Kemban (pakaian tradisional)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kemben)
Wanita Jawa yang memakai kemban batik tradisional, c. 1900.

Kemban[1] atau kemben (Jawa: ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦼꦤ꧀, translit. kemben; bahasa Bali: ᬓᭂᬫ᭄ᬩᭂᬦ᭄) adalah pakaian tradisional suku Jawa dan Bali yang berupa kain pembungkus tubuh wanita yang secara historis umum ditemui di daerah Jawa dan Bali, Indonesia. Kemban dapat berupa sepotong kain yang membungkus tubuh, baik itu berupa kain yang polos, kain batik, beludru, atau jenis kain lain yang menutupi dada lalu melilit tubuh wanita.

Penggunaan[sunting | sunting sumber]

Kemban secara tradisional dikenakan dengan cara melilitkan sepotong kain menutupi batang tubuh bagian atas, tepi dilipat dan disematkan, diikat dengan tambahan tali, ditutupi dengan angkin atau selempang yang lebih kecil di sekitar perut. Jenis kemban batik tradisional dipakai oleh sebagian besar wanita istana di keraton. Hari ini, ada juga kemban ketat yang dilengkapi atau disematkan dengan menggunakan kancing, tali atau ritsleting yang serupa dengan korset gaya Barat. Kemban untuk wanita penari tradisional Jawa (srimpi atau wayang wong) biasanya dibuat dari korset beludru yang dijahit.

Kemban mirip dengan cara berpakaian décolletage Eropa, namun yang membuatnya lebih bergaya asli Indonesia adalah penggunaan kain lokal seperti batik, ikat, tenun, atau songket, dan hanya disematkan dengan melipat tepi pakaian yang diselipkan atau dengan cara mengikat simpul tali pengikat. Secara tradisional, wanita Jawa memakai dua potong kain; pakaian bawahan membungkus di sekitar pinggul yang menutupi bagian bawah tubuh (pinggul, paha dan kaki) dan disebut sebagai kain jarik atau sarung. Sementara sepotong kain yang membungkus tubuh bagian atas (dada dan perut) disebut kemban. Kemban nyaman dipakai pada iklim tropis Indonesia yang panas dan lembap, karena memudahkan ventilasi udara dan penguapan keringat.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Penari Srimpi memakai kemban beludru.

Sebelum kebaya menjadi umum di Indonesia, dipercaya bahwa kemban adalah pakaian yang paling lazim dikenakan wanita pada periode Jawa kuno dan Jawa klasik. Busana ini umumnya dipakai pada era Majapahit, sampai dengan era Kesultanan Mataram. Kini, gaun yang memperlihatkan bahu ini masih banyak dipakai di ritual-ritual Indonesia; dikenakan oleh penari Jawa tradisional, atau dipakai oleh wanita istana selama upacara di keraton Jawa.

Menurut cerita tutur kuno yang sudah langka di temui di era modern namun masih bisa di telusuri dari berbagai kalangan lingkungan keraton kemban sendiri adalah sebuah nilai filsafat tentang cerminan sikap seorang wanita dan bukan sekedar bentuk pakaian semata. Kemban yang berbentuk tidak menutup lengan dan terbuka pada bagian atas mencerminkan sikap nerima yang seharusnya menjadi pokok dasar perilaku seorang wanita namun menutup di bagian payudara yang berarti sikap melindungi harga diri. Dimana hal tersebut adalah suatu pemaknaan sisi seorang wanita yang harus bisa terbuka jujur dan menerima tidak menutupi keburukan namun tetap bisa menjaga harga dirinya oleh karena itu juga kemban mempunyai sanepan sebagai "sikep amban" atau sikap yang lapang wujud dari cerminan wanita harus lah menjadi ibu pengayom yang sabar dan penuh dengan ikhlasan dalam konteks keibuan kemban pun diterjemahkan sebagai "kekepan emban" dan berarti" pelukan pengasuh anak" yang dimana makna ini sangat lah dalam yaitu bagaimana perilaku seorang ibu yang seharusnya selalu di ingatkan akan cinta kasih dalam mengasuh seorang anak. Jadi makna kemban sejatinya begitu dalam untuk seorang wanita kemban bukanlah pakaian yang sederhana ada kemban yang di khususkan untuk melakukan adat sakral seperti menari bedhaya dan beberapa tarian lainya yang dimana hal itu sejatinya tidak dapat di pisahkan dan dirubah. Hal itu pula para wali yang membawa ajaran islam seperti sunan kalijaga, sunan bonang, sunan gunung jati dan sunan ampel tidak mengubah tradisi penggunaan kemban walaupun dianggap oleh sebagian besar masyarakat modern kemban bertentangan dengan syariat islam tapi pada kenyataanya kemban tetap eksis dan tidak dirubah oleh para sunan dan wali yang mengislamkan nusantara dan tetap di jadikan pakaian sakral selama lebih dari 5 abad sejak islam masuk dan di keraton mataram yang bercorak islam pun kemban tetap di gunakan sebagain pakaian sakral penari bedhaya dari seni jelas bahwa para wali yang mengislamkan Jawa tidak mengubahnya karena hal itu mempunyai nilai yang lebih sakral dan arti spiritual dari pada sekedar pakaian dan kemban mulai di tinggalkan di era yang jauh lebih modern setelah tahun 1980an dimana kemban mulai di tinggalkan di banyak pedesaan setelah masuknya modernisasi zaman dan corak agama yang lebih mengerucut pada trend busana tertentu.

Kemban dapat dianggap sebagai perwujudan keanggunan, estetika, dan ekspresi feminitas. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kemban mulai ditinggalkan, jarang dipakai, dan telah jatuh nilainya, terutama di antara perempuan Muslim Jawa. Hal ini karena pakaian ini dianggap terlalu terbuka dan dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Hal ini seiring dengan makin banyaknya perempuan Jawa yang mengenakan hijab. Kini, sebagian wanita Jawa mengenakannya hanya saat di rumah saja. Namun di beberapa daerah kemban tetap di jaga kelestariannya dengan terus digunakan pada saat seorang wanita membawakan tarian adat tradisi Jawa seperti yang masih bisa kita saksikan di keraton Jogjakarta dan surakarta sampai hari ini.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Indonesia) Arti kata Kemban dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.