Verstek
Artikel ini membutuhkan penyuntingan lebih lanjut mengenai tata bahasa, gaya penulisan, hubungan antarparagraf, nada penulisan, atau ejaan. |
Verstek adalah sebuah jenis putusan hukum perdata yang dimungkinkan untuk dikeluarkan oleh hakim apabila salah satu dari penggugat atau tergugat dalam suatu persidangan tidak hadir meski sudah diperintahkan oleh pengadilan. Putusan ini merupakan perwujudan dari "hukum acara tanpa hadir”[1] atau “acara luar hadir”.[2]
Sumber hukum
[sunting | sunting sumber]Pada Pasal 124 HIR,/Pasal 77 Rv, terkait mengatur verstek kepada penggugat dijelaskan bahwa hakim berwenang menjatuhkan putusan di luar hadir atau tanpa hadir penggugat dengan syarat di antaranya:[3]
- Apabilan penggugat tidak hadir pada sidang dengan tanpa alasan yang sah;
- Pada peristiwa tersebut, maka hakim berwenang terkait memutus perkara tanpa hadirnya penggugat yang disebut putusan verstek, terkait ini memuat diktum di antaranya Membebaskan tergugat dari perkara tersebut dan Menghukum penggugat membayar biaya perkara;
- Dalam putusan verstek tersebut maka penggugat tidak dapat mengajukan perlawanan atau verzet maupun upaya banding dan kasasi, sehingga terkait ini terhadap putusan tertutup upaya hukum;
- Dalam upaya yang dilakukan penggugat dengan mengajukan kembali gugatan tersebut sebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara.
Pasal 125 Ayat (1) HIR/Pasal 78 Rv memberi wewenang bagi hakim untuk menjatuhkan putusan di luar hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat di antaranya:[3]
- Terkait tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan dengan tanpa alasan yang sah;
- Hal tersebut, hakim menjatuhkan putusan verstek berisi diktum sebagai berikut:
- Mengabulkan gugatan seluruhnya atau sebagian, atau
- Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak mempunyai dasar hukum.
Tujuan
[sunting | sunting sumber]Tujuan verstek dalam hukum adalah untuk mendorong para pihak menaati tata tertib beracara, sehingga dalam proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari hal anarki atau kesewenangan. Setiap ketidakhadiran pasti ada alasan kuat yang harus diperhitungkan juga karena hak hidup merupakan salah satu HAM yang dilindungi dan kebebasan berekspresi dengan alasan yang jelas. Terkait memperhatikan akibat buruk yang mungkin akan terjadi terkait ini apabila keabsahan proses pemeriksaan digantungkan atas kehadiran para pihak atau tergugat, sehingga undang-undang perlu mengantisipasinya dengan melalui acara pemeriksaan verstek.[3]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Muhammad, Abdulkadir (1992). Hukum Acara Peradata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
- ^ Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradnya Paramita. 1993.
- ^ a b c Harahap, M. Yahya (2006). Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.