Manajemen sumber daya awak pesawat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Manajemen sumber daya awak pesawat atau manajemen sumber daya kokpit (CRM)[1][2] adalah suatu perangkat prosedur pelatihan untuk digunakan dalam lingkungan kerja di mana kesalahan manusia dapat membawa akibat yang menghancurkan. Utamanya, digunakan utamanya untuk meningkatkan keselamatan penerbangan, CRM difokuskan pada komunikasi interpersonal, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan di kokpit pesawat suatu maskapai penerbangan. Pelopornya adalah David Beaty, mantan penerbang Angkatan Udara Kerajaan Inggris dan kemudian menjadi penerbang BOAC yang menulis Faktor Manusia dalam Kecelakaan Pesawat Udara (The Human Factor in Aircraft Accidents), bukunya yang berpengaruh yang dipublikasikan pertama kali tahun 1969. Meskipun banyak perkembangan alat alat bantu elektronik sejak itu, banyak prinsip-prinsip yang dikembangkannya terbukti efektif hingga saat ini.

Manajemen sumber daya awak pesawat di AS secara resmi dimulai dengan rekomendasi Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) yang ditulis oleh Penyelidik Keselamatan Udara NTSB dan psikolog penerbangan, Alan Diehl.[3] saatpe nyelidikannya atas kecelakaan Penerbangan United Airlines 173 pada tahun 1978. Masalah seputar kecelakaan itu termasuk awak pesawat DC-8 mengalami kehabisan bahan bakar di atas Portland, Oregon, saat menyelesaikan masalah roda pendaratan.[4]

Istilah "manajemen sumber daya kokpit" (kemudian digeneralisasikan menjadi "manajemen sumber daya awak pesawat") diciptakan pada tahun 1979 oleh psikolog NASA John Lauber yang telah mempelajari proses komunikasi di kokpit selama beberapa tahun.[5] Sambil mempertahankan hierarki komando, konsep tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan budaya kokpit yang kurang otoriter, di mana kopilot didorong untuk menanyai kapten jika mereka mengamati mereka melakukan kesalahan.[5]

Manajemen sumber daya awak pesawat berawal dari musibah bandara Tenerife tahun 1977 ketika dua pesawat Boeing 747 bertabrakan di landas pacu, menewaskan 583 orang. Beberapa minggu kemudian NASA menyelenggarakan suatu lokakarya tentang topik tersebut, mendukung pelatihan yang inovatif ini.[6] United Airlines merupakan maskapai pertama AS yang meluncurkan program CRM yang komprehensif yang dimulai tahun 1981.[7] Pada era tahun 1990-an, program itu menjadi standar di seluruh dunia.[5]

Selain itu, United Airlines melatih para awak kabinnya untuk memanfaatkan CRM dalam kaitannya dengan para pilot, untuk memberikan lapisan lain komunikasi yang ditingkatkan dan kerjasama tim. Kajian-kajian menunjukkan bahwa dengan penggunaan bersama CRM oleh kedua kelompok, hambatan komunikasi dapat dikurangi dan masalah dapat diselesaikan dengan lebih efisien, mengarah kepada meningkatnya keselamatan.[8] Konsep pelatihan CRM telah dimodifikasi untuk diterapkan pada rentang kegiatan yang luas di mana orang harus mengambil keputusan berbahaya dalam waktu singkat. Bidang-bidang ini termasuk pengatur lalu-lintas udara, penanganan armada kapal laut, pemadam kebakaran, ruang bedah medis.[9]

Tinjauan umum[sunting | sunting sumber]

Pelatihan CRM penerbangan, telah dikenali dalam beberapa nama, yaitu manajemen sumber daya kokpit, manajemen ruang kemudi pesawat, dan manajemen sumber daya, dan komando dan kepemimpinan dan manajemen sumber daya, tetapi istilah umum terkini, manajemen sumber daya awak pesawat telah digunakan secara luas. Ketika teknik CRM diaplikasikan di bidang lainnya, pelatihan ini diberi nama unik, seperti manajemen sumber daya perawatan, manajemen sumber daya jembatan, atau maanajemen sumber daya maritim.


Pelatihan CRM mencakup berbagai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap termasuk komunikasi, kesadaran situasional, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, dan kerja sama; bersama-sama dengan semua sub disiplin lainnya yang saling berkaitan. CRM dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mendayagunakan semua sumber daya guna meningkatkan keselamatan di tempat kerja.


CRM berkaitan dengan keterampilan kognitif dan interpersonal yang dibutuhkan untuk mengelola sumber daya dalam suatu sistem yang terpadu, lebih dari yang pengetahuan teknis dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan peralatan. Dalam konteks ini, ketrampilan kognitif didefinisikan sebagai proses mental yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan kesadaran situasional, untuk menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Keterampilan interpersonal dianggap bagian dari komunikasi dan berbagai aktivitas perilaku yang berhubungan dengan kerja tim. Dalam berbagai sistem operasional seperti di bidang kehidupan lainnya, bidang-bidang keterampilan sering kali saling tumpang tindih, demikian juga dengan keterampilan teknis yang dibutuhkan. Terlebih lagi, hal ini tidak hanya mencakup pesawat atau peralatan multi-kru, tetapi juga berhubungan dengan peralatan atau pesawat beroperator tunggal karena selalu perlu untuk berhubungan dengan pesawat atau perlengkapan lain atau pendukung lainnya untuk menyelesaikan misi dengan baik.

Pelatihan CRM untuk awak pesawat telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh organisasi penerbangan termasuk maskapai penerbangan besar dan dan penerbangan militer di seluruh dunia. Pelatihan CRM kini merupakan persyaratan wajib bagi pilot komersial di bawah banyak badan pengatur di seluruh dunia, termasuk Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA/U.S.) dan Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (EASA). Mengikuti langkah industri maskapai penerbangan komersial, Departemen Pertahanan AS mulai secara resmi melatih awak pesawatnya dalam CRM di pertengahan 1980-an.[10] Saat ini, Angkatan Udara AS dan Angkatan Laut AS mengharuskan semua awak pesawatnya untuk mendapatkan pelatihan tahunan CRM untuk mengurangi kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia.[11][12] Angkatan Darat AS memiliki versi tersendiri CRM yang disebut sebagai Pelatihan Koordinasi Awak Pesawat yang ditingkatkan (Aircrew Coordination Training Enhanced / ACT-E).[13]

Keterampilan CRM[sunting | sunting sumber]

Tujuan utama CRM adalah meningkatkan kesadaran situasional, kesadaran diri, kepemimpinan, ketegasan, pengambilan keputusan, fleksibilitas, adaptibilitas, analisis misi dan kejadian, dan komunikasi. Secara spesifik, CRM ditujukan untuk menumbuhkan iklim atau budaya di mana kewenangan bisa dipertanyakan dengan baik. Hal ini mengakui bahwa ketidaksesuaian antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi sering merupakan indikator awal bahwa suatu kesalahan sedang terjadi. Hal ini merupakan hal sensitif untuk banyak organisasi, khususnya yang memakai hierarki tradisional, sehingga teknik komunikasi yang tepat harus diajarkan bagi para pengawas dan bawahannya, sehingga para pengawas dapat memahami bahwa mempertanyakan kewenangan bukan merupakan ancaman, dan para bawahan memahami cara yang benar untuk mempertanyakan perintah. Sejak awal abad 21, badan penerbangan Eropa meminta penilaian terhadap keterampilan CRM para awak kokpit. Oleh karena itu, diakui bahwa perlu suatu sistem untuk melakukan penilaian terhadap keterampilan pilot dalam CRM dengan memperhatikan kesensitifan masalah ini.[14] Terdapat beberapa sistem untuk mewujudkan kinerja di dalam keterampilan CRM; satu contoh yang digunakan secara luas di Eropa adalah keterampilan non-teknis (NOTECHS).

Komunikasi[sunting | sunting sumber]

Rekaman suara kokpit dari berbagai musibah pesawat udara mengungkapkan bahwa kopilot dan juru mesin udara berusaha menyampaikan informasi kritis untuk mendapatkan perhatian kapten dengan cara yang tidak langsung dan tidak efektif. Pada saat kapten memahami apa yang disampaikan, saat itu sudah terlambat untuk mencegah terjadinya musibah. Seorang pakar CRM bernama Todd Bishop mengembangkan proses 5 langkah pernyataan asertif mencakup langkah-langkah bertanya dan advokasi:[15]

  • Pembuka atau penarik perhatian - Sapalah orang tersebut: "Hai Chief," atau "Captain Smith," atau "Bob," atau nama atau gelar apa pun yang akan menarik perhatian orang tersebut.
  • Nyatakan kekhawatiran Anda - Kemukakan analisis anda atas situasi yang ada secara langsung tanpa memperlihatkan emosi Anda. "Saya khawatir bahwa bahan bakar kita tidak cukup untuk terbang menghindari badai ini," atau "Saya khawatir atap akan runtuh."
  • Nyatakan masalahnya seperti yang Anda lihat - "Kita hanya punya bahan bakar yang tersisa untuk 40 menit," atau "Gedung ini memiliki atap berangka baja ringan, dan api mungkin menyebar ke dalam struktur atap."
  • Nyatakan solusinya - "Mari kita beralih ke bandara lain dan mengisi bahan bakar," atau "Saya pikir kita harus menarik beberapa genteng dan melihat dengan kamera pencitraan termal sebelum menyuruh orang masuk ke dalam."
  • Dapatkan persetujuan (atau dukungan) - "Apakah Anda setuju dengan hal itu, Captain?"

Hal ini sering merupakan keterampilan yang sulit dikuasai, karena mungkin memerlukan cukup perubahan pada kebiasaan pribadi, dinamika interpersonal, dan budaya organisasi.

"Hal ini bodoh!"[sunting | sunting sumber]

Dalam kasus tertentu saat keadaan darurat yang kritis, metode menyampaikan pernyataan yang afirmatif mungkin tidak cocok, dan mungkin perlu untuk meminta perhatian terhadap keadaan bahaya walaupun belum diketahui solusinya.

Perkataan "hal ini bodoh" dapat digantikan dengan ucapan yang “lebih halus” seperti "Bendera Merah", untuk menunjukkan perlu perhatioan segera atas situasi yang ada, tanpa menyalahkan seseorang, sebab dimaksudkan untuk fokus pada tindakan dan rencana, bukan untuk menyinggung kompetensinya.

Pernyataan pribadi seperti "Anda bodoh" dapat menyebabkan pendengar menjadi defensif dan menjadikan seluruh metode kontra produktif.

Kesalahan pengirim pesan[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa kesalahan umum yang dapat dilakukan oleh pengirimi pesan, yang mungkin menyebabkan pesan disalahartikan.[16]

  • Tidak ada kerangka acuan - Jika penerima pesan kehilangan konteks pesan, mereka pastinya tidak akan memahami pesan secara akurat.
  • Mengurangi informasi - Penyampai pesan mengabaikan klarifikasi bagian penting dari informasi, menyebabkan terjadinya ambiguitas.
  • Menyelipkan hal bias - Penyampai pesan menyelipkan opini pribadi dalam pesan yang seharusnya fakta yang tidak bias. Ini dapat menyebabkan pesan menjadi kurang layak dipercaya, atau menyesatkan penerima pesan tentang fakta kritis.
  • Mengabaikan bahasa tubuh - Sangat mungkin untuk mengirimkan pesan yang tidak diinginkan dengan bahasa tubuh dan nada suara, atau tanpa media yang dapat menyampaikan pesan dengan benar.
  • Tidak bersedia untuk mengulang informasi - Terutama bila ada distraksi, mudah bagi penerima pesan untuk kehilangan sesuatu yang penting
  • Komunikasi tanpa rasa hormat - Sulit untuk berpikir secara logis apabila pesan disampaikan dengan cara kasar.

Kesalahan penerima pesan[sunting | sunting sumber]

  • Mendengarkan dengan prasangka - Jika dalam benaknya penerima pesan sudah memutuskan sesuatu sebelum penyampai pesan berbicara, detail penting mungkin akan terlewatkan.
  • Persiapan yang buruk - Mendengar adalah proses aktif dan sadar dan harus diperlakukan seperti itu.
  • Berpikir mendahului pengirim pesan - Lakukan ekstrapolasi, tempatkan kata-kata dalam mulut pengirim pesan. Pengirim pesan mengatakan "Dengarkan saya!" dapat menjadi pertanda hal ini.
  • Mengabaikan isyarat nonverbal - Gagal memahami sepenuhnya efek yang dimaksudkan pesannya.
  • Kegagalan untuk meminta klarifikasi - Jika ragu, alih-alih mencoba untuk menerka, langsung bertanya akan lebih efektif.
  • Komunikasi tanpa rasa hormat - Membalas dengan hinaan spontan akan menurunkan tingkat komunikasi.

Kepemimpinan dan pengikut[sunting | sunting sumber]

Sikap kepemimpinan dan pengikut, masing-masing dibutuhkan pada waktu yang berbeda, dan keduanya menghadirkan tantangan dan persyaratan keterampilan yang unik.

Kepemimpinan[sunting | sunting sumber]

Kewenangan[sunting | sunting sumber]

Legitimasi kewenangan dalam CRM diperkuat melalui empat hal utama:

  • Memastikan keselamatan misi - Pemimpin bertanggung jawab penuh atas keselamatan awak pesawat, walaupun keselamatan membutuhkan partisipasi aktif seluruh anggota.
  • Bina komunikasi saling menghormati
  • Tetapkan dengan jelas tujuan yang akan dicapai
  • Terima masukan awak pesawat
Pembinaan[sunting | sunting sumber]

Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk membina seorang awak pesawat, untuk mempertahankan tingkat tinggi kompetensi teknisnya dan untuk membangun kepercayaan, yang merupakan hal kritis dalam operasi yang efektif.

Kurangnya rasa saling percaya dapat menjadi faktor utama dalam tragedi setelah musibah Kebakaran Mann Gulch.[17]

Resolusi Konflik[sunting | sunting sumber]

Konflik dapat muncul pada tim mana pun, dan dapat membaik atau memburuk, tergantung bagaimana konflik ditangani. Mendengar yang efektif, dan tetap tidak melibatkan emosi, tetap fokus dalam memahami penyebab timbulnya situasi dapat membantu seorang pemimpin dalam menyelesaikan pertentangan.

Analisis Misi[sunting | sunting sumber]

Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memahami tugas yang dihadapi, dan semua risiko dan manfaat potensialnya, dan mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan dengan aman.

Pengikut[sunting | sunting sumber]

Sebaliknya dari proses pasif, menjadi pengikut yang efektif memerlukan upaya secara sadar. CRM membolehkan para pengikut untuk mempertanyakan seorang pemimpin saat dibutuhkan, tapi hak ini diberikan dengan harapan bahwa pengikut harus bertindak dengan tanggung jawab dan secara berkesinambungan mengembangkan keterampilannya.

Tanggungg jawab ini termasuk tapi tidak terbatas pada:

  • Menghormati yang berwenang
  • Tetap selamat
  • Tidak mementingkan diri sendiri
  • Menyeimbangkan ketegasan dan rasa hormat
  • Menuntut penugasan yang jelas
  • Melaporkan status pekerjaan dengan jujur, termasuk masalah yang ada
  • Secara terbuka mengakui kesalahan
Penilaian diri sendiri[sunting | sunting sumber]

Kondisi setiap anggota tim adalah penting untuk suatu keberhasilan. Seorang pengikut harus mampu untuk menilai kondisi diri sendiri, tentukan di mana mereka perlu pengembangan, dan dalam beberapa hal, hindari melakukan pekerjaan saat mereka tidak dalam kondisi untuk melakukan pekerjaan itu. Banyak prosedur seperti daftar periksa "IMSAFE" telah dikembangkan untuk menilai apakah seorang awak pesawat benar-benar dalam kondisi bugar untuk melaksanakan tugasnya.

Untuk melakukan yang terbaik, pengikut harus:

  • Dalam keadaan bugar
  • Terhidrasi
  • Cukup bergizi
  • Cukup istirahat
  • Bebas stres
  • Sehat (fisik dan mental)

Sebagai tambahan, terdapat banyak sumber stres yang dapat menyebabkan awak pesawat berkinerja rendah dari yang seharusnya dapat dicapai. Penting untuk menyadari penyebab stres yang dapat memengaruhi Anda.

Sumber stres dapat mencakup, tetapi tidak terbatas pada:

  • Rasa lapar
  • Dehidrasi
  • Takut hukuman atau menginginkan imbalan
  • Bising
  • Kecemasan
  • Narkoba
  • Suhu yang ekstrem
  • Stres yang ada dari luar pekerjaan
  • Kesehatan buruk (fisik atau mental)

Keinginan untuk membuat pemimpin berhasil[sunting | sunting sumber]

Bahkan pemimpin terbaik memiliki kemampuan yang terbatas. Salah satu contoh adalah keterbatasan kemampuan dalam mengingat lebih dari jumlah tertentu data. Dengan memahami hal ini, dan memiliki keinginan tulus untuk membantu seorang pemimpin untuk berhasil, seorang pengikut dapat mengatasi keterbatasan ini dengan mengacu kepada daftar-daftar periksa atau acuan lainnya.

Seorang pengikut diharapkan untuk mengutamakan misi daripada egonya, dan mengutamakan keberhasilan lebih daripada merasa benar”, dan tetap maju ke depan menghadapi setiap masalah yang mungkin dihadapi.

Mengenali sikap berbahaya[sunting | sunting sumber]

Sikap berbahaya dapat mengakibatkan tingkah laku yang tidak aman, dan itulah sebabnya penting untuk menata ulang pikiran yang berbahaya untuk mendapatkan penilaian yang lebih jernih. Buku Panduan Pengetahuan Aeronautika untuk Pilot ("PHAK Bab 2" (PDF). 

Setelah mengenali suatu pikiran, rencana, atau sikap sebagai sesuatu yang berbahaya, seorang awak pesawat harus mengingatkan diri sendiri mengenai penangkal yang sesuai. Penangkal-penangkal ini harus dihafalkan sehingga akan muncul secara otomatis ketika dibutuhkan.

Banyaknya sikap ini dapat beragam di dalam publikasi yang berbeda, tetapi umumnya jumlahnya antara lima sampai tujuh.

Sikap berbahaya[sunting | sunting sumber]

  • Anti kewenangan: "Jangan ajari saya." - "Ikuti aturan. Aturan ada untuk suatu alasan". Seringkali aturan “ditulis dengan darah”, setelah adanya insiden besar.
  • Impulsif: "Cepat kerjakan." - "Jangan buru-buru. Pikirkan dahulu." Seperti semboyan prajurit sebelum berlaga: "Lambat itu mulus, mulus itu cepat".
  • Kekebalan: "Itu tidak akan terjadi pada saya." - "Itu dapat terjadi pada saya.” Bahkan bila sebelumnya seseorang telah melakukannya ribuan kali. Hanya karena kemujuran seseorang bukan berarti dia tidak perlu berhati-hati.
  • Kejantanan: "Saya bisa." - "Coba-coba adalah tindakan bodoh." Bahkan ahli dapat menjadi korban hal tak terduga.
  • Menyerah: "Untuk apa?" - "Saya bukan orang yang tidak berdaya. Saya dapat membuat perbedaan." Sejarah penuh dengan di mana orang dapat lolos dari hal tampaknya mustahil .
  • Menekan: "Ayo cepat agar kita dapat segera pulang" - "Yang pertama-tama patut dilakukan adalah lakukan hal yang tepat.” Menekan itu berhubungan dengan sifat impulsif, tapi sering kali didorong oleh keinginan untuk kembali kepada sesuatu hal selain yang harus dikerjakan, seperti kiasan “memanggang di dalam oven.”
  • Sindrom pertunjukan udara: "Saya akan terlihat mengagumkan!" - "Ayo selesaikan pekerjaan dengan benar". Melakukan pekerjaan dengan benar sering kali melibatkan hal-hal sederhana yang tidak “terlihat hebat”, tetapi melakukan pekerjaan secara salah akan terlihat lebih buruk.

Kesadaran situasional[sunting | sunting sumber]

Kehilangan kesadaran atas apa yang sedang terjadi di sekitar dengan mudah akan berakhir dengan tragedi. Kesadaran situasional harus merupakan suatu kondisi konstan dalam memahami apa yang terjadi, dikombinasikan dengan kewaspadaan mengawasi adanya perubahan.

Indikator hilangnya kesadaran situasional[sunting | sunting sumber]

  • Ambiguitas - Informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan tidak cukup lengkap, dan terbuka untuk beragam interpretasi.
  • Distraksi - Perhatian teralihkan dari pekerjaan yang sebenarnya.
  • Fiksasi - Fokus pada satu hal atau detail dan mengabaikan gambar besarnya.
  • Beban berlebih - Terlalu sibuk atau kewalahan untuk mengawasi apa yang sedang terjadi.
  • Kepuasan diri - Perasaan nyaman yang dapat membuat awak pesawat lengah atas bahaya yang menyongsong.
  • Prosedur yang tidak tepat - Bekerja di luar prosedur standar tanpa justifikasi.
  • Diskrepansi yang tidak terpecahkan "Cockpit Resource Management" (PDF).  - Kegagalan untuk memecahkan informasi yang saling bertentangan. "GPS mengatakan Boston, tapi saya tidak melihat satu kota pun!".
  • Tidak ada yang Menerbangkan Pesawat - Sering disebut sebagai "sudah jelas", suatu situasi di mana tidak seorang pun yang bertanggung jawab di kokpit.

Mengelola kesalahan[sunting | sunting sumber]

Kesalahan tidak selalu dapat dicegah, tetapi banyak “Penghalang” yang dapat digunakan untuk menghentikan suatu kesalahan sederhana menjadi besar dalam bencana. "Crew Resource Management" (PDF).

Teknik[sunting | sunting sumber]

  • Mengakui bahwa kita rawan kesalahan - Hal ini tidak membenarkan inkompetensi, ini hanya mengakui bahwa siapa pun, pada saat adapun dapat melakukan kesalahan, terlepas dari tujuan dan pelatihan yang terbaik.
  • Memaksimalkan penghalang - Gunakan redundansi, Prosedur Operasi Standar (POS), dan hindari kekurangan personil, sehingga kesalahan satu orang tidak berkembang menjadi situasi yang bermasalah besar.
  • Komunikasikan risiko - Sampaikan tentang sumber bahaya apa pun, tetapi juga tentang hal-hal yang dapat menghalangi Anda mendeteksi kesalahan, atau yang dapat menyebabkan Anda melakukan kesalahan, meskipun belum mengarah kepada kesalahan langsung.
  • Patuhi POS - Suatu kajian menemukan bahwa pilot yang mengabaikan POS berisiko melakukan kesalahan 1.6 kali lebih besar dari kesalahan lainnya.
  • Apakah tindakan ini MASUK AKAL? - Berpikirlah secara logis, tidak secara emosional. Tanyakan diri Anda apa yang dapat merugikan dan yang dapat diperoleh sebelum melakukan sesuatu tindakan.

Studi kasus

Penerbangan United Airlines 173[sunting | sunting sumber]

Awak Penerbangan United Airlines 173 sedang mendekati Bandar Udara Internasional Portland pada malam hari tanggal 28 Desember 1978 ketika mereka mengalami kelainan pada roda pendarat. Kapten memutuskan untuk memasuki pola pola terbang berputar agar mereka dapat menyelesaikan masalahnya. Kapten fokus pada masalah roda pendarat selama satu jam, mengabaikan peringatan berulang dari kopilot dan juru mesin udara tentang sediaan bahan bakar yang mulai berkurang. Dia baru menyadari situasinya ketika mesin pesawat mulai berhenti menyala. Mereka mendarat darurat di daerah berhutan di pinggiran kota Portland, Oregon, sekitar 6 mil dari lebih dari. Dari 189 orang yang ada di dalam pesawat, dua awak pesawat dan delapan penumpang tewas. Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) membuat beberapa rekomendasi dalam laporannya, mencakup:

Menerbitkan buletin operasional kepada semua inspektur operasional maskapai penerbangan, mengarahkan mereka untuk mendesak maskapai tunjukannya untuk memastikan bahwa awak kokpitnya telah diindoktrinasi tentang prinsip-prinsip manajemen sumber daya kokpit, dengan penekanan khusus pada manfaat manajemen partisipatif bagi kapten dan pelatihan hal ketegasan bagi awak kokpit lainnya. (Tindakan Prioritas, Kelas II ) (X-79-17)

Penyelidik Keselamatan Penerbangan NTSB yang menuliskan rekomendasi ini adalah Dr. Alan Diehl.[18], seorang psikolog penerbangan. Ia ditugaskan untuk menyelidiki kecelakaan ini dan menyadari bahwa kejadian ini mirip dengan beberapa kecelakaan besar pada maskapai penerbangan lainnya, termasuk kecelakaan pesawat Eastern Airlines Lockheed-1011[19] yang jatuh di Everglades dan tabrakan di landas pacu antara Pan Am dan KLM Boeing-747s di Tenerife.[20]

Penerbangan United Airlines 232[sunting | sunting sumber]

Captain Al Haynes, pilot pada Penerbangan United Airlines 232, menyebutkan bahwa Manajemen Sumber daya Awak Pesawat merupakan salah satu faktor yang menyelamatkan hidupnya dan orang banyak, dalam kecelakaan di Sioux City, bulan July 1989: ...persiapan yang membuahkan sesuatu bagi awak pesawat adalah sesuatu ... menurut Manajemen Sumber daya Kokpit.... Sampai dengan tahun 1980, kami bersikap bahwa kapten adalah YANG berwenang di pesawat udara. Apa yang ia katakan, berlaku. Dan kita kehilangan beberapa pesawat udara karena hal itu. Terkadang Kapten tidak secerdas yang kita pikirkan. Dan kita akan mendengarkannya, lakukan apa yang dikatakan, dan tidak akan tahu apa yang dibicarakannya. Dan kita memiliki pengalaman terbang selama 103 tahun di ruang kokpit, berupaya mendaratkan pesawat, tidak sekejap pun kita secara aktual berlatih [dalam kondisi-kondisi darurat tersebut], tidak satu pun di antara kita Jadi, mengapa harus lebih tahu daripada ketiga awak lainnya tentang mendaratkan pesawat dalam kondisi tersebut Jadi jika saya tidak menggunakannya [CRM], jika kita tidak membiarkan setiap orang memberi masukan, mudah diterka bahwa kita tidak akan berhasil.[21]

Penerbangan Air France 447[sunting | sunting sumber]

Salah satu analisis menempatkan kegagalan untuk mengikuti dengan benar prosedur manajemen sumber daya awak pesawat sebagai faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan fatal pada tahun 2009 yang dialami Penerbangan Air France 447 di Samudra Atlantik, dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris.

Laporan akhir penyelidikan menyimpulkan bahwa pesawat jatuh setelah terjadi ketidaksesuaian sesaat antara pengukuran kecepatan pesawat —yang sepertinya disebabkan oleh sumbatan kristal es pada tabung pitot—menyebabkan terputusnya koneksi kendali otomatis, yang kemudian salah disikapi oleh awak pesawat dan dengan telak menyebabkan pesawat memasuki kegagalan aerodinamik yang tidak dapat dikoreksi.[21] Kapten meninggalkan kursinya di kokpit untuk beristirahat dan menyerahkan kendali kepada kopilot. Saat kedua kopilot mengemudikan Airbus itu sekitar pukul 02:11:21, mereka tidak berkomunikasi tentang siapa yang memegang kendali pesawat.

Setelah penemuan kotak hitam dua tahun kemudian, beragam analisis independen dipublikasikan baik sebelum maupun sesudah laporan resmi dikeluarkan oleh BEA, Badan keselamatan penerbangan Perancis. Salah satunya adalah laporan dari Perancis dalam buku Kesalahan Pilot ("Erreurs de Pilotage") yang ditulis oleh Jean-Pierre Otelli [22][23][24][25] which yang membocorkan menit-menit terakhir dari rekaman percakapan di kokpit. Pada 6 Desember 2011, majalah Popular Mechanics mempublikasikan suatu analisis tentang kecelakaan itu berikut terjemahan dari bocoran percakapan disertai dengan penjelasan langkah demi langkah.

Berbicara tentang tindakan kedua pilot di kokpit pada menit-menit sebelum pesawat jatuh ke samudera, komentar pada artikel menyebutkan:

Mereka benar-benar gagal untuk terlibat dalam proses penting yang dikenal sebagai manajemen sumber daya awak pesawat (CRM). Mereka jelas-jelas gagal, untuk bekerja sama. Tidak jelas bagi keduanya, siapa yang bertanggung jawab atas hal apa, dan siapa yang mengerjakan apa.[21]

Penerbangan First Air 6560[sunting | sunting sumber]

Badan Keselamatan Transportasi Kanada menetapkan bahwa kegagalan Manajemen Sumber daya Awak Pesawat merupakan bagian terbesar penyebab kecelakaan pesawat Boeing 737-200 First Air Flight 6560, di Resolute, Nunavut pada tanggal 20 Agustus 2011. Kompas yang tidak berfungsi dengan benar menunjukkan arah yang salah kepada awak pesawat walaupun Sistem Pendaratan Instrumen dan Sistem Posisi Global menunjukkan mereka telah keluar jalur. Kopilot beberapa kali berusaha menunjukkan masalah itu kepada kapten, dan menyarankan menunda pendaratan beberapa kali sebelum melakukan pendekatan ke landas pacu; namun demikian kegagalan untuk mengikuti prosedur maskapai dan lemahnya protokol standar komunikasi untuk menunjukkan adanya masalah mengakibatkan kapten mengabaikan peringatan-peringatan yang disampaikan kopilot. Kedua penerbang juga dibebani dengan persiapan pendaratan, mengakibatkan tidak seorang pun memberi perhatian penuh pada apa yang sedang terjadi.

First Air menambahkan waktu yang disediakan bagi Manajemen Sumber daya Awak Pesawat dalam pelatihannya setelah kejadian tersebut, dan NTSB merekomendasikan bahwa bada-badan yang berwenang dan maskapai melakukan standarisasi prosedur CRM dan pelatihan di Kanada.[26][27][28][29][30]

Penerbangan Qantas 132[sunting | sunting sumber]

Keberhasilan Penerbangan Qantas 32 merupakan hasil dari kerjasama tim dan keterampilan CRM.[31]

Susan Parson, editor Arahan Keselamatan dari Administrasi Penerbangan Federal menuliskan: [32]

Jelas sekali, unjuk kerja awak pesawat QF32 merupakan contoh yang sangat baik tentang profesionalisme dan kepandaian terbang yang harus diteladani oleh setiap insan aviasi.

Carey Edwards, pengarang buku Airmanship menuliskan:[33][34]

Unjuk kerja awak pesawat, komunikasi, kepemimpinan, kerja sama tim, manajemen beban kerja, kesadaran situasional dan pengambilan keputusan menyebabkan tidak adanya korban cidera pada 450 orang penumpang dan awak pesawat. QF32 akan tetap menjadi salah satu contoh terbaik kepandaian terbang dalam sejarah penerbangan.

Penggunaan di bidang terkait[sunting | sunting sumber]

Konsep dasar dan ideologi yang membuat CRM berhasil pada awak pesawat telah terbukti berhasil pada bidang terkait lainnya. Beberapa maskapai penerbangan komersial, dan juga badan-badan internasional keselamatan penerbangan, mulai memperluas CRM ke dalam pengatur lalu-lintas udara, desain pesawat udara, dan perawatan pesawat udara di era 1990-an. Secara spesifik, bagian perawatan pesawat udara pada perluasan pelatihan ini menghasilkan timbulnya Manajemen Sumber daya Perawatan Pesawat Udara (Maintenance Resource Management /MRM). Dalam upaya standarisasi pelatihan industri yang luas tentang pendekatan keselamatan berbasis tim FAA (A.S.) mengeluarkan Surat Edaran (Advisory Circular) 120-72, Pelatihan Manajemen Sumber daya Perawatan Pesawat Udara[35] pada bulan September 2000.

Mengikuti studi tentang kecelakaan penerbangan dalam kurun waktu 10 tahun antara tahun 1992-2002, Angkatan Udara Amerika Serikat menetapkan bahwa hampir 18% dari kecelakaan pesawat udaranya secara langsung berhubungan dengan kesalahan manusia pada perawatan pesawat udara.[36] Tidak seperti dampak kesalahan awak pesawat yang lebih langsung, kesalahan manusia pada perawatan pesawat sering kali terjadi jauh sebelum penerbangan di mana suatu masalah ditemukan. Kesalahan laten ini mencakup kesalahan seperti kegagalan untuk mengikuti buku petunjuk perawatan pesawat udara, kurang tegasnya komunikasi antara teknisi perawatan pesawat udara, buruknya pengawasan, dan pekerjaan pemasangan alat yang salah. Di tahun 2005, secara spesifik membahas kesalahan-kesalahan manusia ini - termasuk kecelakaan pesawat udara, Letkol. Doug Slocum, Kepala bagian Keselamatan di Wing Tempur 162 Garda Udara Nasional, Tucson, AZ, menginstruksikan agar program CRM di pangkalan tersebut dimodifikasi menjadi versi militer (MRM).

Pertengahan tahun 2005, Divisi Keselamatan Penerbangan Garda UDara Nasional mengonversi program MRM yang diprakarsai oleh Letkol. Slocum menjadi program nasional bagi wing penerbangan Garda Udara Nasional, tersebar di 54 negara baian dan teritorial A.S. Di tahun 2006, Badan Pengawas Keselamatan Pertahanan (Defense Safety Oversight Council/DSOC) Kementerian Pertahanan A.S. mengakui nilai pencegahan kecelakaan pada program keselamaatan perawatan pesawat udara dengan membiayai sebagian dari varian MRM GAN untuk pelatihan di seluruh Angkatan Udara A.S. Versi MRM yang diprakarsai GAN dan didanai oleh Departemen Pertahanan kemudian dikenal dengan nama Manajemen Sumber daya Angkatan Udara (AF-MRM,) dan saat ini digunakan secara luas di Angkatan Udara A.S.[37].[37]

Panel Pengawas Keselamatan Perkeretaapian Australia menyesuaikan CRM bagi kereta api menjadi Manajemen Sumber daya Kereta Api, dan mengembangkan perangkat bebas sumber daya. Awak Operasi kereta api di Perusahaan Kereta api Penumpang (Amtrak) di Amerika Serikat diberi pelatihan prinsip-prinsip CRM dalam kursus pelatihan tahunan.

Manajemen Sumber daya Awak Pesawat juga telah diadopsi oleh perkapalan niaga di seluruh dunia. Konvensi STCW dan Undang-undang STCW, edisi 2017[38] yang dipublikasikan oleh Organisasi Maritim Internasional mencantumkan persyaratan untuk pelatihan Manajemen Sumber Daya Ruang Kemudi Kapal Laut dan Manajemen Sumber daya Ruang Mesin. Pelatihan-pelatihan ini adalah pelatihan darat atau pelatihan simulator yang disetujui atau pengalaman berlayar yang disetujui. Banyak akademi pelayaran saat ini melaksanakan kursus untuk perwira ruang kemudi dan ruang mesin. Kursus penyegaran dilaksanakan setiap lima tahun. Secara bersama-sama pelatihan ini dikenal sebagai Manajemen Sumber daya Maritim.

Penerapan ada Pemadam Kebakaran[sunting | sunting sumber]

Mengikuti keberhasilan yang dialami di komunitas penerbangan, CRM diidentifikasi sebagai program pengembangan keselamatan yang potensial untuk dinas pemadam kebakaran. Secara spesifik, Ted Putnam, Ph.D., menulis kertas kerja yang mengaplikasikan konsep CRM pada kejadian tragis dan kematian yang menyeramkan 14 orang petugas pemadam kebakaran hutan dalam Kebakaran di South Canyon, Colorado.

Dari kertas kerja ini, suatu gerakan dimulai di Dinas Pemadam Kebakaran Hutan dan Bangunan untuk menerapkan konsep CRM Penerbangan dalam situasi tanggap darurat. Sejak saat itu, berbagai program telah dikembangkan untuk melatih petugas tanggap darurat tentang konsep ini dan untuk membantu mengenali ketika terjadi kegagalan dalam situasi yang menegangkan seperti ini.

Asosiasi Internasional Kepala Dinas Pemadam Kebakaran mempublikasikan petunjuk CRM perdananya untuk dinas pemadam di tahun 2001. Saat ini[per kapan?] sudah pada edisi ketiganya.[39] Selain itu, beberapa buku teks yang spesifik industri telah dipublikasikan.

Perawatan Kesehatan[sunting | sunting sumber]

Elemen CRM telah diterapkan di perawatan kesehatan A.S. Sejak akhir 1990-an, terutama pada pencegahan infeksi. Sebagai contoh, yang disebut sebagai "central line bundle”, yang adalah suatu sistem pencegahan, pada praktek terbaiknya merekomendasikan penggunaan daftar periksa ketika memasukkan kateter pada vena sentral. Tidak seperti penggunaan di kokpit, pengamat yang menandai daftar periksa umumnya petugas yang lebih rendah kedudukannya daripada petugas yang memasukkan kateter. Pengawas didorong untuk berbicara apabila ada elemen daftar periksa yang tidak dikerjakan (misalnya, bila terjadi pelanggaran dalam proses sterilisasi).[40]

Strategi dan Peralatan Tim untuk Peningkatan Kinerja dan Keselamatan Pasien (TeamSTEPPS)[sunting | sunting sumber]

Suatu divisi pada Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat, yaitu Lembaga Riset dan Mutu Layanan Kesehatan AS (AHRQ), juga memberikan pelatihan berbasis pada prinsip-prinsip CRM secara gratis kepada tim perawatan kesehatan. Pelatihan ini disebut TeamSTEPPS (Strategi dan Peralatan Tim untuk Peningkatan Kinerja dan Keselamatan Pasien), dan program ini saat ini[per kapan?] telah diterapkan di rumah-rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, dan klinik perawatan primer di seluruh dunia.[41] TeamSTEPPs secara spesifik didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien dengan mengajarkan penyedia perawatan kesehatan bagaimana lebih baik berkolaborasi antar sesama dengan menggunakan berbagai peralatan seperti bincang singkat sebelum kerja, arahan setelah kerja, serah terima, dan diskusi tertutup untuk bertukar informasi.[42][41] Penerapan TeamSTEPPS telah menunjukkan peningkatan keselamatan pasien.[43] Walaupun ada beberapa upaya untuk menerapkan TeamSTEPPS seperti yang sudah diatur, terdapat bukti bahwa intervensi TeamSTEPPS sulit untuk diterapkan dan efektif secara universal.[42] Namun, banyak strategi yang dapat digunakan pimpinan fasilitas layanan kesehatan untuk meningkatkan kesempatan mereka dalam keberhasilan penerapannya, seperti pendampingan, bimbingan, pemberdayaan dan perilaku mendukung.[44]

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

  • British European Airways Flight 548
  • Helmet fire
  • Impact of culture on aviation safety
  • Line-oriented flight training
  • Saudia Flight 163
  • Single pilot resource management
  • Sterile Cockpit Rule
  • The Checklist Manifesto - primarily a justification of the application of these ideas to safety in medical operating rooms.
  • Maritime resource management
  • Threat and error management

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Diehl, Alan (2013) "Air Safety Investigators: Using Science to Save Lives-One Crash at a Time." Xlibris Corporation. ISBN 9781479728930. http://www.prweb.com/releases/DrAlanDiehl/AirSafetyInvestigators/prweb10735591.htm
  2. ^ Capt. Al Haynes (May 24, 1991). "The Crash of United Flight 232." Retrieved 2007-03-27. Presentation to NASA Dryden Flight Research Facility staff.
  3. ^ ["Air Crash Investigation: Focused on Failure"] Discover Channel/National Geographic Program "Mayday" S12 E08
  4. ^ "United Flight 232." Retrieved 2007-03-27. Presentation to NASA Dryden Flight Research Facility staff.
  5. ^ a b c Langewiesche, William (October 2014). "The Human Factor". Vanity Fair. Diakses tanggal 2014-09-25. 
  6. ^ Cooper, G. E., White, M. D., & Lauber, J. K. (Eds.) 1980. "Resource management on the flightdeck," Proceedings of a NASA/Industry Workshop (NASA CP-2120).
  7. ^ Helmreich, R. L.; Merritt, A. C.; Wilhelm, J. A. (1999). "The Evolution of Crew Resource Management Training in Commercial Aviation" (PDF). International Journal of Aviation Psychology. 9 (1): 19–32. CiteSeerX 10.1.1.526.8574alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1207/s15327108ijap0901_2. PMID 11541445. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-03-06. 
  8. ^ Ford, Jane; Henderson, Robert; O'Hare, David (February 2014). "The Effects of Crew Resource Management Training on Flight Attendants' Safety Attitudes". Journal of Safety Research. 48: 49–56. doi:10.1016/j.jsr.2013.11.003. PMID 24529091. 
  9. ^ Diehl, Alan (June, 1994). "Crew Resource Management...It's Not Just for Fliers Anymore." Flying Safety, USAF Safety Agency.
  10. ^ Diehl, Alan (November 5, 1992) "The Effectiveness of Civil and Military Cockpit Management Training Programs." Flight Safety Foundation, 45th International Air Safety Seminar, Long Beach, CA.
  11. ^ Air Force Instruction 11-290: "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-05-27. Diakses tanggal 2007-12-07. 
  12. ^ OPNAVINST 1542.7C: "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-22. Diakses tanggal 2011-03-14. 
  13. ^ Brown, Douglas. "ACT-E Update". Knowledge. US Army Safety Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 October 2013. Diakses tanggal 12 October 2013. 
  14. ^ CAA (2002). Methods used to Evaluate the Effectiveness of Flightcrew CRM Training in the UK Aviation Industry (PDF). Gatwick, Sussex: Civil Aviation Authority. Diakses tanggal 1 August 2020. 
  15. ^ International Association of Fire Chiefs (2003). "Crew Resource Management: A positive change for the fire service" (PDF). hlm. 8. Diakses tanggal 12 August 2020. 
  16. ^ "Crew Resource Management" (PDF). 
  17. ^ Weick, Karl (May 1, 1996). "Prepare Your Organization to Fight Fires". Harvard Business Review (May–June 1996) – via hbr.org. 
  18. ^ ["Air Crash Investigation: Focused on Failure"] Discover Channel/National Geographic Program "Mayday" S12 E08
  19. ^ NTSB report: Eastern Airlines, Inc, L-1011, N310EA, Miami, Florida, December 29, 1972, NTSB (report number AAR-73/14), June 14, 1973
  20. ^ International Civil Aviation Organization,Circular 153-An/56, Mortreal, Canada, 1978)
  21. ^ a b c Wise, Jeff (June 1, 2020). "What Really Happened Aboard Air France 447". Popular Mechanics. 
  22. ^ Vigoureux, Thierry (February 15, 2012). "AF447, pas de diffamation pour". Le Point. 
  23. ^ "A controversial look at the crash of flight 447". The Economist. 14 October 2011. 
  24. ^ Allen, Peter (October 13, 2011). "Final words of Air France passenger jet emerge: 'what's happening?'" – via www.telegraph.co.uk. 
  25. ^ Clark, Nicola (November 20, 2011). "When Disaster Threatens, Instinct Can Be a Pilot's Enemy". The New York Times. 
  26. ^ "First Air captain ignored co-pilot's warnings before Nunavut crash - CBC News". CBC. 2013-10-03. Diakses tanggal 2020-06-27. 
  27. ^ News, Nunatsiaq (March 26, 2014). "Poor training, miscommunication, simple accident led to 2011 Nunavut air disaster". 
  28. ^ News, APTN National (March 25, 2014). "Co-pilot suggested at least twice to change course before deadly First Air flight 6560 crash: TSB". 
  29. ^ Government of Canada, Transportation Safety Board of Canada (March 5, 2014). "Aviation Investigation Report A11H0002". www.tsb.gc.ca. 
  30. ^ Carlson, Kathryn Blaze (25 March 2014). "Combination of factors blamed for fatal Resolute Bay plane crash". The Globe and Mail. 
  31. ^ "CRM at its best: Qantas flight 32, learning from the recent past". January 10, 2017. 
  32. ^ "aviation citizenship" (PDF). www.faa.gov. 2013. Diakses tanggal 2020-06-27. 
  33. ^ "Book Reviews". December 1, 2012. 
  34. ^ Edwards, Carey (May 15, 2008). Airmanship. Crowood Press UK. ISBN 9781861269805 – via Google Books. 
  35. ^ FAA AC 120-72: http://www.airweb.faa.gov/Regulatory_and_Guidance_Library/rgAdvisoryCircular.nsf/0/3e5ec461ecf6f5e886256b4300703ad1/$FILE/AC%20120-72.pdf Diarsipkan 2010-08-06 di Wayback Machine.
  36. ^ U.S. Air Force Safety Center, 2003: https://web.archive.org/web/20030624092721/http://www.af.mil/factsheets/factsheet.asp?fsID=153
  37. ^ Air Force MRM: "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-30. Diakses tanggal 2009-02-21. 
  38. ^ STCW Including 2010 Manila Amendments, 2017 Edition. Published by the International Maritime Organization ISBN 9789280116359 Pages 104 and 145
  39. ^ "Crew Resource Management". www.iafc.org. 
  40. ^ Institute for Healthcare improvement. Central Line Bundle. available at http://app.ihi.org/imap/tool/#Process=e876565d-fd43-42ce-8340-8643b7e675c7, retrieved 7-18-13 and Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for the Prevention of Intravascular Catheter-Related Infections, 2011. Available at https://www.cdc.gov/hicpac/pdf/guidelines/bsi-guidelines-2011.pdf, retrieved 7-18-13
  41. ^ a b U.S. Department of Health and Human Services, Agency for Healthcare Quality and Research; http://teamstepps.ahrq.gov/aboutnationalIP.htm
  42. ^ a b Stewart, Greg L.; Manges, Kirstin A.; Ward, Marcia M. (2015). "Empowering Sustained Patient Safety". Journal of Nursing Care Quality. 30 (3): 240–246. doi:10.1097/ncq.0000000000000103. PMID 25479238. 
  43. ^ Sawyer, Taylor; Laubach, Vickie Ann; Hudak, Joseph; Yamamura, Kelli; Pocrnich, Amber (2013-01-01). "Improvements in Teamwork During Neonatal Resuscitation After Interprofessional TeamSTEPPS Training". Neonatal Network. 32 (1): 26–33. doi:10.1891/0730-0832.32.1.26. PMID 23318204. 
  44. ^ Manges, Kirstin; Scott-Cawiezell, Jill; Ward, Marcia M. (2017-01-01). "Maximizing Team Performance: The Critical Role of the Nurse Leader". Nursing Forum. 52 (1): 21–29. doi:10.1111/nuf.12161. ISSN 1744-6198. PMID 27194144. 

1 Diehl, Alan (2013) "Air Safety Investigators: Using Science to Save Lives-One Crash at a Time." Xlibris Corporation. ISBN 9781479728930. http://www.prweb.com/releases/DrAlanDiehl/AirSafetyInvestigators/prweb10735591.htm

2 Capt. Al Haynes (May 24, 1991). "The Crash of United Flight 232." Retrieved 2007-03-27. Presentation to NASA Dryden Flight Research Facility staff.

3 ["Air Crash Investigation: Focused on Failure"] Discover Channel/National Geographic Program "Mayday" S12 E08

4 "United Flight 232." Retrieved 2007-03-27. Presentation to NASA Dryden Flight Research Facility staff.

5 "The Human Factor"Vanity Fair. Retrieved September 25, 2014

6 Cooper, G. E., White, M. D., & Lauber, J. K. (Eds.) 1980. "Resource management on the flightdeck," Proceedings of a NASA/Industry Workshop (NASA CP-2120).

7 "The Evolution of Crew Resource Management Training in Commercial Aviation"(PDF)International Journal of Aviation PsychologyCiteSeerX10.1.1.526.8574doi10.1207/s15327108ijap0901_2PMID11541445the original(PDF)

8 doi10.1016/j.jsr.2013.11.003PMID24529091

9 Diehl, Alan (June, 1994). "Crew Resource Management...It's Not Just for Fliers Anymore." Flying Safety, USAF Safety Agency.

10 Diehl, Alan (November 5, 1992) "The Effectiveness of Civil and Military Cockpit Management Training Programs." Flight Safety Foundation, 45th International Air Safety Seminar, Long Beach, CA.

11 Air Force Instruction 11-290: "Archived copy"(PDF)the original(PDF). Retrieved December 7, 2007

12 OPNAVINST 1542.7C: "Archived copy"(PDF)the original(PDF). Retrieved March 14, 2011

13 "ACT-E Update"the original. Retrieved October 12, 2013

14 Methods used to Evaluate the Effectiveness of Flightcrew CRM Training in the UK Aviation Industry(PDF). Retrieved August 1, 2020

15 "Crew Resource Management: A positive change for the fire service"(PDF). Retrieved August 12, 2020

16 "Crew Resource Management"(PDF)

17 "Prepare Your Organization to Fight Fires"

18 ["Air Crash Investigation: Focused on Failure"] Discover Channel/National Geographic Program "Mayday" S12 E08

19 NTSB report: Eastern Airlines, Inc, L-1011, N310EA, Miami, Florida, December 29, 1972, NTSB (report number AAR-73/14), June 14, 1973

20 International Civil Aviation Organization,Circular 153-An/56, Mortreal, Canada, 1978)

21 "The Crash of United Flight 232"the original. Retrieved June 4, 2013 Presentation to NASA Dryden Flight Research Facility staff.

22 "What Really Happened Aboard Air France 447"

23 "AF447, pas de diffamation pour"

24 "A controversial look at the crash of flight 447"

25 "Final words of Air France passenger jet emerge: 'what's happening?'"

26 "When Disaster Threatens, Instinct Can Be a Pilot's Enemy"

27 "First Air captain ignored co-pilot's warnings before Nunavut crash - CBC News". Retrieved June 27, 2020

28 "Poor training, miscommunication, simple accident led to 2011 Nunavut air disaster"

29 "Co-pilot suggested at least twice to change course before deadly First Air flight 6560 crash: TSB"

30 "Aviation Investigation Report A11H0002"

31 "Combination of factors blamed for fatal Resolute Bay plane crash"

32 "CRM at its best: Qantas flight 32, learning from the recent past"

33 "aviation citizenship"(PDF). Retrieved June 27, 2020

34 "Book Reviews"

35 AirmanshipISBN9781861269805

36 FAA AC 120-72: http://www.airweb.faa.gov/Regulatory_and_Guidance_Library/rgAdvisoryCircular.nsf/0/3e5ec461ecf6f5e886256b4300703ad1/$FILE/AC%20120-72.pdf

37 U.S. Air Force Safety Center, 2003: https://web.archive.org/web/20030624092721/http://www.af.mil/factsheets/factsheet.asp?fsID=153

38 Air Force MRM: "Archived copy"the original. Retrieved February 21, 2009

39 STCW Including 2010 Manila Amendments, 2017 Edition. Published by the International Maritime Organization ISBN 9789280116359 Pages 104 and 145

40 "Crew Resource Management"

41 Institute for Healthcare improvement. Central Line Bundle. available at http://app.ihi.org/imap/tool/#Process=e876565d-fd43-42ce-8340-8643b7e675c7, retrieved 7-18-13 and Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for the Prevention of Intravascular Catheter-Related Infections, 2011. Available at https://www.cdc.gov/hicpac/pdf/guidelines/bsi-guidelines-2011.pdf, retrieved 7-18-13

42 U.S. Department of Health and Human Services, Agency for Healthcare Quality and Research; http://teamstepps.ahrq.gov/aboutnationalIP.htm

43 doi10.1097/ncq.0000000000000103PMID25479238S2CID5613563

44 doi10.1891/0730-0832.32.1.26PMID23318204S2CID9468204

45 doi10.1111/nuf.12161ISSN 1744-6198PMID27194144

Pranala luar[sunting | sunting sumber]