Lompat ke isi

Tembikar dan keramik Korea

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Toko keramik di Insadong, Seoul

Tembikar dan keramik Korea adalah jenis barang-baran yang terbuat dari tanah liat yang secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori, yang berglasir dan tak berglasir.[1] Tembikar tak berglasir termasuk tembikar dengan dekorasi corak sisir yang berasal dari Zaman Neolitikum, tembikar corak polos dari Zaman Perunggu, tembikar abu-abu dari periode Tiga Kerajaan Korea, keramik abu-abu dari periode Goryeo dan Joseon dan guci tembikar berwarna coklat tua dari zaman modern yang dinamai puredok.[1] Tembikar berglasir dimulai dengan keramik glasir hijau dan tembikar glasir hitam dari abad ke-9 periode Silla yang ditemukan di situs tungku Gurim-ri serta onggi yang bercirikhas glasir coklat tua yang digunakan untuk menyimpan makanan.[1] Perabotan dari tembikar, baik yang berglasir maupun tidak, telah digunakan dari zaman prasejarah sampai sekarang dan digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari orang Korea.[1]

Tembikar Zaman Mumun dari periode Neolitikum.
Tembikar dari Kerajaan Gaya, abad ke-5 M

Zaman prasejarah

[sunting | sunting sumber]

Sejarah tembikar muncul seiring perkembangan peradaban manusia prasejarah di Korea, yakni sekitar tahun 7000-8000 SM.[2] Pada awalnya, hanya bangsa Korea dan Cina yang mampu membuat tembikar yang berkualitas yang dihasilkan dari pembakaran di atas suhu 1000 derajat.[2]

Zaman Neolitikum

[sunting | sunting sumber]

Artefak-artefak Zaman Neolitikum di Korea telah ditemukan di dataran dekat sungai-sungai besar di wilayah pesisir, dimana permukiman dan pergerakan mudah dilakukan dan juga karena sumber daya berlimpah.[1] Tembikar yang ditemukan dari situs-situs Neolitikum memiliki cirikhas tembikar Kortea dan asal mula dari sejarah Korea.[1]

Terdapat 2 jenis tembikar untuk perabotan sehari-hari dari zaman ini.[1] Yang pertama adalah perabotan tanah liat dengan dekorasi applique yang memiliki dasar yang rata dengan dekorasi garis-garis.[1] Jenis tembikar lain yang umum adalah tembikar bercorak-sisir.[1] Tembikar ini memiliki dasar yang lancip dengan dekorasi pola geometris yang bervariasi yang dibuat dengan menarik garis di permukaan dengan benda tajam atau mencetak permukaan dengan titik atau garis.[1]

Zaman Perunggu

[sunting | sunting sumber]

Zaman perunggu yang terentang dari tahun 1000 SM sampai 1 M, berjalan bersamaan kemunculan dengan kerajaan Gojoseon.[1] Masyarakat pada zaman perunggu tinggal dekat sumber air di daerah yang berbukit yang memiliki tanah subur.[1]

Tembikar merah merupakan jenis barang tanah liat yang banyak berasal dari zaman ini.[1] Tembikar ini dibuat dengan tanah liat yang mengandung pasir kwarsa putih dan dibakar di dalam suhu 800-900 °C, dan menjadi perabotan rumah di seluruh Korea.[1] Contohnya dapat ditemukan di seluruh Semenanjung Korea, termasuk Heunnam-ri (Yeoju), lembah Namhangang, Songguk-ri, Buyeo, lembah Geumgang dan Geomdan di Ulju.[1]

Zaman Besi

[sunting | sunting sumber]

Setelah Zaman Perunggu, Zaman Besi Awal (100 SM-200 M) adalah periode dimana kerajaan-kerajaan kuno Korea mulai terbentuk.[1] Peralatan dari besi diperkenalkan dari daratan Asia dan teknik membuat tembikar telah berevolusi, sehingga meningkatkan produksi barang-barang tanah liat.[1]

Tembikar polos cukup beragam jenisnya, termasuk guci panjang dan cantik yang dibentuk melengkung seperti kendi air, mangkuk kecil, perabotan bergagang, ceret dan guci berbentuk chalice (berleher tinggi).[1] Perabotan ini dianggap sebagai karya seni masyarakat primitif dan dapat menandakan tingkat peradaban masyarakat yang semakin meningkat. Beragamnya barang-barang tanah liat pada periode ini memberi jalan pada lahirnya tembikar kerajaan Gaya dan Silla.[1]

Tiga Kerajaan

[sunting | sunting sumber]
Tembikar dari Silla.

Semenanjung Korea yang berdekatan dengan daratan Asia memberikan keuntungan bagi penduduknya.[1] Terjadinya aliran migrasi dari daratan Asia ke semenanjung menciptakan pertukaran-pertukaran yang aktif.[1] Tembikar yang diekskavasi dari makam-makam kuno tiga kerajaan memperlihatkan karakteristik sejarah dan geografis. Beberapa benda tanah liat dari satu negeri memperlihatkan pola yang serupa dengan tembikar negeri yang lain, misalnya Silla dengan Gaya.[1] Perbedaan perabotan yang cukup banyak menunjukkan bahwa elemen budaya bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain dan industri keramik yang bermutu sudah dimulai.[1]

Sekitar abad ke-3, saat kerajaan Goguryeo, Baekje dan Silla serta Mahan sudah menguasai masing-masing teritori dan mengembangkan budayanya, perkembangan besar dicapai dalam teknologi keramik dengan pengembangan tungku yang semi-bawah tanah yang dapat membakar barang tanah liat di atas suhu 1.100 °C.[1] Ini memungkinkan produksi tembikar abu-abu yang lebih banyak lagi.[1]

Pada zaman Dinasti Goryeo (912-1392), teknik membuat keramik glasir hijau (Seladon) diperkenalkan dari Dinasti Song dan segera menjadi sangat terkenal.[3] Keramik tidak lagi dipandang sebagai perlengkapan semata, karena dengan teknik glasir, keramik hijau mulai diperhatikan sebagai karya seni yang berestetika.[3] Agama Buddha yang secara dalam dianut oleh pemerintahan dan rakyat Goryeo ikut memengaruhi desain keramik hijau, yang dibuat dengan ornamen dan hiasan yang bernafaskan filosofi Buddhisme.[3]

Ideologi Neo-Konfusianisme yang diterapkan Dinasti Joseon membuat kepopuleran keramik hijau meredup dan digantikan oleh keramik putih yang sederhana.[4]Selama masa ini jenis-jenis keramik baru muncul seperti buncheong (keramik berwarna coklat) dan cheonghwa baekja (keramik corak biru).[4]

Puluhan ribu pengrajin keramik Joseon yang diculik ke Jepang oleh para penyerbu dalam peristiwa Perang Imjin pada tahun 1592-1598.[2] Mereka dibawa ke Jepang dan mengembangkan teknik pembuatan keramik di Jepang.[2] Teknik pembuatan keramik Korea segera menyebar ke Jepang dan membantu meningkatkan perkembangan seni keramik di negara tersebut, hal itu menyebabkan gaya keramik Jepang begitu sama dengan gaya keramik Korea.[2] Salah satu pengrajin keramik asal Korea yang diculik ke Jepang adalah Yi Sam-pyong.[2]Yi yang menetap di Arita, Prefektur Saga, Pulau Kyushu, dianggap sebagai empunya pengrajin keramik dan sangat dikagumi akan keahliannya.[2]

Pasca Dinasti Joseon-kini

[sunting | sunting sumber]

Pasca Dinasti Joseon, Korea dijajah oleh Jepang (1910-1945) dan menderita tekanan budaya yang luar biasa.[3] Berbagai aspek budaya dan tradisi Korea hampir mati dan tidak bisa bertahan, termasuk produksi keramik tradisional.[3]

Pada saat ini, pemerintah Korea Selatan sangat menaruh perhatian dalam pelestarian keramik tradisional di seluruh negeri.[3] Banyak pusat-pusat industri keramik masih beroperasi sejak lebih dari ratusan tahun lalu.[3] Di tempat-tempat ini terdapat tungku-tungku pembakaran kuno yang masih berfungsi dan dilindungi sebagai situs bersejarah.[3] Para pembuat keramik tradisional telah yang keluarganya secara turun-temurun membuat keramik dianggap sebagai aset nasional hidup yang dihargai oleh pemerintah, di antaranya:[3]

Jenis keramik dan tembikar

[sunting | sunting sumber]

Goryeo Cheongja

[sunting | sunting sumber]
Keramik Hijau Goryeo

Teknik membuat keramik hijau (Hanzi:青瓷, qīngcí, Bahasa Korea:청자, Cheongja) diperkenalkan dari Dinasti Song pada masa pemerintahan Dinasti Goryeo (918-1392).[5] Seniman Goryeo menciptakan Teknik Sanggam untuk menghasilkan kreasi keramik yang baru dan berbeda daripada keramik hijau Cina.[3] Pada masa Dinasti Goryeo, kepopuleran keramik hijau mencapai Cina dan banyak bangsa lain yang mengagumi keindahannya.[5] Para seniman asal Cina bahkan menjulukinya sebagai salah satu dari "harta karun paling indah di bawah langit".[6] Keramik hijau pada saat itu menjadi komoditas perdagangan antara Goryeo dengan bangsa-bangsa lain.[7] Di Goryeo sendiri keramik hijau dinikmati kalangan bangsawan dan menjadi dekorasi karya seni yang menghiasi istana kerajaan dan kuil-kuil Buddha.[8]

Buncheong

[sunting | sunting sumber]
Buncheong.

Buncheong adalah keramik hijau-biru atau abu-abu kehitaman yang memiliki kualitas hampir sama dengan goryeo cheongja.[1] Buncheong dilapisi oleh lapisan putih sebelum diglasir dan dibakar dalam tungku yang dideoksidasi (tingkat oksigen diturunkan).[1] Buncheong adalah kependekan daripada bunjanhoecheong-sagi atau berarti "keramik yang didekorasi dengan lapisan putih dan glasir hijau-biru pucat".[1] Mewarisi kejatuhan seni goryeo cheongja di akhir periode Goryeo (abad ke-13 dan 14), buncheong yang diproduksi pada abad ke-15 dan 16 (awal Dinasti Joseon) memiliki bentuk yang penuh dan dinamis.[1] Dibandingkan dengan keramik hijau, buncheong memiliki warna yang lebih cerah dan glasir hijau-biru pucat yang lebih tipis.[1] Hanya sedikit buncheong yang diproduksi setelah Perang Imjin pada tahun 1592.[1] Pada masa setelah itu, keramik Buncheong hampir mati karena banyak pengrajin yang diculik serta tungku pembakaran hancur.[2]

Joseon Baekja

[sunting | sunting sumber]
Joseon Baekja.

Joseon Baekja atau Keramik Putih Joseon diproduksi pada masa Dinasti Joseon (1392-1910). Keramik putih menikmati kepopuleran dan mengambil alih posisi keramik hijau.[4] Pemerintahan Joseon memfokuskan pada upaya khusus untuk memproduksi dan mengelolanya, dan masyarakat pun sangat menyukai jenis keramik baru ini.[4] Karena besarnya dukungan dan keterkenalannya, produksi keramik putih mengalami pertumbuhan yang pesat.[4]

Onggi

Onggi adalah jenis tempayan yang terbuat dari tembikar yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.[1] Orang Korea memanfaatkan Onggi sebagai tempat menyimpan makanan tradisional sejak lama seperti kimchi, jeotgal, kecap asin (ganjang), saus gochujang, doenjang dan sebagainya.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag (Inggris) Rha, Sunhwa (2006). Pottery, Korean Traditional Handicrafts. Ewha Woman University Press, Seoul. hlm. 11-29. ISBN 89-7300-682-7-04630. 
  2. ^ a b c d e f g h (Inggris)The Korean Pottery[pranala nonaktif permanen], koreafolkart. Diakses pada 24 April 2010.
  3. ^ a b c d e f g h i j (Inggris)KOREAN CELADON POTTERY, zanzibararts. Diakses pada 8 Mei 2010.
  4. ^ a b c d e (Inggris)White Porcelain with Inlaid Lotus Scroll Design, koreana. Diakses pada 28 April 2010.
  5. ^ a b (Inggris) Pak, Young Sook (2003). Earthenware and Celadon. Laurence King Publishing. ISBN 1-85669-360-0. 
  6. ^ (Inggris)Gangjin Celadon, Home of "the finest celadon under heaven" Diarsipkan 2016-03-06 di Wayback Machine.
  7. ^ (Inggris) Nahm. Ph. D, Andrew (2009). A Panorama of 5000 Years: Korean History. Hollym International Corp, Elizabeth, New Jersey. ISBN 0-930878-68-X. 
  8. ^ (Inggris)Korean Ceramics, Its History and Evolution Diarsipkan 2015-02-27 di Wayback Machine., visitkorea. Diakses pada 19 April 2010.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]