Yunani Mesir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bangsa Yunani di Mesir)

Bangsa Yunani sudah banyak hadir di Mesir dari masa Helenistik hingga sekarang.

Masa purba[sunting | sunting sumber]

Bangsa Yunani sudah tinggal di Mesir sejak masa purba. Herodotus, yang mengunjungi Mesir pada abad ke-5 SM menulis bahwa bangsa Yunani adalah orang asing pertama yang pernah tinggal di Mesir.[1] Diodorus Siculus membuktikan bahwa Aktis dari Rhodes, salah satu Heliadae membangun kota Heliopolis sebelum bencana alam; demikian juga orang Atena membangun Sais. Ketika semua kota Yunani hancur selama bencana alam, kota Heliopolis dan Sais di Mesir tetap selamat.[2]

Masa Yunani[sunting | sunting sumber]

Kekuasaan Aleksander Agung (332-323 SM)[sunting | sunting sumber]

Aleksander Agung menaklukkan Mesir di tahap awal perjalanan penaklukan akbarnya. Ia menghormati agama dan adat-istiadat Firaun dan ia dinyatakan oleh pendeta sebagai Firaun dari Mesir. Ia mendirikan kota Iskandariah. Setelah mangkat pada tahun 323 SM, kekaisarannya yang besar terbagi-bagi di antara para jenderalnya. Mesir diberikan kepada Ptolemeus I Soter, yang keturunannya membentuk dinasti kerajaan di Mesir – yang gilang-gemilang, walaupun kebanyakan berselera Yunani. Ibu kotanya terletak di Alexandria. Ptolemeus menambahkan pengesahan atas kekuasaanya di Mesir dengan memperoleh badan Aleksander. Ia mencegat jenazah yang dibalsem itu dalam perjalanan menuju pemakaman, membawanya ke Mesir dan menempatkannya di dalam peti mati emas di Iskandariah, dan tetap menjadi pemandangan terkenal dari kota ini selama bertahun-tahun, hingga kemungkinan dirusak dalam kerusuhan pada abad ke-3.[3]

Dinasti Ptolemeus (323-30 SM)[sunting | sunting sumber]

Pembalikan tetradrakma yang menampilkan Mercusuar Iskandariah dari tahun 189 SM

Tujuan awal pemerintahan Ptolemeus adalah menentukan perbatasan yang tegas dan luas atas kerajaannya yang baru diperoleh, yang menimbulkan perang yang hampir berkelanjutan terhadap anggota utama lingkaran Aleksander lainnya. Terkadang ia menguasai Siprus dan malahan bagian Yunani Daratan. Ketika konflik itu reda, ia benar-benar mengendalikan Mesir dan mendapatkan tuntutan kuat (dipertentangkan oleh wangsa Seleukus) atas Palestina. Ia menyebut diri sebagai Raja Mesir dari tahun 306 SM. Dari masa ini ia turun tahta pada tahun 285 SM, demi salah satu puterandanya, wangsa Ptolemeus aman. Ptolemeus dan keturunannya menunjukkan rasa hormat pada tradisi Mesir – yakni agamanya – dan mengembalikannya pada ahli warisnya. Iskandariah menjadi pusat dunia Yunani dan Helenistik dan pusat perdagangan internasional, seni, dan ilmu pengetahuan. Mercusuar Alexandria adalah salah satu Tujuh Keajaiban Dunia Kuno sementara selama pemerintahan Ptolemeus II Filadelfus, Perpustakaan Iskandariah merupakan perpustakaan terbesar di dunia hingga saat dihancurkannya. Firaun terakhir adalah seorang puteri Yunani, Kleopatra VII. Kleopatra masih berusia 21 tahun ketika pertama kali bertemu Kaisar Julius pada tahun 48 SM, dan berusia 28 tahun ketika pertama kali bertemu Markus Antonius pada tahun 41 SM. Ia berusia 39 tahun ketika ia mendekatkan ular ke dadanya pada tahun 30 SM, setahun setelah Pertempuran Aktium. Dengan kekalahannya, Kekaisaran Romawi memperoleh kesempurnaan baru – mencakup seluruh Laut Tengah. Mesir tetap di bawah kendali Romawi selama 6 abad berikutnya.[3]

Masa modern[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Yunani[sunting | sunting sumber]

Constantin Cavafy

Masyarakat Mesir Iskandariah didirikan pada tahun 1843. Pada tahun 1907, sensus resmi menunjukkan 62.973 orang Yunani tinggal di Mesir. Dari tahun 1940, bangsa Yunani berjumlah sekitar 250.000 jiwa. Masyarakat Mesir di Iskandariah tinggal di sekitar Gereja dan Biara Agios Savvas. Di daerah itu juga ada rumah pencarian untuk pelancong Yunani, sebuah rumah sakit dan kemudian sekolah milik Yunani. Keuskupan Ortodoks bermarkas di Gereja Agios Nikolaos, Damyath.

Di Kairo, masyarakat Yunani didirikan pada tahun 1856, dengan pusat di Tzouonia, Haret el Roum (Jalan Yunani), dan Hamzaoui. Kepatriarkian berpusat di Haret el Roum, dekat Gereja Santo Markus. Biara Santo Georgius di Kairo Lama masih ada. Biara tersebut dikelilingi oleh dinding besar dan di atasnya terdapat menara batu. Di dalam dinding itu terdapat RS, sekolah, dan rumah untuk orang tua dan miskin.

Di samping masyarakat Yunani di Iskandariah dan Al-Qahirah terdapat masyarakat Yunani di Al-Manshurah, didirikan pada tahun 1860, Port Said pada tahun 1870, Thantha pada tahun 1880, dan Zayazik pada tahun 1870. Terdapat 15 masyarakat yang lebih kecil di seluruh Mesir dan terutama sekitar Kairo dan Iskandariah. Di Mesir Hulu, masyarakat Yunani tertua adalah di Minia yang didirikan pada tahun 1862.

Sumbangan masyarakat Yunani dalam kehidupan keuangan di Mesir amat besar. Tokoh pertanian dan petani Yunanilah yang secara sistematis membudidayakan kapas dan tembakau dengan perencanaan ilmiah. Mereka memperbaiki mutu dan jumlah produksi dan telah mendominasi perdagangan kapas dan tembakau dengan melakukan ekspor skala besar. Keluarga terkemuka yang mendominasi perdagangan tembakau adalah Salvagos, Benakis, Rodokhanakis dan Zervoudakhis.[4] Jenis tembakau yang digunakan untuk produksi rokoq murni berasal dari Yunani. Perdagangan antara Yunani dan Mesir kemudian tumbuh subur. Daerah kepentingan lain untuk orang Yunani-Mesir adalah makanan, anggur, sabun, kerajinan kayu, industri pengetikan, dll. Bank pertama di Mesir yang dibentuk oleh orang Yunani adalah Bank Iskandariah, bank Inggris-Mesir (keluarga Sunadinos) dan Bank Umum Iskandariah. Terdapat banyak teater dan bioskop milik orang Yunani. Surat kabar utama berbahasa Yunani adalah Ta grámmata (Γράμματα) dan Néa Zoí (Νέα Ζωή).[5] Masyarakat Yunani di Mesir telah menelurkan banyak seniman, penulis, diplomat, dan politikus. Yang paling termasyhur adalah penyair Konstantinos Kavafis.

Selama Perang Balkan, masyarakat Yunani di Mesir mengirimkan sukarelawan, mendanai RS, dan menampung keluarga prajurit. Selama Perang Dunia II (1940-1945), lebih dari 7.000 orang Yunani bertempur di pihak Sekutu di Timur Tengah. 142 jiwa gugur sementara sumbangan keuangannya mencapai 2.500 juta lira Mesir.[6] Setelah Krisis Suez, pekerja asal Britania dan Prancis pergi sementara Yunani tinggal.[7]

Kepatriarkian Iskandariah[sunting | sunting sumber]

Dermawan Yunani-Mesir[sunting | sunting sumber]

Dionysios Kasdaglis, atlet tenis Yunani-Mesir yang ikut serta dalam Olimpiade Atena 1896

Kemunculan aristokrat Yunani yang terdiri atas industriwan kaya, pengusaha, dan bankir telah meninggalkan banyak warisan dalam filantropisme Yunani-Mesir. Para dermawan tersebut telah banyak menyumbang untuk pembangunan sekolah, akademi, RS, dan lembaga di Mesir dan kampung halamannya di Yunani. Mihail Tositsas telah menyumbang banyak untuk pembangunan Universitas Atena, Panti Asuhan Amalio dan Politeknik Atena. Isterinya Eleni Tositsa telah menyumbang untuk Museum Arkeologi Nasional Atena. George Averoff juga telah membantu pembangunan Universitas Teknik Nasional Atena, Akademi Militer Evelpidon dan sumbangan untuk kapal penjelajah Yunani Georgios Averof kepada Angkatan Laut Yunani. Emmanouel Benakis telah membantu pembangunan Galeri Nasional Atena sementara puteranya Antonis Benakis merupakan pendiri Museum Benaki. Dermawan lainnya termasuk Nikolaos Stournaris, Theodoros Kotsikas, Nestoras Tsanaklis, Konstantinos Horemis, Stefanos Delta, Penelope Delta, Pantazis Vassanis dan Vassilis Sivitanidis.[4]

Eksodus[sunting | sunting sumber]

Eksodus bangsa Yunani dari Mesir bermula selama dan setelah revolusi tahun 1952. Dengan pendirian rezim berdaulat yang baru oleh Gamal Abdel Nasser dan nasionalisasi sejumlah industri dari tahun 1957 ke depan, ribuan bangsa Yunani harus meninggalkan negeri itu. Banyak dari mereka yang berimigrasi ke Australia, Amerika Serikat, dan Yunani. Banyak sekolah, gereja, masyarakat kecil, dan lembaga Yunani yang kemudian ditutup. Pemerintahan Nasser menjadi penyebab utama diaspora Yunani yang telah mengurangi jumlahnya. Keadaan yang berbahaya di Timteng juga memperburuk keadaan bangsa Yunani yang tinggal kembali ke Mesir. Diperkirakan antara tahun 1957-1962 hampir 70% orang Yunani telah meninggalkan Mesir.

Sekarang[sunting | sunting sumber]

Di Iskandariah, terpisah dari kepatriarkian, terdapat sekolah teologi patriarki yang sekarang dibuka setelah ditutup selama 480 tahun. Gereja Santo Nikolaus dan beberapa bangunan lain di Iskandariah sekarang telah direnovasi oleh pemerintah Yunani dan Alexander S. Onassis Foundation. Selama dasawarsa terakhir, terdapat perhatian baru dari pemerintah Mesir untuk persesuaian diplomatik dengan Yunani dan secara positif telah memengaruhi diaspora Yunani. Diaspora tersebut telah menerima kunjungan resmi dari banyak politikus Yunani. Hubungan ekonomi telah berkembang antara Yunani dan Mesir.

Tokoh Yunani-Mesir terkenal[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]