Lompat ke isi

Erosi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Erosi tanah)
Erosi di Amerika Serikat.
Erosi di Israel.

Erosi atau pengikisan[1] (dari bahasa Latin erosionem "menggerogoti") adalah suatu peristiwa yang terjadi secara alami oleh pengikisan padatan (endapan, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi oleh angin, tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi[2] atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang atau pertumbuhan akar tanaman yang mengakibatkan retakan tanah yang dalam hal ini disebut bioerosi.[3] Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. Secara umum erosi melibatkan tiga proses yaitu pelepasan (detachment), transformasi (transformation), dan pengendapan (sedimentation).[4]

Erosi yang terjadi dapat membentuk banyak penampakan alam menarik seperti puncak gunung, lembah dan garis pantai.[2] Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi atau pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan).[5] Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.[6]

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.

Faktor Penyebab

[sunting | sunting sumber]

Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor yang mempengaruhinya meliputi iklim, vegetasi, karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan topografi.[7] Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringan lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.

Umumnya dengan kosistem dengan vegetasi serupa, area yang sering terpapar curah hujan tinggi atau angin kencang biasanya mengalami erosi yang lebih tinggi. Faktor-faktor seperti kemiringan lereng dan jenis batuan juga memengaruhi tingkat erosi. Porositas dan permeabilitas tanah turut mempengaruhi kecepatan erosi dengan memengaruhi kemampuan tanah menyerap air. Adanya aliran air di bawah permukaan tanah dapat mengurangi erosi permukaan. Sedimen dengan kandungan lempung yang tinggi cenderung lebih rentan terhadap erosi dibandingkan dengan pasir atau silt. Pengaruh sodium dalam atmosfer juga perlu diperhitungkan terhadap tingkat erodibilitas tanah lempung.

Faktor yang paling sering berubah adalah jumlah dan jenis tutupan lahan. Di hutan yang belum tersentuh, mineral tanah terlindungi oleh lapisan humus dan organik, yang meredam dampak hujan. Lapisan-lapisan ini, bersama dengan serasah di dasar hutan, memiliki sifat poros dan mampu menyerap air dengan baik. Biasanya, hanya hujan lebat yang dapat menyebabkan limpasan permukaan tanah di hutan, terutama jika disertai angin ribut. Namun, ketika pepohonan hilang karena kebakaran atau penebangan, tingkat penyerapan air meningkat, dan erosi menjadi lebih rendah. Kebakaran yang parah bisa meningkatkan erosi secara signifikan, terutama jika diikuti oleh hujan deras. Dalam konteks konstruksi atau pembangunan jalan, penghilangan atau pemadatan lapisan sampah atau humus dapat meningkatkan kerentanan tanah terhadap erosi. Secara khusus pembangunan jalan memiliki potensi besar untuk meningkatkan tingkat erosi, karena tidak hanya menghapus tutupan lahan, tetapi juga dapat mengubah pola drainase secara signifikan. Hal ini terutama berlaku jika pembangunan jalan melibatkan pembuatan embankmen. Jalan yang memiliki banyak batu dan mampu menangkap air secepat mungkin, meniru pola drainase alami, memiliki potensi lebih rendah untuk meningkatkan erosi.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ (Indonesia) Arti kata pengikisan dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  2. ^ a b Putri, Arum Sutrisni (2019-12-22). Nailufar, Nibras Nada, ed. "Pengertian Erosi dan Akibatnya". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-12-30. 
  3. ^ Society, National Geographic (2018-03-20). "erosion". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-18. 
  4. ^ "Erosion | Soils 4 Teachers". www.soils4teachers.org. Diakses tanggal 2021-01-18. 
  5. ^ Government, Queensland. "Impacts of erosion | Erosion". www.qld.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-18. 
  6. ^ Azmeri, Azmeri (2020). Erosi, Sedimentasi, dan Pengelolaannya. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 15. ISBN 9786232641006. 
  7. ^ Lihawa, Fitriyane (2017). Daerah Aliran Sungai Alo Erosi, Sedimentasi, dan Longsor. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 47. ISBN 9786024537197.