Kartawirya Arjuna
कार्तवीर्य अर्जुन | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Kartawirya Arjuna |
Ejaan Dewanagari | कार्तवीर्य अर्जुन |
Ejaan IAST | Kārtavīrya Arjuna |
Nama lain | Sahasrarjuna; Arjuna Sahasrabahu |
Gelar | raja |
Kitab referensi | Ramayana; Mahabharata; Purana |
Asal | Kerajaan Heheya |
Kasta | kesatria |
Dinasti | Yadu |
Kartawirya Arjuna (Dewanagari: कार्तवीर्य अर्जुन; IAST: Kārtavīrya Arjuna ) atau Sahasrarjuna (Dewanagari: सहस्रार्जुन; IAST: Sahasrārjuna ) adalah nama seorang tokoh dalam mitologi Hindu yang dikenal sebagai raja Kerajaan Hehaya yang beribu kota di Mahismati. Konon, ia dilukiskan memiliki seribu lengan sehingga dikenal pula dengan sebutan Arjuna Sahasrabahu (Dewanagari: अर्जुनसहस्राबहु; IAST: Arjunasahasrābahu ), atau "Arjuna yang Berlengan Seribu".
Kartawirya Arjuna merupakan pemuja setia Dewa Dattatreya. Ia pernah mengalahkan Rahwana, musuh besar Sri Rama dalam kisah Ramayana. Ia sendiri akhirnya mati di tangan awatara Wisnu yang bernama Parasurama. Dalam pewayangan Jawa, yang disebut sebagai awatara Wisnu justru Kartawirya Arjuna sendiri. Dalam versi ini, Kartawirya Arjuna lebih sering disebut dengan nama Arjuna Sasrabahu (Sosrobahu), yang dikenal sebagai raja Kerajaan Mahespati.
Arti Nama
[sunting | sunting sumber]Secara harfiah nama Kartawirya merupakan suatu patronimik, sehingga Kartawirya Arjuna bermakna "Arjuna putra Kertawirya". Ayahnya tersebut adalah raja Kerajaan Hehaya sebelum dirinya. Selain itu, Kartawirya Arjuna juga dikenal dengan nama Sahasrabahu. Dalam bahasa Sanskerta, istilah Sahasrabahu secara harfiah bermakna "berlengan seribu".[1]
Mengalahkan Rahwana
[sunting | sunting sumber]Rahwana adalah tokoh antagonis utama dalam kisah wiracarita Ramayana. Sebelum terbunuh di tangan Sri Rama, beberapa tahun sebelumnya ia pernah dikalahkan oleh Kartawirya Arjuna. Kisah ini terdapat dalam naskah Uttarakanda atau kitab ketujuh dari seri Ramayana.
Suatu hari Rahwana dikisahkan sedang dalam perjalanan menaklukkan negara-negara di berbagai penjuru sebagai jajahan Kerajaan Alengka. Tiba-tiba perkemahan tempat pasukannya beristirahat tergenang oleh banjir yang disebabkan karena meluapnya Sungai Narmada. Rahwana pun mencari penyebab meluapnya sungai tersebut. Dilihatnya Kartawirya Arjuna sedang tidur di muara sambil seribu lengannya membendung aliran Sungai Narmada. Rahwana marah dan menyerang Arjuna. Pertempuran pun terjadi. Rahwana akhirnya kalah dan diikat tubuhnya oleh Arjuna. Kakek Rahwana yang bernama Resi Pulastya datang memohon agar cucunya itu dibebaskan dan diampuni. Arjuna pun mengabulkan permohonan Pulastya. Rahwana dilepaskannya sehingga kembali ke istana Alengka dengan perasaan malu.[2]
Kisah kemenangan Arjuna putra Kretawirya terhadap Rahwana tersebut dikisahkan kembali dalam bahasa Jawa Kuno oleh pujangga bernama Mpu Tantular pada zaman Kerajaan Majapahit, dalam sebuah naskah berjudul Kakawin Arjunawijaya.
Kematian
[sunting | sunting sumber]Kisah kematian Kartawirya Arjuna antara lain terdapat dalam kitab Mahabharata dan Purana. Pada suatu hari, Arjuna putra Kretawirya beserta pasukannya datang mengunjungi asrama Resi Jamadagni. Sang resi menjamu tamunya dengan penuh hormat. Ketika Arjuna menyaksikan sapi ajaib bernama Kamadhenu milik Jamadagni, ia pun berambisi untuk memilikinya. Arjuna memohon agar Jamadagni memberikan sapinya, namun permohonan tersebut ditolak. Akhirnya sapi Kamadhenu pun dirampas secara paksa oleh Arjuna. Putra Jamadagni yang bernama Parasurama muncul. Saat mengetahui sapi ayahnya dirampas, ia segera mengejar Arjuna. Parasurama yang marah menyerang Arjuna menggunakan senjata kapak pemberian Dewa Siwa. Dengan menggunakan pusaka tersebut, Parasurama memotong seribu lengan Arjuna dan memenggal kepalanya.[3]
Putra-putra Arjuna membalas dendam atas kematian ayah mereka. Jamadagni pun dibunuh saat Parasurama tidak berada di asrama. Kematian Jamadagni ini membuat Parasurama marah besar. Ia pun mengamuk menumpas keluarga besar Kartawirya Arjuna.[4]
Pewayangan Jawa
[sunting | sunting sumber]Dalam pewayangan Jawa, Kartawiryarjuna disebut dengan nama Prabu Arjuna Sasrabahu (Jawa: ꦄꦂꦗꦸꦟꦱꦴꦱꦿꦧꦲꦸ). Ia dikisahkan sebagai putra Kartawirya dan masih keturunan Batara Surya. Kakeknya yang bernama Herriya adalah pendiri Kerajaan Mahespati. Herriya memiliki adik bernama Resi Wisageni yang mempunyai dua orang putra bernama Suwandagni dan Jamadagni. Suwandagni memiliki putra bernama Sumantri dan Sukasrana, sedangkan Jamadagni memiliki putra bernama Ramabargawa alias Parasurama. Dengan demikian, antara Arjuna dan Parasurama masih terjalin hubungan sepupu.
Arjuna Sasrabahu versi Jawa dianggap sebagai awatara Batara Wisnu. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana di Kerajaan Mahespati. Istrinya bernama Citrawati putri dari Kerajaan Magadha. Orang yang ditugasi melamar putri tersebut adalah Sumantri. Keberhasilan itu sempat membuat Sumantri lupa diri. Ia pun menantang Arjuna apabila ingin memperistri Citrawati harus merebutnya sendiri. Setelah melalui pertarungan seru akhirnya Sumantri pun mengaku kalah. Arjuna bersedia mengampuni asalkan Sumantri bisa memindahkan Taman Sriwedari dari Gunung Untarayana ke dalam istana Mahespati. Sumantri berhasil memenuhi permintaan tersebut berkat bantuan adiknya, yaitu Sukasrana. Arjuna yang sangat gembira memutuskan untuk mengangkat Sumantri sebagai patih bergelar Suwanda.
Pada suatu hari Arjuna bertamasya dengan istrinya di sebuah sungai. Ia bertriwikrama mengubah wujudnya menjadi raksasa yang sangat besar dan sambil berbaring dibendungnya aliran sungai tersebut sehingga tercipta kolam sebagai tempat pemandian Citrawati. Akibatnya, aliran sungai pun meluap membanjiri perkemahan Rahwana raja Alengka yang sedang dalam perjalanan memperluas wilayah jajahan. Maka terjadilah pertempuran antara pasukan Alengka melawan Mahespati. Karena Citrawati adalah reinkarnasi dari Widawati, perempuan yang dicintai Rahwana, maka hwana semakin bernafsu untuk menumpas laskar Mahespati. Setelah Suwanda gugur dalam pertempuran itu, Arjuna Sasrabahu pun bangun dari tidurnya dan segera manyerang Rahwana. Arjuna berhasil mengalahkan Rahwana, lalu mengikatnya menggunakan rantai dan diseret menggunakan kereta. Melihat penyiksaan tersebut Batara Narada turun untuk menyampaikan pesan kahyangan agar Arjuna membebaskan Rahwana karena raja raksasa tersebut belum ditakdirkan untuk mati. Arjuna pun membebaskan Rahwana dengan syarat ia harus berhenti mengumbar angkara murka. Rahwana pun bersedia, dan sejak saat itu ia menjadi vasal Arjuna Sasrabahu. Dengan berbagai muslihat Rahwana berusaha melenyapkan Arjuna untuk melancarkan aksi serakahnya kembali serta menikahi Citrawati.
Pada suatu hari ketika Arjuna berburu sendirian di hutan untuk menghibur diri, Rahwana datang melapor kepada Citrawati bahwa suaminya itu tewas karena kecelakaan. Di luar rencana Rahwana, Citrawati justru melakukan bela pati dengan cara terjun ke dalam kobaran api. Setelah mendengar kematian istrinya, Arjuna semakin sedih. Dalam keadaan tersebut Batara Wisnu keluar meninggalkan tubuh Arjuna untuk kembali ke kahyangan. Arjuna yang sudah kehilangan gairah hidup, pergi menelantarkan kerajaannya. Di tengah jalan ia bertemu Ramabargawa alias Parasurama, saudara sepupunya. Brahmana gagah tersebut berkelana untuk mencari kematian yang sempurna. Rupanya ia telah mendapat petunjuk dewata bahwa dirinya bisa masuk surga apabila mati di tangan penjelmaan Wisnu melalui sebuah pertarungan.
Melihat adanya kesempatan baik, Ramabargawa pun menantang Arjuna Sasrabahu. Arjuna yang sudah tak bergairah hidup tersebut akhirnya tewas terkena kapak milik Ramabargawa. Batara Narada turun dari kahyangan untuk menjelaskan kepada Ramabargawa bahwa Wisnu sudah lama meninggalkan tubuh Arjuna. Kelak Wisnu akan muncul kembali sebagai pangeran dari Kerajaan Ayodhya yang bernama Sri Rama. Tokoh inilah yang nanti akan mengantarkan Ramabargawa menuju kematiannya.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Sahasra meaning in Sanskrit". Shabd Kosh.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Dowson, John (1984). A Classical Dictionary of Hindu Mythology, and Religion, Geography, History. Calcutta: Rupa & Co. hlm. 151–2.
- ^ Gopal, Madan (1990). K.S. Gautam, ed. India through the ages. Publication Division, Ministry of Information and Broadcasting, Government of India. hlm. 74.
- ^ The Mahabharata, tr. John D. Smith, Penguin Classics, 2009, p. 17