Cacing parasit
Cacing parasit adalah cacing yang hidup sebagai parasit pada organisme lain, baik hewan atau tumbuhan. Mereka adalah organisme yang seperti cacing yang hidup dan makan pada tubuh yang ditumpangi serta menerima makanan dan perlindungan sementara menyerap nutrisi tubuh yang ditumpangi. Penyerapan ini menyebabkan kelemahan dan penyakit. Penyakit yang diakibatkan oleh cacing parasit biasanya disebut secara umum sebagai cacingan. Cacing parasit umumnya merupakan anggota Cestoda, Nematoda, dan Trematoda.
Jenis
[sunting | sunting sumber]Cacing parasit ikan
[sunting | sunting sumber]Genus Anisakis merupakan spesies nematoda yang menjadi parasit paling umum pada ikan air laut. Ciri fisik dari spesis cacing dalam genus Anisakis adalah memiliki bibir sebanyak 3 buah yang mengelilingi mulutnya. Cacing parasit dari genus Anisakis telah menjadi parasit sejak menjadi larva hingga dewasa.[1]
Cacing parasit hewan atau manusia
[sunting | sunting sumber]Beberapa cacing parasit hewan/manusia:
- Cacing gelang (Ascaris), penyebab askariasis
- Cacing hati (Fasciola), menghuni organ hati hewan ternak (terutama sapi dan babi)
- Cacing kremi (Enterobius), menghuni usus manusia dan menyebabkan gatal di sekitar dubur
- Cacing pipih darah, penyebab skistosomiasis (Schistosomia)
- Cacing pita (Taenia)
- Cacing tambang, penyebab ankilostomiasis (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
- Cacing penyebab filariasis, seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa, Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, Dracunculus medinensis, Mansonella perstans, dan Mansonella ozzardi
Cacing parasit tumbuhan
[sunting | sunting sumber]Beberapa cacing parasit tumbuhan:
- cacing puru akar (Pratylenchus dan Heterodera)
- nematoda akar (P. coffeae, Radopholus similis, dan beberapa Meloidogyne.
Inang
[sunting | sunting sumber]Ikan
[sunting | sunting sumber]Cacing parasit menjadikan tubuh ikan sebagai inang. Beberapa jenis cacing parasit hanya menjadikan ikan sebagai inang ketika ikan masih dalam kondisi hidup dan dalam keadaan basah. Setelah ikan mengalami kematian, beberapa jenis cacing parasit berpindah ke inang yang lain. Karena karakteristik ini, lokasi cacing parasit di dalam tubuh ikan normalnya bersifat tidak menentu.[2]
Hewan ternak
[sunting | sunting sumber]Cacing parasit dapat menjadikan sapi sebagai inangnya. Pada sawah, larva cacing parasit terlebih dahulu tumbuh di dalam tubuh keong sebelum berpindah ke makanan atau minuman sapi. Ketika sapi makan atau minum, cacing parasit masuk ke tubuh sapi hingga tinggal di dalam hati sapi. Proses penginangan sering terjadi pada sawah irigasi dan jarang terjadi di sawah tadah hujan. Penyebabnya adalah habitat keong yang lebih mudah berkembangbiak di daerah yang lembap dan berair dibandingkan di daerah yang kering.[3]
Infeksi
[sunting | sunting sumber]Cacing parasit dapat menginfeksi saluran pencernaan, otot, otak, paru-paru, hati dan kantong empedu. Selain itu, cacing parasit mampu menginfeksi sistem peredaran darah. Salah satu jenis cacing parasit yang mampu nenginfeksi semua jenis organ ini adalah Wuchereria bancrofti.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Rokhmani dan Budianto, B. H. (2017). Zahid, Ahmad, ed. Parasitologi Akuatik: Biologi, Morfologi, Diagnosa dan Pengendaliannya (PDF). FGP Press. hlm. 31.
- ^ Hardi, Esti Handayani (Oktober 2015). Susilo, Fitriastuti, T., dan Kiswanto, ed. Parasit Biota Akuatik (PDF). Samarinda: Mulawarman University Press. hlm. 47.
- ^ Firdaus, M., Sujarwanta, A., dan Lepiyanto, A. (2017). "STUDI RENTAN INFEKSI CACING PARASIT (Fasciola hepatica) PADA HATI SAPI" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan: 226. ISBN 978-602-70313-2-6.
- ^ Saraswati, Henny (2020). Modul Biomedik 1: Biokimia, Mikrobiologi dan Parasitologi (PDF). Universitas Esa Unggul. hlm. 17.