya diberikan. Bila hati susah dijaga, libatkan juga orang ketiga dalam komunikasi jarak jauh ini untuk menghindari zina hati.

'''5. Aktivitas nazhar/melihat pihak''' '''yang berta’aruf'''

''Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bahwasannya dia akan melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad pun berkata kepadanya “Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan di antara kalian berdua.” (HR. Bukhari Muslim)''

Kemajuan teknologi informasi
berdampak pada semakin maraknya media sosial di dunia maya. Tidak sedikit orang iseng yang menggunakan profil palsu yang tidak menggambarkan profil diri sebenarnya. Ajakan ta’aruf pun bisa saja disampaikan sosok palsu tersebut dengan tujuan penipuan, atau sekadar iseng. Dengan adanya aktivitas nazhar ini, kondisi fisik masing-masing pihak yang berta’aruf dapat diketahui dengan jelas.

Sosok yang dikenal di dunia maya bisa dibuktikan keberadaannya dengan aktivitas nazhar ini, bukan sekadar sosok yang punya nama namun tanpa rupa. Berkaitan juga dengan landasan di nomor empat, libatkanlah orang ketiga dalam aktivitas nazhar ini untuk menghindari modus penipuan dan keisengan dari orang asing yang dikenal di dunia maya.

== Langkah-langkah Taaruf Pranikah Islami ==
'''1. Langkah Pertama : Ta’aruf Menggunakan CV/Biodata'''

Salah satu ikhtiar yang bisa dipilih untuk memulai proses ta’aruf adalah dengan menggunakan CV/biodata ta’aruf. Penggunaan CV/biodata ta’aruf sama fungsinya seperti penggunaan CV dalam seleksi karyawan sebuah perusahaan. Pelamar kerja bisa mendeskripsikan profil dirinya sejelas-jelasnya dalam CV ini, dan perusahaan pun sudah memiliki beberapa kriteria mutlak yang harus dipenuhi pelamar kerja. Pelamar kerja yang profilnya tidak sesuai kriteria perusahaan bisa terseleksi dari awal proses, sehingga yang lolos seleksi CV saja yang bisa mengikuti tahap seleksi selanjutnya. Demikian juga dalam proses ta’aruf, apabila dari CV/biodata ta’aruf ini ternyata tidak sesuai kriteria yang diharapkan maka proses ta’aruf bisa dihentikan di awal proses.

CV/biodata ta’aruf setidaknya berisi beberapa hal ini : Profil diri, profil keluarga, aktivitas/kebiasaan sehari-hari, kriteria calon pasangan (baik kriteria diri sendiri maupun kriteria dari orang tua/wali), rencana/harapan pasca pernikahan, dan yang paling penting adalah informasi ijin/restu menikah dari orang tua/wali. Yang belum mendapatkan ijin/restu menikah dari orang tua/wali belum saatnya menjalani proses ta’aruf. Kondisikan terlebih dulu orang tua/wali, apabila sudah mendapatkan ijin/restu maka barulah proses ta’aruf bisa dijalani. Salah satu contoh format CV/biodata ta’aruf bisa diunduh di tautan ini : www.biodata.rumahtaaruf.com.

Selain prinsip aktivitas proses ta'aruf yang bersifat rahasia, hal mendasar yang membedakan metode pacaran dengan ta’aruf adalah adanya pihak ketiga yang mendampingi selama proses ta’aruf. Dengan adanya pihak ketiga ini, kedua pihak yang berta’aruf akan terhindar dari interaksi antar nonmahram yang tak islami, seperti jalan berduaan, makan berduaan, boncengan motor berduaan, satu mobil berduaan, dan aktivitas berduaan lainnya. Interaksi lewat media komunikasi jarak jauh pun harus dijaga dan dibatasi, sehingga tidak ada aktivitas bermesraan yang belum halal antar kedua pihak yang berta’aruf. Untuk menjaga agar tidak ada khilaf selama proses dijalani, libatkanlah pihak ketiga tepercaya untuk menjadi mediator ta’aruf dari awal proses hingga seterusnya. Dalam aktivitas tukar menukar biodata, mediator bisa berfungsi sebagai ‘wasit’ yang mengatur jalannya pertukaran biodata.

CV/biodata ta’aruf pihak perempuan bisa disampaikan mediator ke pihak laki-laki terlebih dulu, apabila merasa cocok maka CV/biodatanya bisa gantian dipertimbangkan oleh pihak perempuan. Bisa juga pihak perempuan yang terlebih dulu mempertimbangkan CV/biodata ta’aruf pihak laki-laki, apabila merasa cocok maka CV/biodatanya bisa gantian dipertimbangkan oleh pihak laki-laki. Dengan pertimbangan psikologis laki-laki yang lebih tegar menerima kemungkinan penolakan ta’aruf dibandingkan perempuan, sebaiknya pihak laki-laki yang diberi kesempatan mempertimbangkan CV/biodata pihak perempuan terlebih dulu. Apabila pihak laki-laki merasa tidak cocok dengan CV/biodata pihak perempuan tentunya tidak perlu diinformasikan ke pihak perempuan. Dengan demikian, CV/biodata ta’aruf yang dipertimbangkan pihak perempuan adalah CV/biodata laki-laki yang memang sudah cocok dengan profilnya, tinggal keputusannya ada di pihak perempuan. Apabila merasa cocok dengan biodata masing-masing, maka proses bisa dilanjutkan ke langkah ta’aruf berikutnya.

'''2. Langkah Kedua : Ta’aruf Secara Langsung'''

Ta’aruf secara langsung bisa dimanfaatkan sebagai sarana penggalian lebih jauh profil dan cara pandang masing-masing yang belum terdeskripsikan di biodata diri. Dengan pendampingan mediator, kedua pihak yang berta’aruf dipertemukan dan diberi kesempatan untuk bertanya jawab dan mendiskusikan hal-hal penting yang bisa dijadikan pertimbangan lanjut tidaknya proses ke depan. Bagi yang belum pernah kenal sebelumnya, tahap ta’aruf ini bisa dijadikan sebagai sarana bertemu muka secara langsung, tidak sekadar melihat lewat foto di biodata yang bisa saja kondisinya berbeda dengan kondisi sebenarnya.

Tema pembicaraan dalam ta’aruf langsung ini tidak ada batasan, sama halnya seperti saat berkenalan dengan kenalan baru. Namun sebaiknya ditekankan pada hal-hal yang lebih visioner, misalnya : Bagaimana rencana kehidupan rumah tangga setelah menikah nanti, bagaimana menciptakan kehidupan islami di keluarga, rencana domisili tempat tinggal, apakah berkenan bila tinggal mengontrak dulu karena belum memiliki rumah, apakah kelak mengizinkan istri tetap bekerja atau menginginkan istri menjadi ibu rumah tangga, dan hal-hal visioner lainnya.

Hal penting yang juga perlu diketahui adalah mengenai target menikah dan kesiapan menikah calon pasangan, karena pada prinsipnya ta’aruf hanya dijalani bagi yang siap menikah segera setelah menemukan calon pasangan yang cocok. Bagi yang baru siap menikah sekian tahun ke depan belum saatnya berta’aruf, dan ta’aruf bisa dijalani bila waktu kesiapannya sudah mendekat. Apabila dari ta’aruf secara langsung ini kedua pihak merasa cocok satu sama lain, maka proses bisa dilanjutkan ke langkah ta’aruf berikutnya.

'''3. Langkah Ketiga : Ta’aruf ke Keluarga'''

Keluarga adalah orang terdekat kedua pihak yang lebih tahu bagaimana sikap dan kebiasaan calon pasangan dari masa kecilnya hingga kini telah dewasa. Silaturahim ke keluarga bisa dimanfaatkan untuk mengetahui keseharian calon pasangan langsung dari keluarganya, misalnya : Apakah hubungannya baik dengan seluruh anggota keluarganya, apakah rajin membantu pekerjaan rumah, apakah rajin baca qurannya, ataukah sering telat shalat subuh karena bangunnya kesiangan, dan kebiasaan sehari-hari lainnya.

Selain itu, orang tua/wali adalah salah satu faktor penentu lanjut tidaknya proses ke depan, selain kecocokan profil kedua pihak yang berta’aruf. Silaturahim ke keluarga bisa dijalani sebagai sarana perkenalan awal calon pasangan secara langsung, tidak sekadar lewat cerita dari si anak atau dari biodata yang ditunjukkan si anak. Apabila dari silaturahim ini pihak orang tua/wali tidak berkenan dengan profil calon pasangan maka tidak perlu penggalian lebih jauh di langkah selanjutnya, karena proses ta’aruf tidak sekadar proses pencarian calon pasangan, tetapi juga proses pencarian calon menantu bagi orang tua kedua pihak.

Apabila segan untuk silaturahim langsung ke orang tua calon pasangan karena baru awal proses ta’aruf, bisa minta rekomendasi saudara terdekat calon pasangan untuk penggalian lebih jauh. Pertemuan dengan saudara terdekat tersebut bisa diagendakan di luar rumah, misalnya janjian bertemu di acara kajian keislaman, sambil jalan-jalan santai di acara car free day, sambil makan bakso, ataupun di kesempatan lainnya. Agar lebih leluasa dalam penggalian informasi, calon pasangan tidak perlu ikut serta dalam tahap ta’aruf ini, cukup saudaranya saja. Kalau saudaranya tersebut sesama laki-laki atau sesama perempuan, maka pertemuan bisa diagendakan berduaan saja. Tapi kalau saudaranya lawan jenis, tentunya perlu ada pihak ketiga yang mendampingi. Mintalah tanggapan anggota keluarga tersebut terhadap profil calon pasangan, baik itu sikap dan kebiasaan positifnya maupun sikap dan kebiasaan negatifnya selama di rumah. Gali informasi sebanyak-banyaknya, sehingga bisa dijadikan pertimbangan lanjut tidaknya proses ke depan.

Ada rekan yang mencukupkan diri pada penggalian informasi hingga tahap ta’aruf ke keluarga ini, dan memutuskan untuk langsung ke tahap yang lebih serius antar kedua keluarga. Namun, ada juga yang masih menginginkan informasi tambahan dari rekan-rekan terdekat lainnya. Apabila hasil ta’aruf ke keluarga ini kecenderungannya positif, namun masih ingin mendapatkan informasi lebih banyak lagi mengenai calon pasangan, maka bisa dilanjutkan ke penggalian informasi di langkah ta’aruf berikutnya.

'''4. Langkah Keempat : Ta’aruf ke Tetangga'''

Di tahap ta’aruf ke tetangga, bisa diketahui bagaimanakah calon pasangan bersosialisasi ke lingkungan sekitarnya. Informasi bisa didapat setidaknya dari tetangga depan rumah, kanan rumah, dan kiri rumah yang merupakan tetangga terdekat calon pasangan. Apakah hubungannya baik dengan tetangganya, atau justru malah tanggapan buruk yang disampaikan tetangga. Bagi pihak perempuan, penggalian informasi bisa juga dilakukan ke pengurus masjid terdekat calon pasangan untuk mengetahui seberapa dekat interaksi si laki-laki dengan masjid tersebut. Apabila dari penggalian informasi ini kecenderungannya positif, maka bisa berlanjut ke penggalian informasi di langkah ta’aruf berikutnya.

'''<br>5. Langkah Kelima : Ta’aruf ke Rekan Kerja'''

Di tahap ta’aruf ke rekan kerja, bisa diketahui bagaimana keseharian calon pasangan dalam aktivitasnya di lingkungan kerja. Apakah sikapnya baik dengan rekan kerja, apakah sering telat kerja atau tidak, atau apakah sering pulang cepat sebelum jam pulang kantor, dan lain-lain. Penting untuk diketahui juga apakah rajin shalat jamaah tepat waktu di lingkungan kantor, atau justru malah sebaliknya. Apabila dari penggalian informasi ini kecenderungannya positif, maka bisa berlanjut ke penggalian informasi di langkah ta’aruf berikutnya.

'''6. Langkah Keenam : Ta’aruf ke Rekan Organisasi/Komunitas'''

Di langkah ta’aruf ini, bisa diketahui bagaimana sikap calon pasangan dalam lingkungan organisasi atau komunitas yang dia ikuti. Apakah perilakunya baik dengan rekan satu organisasi, bagaimana tanggung jawabnya saat menerima amanah, dan lain-lain. Apabila calon pasangan ikut komunitas media sosial online, bisa juga dilihat tulisan-tulisannya di media sosial online komunitas tersebut. Sosok yang terlihat baik di dunia maya memang belum pasti baik di dunia nyatanya, tetapi sosok yang baik di dunia nyata pasti baik di dunia mayanya. Apakah tulisan-tulisannya positif dan bermanfaat, serta interaksinya dengan lawan jenis terjaga, atau malah sebaliknya, sering menulis kata-kata bermuatan negatif dan interaksinya dengan lawan jenis kurang terjaga. Apabila dari penggalian informasi ini kecenderungannya positif, maka bisa berlanjut ke langkah berikutnya.

'''7. Langkah Ketujuh : Istikharah dan Keputusan Ta’aruf'''

Setelah semua informasi mengenai calon pasangan terkumpul, saatnya mempertimbangkan apakah akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius atau tidak. Tidak ada manusia yang sempurna, di balik kelebihan yang ada pastilah ada kekurangan yang menyertai. Tinggal dari masing-masing pihak apakah bisa saling menerima kekurangan tersebut atau tidak. Libatkan juga pertimbangan dari pihak keluarga, apakah mereka ridha dan menyetujui apabila proses dilanjutkan, ataukah ada hal-hal yang mengganjal sehingga keberatan bila proses dilanjutkan. Shalat istikharah bisa dilakukan sebagai wujud penyertaan Allah dalam setiap pengambilan keputusan, panjatkanlah doa ini setelah shalat istikharah dijalani :

''“Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu". (HR Bukhari)”''

Apabila setelah masa pertimbangan ini kecenderungannya tidak lanjut proses, maka proses bisa diakhiri secara baik-baik, sama-sama mengikhlaskan dan memaafkan atas proses yang telah dijalani, selanjutnya kedua pihak bisa ikhtiar dengan rekan lainnya. Kalau kecenderungannya lanjut proses, maka bisa diagendakan silaturahim keluarga sebagai sarana ta’aruf antar keluarga. Kalau dari ta’aruf keluarga ini kedua keluarga merasa cocok, maka bisa diagendakan ke tahap yang lebih serius lagi yaitu lamaran keluarga, dan semoga dilancarkan proses seterusnya hingga hari yang dinantikan yaitu hari pernikahan, insya Allah.

== Hijrah "From Pacaran To Taaruf" ==
Seiring dengan semakin dikenalnya istilah taaruf, banyak muslimah yang mendapatkan hidayah sehingga berani memutuskan pacarnya dan memilih jalan taaruf. Meskipun demikian, ada juga yang masih menjalani aktivitas pacaran karena sudah “kecantol” dengan yang sosok yang disukainya. Padahal, memutus hubungan pacaran bukan berarti harus taaruf dengan orang yang berbeda. Bisa saja taaruf dijalani dengan mantan pacar tersebut, tentunya dengan metode dan adab yang disesuaikan dengan tuntunan Islam. Berikut ini beberapa langkah yang bisa dijalani untuk beralih dari aktivitas pacaran ke taaruf Islami dengan si mantan pacar, hijrah “From Pacaran To Taaruf”.

'''Hijrah Niat'''

Niat menjalani pacaran dan taaruf bisa saja sama-sama untuk menuju pernikahan. Namun niat seperti itu saja belum cukup, niatkanlah untuk ibadah, bukan sekedar niatan untuk menikah. Dengan niatan ibadah, setiap aktivitas yang dijalani harus berlandaskan tuntunan dalam Islam, yang mendekatkan diri ke jalan yang diridhai Allah, bukan yang dimurkai-Nya.

Hijrahkan niat, segeralah bertaubat atas aktivitas pacaran yang telah dijalani, banyak-banyak istighfar, menyesali dan bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya lagi, selanjutnya beralihlah ke proses taaruf yang Islami. Allah Maha Melihat, malaikat terus mencatat, dan ajal bisa saja mendekat. Kalau si mantan pacar enggan diajak bertaubat, lebih baik mencari sosok lain yang shalih/shalihat.

'''Hijrah Diri'''

Ikhtiar menuju pernikahan tak lepas dari persiapan diri baik dari segi ilmu, psikis, fisik, finansial, dan orang tua yang terkondisikan, yaitu sudah memberi restu untuk menikah. Anjuran Islam adalah menikah bagi yang sudah mampu menikah, bagi yang belum mampu menikah dianjurkan untuk berpuasa. Dengan demikian, memantaskan diri dan memampukan diri merupakan sebuah keharusan sebelum berikhtiar menuju pernikahan.

Hijrahkan diri, kemudian taaruflah dengan sosok yang memang sama-sama sudah siap menikah sehingga tidak perlu berlama-lama dalam proses taaruf. Apabila si mantan pacar baru siap menikah setelah tahun ke depan, lebih baik putuskan hubungan dengannya dan beralihlah ke sosok lain yang sudah siap menikahi/siap dinikahi.

'''Hijrah Hati'''

Ketertarikan kepada lawan jenis merupakan fitrah yang ada dalam hati manusia. Islam mengaturnya sehingga rasa cinta yang ada dalam hati ini tidak melalaikan manusia ke cinta tertinggi kepada Sang Pencipta. Cinta kepada Allah memiliki konsekuensi bahwa kita harus mengikuti apa-apa yang telah disyariatkan-Nya. Cinta yang halal antar dua insan manusia yang bertautan hati hanya ada saat keduanya sudah terikat dalam ikatan yang sah, yaitu ikatan pernikahan.

Hijrahkan hati, jagalah hati dengan sebaik-baiknya sehingga tidak menikmati rasa cinta yang belum halal, cinta yang belum saatnya diumbar dan diungkapkan. Cukuplah cinta yang ada di hati itu dirasakan sewajarnya saja hingga kelak waktunya tiba, saat akad nikah sudah terucap yang menghalalkan rasa yang ada.

'''Hijrah Interaksi'''

Aktifitas pacaran dijalani dengan harapan agar kedua pihak bisa lebih mengenal satu sama lain. Jangka waktunya pun bisa berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Pacaran pun dilakukan secara berduaan saja, entah itu jalan berduaan, makan berduaan, nonton berduaan, boncengan motor berduaan, naik mobil berduaan, dan aktivitas berduaan lainnya. Jarang sekali atau bahkan tidak ada pasangan berpacaran yang mengajak orang lain untuk mendampingi selama aktivitas pacaran dijalani.

Islam memberi batasan yang jelas mengenai aturan interaksi antara dua manusia lawan jenis non mahram, yaitu dengan adanya orang ketiga di antara keduanya. Apabila tidak ada orang ketiga di antaranya, maka yang menjadi ketiganya adalah setan. Karena itu, adanya orang ketiga ini dapat dikatakan sebagai syarat mutlak sebuah proses taaruf yang Islami. Dengan adanya orang ketiga ini, maka kedua pihak yang bertaaruf akan terhindar dari aktivitas pacaran yang tak Islami, baik itu pegang-pegangan, mesra-mesraan, dan tindakan yang lebih jauh dari itu.

Hijrahkan interaksi, tidak perlu menjalani pacaran karena ada metode taaruf Islami yang lebih menenangkan dan sesuai syariat. Dengan taaruf yang berkualitas Insya Allah prosesnya bisa dijalani dalam waktu yang singkat saja, tidak perlu berlama-lama. Berikut ini gambaran tahapan agenda taaruf yang bisa dijalani :

– Hari 1 : Taaruf secara langsung dengan calon pasangan didampingi mediator. Gali sebanyak-banyaknya calon pasangan seputar profil diri, profil keluarga, pekerjaan, aktivitas sehari-hari, rencana pernikahan dan pasca pernikahan, dan lain-lain.

– Hari 2 : Taaruf dengan keluarganya, penggalian lebih lanjut lewat bapak, ibu, kakak, adik, dan anggota keluarganya yang serumah. Gali sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitas kesehariannya di rumah.

– Hari 3 : Taaruf dengan tetangga samping kanannya, tetangga samping kirinya, dan tetangga depan rumahnya. Gali sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitas sosialisasinya dengan tetangga.

– Hari 4 : Taaruf dengan rekan kerjanya, atau atasannya langsung. Gali sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitasnya di dunia kerja.

– Hari 5 : Taaruf dengan rekan organisasi atau komunitasnya. Gali sebanyak-banyaknya mengenai si calon pasangan seputar aktivitasnya di organisasi dan komunitasnya.

Dengan mempertimbangkan kesibukan dan keluangan waktu kedua pihak, bisa saja taaruf di masing-masing hari tersebut diagendakan di beberapa pekan yang berbeda. Dengan demikian, setidaknya cukup lima pekan saja untuk taaruf. Apabila agenda taaruf diagendakan di hari libur Sabtu dan Ahad, bisa saja waktu taarufnya akan lebih singkat lagi, tidak lebih dari satu bulan.

Apabila memerlukan informasi tambahan seputar kondisi psikologis dan kondisi kesehatan calon pasangan, kedua pihak bisa meluangkan waktu untuk mengikuti tes psikologis dan tes medis. Hasilnya pun bisa didapatkan dalam hitungan minggu saja, tidak sampai berbulan-bulan. Insya Allah dengan metode taaruf seperti ini informasi yang didapatkan mengenai calon pasangan akan lebih valid karena didapat dari berbagai sumber informasi, tanpa harus menjalani pacaran selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun.

'''Hijrah Komunikasi'''

Pacaran sejatinya tidak hanya berkasih sayang dengan kedekatan secara fisik, tetapi bisa juga terjadi “pacaran jarak jauh” lewat media komunikasi ataupun lewat media sosial ''online''. Bisa dalam bentuk telepon-teleponan, SMS-an, BBM-an, ''Whatsapp''-an, saling mention dan DM-an lewat Twitter, ataupun berbalas komentar di ''Facebook''. ''Instagram'' yang sedang naik daun pun tak luput dari aktivitas pacaran jarak jauh dengan ''nge-tag'' ID pacar dengan gambar-gambar romantis dan puitis di Instagram, padahal gambar-gambar tersebut diperuntukkan bagi pasangan suami istri. Ada juga yang saling memanggil dengan panggilan mesra yang belum saatnya diucapkan, seperti “sayangku”, “cintaku”, dan “kekasihku”, serta dibumbui kata-kata romantis yang belum pantas diucapkan.

Hijrahkan komunikasi, jagalah komunikasi dan hindarilah komunikasi yang tidak perlu dengan calon pasangan. Kedua pihak bisa memblok nomer kontak satu sama lain agar proses taaruf lebih terjaga, dan berkomitmen untuk menjaga komunikasi hingga benar-benar perlu dilakukan. Komunikasi bisa disampaikan lewat mediator yang menjembatani proses taaruf, tidak disampaikan secara langsung ke calon pasangan. Dengan demikian hal-hal yang akan disampaikan ke calon pasangan akan tersaring dengan sendirinya, karena kedua pihak pastinya akan malu menyampaikan hal-hal yang tidak pantas disampaikan melalui mediator tersebut.

Berkomunikasilah secara langsung dengan calon pasangan bila memang sudah saatnya diperlukan, yaitu dalam rangka persiapan pernikahan. Tidak perlu menyapa dengan sapaan “sudah makan belum”, “sudah shalat belum”, dan sapaan lain yang tidak perlu diucapkan, karena Insya Allah calon pasangan bukan anak kecil yang perlu terus diingatkan. Hindarilah telepon-teleponan berjam-jam, karena cukup beberapa SMS bisa disampaikan untuk koordinasi persiapan pernikahan.

Sebelum ijab kabul terucap syariat tetaplah membatasi, termasuk dalam hal pengungkapan rasa di hati. Jangan tergoda untuk berkomunikasi yang tidak perlu disampaikan, karena hati manusia sangat rawan dengan godaan setan. Bila kelak anda berdua telah diikat dalam ikatan halal pernikahan, bolehlah anda berkomunikasi dengan sesering-seringnya perhatian, dan semesra-mesranya panggilan.

== Referensi ==
# http://www.rumahtaaruf.com/2014/10/lima-prinsip-taaruf-pranikah-islami.html
# http://www.rumahtaaruf.com/2015/04/tujuh-langkah-taaruf.html
# http://www.rumahtaaruf.com/2015/06/5-langkah-hijrah-from-pacaran-to-taaruf.html


[[Kategori:Taaruf]]
[[Kategori:Budaya Iran| ]]
[[Kategori:Kata dan frasa Persia]]

Revisi terkini sejak 29 November 2022 05.55


Taaruf atau Taruf (Persia: تعارف, pengucapan Persia: [tæʔɒːɾof] simak) adalah istilah dari Bahasa Persia yang mengacu pada bentuk kesopanan atau seni etiket di Iran, yang menekankan pada rasa hormat dan peringkat sosial.[1]

Taaruf adalah ritual kesopanan yang bertujuan menyamakan kedudukan (mempromosikan kesetaraan) dalam budaya hirarkis.[2] Taaruf antar teman, maupun antara tuan rumah dan tamu, menekankan nilai persahabatan sebagai prioritas dalam mencapai segala hal di dunia.[3] Taaruf juga merupakan cara mengelola hubungan sosial dengan sopan santun. Ini berarti, taaruf dapat digunakan sebagai dasar untuk hubungan timbal balik (secara positif) atau sebagai "senjata sosial atau politik yang membingungkan penerima dan menempatkannya pada posisi yang tidak menguntungkan" (secara negatif).[4] Maka dari itu, taaruf adalah salah satu hal yang paling mendasar untuk dipahami tentang budaya Iran.[5][6][7]

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah memilih calon pasangan kemudian dilanjutkan dengan melihat calon. Dalam hal ini tidak diperuntukan bagi laki-laki saja, akan tetapi perempuan disunnahkan untuk melihat calon pasangan laki-laki yang akan meminangnya. Melihat pasangan sangat disunnahkan untuk saling mengetahui baik secara jasmani maupun rohani, apakah pasangan memiliki cacat atau penyakit dan lain sebagainya. Seperti yang pernah Rasulullah katakana, “Dari Mughirah bin Syu’bah: Ia pernah meminang seorang wanita. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Sudahkah kamu melihatnya?” Mughirah menjawab, “Belum,” kemudian beliau bersabda, “Lihatlah dia terlebih dahulu, sesungguhnya hal tersebut lebih pantas bagi kelanggengan hubungan kalian berdua.” (HR. An-Nasai’, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Disunnahkannya dalam melihat pasangan ini dilakukan sebelum peminangan, karena jika hal ini dilakuakan sebelum peminangan ditakutkan atau dikhawatirkan dari salah satu atau kedua belah pihak tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Seperti yang telah disebutkan di atas, kekhawatiran tersebut terjadi atau ditakutkan salah satu pasangan atau keduanya ada cacat, penyakit mental, atau hal lain ytang tidak diinginkan setelah melihatnya dan hal tersebut merupan sesuatu yang menyakitkan orang lain dan hal tersebut sangat jelas dilarang oleh syari’at Islam.

Dalam pelaksanaannya, tidak pula disyari’atkan adanya izin dari kedua atau salah satu pihak karena sudah ada izin syar’I secara langsung untuk hal tersebut. Hal ini karena suadh menjadi kebutuhan seorang ketika akan menikah, sehingga pelaksanaan perkawinan nanti didasarkan pada pandangan dan penilaian yang jelas. Namun, apabila seseorang yang hendak meminang tidak bisa atau tidak ingin melihat calon pinangannya, ia disunnahkan untuk diwakili oleh yang mahramnya dan mahramnya tersebut dapat menjelaskan keadaan dari masing-masing calon pasangan.

Dalam hal ini pula diataur ketika calon laiki-laki melihat calon perempuan agar tidak terkena nafsu syahwat. Maka dari itu, untuk perempuan agar mneutup aurat sebagaimana aurat ketika shalat yaitu hanya terlihat wajah dan telapak tangan. Dalam literatur agama, bahwa wajah bisa mewakili kecantikan dan telapak tangan bisa menunjukan kelembuatan serta wataknya. Kemudian seorang laki-laki disyaratkan untuk mengetahui dan yakin bahwa wanita tersebut tidak bersuami atau sedang dalam keadaan ‘iddah raj’iyyah. Dalam hal melihat pasangan ini jika sudah merasa cukup, tidak dianjurkan untuk melihat kedua kalinya karena walaupun hal tersebut diperbolehkan tapi hal itu harus dilakukan sebatas diperlukan saja, sesuai dengan kaidah: "Yang diperbolehkan karena darurat, diukur menurut kadar keperluannya."

Dalam situasi sosial[sunting | sunting sumber]

Dalam aturan keramahtamahan, taaruf mengharuskan tuan rumah untuk menawarkan apa pun yang diinginkan tamu, dan seorang tamu juga memiliki kewajiban untuk menolaknya. Ritual ini dapat berulang beberapa kali (biasanya tiga kali) sebelum tuan rumah dan tamu akhirnya menentukan apakah tawaran tuan rumah dan penolakan tamu itu asli, atau hanya menunjukkan kesopanan. Jika seseorang diundang ke rumah siapapun untuk makan, maka ia akan sebaiknya makan beberapa detik paling tidak sampai sepertiga porsinya. Namun, budaya taaruf menuntut agar seseorang tidak melanjutkan makan untuk mendapatkan lebih banyak kudapan setelah penawaran pertama selesai. Ciri tata krama yang baik adalah sang tamu harus berpura-pura kenyang, dan memberi tahu tuan rumah betapa lezatnya makanan itu, dan bahwa tidak mungkin untuk makan lagi. Tuan rumah kemudian diharapkan untuk mengatakan bahwa seseorang tidak boleh melakukan taaruf ("taa'ruf nakon" - mirip dengan "jangan sungkan!") di mana respons yang tepat adalah mengatakan "tidak" dua atau tiga kali dan kemudian berpura-pura untuk menyerah pada desakan tuan rumah dan membiarkan makanan menumpuk.[8]

Contoh lain dari taaruf adalah mengundang orang asing atau kerabat jauh untuk makan malam dengan harapan mereka akan menganggap tawaran itu sebagai "hanya sekedar taaruf" dan menolak.[9]

Dalam negosiasi[sunting | sunting sumber]

Prevalensi taaruf sering memunculkan gaya negosiasi khas Iran.[10][11] Misalnya, penjaga toko pada awalnya mungkin menolak untuk mematok harga suatu barang dan mengatakan bahwa barang itu tidak berharga ("ghaabel nadaareh"). Budaya taaruf mewajibkan pelanggan untuk bersikeras membayar, biasanya dalam tiga kali diskusi, sebelum penjaga toko akhirnya memberikan harga dan negosiasi yang sesungguhnya dapat dimulai.

Hal ini seringkali membuat wisatawan yang tidak terbiasa dengan budaya taaruf terjebak dalam posisi yang sulit. Misalnya, jika seorang sopir taksi menolak untuk menerima pembayaran sedangkan wisatawannya menerima kata-kata manis tersebut secara mentah-mentah. Ketika sopir taksi mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dibayar, mereka sebenarnya tidak bersungguh-sungguh. Sopir taksi sebenarnya mengatakan bahwa mereka senang berbicara dengan wisatawan dan ingin mengucapkan "terima kasih".[12] Dengan menyatakan tidak ada biaya, sopir taksi memainkan peran sebagai tuan rumah yang baik. Perilaku itu berasal dari warisan kuno Iran di mana tamu selalu disambut dan dijaga.[12]

Status sosial[sunting | sunting sumber]

Aturan dalam taaruf bekerja berbeda tergantung pada status sosial seseorang. Menurut Beeman, hanya sedikit masyarakat Iranlah yang menganggap kewajiban status itu penting.[13] Orang dengan jabatan lebih tinggi diharapkan untuk memperlakukan orang yang jabatannya lebih rendah dalam pola pertukaran timbal balik. Contohnya orang dengan jabatan lebih tinggi wajib melakukan sesuatu untuk orang lain, seperti menyediakan barang material, dan/atau mendorong orang lain untuk melakukan (atau menyediakan) sesuatu. Di sisi lain, orang yang jabatannya lebih rendah diharapkan untuk memberikan pelayanan, memberikan upeti (kepada atasan), atau meminta orang lain untuk melakukan (atau menyediakan) sesuatu. Namun, jika interaksi itu terjadi antar orang-orang yang sederajat, maka pertukaran dilakukan tanpa memandang status dan bersifat mutlak. Kasus ideal dalam status yang setara adalah antara dua individu yang terlibat dalam hubungan intim, di mana kebutuhan orang lain diantisipasi dan disediakan tanpa memikirkan layanan, penghargaan, bantuan, atau penghargaan.

Aspek positif dari taaruf dalah mendorong perilaku yang baik terhadap orang lain, terutama dalam temu tamu. Penggunaan bahasa yang sopan, pemberian hadiah, serta pujian menunjukkan rasa hormat kepada mereka yang benar-benar layak mendapatkannya. Menurut Beeman, yang terbaik, taaruf adalah wujud nyata dari sifat tidak mementingkan diri sendiri dan kerendahan dalam hati. Namun, taaruf bisa menjadi negatif jika digunakan secara tidak tulus untuk mengendalikan orang lain, atau jika orang yang lebih tinggi dilindungi dari kritik karena rasa hormatterhadap jabatan mereka.[14]

Pendapat ahli[sunting | sunting sumber]

Menurut cendekiawan Timur Tengah, William O. Beeman, "Taaruf adalah konsep yang luar biasa sulit karena mencakup perilaku kompleks, ditandai dengan menyetarakan perbedaan status sosial." [15]

Menurut D. M. Rejali, bagi elit feodal, ornamentasi dalam bertutur melambangkan gengsi. Dengan munculnya kapitalisme dan paradigma ilmiahnya, komunikasi dituntun untuk lebih tepat dan cepat, sehingga formalitas dalam taaruf dianggap menghalangi pengejaran akumulasi modal (keuntungan) yang cepat.[16]

Penggunaan di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari taaruf adalah perkenalan.[17] Namun, budaya taaruf tidak diterapkan dalam politik maupun bisnis di Indonesia.[butuh rujukan] Penggunaan taaruf merujuk kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya[18] Taaruf dapat menjadi langkah awal untuk mengenalkan dua belah pihak dari salah satu anggota keluarga mereka yang sedang menjalin kasih.[19] Taaruf dapat pula dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan menunggu keputusan dari suatu pasangan pria dan wanita untuk mengenal satu sama lain lebih jauh.[20][21]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Ta'rof - Understanding Iranian Culture". commisceo-global.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-08-25. 
  2. ^ "In the Persian world of 'ta'arof,' they make offers that will be refused". LA Times. 2015-07-06. Diakses tanggal 2015-11-30. 
  3. ^ "5 Persian Customs to Know Before Visiting Iran | 1stQuest Blog". 1stQuest Blog (dalam bahasa Inggris). 2018-05-16. Diakses tanggal 2018-06-14. 
  4. ^ Bellaigue, Christopher de (2012-08-22). "Talk Like an Iranian". The Atlantic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-08-25. 
  5. ^ "Ta'rof - Understanding Iranian Culture". commisceo-global.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-08-25. 
  6. ^ Beeman, William O. (2001-01-03). "Emotion and sincerity in Persian discourse: accomplishing the representation of inner states" (PDF). International Journal of the Sociology of Language. 2001 (148). doi:10.1515/ijsl.2001.013. ISSN 0165-2516. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-12-28. 
  7. ^ Beeman, William O. (1976). "Status, Style and Strategy in Iranian Interaction". Anthropological Linguistics. 18 (7): 305–322. ISSN 0003-5483. JSTOR 30027306. 
  8. ^ Ta'rof - Understanding Iranian Culture
  9. ^ Bellaigue, Christopher de (2012-08-22). "Talk Like an Iranian". The Atlantic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-08-25. 
  10. ^ "In the Persian world of 'ta'arof,' they make offers that will be refused". LA Times. 2015-07-06. Diakses tanggal 2015-11-30. 
  11. ^ "5 Persian Customs to Know Before Visiting Iran | 1stQuest Blog". 1stQuest Blog (dalam bahasa Inggris). 2018-05-16. Diakses tanggal 2018-06-14. 
  12. ^ a b "5 Persian Customs to Know Before Visiting Iran | 1stQuest Blog". 1stQuest Blog (dalam bahasa Inggris). 2018-05-16. Diakses tanggal 2018-06-14. 
  13. ^ Beeman, William O. (2001-01-03). "Emotion and sincerity in Persian discourse: accomplishing the representation of inner states" (PDF). International Journal of the Sociology of Language. 2001 (148). doi:10.1515/ijsl.2001.013. ISSN 0165-2516. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-12-28. 
  14. ^ Beeman, William O. (1976). "Status, Style and Strategy in Iranian Interaction". Anthropological Linguistics. 18 (7): 305–322. ISSN 0003-5483. JSTOR 30027306. 
  15. ^ Beeman, William O. (2001-01-03). "Emotion and sincerity in Persian discourse: accomplishing the representation of inner states" (PDF). International Journal of the Sociology of Language. 2001 (148). doi:10.1515/ijsl.2001.013. ISSN 0165-2516. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-12-28. 
  16. ^ D M Rejali, "Torture & Modernity: Self, Society, and the State in Modern Iran". An exception would be the Japanese Tea Ceremony, which seems to have adapted well to modern requirements (see MT issue no 1).
  17. ^ "Arti Kata "taaruf" Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia | KBBI.co.id". www.kbbi.co.id. Diakses tanggal 2022-08-02. 
  18. ^ Sitoresmi, Ayu Rifka (2021-10-22). Mandasari, Rizky, ed. "Arti Taaruf dalam Islam, Lengkap dengan Hukum dan Tata Caranya". Liputan6.com. Diakses tanggal 2022-06-04. 
  19. ^ "Taaruf, mencari pasangan hidup secara Islami". Merdeka.com. Diakses tanggal 22 Januari 2017. 
  20. ^ Mardatila, Ani (2020-07-19). mardatila, Ani, ed. "Mengenal Taaruf Sebelum Menikah, Begini Cara Melakukannya Sesuai Syariah Islam". Merdeka.com. Diakses tanggal 2022-08-02. 
  21. ^ Handayani, Nur Afitria Cika (2021-12-28). "Taaruf Adalah Saling Mengenal, Ini Pengertian Lengkap dalam Agama Islam". Suara.com. Diakses tanggal 2022-08-02. 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]