Wangsa Karoling: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
→‎Strategi raya: replaced: atau pun → ataupun using AWB
 
(39 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6: Baris 6:
|caption = [[Salib Karoling]]<ref>[[Rudolf Koch]], ''[http://catholic-resources.org/Art/Koch-ChristianSymbols.htm Christliche Symbole]'' (1932)</ref>
|caption = [[Salib Karoling]]<ref>[[Rudolf Koch]], ''[http://catholic-resources.org/Art/Koch-ChristianSymbols.htm Christliche Symbole]'' (1932)</ref>
|type = [[Wangsa|Nasab raja-raja]]
|type = [[Wangsa|Nasab raja-raja]]
|country = [[Kekaisaran Karoling]]<br>[[Kekaisaran Romawi Suci]]<br>[[Kerajaan Franka]]<br>[[Kerajaan Lombardia]]<br>[[Kadipaten Bayern]]<br>[[Kadipaten Bohemia]]
|country = [[Kekaisaran Karoling]]<br>[[Kekaisaran Romawi Suci]]<br>[[Negeri Franka|Kerajaan Orang Franka]]<br>[[Kerajaan Lombardia]]<br>[[Kadipaten Bayern]]<br>[[Kadipaten Bohemia]]
|estates = [[Istana Aachen]] (istana kerajaan)
|estates = [[Istana Aachen]] (istana kerajaan)
|titles = * [[Kaisar Romawi Suci]]
|titles = * [[Kaisar Romawi Suci]]
Baris 13: Baris 13:
* [[Raja Italia]]
* [[Raja Italia]]
* [[Daftar kepala monarki Jerman|Raja Negeri Franka Timur]]
* [[Daftar kepala monarki Jerman|Raja Negeri Franka Timur]]
* [[Kadipaten Aquitaine|Raja Akuitania]]
* [[Kadipaten Aquitaine|Raja Aquitania]]
* [[Daftar Raja Burgundia|Raja Burgundia]]
* [[Daftar Raja Burgundia|Raja Burgundia]]
* [[Daftar Penguasa Bohemia|Adipati Bohemia]]
* [[Daftar Penguasa Bohemia|Adipati Bohemia]]
Baris 33: Baris 33:
{{Wangsa Karoling}}
{{Wangsa Karoling}}


'''Wangsa Karoling''' atau '''Wangsa Karling''' adalah keluarga bangsawan [[suku Franka|Franka]], kaum keturunan [[Arnulf]] dan [[Pippin I|Pipin]], yang terbentuk pada abad ke-7 Masehi.<ref>{{cite EB1911|wstitle=Carolingians}}</ref> Nama "Karoling" ([[bahasa Latin Abad Pertengahan]]: ''Karolingi'', dari kata *''karling'' atau ''kerling'' dalam [[bahasa Jerman Hulu Kuno]], berarti "keturunan Karel")<ref>Babcock, Philip (ed). ''Webster's Third New International Dictionary of the English Language, Unabridged''. Springfield, MA: Merriam-Webster, Inc., 1993: 341.</ref> berasal dari nama [[Karl Martell|Karel Martel]] dalam bahasa Latin, yakni ''Carolus Martellus''.<ref>Hollister, Clive, and Bennett, Judith. ''Medieval Europe: A Short History'', hlm. 97.</ref> Wangsa ini mula-mula menghimpun kekuatan pada pertengahan abad ke-8, sehingga berjaya menduduki jabatan [[Pembesar Istana]] ({{lang-lat|maior palatii}}, kepala rumah tangga istana) dan turun-temurun menyandang gelar ''[[Adipati Orang Franka|Dux et Princeps Francorum]]'' (Panglima dan Penghulu Orang Franka), serta menjadi penguasa ''de facto'' Kerajaan Franka selaku pemilik kekuatan militer yang menopang kekuasaan raja-raja wangsa Meroving. Pada 751, pemerintahan [[Dinasti Meroving|wangsa Meroving]] digulingkan atas persetujuan [[Kepausan|Sri Paus]] bersama kaum bangsawan, dan [[Pippin yang Pendek|Pipin Si Pendek]] dari wangsa Karoling dinobatkan menjadi [[Raja Orang Franka]]. Wangsa Karoling mencapai puncak kejayaannya pada tahun 800, dengan dinobatkannya [[Karel yang Agung|Karel Agung]] menjadi Kaisar Orang Romawi yang pertama, setelah lebih dari tiga abad lamanya orang-orang Romawi tidak memiliki kaisar. Kemangkatannya pada 814 menjadi awal dari kurun waktu perpecahan dan kemerosotan [[Kekaisaran Karoling]] yang pada akhirnya memunculkan [[Kerajaan Perancis]] dan [[Kekaisaran Romawi Suci]].
'''Wangsa Karoling''' atau '''Wangsa Karling''' adalah keluarga bangsawan [[suku Franka|Franka]], kaum keturunan [[Arnulf]] dan [[Pippin I|Pipin]], yang terbentuk pada abad ke-7 Masehi.<ref>{{cite EB1911|wstitle=Carolingians}}</ref> Nama "Karoling" ([[bahasa Latin Abad Pertengahan]]: ''Karolingi'', dari kata *''karling'' atau ''kerling'' dalam [[bahasa Jerman Hulu Kuno]], berarti "keturunan Karel")<ref>Babcock, Philip (ed). ''Webster's Third New International Dictionary of the English Language, Unabridged''. Springfield, MA: Merriam-Webster, Inc., 1993: 341.</ref> berasal dari nama [[Karl Martell|Karel Martel]] dalam bahasa Latin, yakni ''Carolus Martellus''.<ref>Hollister, Clive, and Bennett, Judith. ''Medieval Europe: A Short History'', hlm. 97.</ref> Wangsa ini mula-mula menghimpun kekuatan militer pada pertengahan abad ke-8, sehingga berjaya menduduki jabatan [[pembesar istana]] ({{lang-lat|maior palatii}}, kepala rumah tangga istana) dan turun-temurun menyandang gelar ''[[Adipati Orang Franka|Dux et Princeps Francorum]]'' (Panglima dan Penghulu Orang Franka), serta menjadi penguasa ''de facto'' Kerajaan Orang Franka selaku pemilik kekuatan militer yang menopang kekuasaan raja-raja wangsa Meroving. Pada 751, pemerintahan [[Dinasti Meroving|wangsa Meroving]] digulingkan atas persetujuan [[Kepausan|Sri Paus]] serta dukungan dari kaum bangsawan, dan [[Pippin yang Pendek|Pipin Si Pendek]] dari wangsa Karoling dinobatkan menjadi [[Raja Orang Franka]]. Wangsa Karoling mencapai puncak kejayaannya pada tahun 800, dengan dinobatkannya [[Karel yang Agung|Karel Agung]] menjadi Kaisar Orang Romawi yang pertama, setelah lebih dari tiga abad lamanya bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat tidak diperintah oleh seorang kaisar. Kemangkatannya pada 814 menjadi awal dari kurun waktu perpecahan dan kemerosotan [[Kekaisaran Karoling]] yang pada akhirnya memunculkan [[Kerajaan Prancis]] dan [[Kekaisaran Romawi Suci]].


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Menurut kajian-kajian sejarah tradisional, keberhasilan wangsa Karoling menguasai jabatan raja Franka adalah hasil dari serangkaian usaha dan perjuangan yang panjang, termasuk pula upaya perebutan takhta yang dilakukan oleh [[Kildebert Si Anak Angkat]]. Akan tetapi gagasan ini sekarang tidak lagi diterima secara luas. Peristiwa penobatan pada 751 kini dianggap sebagai hasil jerih payah dari satu tokoh, yakni Pipin, putra Karel Martel, senapati Kerajaan Franka yang mendirikan wangsa Karoling, dan hasil jerih payah [[Gereja Katolik Roma]] yang senantiasa berusaha mencari kekuatan-kekuatan sekuler untuk dijadikan pelindung, dan yang senantiasa pula berusaha memperbesar lingkup kewenangan rohani dan duniawinya.
Menurut kajian-kajian sejarah tradisional, keberhasilan wangsa Karoling menguasai jabatan raja Franka adalah hasil dari serangkaian usaha dan perjuangan yang panjang, termasuk pula upaya perebutan takhta yang dilakukan oleh [[Kildebert Si Anak Angkat]]. Akan tetapi gagasan ini sekarang tidak lagi diterima secara luas. Peristiwa penobatan Pipin pada 751 kini dianggap sebagai hasil jerih payah dari satu tokoh Karoling saja, yakni Pipin, putra Karel Martel, senapati Kerajaan Orang Franka yang mendirikan wangsa Karoling, dan hasil jerih payah dari [[Gereja Katolik Roma]] yang senantiasa berusaha mencari kekuatan-kekuatan sekuler untuk dijadikan pelindung, dan yang senantiasa pula berusaha memperbesar lingkup kewenangan rohani dan duniawinya.


Kepala monarki yang paling ternama dari wangsa Karoling adalah [[Karel yang Agung|Karel Agung]], putra Pipin. Karel Agung dinobatkan menjadi Kaisar Orang Romawi oleh [[Paus Leo III]] di Roma pada tahun 800 Masehi.<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/biography/Charlemagne/Emperor-of-the-Romans|title=Charlemagne - Emperor of the Romans {{!}} Holy Roman emperor [747?-814]|work=Encyclopedia Britannica|access-date=2017-09-20|language=en}}</ref> Kekaisarannya, yang diniatkan sebagai kelanjutan dari [[Kekaisaran Romawi Barat]], disebut dalam kajian-kajian sejarah sebagai [[Kekaisaran Karoling]].
Kepala monarki yang tersohor dari wangsa Karoling adalah [[Karel yang Agung|Karel Agung]], putra Pipin. Karel Agung dinobatkan menjadi Kaisar Orang Romawi oleh [[Paus Leo III]] di Roma pada tahun 800 Masehi.<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/biography/Charlemagne/Emperor-of-the-Romans|title=Charlemagne - Emperor of the Romans {{!}} Holy Roman emperor [747?-814]|work=Encyclopedia Britannica|access-date=2017-09-20|language=en}}</ref> Kekaisarannya, yang diniatkan sebagai kelanjutan dari [[Kekaisaran Romawi Barat]], disebut dalam kajian-kajian sejarah sebagai [[Kekaisaran Karoling]].


Para penguasa Karoling tidak meninggalkan adat istiadat [[suku Franka|Franka]] (dan [[wangsa Meroving|Meroving]]) terkait hal-ikhwal pembagian warisan, meskipun menerima pula gagasan tentang keutuhan wilayah kekaisaran. Para penguasa Karoling memiliki kebiasaan mengangkat putra-putra mereka menjadi raja-raja kecil di daerah-daerah ({{lang-lat|regna}}) dalam wilayah kekaisaran. Daerah-daerah ini akan menjadi warisan bagi masing-masing rajanya sepeninggal ayah mereka. Kebiasaan ini dilakukan oleh Karel Agung dan Ludwig Si Saleh. Setelah [[Ludwig yang Saleh|Kaisar Ludwig Si Saleh]] mangkat pada 840, putra-putranya yang masih hidup, yakni [[Lothair I]] dan [[Ludwig si Jerman|Ludwig Si Jerman]] yang sudah dewasa, serta [[Karl yang Botak|Karel Si Gundul]] yang masih remaja, saling memerangi selama tiga tahun. Perang saudara ini diakhiri dengan [[Perjanjian Verdun]] pada 843, yang membagi wilayah Kekaisaran Karoling menjadi tiga ''regna'', meskipun tetap mengakui Lothair sebagai pemangku gelar kaisar dan penguasa tertinggi. Lothair, yang kala itu berumur 48 tahun, adalah putra tertua di antara ketiganya.<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/event/Treaty-of-Verdun#ref34135|title=Treaty of Verdun {{!}} France [843]|work=Encyclopedia Britannica|access-date=2017-09-20|language=en}}</ref> Berbeda dari wangsa Meroving, wangsa Karoling tidak meninggalkan warisan kepada anak-anak mereka yang lahir di luar ikatan pernikahan, mungkin untuk menghindari timbulnya perselisihan di antara para ahli waris dan untuk membatasi pembagi-bagian wilayah kekaisaran. Meskipun demikian, pada penghujung abad ke-9, ketiadaan keturunan sah wangsa Karoling yang cukup dewasa dan cakap memerintah mendorong kaum bangsawan menobatkan [[Arnolf dari Kärnten|Arnulf dari Kärnten]] menjadi raja atas [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]]. Arnulf adalah anak luar nikah dari [[Karloman dari Bayern|Karloman, Raja Bayern]],<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/biography/Arnulf-Holy-Roman-emperor|title=Arnulf {{!}} Holy Roman emperor|work=Encyclopedia Britannica|access-date=2017-09-20|language=en}}</ref> sementara Karloman adalah putra sah dari Ludwig Si Jerman, Raja Negeri Franka Timur yang pertama.
Para penguasa Karoling tidak meninggalkan adat istiadat [[suku Franka|Franka]] (dan [[wangsa Meroving|Meroving]]) terkait hal-ikhwal pembagian warisan, meskipun menerima pula gagasan tentang keutuhan wilayah kekaisaran. Para penguasa Karoling memiliki kebiasaan mengangkat putra-putra mereka menjadi raja-raja kecil di daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan bagian ({{lang-lat|regnum}} <small>jamak:</small> ''regna'') dalam wilayah kekaisaran. Daerah-daerah ini akan menjadi warisan bagi masing-masing rajanya sepeninggal ayah mereka. Kebiasaan ini dilakukan oleh Karel Agung dan Ludwig Si Saleh. Setelah [[Ludwig yang Saleh|Kaisar Ludwig Si Saleh]] mangkat pada 840, putra-putranya yang masih hidup, yakni [[Lothair I|Lothar I]] dan [[Ludwig si Jerman|Ludwig Si Jerman]] yang sudah dewasa, serta [[Karl yang Botak|Karel Si Gundul]] yang masih remaja, saling memerangi selama tiga tahun. Perang saudara ini diakhiri dengan [[Perjanjian Verdun]] pada 843, yang membagi wilayah Kekaisaran Karoling menjadi tiga ''regna'', meskipun tetap mengakui Lothair sebagai pemangku gelar kaisar dan penguasa tertinggi. Lothair, yang kala itu berumur 48 tahun, adalah putra tertua di antara ketiganya.<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/event/Treaty-of-Verdun#ref34135|title=Treaty of Verdun {{!}} France [843]|work=Encyclopedia Britannica|access-date=2017-09-20|language=en}}</ref> Berbeda dari wangsa Meroving, wangsa Karoling tidak meninggalkan warisan kepada anak-anak mereka yang lahir di luar ikatan pernikahan, mungkin untuk menghindari timbulnya perselisihan di antara para ahli waris dan untuk membatasi pembagi-bagian wilayah kekaisaran. Meskipun demikian, pada penghujung abad ke-9, ketiadaan keturunan sah wangsa Karoling yang cukup dewasa dan cakap memerintah mendorong kaum bangsawan menobatkan [[Arnolf dari Kärnten|Arnulf dari Kärnten]] menjadi raja atas [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]]. Arnulf adalah anak luar nikah dari [[Karloman dari Bayern|Karloman, Raja Bayern]],<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/biography/Arnulf-Holy-Roman-emperor|title=Arnulf {{!}} Holy Roman emperor|work=Encyclopedia Britannica|access-date=2017-09-20|language=en}}</ref> sementara Karloman adalah anak sah dari Ludwig Si Jerman, Raja Negeri Franka Timur yang pertama.


=== Kemerosotan ===
=== Kemerosotan ===
Sepeninggal Karel Agung, wangsa Karoling perlahan-lahan mengalami keretakan. Wilayah Kekaisaran Karoling akhirnya terpecah menjadi tiga wilayah, masing-masing diperintah oleh seorang cucu Karel Agung. Dari ketiga wilayah ini, hanya kerajaan di wilayah timur dan wilayah barat yang mampu bertahan. Kedua kerajaan ini sekarang menjadi negara Jerman dan Perancis.<ref>{{Cite web|url=http://www.penfield.edu/webpages/jgiotto/onlinetextbook.cfm?subpage=1504023|title=Charlemagne and the Carolingian Empire|website=www.penfield.edu|language=en|access-date=2017-11-30}}</ref> Wngsa Karoling tersingkir dari tampuk kekuasaan di sejumlah besar ''regna'' dalam wilayah Kekaisaran Karoling pada 888. Wangsa ini masih berkuasa di [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]] sampai 911, dan masih beberapa kali menduduki takhta Kerajaan [[Francia Barat|Negeri Franka Barat]] sampai pada 987. Cabang-cabang kadet dari wangsa Karoling masih tetap berkuasa di daerah [[Vermandois]] dan [[Lorraine Hilir]] setelah raja terakhir wangsa Karoling di Negeri Franka Barat mangkat pada 987, namun mereka tidak pernah berusaha menduduki jabatan-jabatan penguasa yang terkemuka, malah berdamai dengan wangsa-wangsa penguasa yang baru. Salah seorang penulis tawarikh dari [[Sens]] mencatat bahwa kekuasaan wangsa Karoling berakhir ketika [[Robert II dari Perancis]] dinobatkan menjadi raja pendamping ayahnya, [[Hugues Capet]], dan dengan demikian mengawali masa kekuasaan [[Wangsa Kapetia|wangsa Kapet]].<ref>Lewis, Andrew W. (1981). ''Royal Succession in Capetian France: Studies on Familial Order and the State''. Cambridge, Massachusetts: [[Harvard University Press]], hlm. 17. {{ISBN|0-674-77985-1}}</ref> Garis nasab laki-laki wangsa ini punah sepeninggal [[Odo I dari Vermandois|Eudes, Bupati Vermandois]]. Saudari Eudes yang bernama [[Adelaide dari Vermandois|Adelaide]], keturunan Karoling terakhir, wafat pada 1122.
Sepeninggal Karel Agung, wangsa Karoling perlahan-lahan mengalami keretakan. Wilayah Kekaisaran Karoling akhirnya terpecah menjadi tiga wilayah, masing-masing diperintah oleh seorang cucu Karel Agung. Dari ketiga wilayah ini, hanya kerajaan di wilayah timur dan wilayah barat yang mampu bertahan. Kedua kerajaan ini sekarang menjadi negara Jerman dan Prancis.<ref>{{Cite web|url=http://www.penfield.edu/webpages/jgiotto/onlinetextbook.cfm?subpage=1504023|title=Charlemagne and the Carolingian Empire|website=www.penfield.edu|language=en|access-date=2017-11-30}}</ref> Wangsa Karoling tersingkir dari tampuk kekuasaan di sejumlah besar ''regna'' dalam wilayah Kekaisaran Karoling pada 888. Wangsa ini masih berkuasa di [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]] sampai 911, dan masih beberapa kali menduduki takhta Kerajaan [[Francia Barat|Negeri Franka Barat]] sampai pada 987. Cabang-cabang kadet dari wangsa Karoling masih tetap berkuasa di daerah [[Vermandois]] dan [[Lorraine Hilir]] setelah raja terakhir wangsa Karoling di Negeri Franka Barat mangkat pada 987, namun mereka tidak pernah berusaha menduduki jabatan-jabatan penguasa yang terkemuka, malah berdamai dengan wangsa-wangsa penguasa yang baru. Salah seorang penulis tawarikh dari [[Sens]] mencatat bahwa kekuasaan wangsa Karoling berakhir ketika [[Robert II dari Prancis]] dinobatkan menjadi raja pendamping ayahnya, [[Hugues Capet|Hugo Kapet]], dan dengan demikian mengawali masa kekuasaan [[Wangsa Kapetia|wangsa Kapet]].<ref>Lewis, Andrew W. (1981). ''Royal Succession in Capetian France: Studies on Familial Order and the State''. Cambridge, Massachusetts: [[Harvard University Press]], hlm. 17. {{ISBN|0-674-77985-1}}</ref> Garis nasab laki-laki wangsa ini punah sepeninggal [[Odo I dari Vermandois|Odo, Bupati Vermandois]]. Saudari Odo yang bernama [[Adelaide dari Vermandois|Adelaide]], keturunan Karoling terakhir, wafat pada 1122.


== Cabang-cabang nasab ==
== Cabang-cabang nasab ==
[[File:Karolingische denier Lotharius Dorestad.jpg|thumb|250px|[[Denarius|Denier]] Karoling yang dikeluarkan [[Lothair I]], dicetak di [[Dorestad]] ([[Francia Tengah|Negeri Franka Tengah]]) selepas 850 Masehi.]]
[[Berkas:Karolingische denier Lotharius Dorestad.jpg|jmpl|250px|[[Denarius|Denier]] Karoling yang dikeluarkan [[Lothair I]], dicetak di [[Dorestad]] ([[Francia Tengah|Negeri Franka Tengah]]) selepas 850 Masehi.]]


Ada lima cabang nasab dari wangsa Karoling:<ref>Palgrave, Sir Francis. History of Normandy and of England, Jilid 1, hlm. 354.</ref>
Ada lima cabang nasab dari wangsa Karoling:<ref>Palgrave, Sir Francis. History of Normandy and of England, Jilid 1, hlm. 354.</ref>
#'''Cabang Lombardi''', atau '''cabang Vermandois''', atau '''wangsa Herbert''', kaum keturunan [[Pipin dari Italia]], putra Karel Agung. Meskipun Pipin wafat mendahului ayahnya, putranya yang bernama [[Bernard dari Italia|Bernard]] tetap diizinkan memerintah atas Italia. Bernard memberontak melawan pamannya, [[Ludwig yang Saleh|Ludwig Si Saleh]], sehingga kehilangan kerajaan dan nyawanya sendiri. Kaum keturunan Pipin yang telah tersingkir dari tampuk kekuasaan ini kemudian menetap di Perancis dan menjadi bupati ({{lang-fr|comté}}) di daerah Vermandois, Valois, Amiens, dan Troyes. Para Bupati Vermandois melestarikan garis nasab Karoling sampai pada abad ke-12. Para [[comté de Chiny|Bupati Chiny]] dan penguasa-penguasa daerah Mellier, Neufchâteau, dan Falkenstein, adalah cabang-cabang nasab dari [[wangsa Herbert]]. Melalui kaum keturunan para Bupati Chuny, wangsa Karoling dari garis nasab Herbert terus berlanjut hingga permulaan abad ke-14.
# '''Cabang Lombardi''', atau '''cabang Vermandois''', atau '''wangsa Herbert''', kaum keturunan [[Pipin dari Italia]], putra Karel Agung. Meskipun Pipin wafat mendahului ayahnya, putranya yang bernama [[Bernard dari Italia|Bernard]] tetap diizinkan memerintah atas Italia. Bernard memberontak melawan pamannya, [[Ludwig yang Saleh|Ludwig Si Saleh]], sehingga kehilangan kerajaan dan nyawanya sendiri. Kaum keturunan Pipin yang telah tersingkir dari tampuk kekuasaan ini kemudian menetap di Prancis dan menjadi bupati ({{lang-fr|comté}}) di daerah Vermandois, Valois, Amiens, dan Troyes. Para Bupati Vermandois melestarikan garis nasab Karoling sampai pada abad ke-12. Para [[comté de Chiny|Bupati Chiny]] dan penguasa-penguasa daerah Mellier, Neufchâteau, dan Falkenstein, adalah cabang-cabang nasab dari [[wangsa Herbert]]. Melalui kaum keturunan para Bupati Chiny, wangsa Karoling dari garis nasab Herbert terus berlanjut hingga permulaan abad ke-14.
#'''Cabang Lothair''', kaum keturunan [[Lothair I|Kaisar Lothair]], putra sulung Ludwig Si Saleh. Sepeninggal Lothair, [[Francia Tengah|Negeri Franka Tengah]] dibagi sama rata kepada tiga putranya yang masih hidup, menjadi wilayah Italia, wilayah [[Lotharingia]], dan wilayah [[Burgundia Hilir]]. Putra-putra Kaisar Lothair ini tidak berputra, sehingga wilayah Negeri Franka Tengah akhirnya dibagi-bagikan kepada para penguasa Negeri Franka Barat dan Negeri Franka Timur pada 875.
# '''Cabang Lothar''', kaum keturunan [[Lothair I|Kaisar Lothar]], putra sulung Ludwig Si Saleh. Sepeninggal Lothar, [[Francia Tengah|Negeri Franka Tengah]] dibagi sama rata kepada tiga putranya yang masih hidup, menjadi wilayah Italia, wilayah [[Lotharingia]], dan wilayah [[Burgundia Hilir]]. Putra-putra Kaisar Lothar ini tidak berputra, sehingga wilayah Negeri Franka Tengah akhirnya dibagi-bagikan kepada para penguasa Negeri Franka Barat dan Negeri Franka Timur pada 875.
#'''Cabang Aquitaine''', kaum keturunan [[Pippin I dari Aquitaine|Pipin dari Aquitaine]], putra [[Ludwig yang Saleh|Ludwig Si Saleh]]. Karena Pipin wafat mendahului ayahnya, putra-putra Pipin disingkirkan dari tampuk kekuasaan Aquitaine, dan digantikan oleh adik Pipin yang bernama [[Karl yang Botak|Karel Si Gundul]]. Putra-putra Pipin wafat tanpa meninggalkan keturunan, sehingga cabang ini punah pada 864.
# '''Cabang Aquitania''', kaum keturunan [[Pippin I dari Aquitaine|Pipin dari Aquitania]], putra [[Ludwig yang Saleh|Ludwig Si Saleh]]. Karena Pipin wafat mendahului ayahnya, putra-putra Pipin disingkirkan dari tampuk kekuasaan Aquitania, dan digantikan oleh adik Pipin yang bernama [[Karl yang Botak|Karel Si Gundul]]. Putra-putra Pipin wafat tanpa meninggalkan keturunan, sehingga cabang ini punah pada 864.
#'''Cabang Jerman''', kaum keturunan [[Ludwig si Jerman|Ludwig Si Jerman]], Raja [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]], putra Ludwig Si Saleh. Karena berputra tiga orang, wilayah kekuasaannya dibagi-bagi menjadi [[Kadipaten Bayern]], [[Kadipaten Sachsen]], dan [[Kadipaten Schwaben]]. Putra bungsunya yang bernama [[Karl yang Gendut|Karel Si Gemuk]] pernah berhasil menyatukan Negeri Franka Timur dan Negeri Franka Barat — yakni seluruh wilayah Kekaisaran Karoling — namun wilayah kesatuan itu kembali pecah sepeninggal Karel, dan tidak pernah bersatu kembali. Lemahnya kepemimpinan kaum keturunan sah dari cabang Jerman mengakibatkan [[Arnolf dari Kärnten|Arnulf dari Kärnten]], seorang anak haram, kemenakan Karel si Gemuk, mengambil alih tampuk kekuasaan atas [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]]. Sepeninggal putra Arnulf yang bernama [[Louis si Anak|Ludwig Si Kecil]] pada 911, kekuasaan wangsa Karoling atas Negeri Franka Timur pun berakhir.
# '''Cabang Jerman''', kaum keturunan [[Ludwig si Jerman|Ludwig Si Jerman]], Raja [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]], putra Ludwig Si Saleh. Karena berputra tiga orang, wilayah kekuasaannya dibagi-bagi menjadi [[Kadipaten Bayern]], [[Kadipaten Sachsen]], dan [[Kadipaten Schwaben]]. Putra bungsunya yang bernama [[Karl yang Gendut|Karel Si Gemuk]] pernah berhasil menyatukan Negeri Franka Timur dan Negeri Franka Barat — yakni seluruh wilayah Kekaisaran Karoling — namun wilayah kesatuan itu kembali pecah sepeninggal Karel, dan tidak pernah bersatu kembali. Lemahnya kepemimpinan kaum keturunan sah dari cabang Jerman mengakibatkan [[Arnolf dari Kärnten|Arnulf dari Kärnten]], seorang anak haram, kemenakan Karel si Gemuk, mengambil alih tampuk kekuasaan atas [[Francia Timur|Negeri Franka Timur]]. Sepeninggal putra Arnulf yang bernama [[Louis si Anak|Ludwig Si Kecil]] pada 911, kekuasaan wangsa Karoling atas Negeri Franka Timur pun berakhir.
#'''Cabang Perancis''', kaum keturunan [[Karl yang Botak|Karel Si Gundul]], Raja [[Francia Barat|Negeri Franka Barat]], putra Ludwig Si Saleh. Cabang Perancis berkuasa atas wilayah Negeri Franka Barat, namun sempat disingkirkan dari tampuk kekuasaan oleh Karel Si Gemuk dari cabang Jerman, dua orang penguasa dari [[Wangsa Robert]], dan seorang penguasa dari [[wangsa Boso]]. Kekuasaan wangsa Karoling berakhir dengan mangkatnya [[Louis V dari Perancis|Raja Louis V]] pada 987. [[Charles, Adipati Lorraine Hilir]], ahli waris wangsa Karoling, disingkirkan dari jenjang suksesi oleh [[Hugues Capet]]; putra-putra Charles wafat tanpa meninggalkan keturunan sehingga cabang ini punah pada ''ca.'' 1012.
# '''Cabang Prancis''', kaum keturunan [[Karl yang Botak|Karel Si Gundul]], Raja [[Francia Barat|Negeri Franka Barat]], putra Ludwig Si Saleh. Cabang Prancis berkuasa atas wilayah Negeri Franka Barat, namun sempat disingkirkan dari tampuk kekuasaan oleh Karel Si Gemuk dari cabang Jerman, dua orang penguasa dari [[Wangsa Robert]], dan seorang penguasa dari [[wangsa Boso]]. Kekuasaan wangsa Karoling berakhir dengan mangkatnya [[Louis V dari Prancis|Raja Louis V]] pada 987. [[Charles, Adipati Lorraine Hilir]], ahli waris wangsa Karoling, disingkirkan dari jenjang suksesi oleh [[Hugues Capet|Hugo Kapet]]; putra-putra Charles wafat tanpa meninggalkan keturunan sehingga cabang ini punah pada ''ca.'' 1012.


== Strategi raya ==
== Strategi raya ==
[[File:Stammtafel der Karolinger.jpg|thumb|Pohon silsilah wangsa Karoling, dari naskah ''Chronicon Universale'' (Tawarikh Sejagat) karya [[Ekkehard dari Aura]], abad ke-12]]
[[Berkas:Stammtafel der Karolinger.jpg|jmpl|Pohon silsilah wangsa Karoling, dari naskah ''Chronicon Universale'' (Tawarikh Sejagat) karya [[Ekkehard dari Aura]], abad ke-12]]


Sejarawan [[Bernard Bachrach]] berpendapat bahwa pendakian wangsa Karoling menuju puncak kekuasaan akan lebih jelas dipahami jika ditinjau dari sudut pandang teori [[strategi raya]]. Strategi raya adalah muslihat atau siasat militer dan politik jangka panjang yang meliputi lebih dari satu tahap perang, dan dapat saja berlangsung dalam kurun waktu yang panjang.<ref>Bachrach, Bernard S. ''Early Carolingian Warfare: Prelude to Empire''. Philadelphia: University of Philadelphia Press, 2001, hlm. 1.</ref> Wangsa Karoling melakukan serangkaian tindakan bertahap tanpa melibatkan gagasan meraih tampuk kekuasaan secara merawak rambang, sehingga dapat dianggap sebagai suatu strategi raya. Bagian utama lain dari strategi raya yang diterapkan generasi Karoling terdahulu adalah menjalin persekutuan politik dengan kaum bangsawan. Hubungan politik inilah yang menjadi sumber wewenang dan kekuasaan wangsa Karoling di Kerajaan Franka.
Sejarawan [[Bernard Bachrach]] berpendapat bahwa pendakian wangsa Karoling menuju puncak kekuasaan akan dapat dipahami secara lebih jelas jika ditinjau dari sudut pandang teori [[strategi raya]]. Strategi raya adalah muslihat atau siasat militer dan politik jangka panjang yang meliputi lebih dari satu tahap perang, dan dapat saja berlangsung dalam kurun waktu yang panjang.<ref>Bachrach, Bernard S. ''Early Carolingian Warfare: Prelude to Empire''. Philadelphia: University of Philadelphia Press, 2001, hlm. 1.</ref> Wangsa Karoling melakukan serangkaian tindakan bertahap tanpa melibatkan gagasan perebutan kekuasaan secara merawak rambang, sehingga dapat dianggap sebagai suatu strategi raya. Unsur penting lain dari strategi raya yang dijalankan generasi Karoling terdahulu adalah menjalin persekutuan politik dengan kaum bangsawan. Hubungan politik inilah yang menjadi sumber wewenang dan kekuatan wangsa Karoling di [[Francia|Kerajaan Orang Franka]].


Semenjak masa pemerintahan Pipin II, wangsa Karoling berusaha untuk mempersatukan kembali wilayah Kerajaan Franka ({{Lang-lat|Regnum Francorum}}) yang terpecah belah selepas kemangkatan [[Dagobert I|Raja Dagobert I]] dari wangsa Meroving. Setelah kegagalan upaya perebutan takhta dari wangsa Meroving pada ''ca.'' 651 Masehi, generasi Karoling terdahulu perlahan-lahan memperbesar kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara menghimpun kekuatan militer selaku Pembesar Istana raja-raja wangsa Meroving. Untuk mencapai maksud ini, wangsa Karoling menggabungkan tatanan militer dari penghujung zaman Kekaisaran Romawi dengan perkembangan-perkembangan mutakhir yang muncul sejak abad ke-5 sampai abad ke-8. Penerapan strategi bertahan oleh orang Romawi pada penghujung zaman Kekaisaran Romawi telah membentuk masyarakat Franka menjadi masyarakat pejuang yang siap sedia dikerahkan untuk berperang.<ref>Bachrach, 52.</ref> Prasarana-prasarana peninggalan Romawi yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan militer, misalnya jalan-jalan raya, kubu-kubu pertahanan, dan kota-kota berbenteng; dengan demikian strategi-stategi dari penghujung zaman Romawi yang sudah disesuaikan seperlunya masih relevan dengan dengan situasi dan keperluan kala itu. Rakyat sipil yang tinggal di dalam atau di sekitar sebuah [[kota berbenteng]] atau lokasi penting diwajibkan untuk mempelajari cara-cara bertarung dan mempertahankan permukiman mereka. Tenaga mereka jarang sekali dimanfaatkan dalam pelaksanaan strategi raya wangsa Karoling, karena mereka disiagakan untuk kepentingan pertahanan, sementara wangsa Karoling sendiri lebih banyak mengerahkan kekuatan militer yang dimilikinya untuk menyerang.
Semenjak masa pemerintahan Pipin II, wangsa Karoling berjuang mempersatukan kembali wilayah Kerajaan Orang Franka ({{Lang-lat|Regnum Francorum}}) yang terpecah belah selepas kemangkatan [[Dagobert I|Raja Dagobert I]] dari wangsa Meroving. Setelah gagal mengambil alih takhta dari wangsa Meroving pada ''ca.'' 651, generasi Karoling terdahulu perlahan-lahan memperbesar kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara menghimpun kekuatan militer selaku [[pembesar istana]] raja-raja wangsa Meroving. Untuk mencapai maksud ini, wangsa Karoling menggabungkan tatanan militer dari penghujung zaman Kekaisaran Romawi dengan perkembangan-perkembangan mutakhir yang muncul sejak abad ke-5 sampai abad ke-8. Penerapan strategi bertahan oleh orang Romawi pada penghujung zaman Kekaisaran Romawi telah membentuk masyarakat Franka menjadi masyarakat pejuang yang siap sedia dikerahkan untuk berperang.<ref>Bachrach, 52.</ref> Prasarana-prasarana peninggalan Romawi yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan militer, misalnya jalan-jalan raya, kubu-kubu pertahanan, dan kota-kota berbenteng; dengan demikian strategi-stategi dari penghujung zaman Kekaisaran Romawi dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya masih cukup relevan dengan situasi dan keperluan kala itu. Rakyat sipil yang tinggal di dalam atau di sekitar sebuah [[Tembok pertahanan|kota berbenteng]] atau lokasi penting diwajibkan untuk mempelajari cara-cara bertarung dan cara-cara mempertahankan permukiman mereka. Tenaga mereka jarang sekali dimanfaatkan dalam pelaksanaan strategi raya wangsa Karoling, karena mereka disiagakan untuk kepentingan pertahanan, sementara wangsa Karoling sendiri lebih banyak mengerahkan kekuatan militer yang dimilikinya untuk menyerang.


Rakyat sipil dari golongan lain diwajibkan menjadi prajurit, termasuk ikut maju berperang. Tergantung pada jumlah kekayaan yang dimilikinya, seorang Franka diwajibkan untuk berbakti kepada kerajaan dengan cara-cara lain, dan “semakin kaya seseorang, semakin besar pula kewajiban militernya”.<ref>Bachrach, 55.</ref> Misalnya, jika seseorang tergolong kaya, maka ia dapat dikenai kewajiban untuk menjadi [[knight|kesatria]], atau diwajibkan mempersiapkan sejumlah petarung.
Rakyat sipil selebihnya diwajibkan menjadi prajurit, termasuk ikut maju berperang. Tergantung dari jumlah kekayaan yang dimilikinya, seorang Franka diwajibkan untuk berbakti kepada kerajaan dengan berbagai macam cara lain, dan “semakin kaya seseorang, semakin besar pula kewajiban militernya”.<ref>Bachrach, 55.</ref> Misalnya, jika seseorang tergolong kaya, maka ia dapat dikenai kewajiban untuk menjadi [[knight|kesatria]], atau diwajibkan mempersiapkan sejumlah petarung.


Selain orang-orang yang dikenai kewajiban militer karena memiliki lahan, ada pula prajurit-prajurit profesional yang bertempur di pihak wangsa Karoling. Jika pemilik lahan dalam jumlah tertentu berhalangan menjadi prajurit (perempuan, orang lanjut usia, orang sakit, atau pengecut), mereka tetap memiliki kewajiban militer. Sebagai ganti keikutsertaannya, mereka akan menyewa prajurit untuk maju bertempur atas nama mereka. Lembaga-lembaga seperti biara atau gereja juga diwajibkan mengerahkan pasukan untuk bertempur sesuai dengan tingkat kekayaan dan jumlah lahan yang mereka miliki. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan sumber-sumber daya milik lembaga-lembaga gerejawi untuk kepentingan militer memang sudah menjadi suatu tradisi yang dilestarikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh wangsa Karoling.
Selain orang-orang yang dikenai wajib militer karena memiliki lahan, ada pula prajurit-prajurit profesional yang ikut bertempur dalam barisan bala tentara wangsa Karoling. Jika pemilik lahan dengan luas tertentu berhalangan menjadi prajurit (perempuan, lanjut usia, sakit, atau pengecut), mereka tetap dikenai wajib militer. Sebagai ganti keikutsertaannya, mereka akan menyewa prajurit untuk maju bertempur atas nama mereka. Lembaga-lembaga seperti biara atau gereja juga diwajibkan mengerahkan pasukan tempur sesuai dengan jumlah kekayaan dan luas lahan yang mereka miliki. Bahkan sesungguhnya, penggunaan sumber-sumber daya milik lembaga-lembaga gerejawi untuk kepentingan militer sudah menjadi suatu tradisi yang dilestarikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh wangsa Karoling.


Agaknya “sangat tidak mungkin bala tentara yang berkekuatan lebih dari seratus ribu prajurit yang tentunya disertai sistem-sistem pendukungnya dapat dikerahkan ke medan pertempuran dalam satu kali kali operasi saja.”<ref>Bachrach, 58.</ref> Oleh karena itu, setiap tuan tanah tidak diwajibkan untuk mengerahkan seluruh prajurit yang dimilikinya setiap tahun untuk maju berperang, sebaliknya wangsa Karoling yang akan memutuskan pasukan-pasukan seperti apa yang mereka perlukan dari setiap tuan tanah, dan apa saja yang harus dibawa oleh pasukan-pasukan itu. Dalam beberapa kasus, pengerahan prajurit untuk berperang dapat digantikan dengan pengerahan berbagai macam mesin perang. Agar dapat mengerahkan prajurit yang mumpuni, banyak lembaga membentuk pasukan-pasukan beranggotakan prajurit-prajurit yang terlatih untuk bertempur dan bersenjata lengkap. Prajurit-prajurit ini akan dilatih, dipersenjatai, dan dicukupi keperluannya agar maju berperang sebagai anggota pasukan bersenjata lengkap atas biaya tuan tanah atau lembaga yang mengerahkan mereka. Para kawula bersenjata ini hampir sama dengan tentara pribadi, “yang hidupnya ditunjang dari harta para pembesar yang sangat berkuasa, [dan] yang cukup penting artinya bagi tatanan militer dan peperangan yang dilakukan generasi Karoling terdahulu."<ref>Bachrach, 64.</ref> Wangsa Karoling juga membentuk pasukan-pasukan mereka sendiri yang menjadi “pasukan inti utama dalam angkatan bersenjata” {{Lang|la|''regnum Francorum''}}.<ref>Bachrach, 65.</ref>
Agaknya “sangat tidak mungkin bala tentara berkekuatan lebih dari seratus ribu prajurit, berikut sistem-sistem pendukungnya, dapat dikerahkan ke medan pertempuran dalam satu kali operasi saja.”<ref>Bachrach, 58.</ref> Oleh karena itu, tuan-tuan tanah tidak diharuskan mengerahkan seluruh prajurit yang dimilikinya setiap tahun bila tiba masanya untuk untuk maju berperang, sebaliknya wangsa Karoling yang akan memutuskan pasukan-pasukan seperti apa yang mereka perlukan dari setiap tuan tanah, dan apa saja yang harus dibawa serta oleh pasukan-pasukan itu. Dalam beberapa kasus, pengerahan prajurit dapat digantikan dengan penyerahan berbagai macam mesin perang. Agar dapat mengerahkan prajurit yang mumpuni, banyak lembaga membentuk pasukan-pasukan prajurit yang terlatih bertempur dan bersenjata lengkap. Prajurit-prajurit ini akan dilatih, dipersenjatai, dan dicukupi keperluannya agar maju berperang sebagai anggota pasukan bersenjata lengkap atas biaya tuan tanah atau lembaga yang mengerahkan mereka. Para kawula bersenjata ini hampir sama dengan tentara pribadi, “yang diberi nafkah hidup dari harta para pembesar yang sangat berkuasa, [dan] yang cukup penting artinya bagi tatanan militer dan peperangan yang dilakukan generasi Karoling terdahulu."<ref>Bachrach, 64.</ref> Wangsa Karoling juga membentuk pasukan-pasukan tentara pribadi yang menjadi “pasukan inti utama dalam angkatan bersenjata” {{Lang|la|''Regnum Francorum''}}.<ref>Bachrach, 65.</ref>


Penerapan tatanan militer secara efektif inilah yang membuat wangsa Karoling berhasil melaksanakan strategi raya mereka. Strategi ini terdiri atas usaha-usaha yang ditekuni secara bersungguh-sungguh untuk membina kembali ''Regnum Francorum'' di bawah kekuasaan mereka. Bernard Bachrach mengemukakan tiga asas dalam strategi jangka panjang wangsa Karoling yang rentang waktu pelaksanaannya meliputi masa hidup beberapa generasi penguasa dari wangsa ini: <blockquote>Asas pertama… adalah bergerak keluar dengan penuh kewaspadaan dari daerah markas wangsa Karoling di Austrasia. Asas kedua adalah hanya menyerang dan menaklukkan satu daerah saja dalam satu kali peperangan sampai benar-benar tuntas. Asas ketiga adalah menghindari keterlibatan dengan perkara-perkara yang berlangsung di luar lingkup tapal batas ''Regnum Francorum'', atau melibatkan diri bilamana benar-benar perlu tetapi tanpa disertai niat dan usaha untuk melakukan penaklukan.”<ref>Bachrach, 49-50.</ref></blockquote>
Penerapan tatanan militer secara efektif inilah yang membuat wangsa Karoling berhasil melaksanakan strategi raya mereka. Strategi ini terdiri atas usaha-usaha yang ditekuni secara bersungguh-sungguh untuk membina kembali ''Regnum Francorum'' di bawah kekuasaan mereka. Bernard Bachrach mengemukakan tiga asas dalam strategi jangka panjang wangsa Karoling yang rentang waktu pelaksanaannya meliputi masa hidup beberapa generasi penguasa dari wangsa ini: <blockquote>Asas pertama… adalah bergerak keluar dengan waspada dari [angkalan kekuatan wangsa Karoling di Austrasia. Asas kedua adalah hanya menyerang dan menaklukkan satu daerah saja dalam satu kali peperangan sampai benar-benar tuntas. Asas ketiga adalah menghindari keterlibatan dengan urusan-urusan di luar tapal batas ''Regnum Francorum'', ataupun melibatkan diri bilamana benar-benar perlu tetapi tanpa disertai niat dan usaha untuk melakukan penaklukan.”<ref>Bachrach, 49-50.</ref></blockquote>


Hal ini penting artinya bagi perkembangan sejarah Abad Pertengahan, karena tanpa suatu tatanan militer dan tanpa suatu strategi raya, wangsa Karoling tidak akan mampu berjaya menjadi raja atas orang-orang Franka yang disahihkan oleh Uskup Roma. Selain itu, jerih payah dan prasaranalah yang memampukan Karel Agung menjadi raja yang begitu berkuasa dan dinobatkan menjadi Kaisar Orang Romawi pada 800 Masehi. Tanpa jerih payah para pendahulunya, ia tidak mungkin mencapai keberhasilan yang sebegitu besarnya, dan kebangkitan kembali Kekaisaran Romawi di Eropa Barat mungkin tidak akan pernah terjadi.
Hal ini penting artinya bagi perkembangan sejarah Abad Pertengahan, karena tanpa tatanan militer dan strategi raya, wangsa Karoling tidak mungkin mampu berjaya menjadi raja atas orang-orang Franka yang disahihkan oleh Uskup Roma. Selain itu, jerih payah dan dukungan prasaranalah yang memampukan Karel Agung menjadi raja yang begitu berkuasa dan dinobatkan menjadi Kaisar Orang Romawi pada 800 Masehi. Tanpa jerih payah para pendahulunya, ia tidak mungkin mencapai keberhasilan yang sebegitu besarnya, dan kebangkitan kembali Kekaisaran Romawi di Eropa Barat mungkin tidak akan pernah terjadi.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Renaisan Karoling|Abad Pembaharuan Karoling]]
* [[Renaisan Karoling|Abad Pembaharuan Karoling]]
* [[Minuskul Karoling|Aksara minuskula Karoling]]
* [[Minuskul Karoling|Aksara minuskul Karoling]]
* [[Daftar Raja Perancis|Daftar kepala monarki Perancis]]
* [[Daftar Raja Prancis|Daftar kepala monarki Prancis]]
* [[Kaisar Romawi Suci]]
* [[Kaisar Romawi Suci]]
* [[Francia Barat|Negeri Franka Barat]]
* [[Francia Barat|Negeri Franka Barat]]
Baris 89: Baris 89:


=== Sumber ===
=== Sumber ===
* Reuter, Timothy. ''Germany in the Early Middle Ages 800&ndash;1056''. New York: Longman, 1991.
* Reuter, Timothy. ''Germany in the Early Middle Ages 800–1056''. New York: Longman, 1991.
* MacLean, Simon. ''Kingship and Politics in the Late Ninth Century: Charles the Fat and the end of the Carolingian Empire''. Cambridge University Press: 2003.
* MacLean, Simon. ''Kingship and Politics in the Late Ninth Century: Charles the Fat and the end of the Carolingian Empire''. Cambridge University Press: 2003.
* Leyser, Karl. ''Communications and Power in Medieval Europe: The Carolingian and Ottonian Centuries''. London: 1994.
* Leyser, Karl. ''Communications and Power in Medieval Europe: The Carolingian and Ottonian Centuries''. London: 1994.
Baris 99: Baris 99:
* [[Einhard]]. ''[http://www.fordham.edu/halsall/basis/einhard.html Vita Karoli Magni]''. Diterjemahkan oleh Samuel Epes Turner. New York: Harper and Brothers, 1880.
* [[Einhard]]. ''[http://www.fordham.edu/halsall/basis/einhard.html Vita Karoli Magni]''. Diterjemahkan oleh Samuel Epes Turner. New York: Harper and Brothers, 1880.


{{Penguasa Perancis}}
{{Penguasa Prancis}}
{{Dinasti Eropa}}
{{Dinasti Eropa}}


{{Authority control}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Wangsa Karoling]]
[[Kategori:Wangsa Karoling| ]]
[[Kategori:Sejarah Eropa]]
[[Kategori:Sejarah Eropa]]

Revisi terkini sejak 28 April 2020 05.43

Wangsa Karoling
Wangsa Karling
Nasab raja-raja
NegaraKekaisaran Karoling
Kekaisaran Romawi Suci
Kerajaan Orang Franka
Kerajaan Lombardia
Kadipaten Bayern
Kadipaten Bohemia
Kelompok etnisFranka/Lombardi
Didirikan714 (714)
PendiriKarel Martel
Penguasa terakhirAdelaide dari Vermandois
Gelar
EstatIstana Aachen (istana kerajaan)
Pembubaran1124 (1124)
Turun takhta877 (tahun mangkatnya Karel Si Gundul)
Cabang kadetGaris nasab nonagnatis:

Wangsa Karoling atau Wangsa Karling adalah keluarga bangsawan Franka, kaum keturunan Arnulf dan Pipin, yang terbentuk pada abad ke-7 Masehi.[2] Nama "Karoling" (bahasa Latin Abad Pertengahan: Karolingi, dari kata *karling atau kerling dalam bahasa Jerman Hulu Kuno, berarti "keturunan Karel")[3] berasal dari nama Karel Martel dalam bahasa Latin, yakni Carolus Martellus.[4] Wangsa ini mula-mula menghimpun kekuatan militer pada pertengahan abad ke-8, sehingga berjaya menduduki jabatan pembesar istana (bahasa Latin: maior palatii, kepala rumah tangga istana) dan turun-temurun menyandang gelar Dux et Princeps Francorum (Panglima dan Penghulu Orang Franka), serta menjadi penguasa de facto Kerajaan Orang Franka selaku pemilik kekuatan militer yang menopang kekuasaan raja-raja wangsa Meroving. Pada 751, pemerintahan wangsa Meroving digulingkan atas persetujuan Sri Paus serta dukungan dari kaum bangsawan, dan Pipin Si Pendek dari wangsa Karoling dinobatkan menjadi Raja Orang Franka. Wangsa Karoling mencapai puncak kejayaannya pada tahun 800, dengan dinobatkannya Karel Agung menjadi Kaisar Orang Romawi yang pertama, setelah lebih dari tiga abad lamanya bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat tidak diperintah oleh seorang kaisar. Kemangkatannya pada 814 menjadi awal dari kurun waktu perpecahan dan kemerosotan Kekaisaran Karoling yang pada akhirnya memunculkan Kerajaan Prancis dan Kekaisaran Romawi Suci.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Menurut kajian-kajian sejarah tradisional, keberhasilan wangsa Karoling menguasai jabatan raja Franka adalah hasil dari serangkaian usaha dan perjuangan yang panjang, termasuk pula upaya perebutan takhta yang dilakukan oleh Kildebert Si Anak Angkat. Akan tetapi gagasan ini sekarang tidak lagi diterima secara luas. Peristiwa penobatan Pipin pada 751 kini dianggap sebagai hasil jerih payah dari satu tokoh Karoling saja, yakni Pipin, putra Karel Martel, senapati Kerajaan Orang Franka yang mendirikan wangsa Karoling, dan hasil jerih payah dari Gereja Katolik Roma yang senantiasa berusaha mencari kekuatan-kekuatan sekuler untuk dijadikan pelindung, dan yang senantiasa pula berusaha memperbesar lingkup kewenangan rohani dan duniawinya.

Kepala monarki yang tersohor dari wangsa Karoling adalah Karel Agung, putra Pipin. Karel Agung dinobatkan menjadi Kaisar Orang Romawi oleh Paus Leo III di Roma pada tahun 800 Masehi.[5] Kekaisarannya, yang diniatkan sebagai kelanjutan dari Kekaisaran Romawi Barat, disebut dalam kajian-kajian sejarah sebagai Kekaisaran Karoling.

Para penguasa Karoling tidak meninggalkan adat istiadat Franka (dan Meroving) terkait hal-ikhwal pembagian warisan, meskipun menerima pula gagasan tentang keutuhan wilayah kekaisaran. Para penguasa Karoling memiliki kebiasaan mengangkat putra-putra mereka menjadi raja-raja kecil di daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan bagian (bahasa Latin: regnum jamak: regna) dalam wilayah kekaisaran. Daerah-daerah ini akan menjadi warisan bagi masing-masing rajanya sepeninggal ayah mereka. Kebiasaan ini dilakukan oleh Karel Agung dan Ludwig Si Saleh. Setelah Kaisar Ludwig Si Saleh mangkat pada 840, putra-putranya yang masih hidup, yakni Lothar I dan Ludwig Si Jerman yang sudah dewasa, serta Karel Si Gundul yang masih remaja, saling memerangi selama tiga tahun. Perang saudara ini diakhiri dengan Perjanjian Verdun pada 843, yang membagi wilayah Kekaisaran Karoling menjadi tiga regna, meskipun tetap mengakui Lothair sebagai pemangku gelar kaisar dan penguasa tertinggi. Lothair, yang kala itu berumur 48 tahun, adalah putra tertua di antara ketiganya.[6] Berbeda dari wangsa Meroving, wangsa Karoling tidak meninggalkan warisan kepada anak-anak mereka yang lahir di luar ikatan pernikahan, mungkin untuk menghindari timbulnya perselisihan di antara para ahli waris dan untuk membatasi pembagi-bagian wilayah kekaisaran. Meskipun demikian, pada penghujung abad ke-9, ketiadaan keturunan sah wangsa Karoling yang cukup dewasa dan cakap memerintah mendorong kaum bangsawan menobatkan Arnulf dari Kärnten menjadi raja atas Negeri Franka Timur. Arnulf adalah anak luar nikah dari Karloman, Raja Bayern,[7] sementara Karloman adalah anak sah dari Ludwig Si Jerman, Raja Negeri Franka Timur yang pertama.

Kemerosotan[sunting | sunting sumber]

Sepeninggal Karel Agung, wangsa Karoling perlahan-lahan mengalami keretakan. Wilayah Kekaisaran Karoling akhirnya terpecah menjadi tiga wilayah, masing-masing diperintah oleh seorang cucu Karel Agung. Dari ketiga wilayah ini, hanya kerajaan di wilayah timur dan wilayah barat yang mampu bertahan. Kedua kerajaan ini sekarang menjadi negara Jerman dan Prancis.[8] Wangsa Karoling tersingkir dari tampuk kekuasaan di sejumlah besar regna dalam wilayah Kekaisaran Karoling pada 888. Wangsa ini masih berkuasa di Negeri Franka Timur sampai 911, dan masih beberapa kali menduduki takhta Kerajaan Negeri Franka Barat sampai pada 987. Cabang-cabang kadet dari wangsa Karoling masih tetap berkuasa di daerah Vermandois dan Lorraine Hilir setelah raja terakhir wangsa Karoling di Negeri Franka Barat mangkat pada 987, namun mereka tidak pernah berusaha menduduki jabatan-jabatan penguasa yang terkemuka, malah berdamai dengan wangsa-wangsa penguasa yang baru. Salah seorang penulis tawarikh dari Sens mencatat bahwa kekuasaan wangsa Karoling berakhir ketika Robert II dari Prancis dinobatkan menjadi raja pendamping ayahnya, Hugo Kapet, dan dengan demikian mengawali masa kekuasaan wangsa Kapet.[9] Garis nasab laki-laki wangsa ini punah sepeninggal Odo, Bupati Vermandois. Saudari Odo yang bernama Adelaide, keturunan Karoling terakhir, wafat pada 1122.

Cabang-cabang nasab[sunting | sunting sumber]

Denier Karoling yang dikeluarkan Lothair I, dicetak di Dorestad (Negeri Franka Tengah) selepas 850 Masehi.

Ada lima cabang nasab dari wangsa Karoling:[10]

  1. Cabang Lombardi, atau cabang Vermandois, atau wangsa Herbert, kaum keturunan Pipin dari Italia, putra Karel Agung. Meskipun Pipin wafat mendahului ayahnya, putranya yang bernama Bernard tetap diizinkan memerintah atas Italia. Bernard memberontak melawan pamannya, Ludwig Si Saleh, sehingga kehilangan kerajaan dan nyawanya sendiri. Kaum keturunan Pipin yang telah tersingkir dari tampuk kekuasaan ini kemudian menetap di Prancis dan menjadi bupati (bahasa Prancis: comté) di daerah Vermandois, Valois, Amiens, dan Troyes. Para Bupati Vermandois melestarikan garis nasab Karoling sampai pada abad ke-12. Para Bupati Chiny dan penguasa-penguasa daerah Mellier, Neufchâteau, dan Falkenstein, adalah cabang-cabang nasab dari wangsa Herbert. Melalui kaum keturunan para Bupati Chiny, wangsa Karoling dari garis nasab Herbert terus berlanjut hingga permulaan abad ke-14.
  2. Cabang Lothar, kaum keturunan Kaisar Lothar, putra sulung Ludwig Si Saleh. Sepeninggal Lothar, Negeri Franka Tengah dibagi sama rata kepada tiga putranya yang masih hidup, menjadi wilayah Italia, wilayah Lotharingia, dan wilayah Burgundia Hilir. Putra-putra Kaisar Lothar ini tidak berputra, sehingga wilayah Negeri Franka Tengah akhirnya dibagi-bagikan kepada para penguasa Negeri Franka Barat dan Negeri Franka Timur pada 875.
  3. Cabang Aquitania, kaum keturunan Pipin dari Aquitania, putra Ludwig Si Saleh. Karena Pipin wafat mendahului ayahnya, putra-putra Pipin disingkirkan dari tampuk kekuasaan Aquitania, dan digantikan oleh adik Pipin yang bernama Karel Si Gundul. Putra-putra Pipin wafat tanpa meninggalkan keturunan, sehingga cabang ini punah pada 864.
  4. Cabang Jerman, kaum keturunan Ludwig Si Jerman, Raja Negeri Franka Timur, putra Ludwig Si Saleh. Karena berputra tiga orang, wilayah kekuasaannya dibagi-bagi menjadi Kadipaten Bayern, Kadipaten Sachsen, dan Kadipaten Schwaben. Putra bungsunya yang bernama Karel Si Gemuk pernah berhasil menyatukan Negeri Franka Timur dan Negeri Franka Barat — yakni seluruh wilayah Kekaisaran Karoling — namun wilayah kesatuan itu kembali pecah sepeninggal Karel, dan tidak pernah bersatu kembali. Lemahnya kepemimpinan kaum keturunan sah dari cabang Jerman mengakibatkan Arnulf dari Kärnten, seorang anak haram, kemenakan Karel si Gemuk, mengambil alih tampuk kekuasaan atas Negeri Franka Timur. Sepeninggal putra Arnulf yang bernama Ludwig Si Kecil pada 911, kekuasaan wangsa Karoling atas Negeri Franka Timur pun berakhir.
  5. Cabang Prancis, kaum keturunan Karel Si Gundul, Raja Negeri Franka Barat, putra Ludwig Si Saleh. Cabang Prancis berkuasa atas wilayah Negeri Franka Barat, namun sempat disingkirkan dari tampuk kekuasaan oleh Karel Si Gemuk dari cabang Jerman, dua orang penguasa dari Wangsa Robert, dan seorang penguasa dari wangsa Boso. Kekuasaan wangsa Karoling berakhir dengan mangkatnya Raja Louis V pada 987. Charles, Adipati Lorraine Hilir, ahli waris wangsa Karoling, disingkirkan dari jenjang suksesi oleh Hugo Kapet; putra-putra Charles wafat tanpa meninggalkan keturunan sehingga cabang ini punah pada ca. 1012.

Strategi raya[sunting | sunting sumber]

Pohon silsilah wangsa Karoling, dari naskah Chronicon Universale (Tawarikh Sejagat) karya Ekkehard dari Aura, abad ke-12

Sejarawan Bernard Bachrach berpendapat bahwa pendakian wangsa Karoling menuju puncak kekuasaan akan dapat dipahami secara lebih jelas jika ditinjau dari sudut pandang teori strategi raya. Strategi raya adalah muslihat atau siasat militer dan politik jangka panjang yang meliputi lebih dari satu tahap perang, dan dapat saja berlangsung dalam kurun waktu yang panjang.[11] Wangsa Karoling melakukan serangkaian tindakan bertahap tanpa melibatkan gagasan perebutan kekuasaan secara merawak rambang, sehingga dapat dianggap sebagai suatu strategi raya. Unsur penting lain dari strategi raya yang dijalankan generasi Karoling terdahulu adalah menjalin persekutuan politik dengan kaum bangsawan. Hubungan politik inilah yang menjadi sumber wewenang dan kekuatan wangsa Karoling di Kerajaan Orang Franka.

Semenjak masa pemerintahan Pipin II, wangsa Karoling berjuang mempersatukan kembali wilayah Kerajaan Orang Franka (bahasa Latin: Regnum Francorum) yang terpecah belah selepas kemangkatan Raja Dagobert I dari wangsa Meroving. Setelah gagal mengambil alih takhta dari wangsa Meroving pada ca. 651, generasi Karoling terdahulu perlahan-lahan memperbesar kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara menghimpun kekuatan militer selaku pembesar istana raja-raja wangsa Meroving. Untuk mencapai maksud ini, wangsa Karoling menggabungkan tatanan militer dari penghujung zaman Kekaisaran Romawi dengan perkembangan-perkembangan mutakhir yang muncul sejak abad ke-5 sampai abad ke-8. Penerapan strategi bertahan oleh orang Romawi pada penghujung zaman Kekaisaran Romawi telah membentuk masyarakat Franka menjadi masyarakat pejuang yang siap sedia dikerahkan untuk berperang.[12] Prasarana-prasarana peninggalan Romawi yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan militer, misalnya jalan-jalan raya, kubu-kubu pertahanan, dan kota-kota berbenteng; dengan demikian strategi-stategi dari penghujung zaman Kekaisaran Romawi dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya masih cukup relevan dengan situasi dan keperluan kala itu. Rakyat sipil yang tinggal di dalam atau di sekitar sebuah kota berbenteng atau lokasi penting diwajibkan untuk mempelajari cara-cara bertarung dan cara-cara mempertahankan permukiman mereka. Tenaga mereka jarang sekali dimanfaatkan dalam pelaksanaan strategi raya wangsa Karoling, karena mereka disiagakan untuk kepentingan pertahanan, sementara wangsa Karoling sendiri lebih banyak mengerahkan kekuatan militer yang dimilikinya untuk menyerang.

Rakyat sipil selebihnya diwajibkan menjadi prajurit, termasuk ikut maju berperang. Tergantung dari jumlah kekayaan yang dimilikinya, seorang Franka diwajibkan untuk berbakti kepada kerajaan dengan berbagai macam cara lain, dan “semakin kaya seseorang, semakin besar pula kewajiban militernya”.[13] Misalnya, jika seseorang tergolong kaya, maka ia dapat dikenai kewajiban untuk menjadi kesatria, atau diwajibkan mempersiapkan sejumlah petarung.

Selain orang-orang yang dikenai wajib militer karena memiliki lahan, ada pula prajurit-prajurit profesional yang ikut bertempur dalam barisan bala tentara wangsa Karoling. Jika pemilik lahan dengan luas tertentu berhalangan menjadi prajurit (perempuan, lanjut usia, sakit, atau pengecut), mereka tetap dikenai wajib militer. Sebagai ganti keikutsertaannya, mereka akan menyewa prajurit untuk maju bertempur atas nama mereka. Lembaga-lembaga seperti biara atau gereja juga diwajibkan mengerahkan pasukan tempur sesuai dengan jumlah kekayaan dan luas lahan yang mereka miliki. Bahkan sesungguhnya, penggunaan sumber-sumber daya milik lembaga-lembaga gerejawi untuk kepentingan militer sudah menjadi suatu tradisi yang dilestarikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh wangsa Karoling.

Agaknya “sangat tidak mungkin bala tentara berkekuatan lebih dari seratus ribu prajurit, berikut sistem-sistem pendukungnya, dapat dikerahkan ke medan pertempuran dalam satu kali operasi saja.”[14] Oleh karena itu, tuan-tuan tanah tidak diharuskan mengerahkan seluruh prajurit yang dimilikinya setiap tahun bila tiba masanya untuk untuk maju berperang, sebaliknya wangsa Karoling yang akan memutuskan pasukan-pasukan seperti apa yang mereka perlukan dari setiap tuan tanah, dan apa saja yang harus dibawa serta oleh pasukan-pasukan itu. Dalam beberapa kasus, pengerahan prajurit dapat digantikan dengan penyerahan berbagai macam mesin perang. Agar dapat mengerahkan prajurit yang mumpuni, banyak lembaga membentuk pasukan-pasukan prajurit yang terlatih bertempur dan bersenjata lengkap. Prajurit-prajurit ini akan dilatih, dipersenjatai, dan dicukupi keperluannya agar maju berperang sebagai anggota pasukan bersenjata lengkap atas biaya tuan tanah atau lembaga yang mengerahkan mereka. Para kawula bersenjata ini hampir sama dengan tentara pribadi, “yang diberi nafkah hidup dari harta para pembesar yang sangat berkuasa, [dan] yang cukup penting artinya bagi tatanan militer dan peperangan yang dilakukan generasi Karoling terdahulu."[15] Wangsa Karoling juga membentuk pasukan-pasukan tentara pribadi yang menjadi “pasukan inti utama dalam angkatan bersenjata” Regnum Francorum.[16]

Penerapan tatanan militer secara efektif inilah yang membuat wangsa Karoling berhasil melaksanakan strategi raya mereka. Strategi ini terdiri atas usaha-usaha yang ditekuni secara bersungguh-sungguh untuk membina kembali Regnum Francorum di bawah kekuasaan mereka. Bernard Bachrach mengemukakan tiga asas dalam strategi jangka panjang wangsa Karoling yang rentang waktu pelaksanaannya meliputi masa hidup beberapa generasi penguasa dari wangsa ini:

Asas pertama… adalah bergerak keluar dengan waspada dari [angkalan kekuatan wangsa Karoling di Austrasia. Asas kedua adalah hanya menyerang dan menaklukkan satu daerah saja dalam satu kali peperangan sampai benar-benar tuntas. Asas ketiga adalah menghindari keterlibatan dengan urusan-urusan di luar tapal batas Regnum Francorum, ataupun melibatkan diri bilamana benar-benar perlu tetapi tanpa disertai niat dan usaha untuk melakukan penaklukan.”[17]

Hal ini penting artinya bagi perkembangan sejarah Abad Pertengahan, karena tanpa tatanan militer dan strategi raya, wangsa Karoling tidak mungkin mampu berjaya menjadi raja atas orang-orang Franka yang disahihkan oleh Uskup Roma. Selain itu, jerih payah dan dukungan prasaranalah yang memampukan Karel Agung menjadi raja yang begitu berkuasa dan dinobatkan menjadi Kaisar Orang Romawi pada 800 Masehi. Tanpa jerih payah para pendahulunya, ia tidak mungkin mencapai keberhasilan yang sebegitu besarnya, dan kebangkitan kembali Kekaisaran Romawi di Eropa Barat mungkin tidak akan pernah terjadi.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan dan sumber[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Rudolf Koch, Christliche Symbole (1932)
  2. ^  Chisholm, Hugh, ed. (1911). "Carolingians". Encyclopædia Britannica (edisi ke-11). Cambridge University Press. 
  3. ^ Babcock, Philip (ed). Webster's Third New International Dictionary of the English Language, Unabridged. Springfield, MA: Merriam-Webster, Inc., 1993: 341.
  4. ^ Hollister, Clive, and Bennett, Judith. Medieval Europe: A Short History, hlm. 97.
  5. ^ "Charlemagne - Emperor of the Romans | Holy Roman emperor [747?-814]". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-09-20. 
  6. ^ "Treaty of Verdun | France [843]". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-09-20. 
  7. ^ "Arnulf | Holy Roman emperor". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-09-20. 
  8. ^ "Charlemagne and the Carolingian Empire". www.penfield.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  9. ^ Lewis, Andrew W. (1981). Royal Succession in Capetian France: Studies on Familial Order and the State. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, hlm. 17. ISBN 0-674-77985-1
  10. ^ Palgrave, Sir Francis. History of Normandy and of England, Jilid 1, hlm. 354.
  11. ^ Bachrach, Bernard S. Early Carolingian Warfare: Prelude to Empire. Philadelphia: University of Philadelphia Press, 2001, hlm. 1.
  12. ^ Bachrach, 52.
  13. ^ Bachrach, 55.
  14. ^ Bachrach, 58.
  15. ^ Bachrach, 64.
  16. ^ Bachrach, 65.
  17. ^ Bachrach, 49-50.

Sumber[sunting | sunting sumber]

  • Reuter, Timothy. Germany in the Early Middle Ages 800–1056. New York: Longman, 1991.
  • MacLean, Simon. Kingship and Politics in the Late Ninth Century: Charles the Fat and the end of the Carolingian Empire. Cambridge University Press: 2003.
  • Leyser, Karl. Communications and Power in Medieval Europe: The Carolingian and Ottonian Centuries. London: 1994.
  • Lot, Ferdinand. (1891). "Origine et signification du mot «carolingien»." Revue Historique, 46(1): 68–73.
  • Oman, Charles. The Dark Ages, 476-918. Edisi ke-6. London: Rivingtons, 1914.
  • Painter, Sidney. A History of the Middle Ages, 284-1500. New York: Knopf, 1953.
  • "Astronomus", Vita Hludovici imperatoris, G. Pertz (penyunting), Bab 2, dalam Mon. Gen. Hist. Scriptores, II, 608.
  • Reuter, Timothy (penerjemah) Tawarikh Fulda. (Manchester Medieval series, Ninth-Century Histories, Jilid II.) Manchester: Manchester University Press, 1992.
  • Einhard. Vita Karoli Magni. Diterjemahkan oleh Samuel Epes Turner. New York: Harper and Brothers, 1880.