Kerusuhan Beras 1918
Kerusuhan Beras 1918 (米騒動 , kome sōdō) adalah sederetan gangguan publik yang mencuat di seluruh Jepang mulai Juli hingga September 1918, yang membawa keruntuhan pada administrasi Terauchi Masatake.
Sebab
[sunting | sunting sumber]Kenaikan tajam pada harga beras menyebabkan kesulitan ekonomi yang sangat ekstrem, terutama di daerah pedesaan dimana beras adalah makanan pokok. Petani, bila membandingkan harga rendah yang ditetapkan pemerintah, dengan harga pasar yang tinggi, menyerang para penjual beras dan pejabat pemerintah yang membiarkan harga konsumsi tak terkontrol. Peningkatan harga beras muncul pada puncak spiral inflasi pasca Perang Dunia I yang juga memengaruhi sejumlah barang konsumen, dan penduduk urban juga memberontak. Tetapi, Intervensi Siberia semakin memperburuk situasi, dengan pemerintah membeli stok beras tersisa untuk menyuplai tentara dari luar negeri, yang juga mendorong harga beras semakin naik. Pemerintah gagal mengintervensi urusan ekonomi, dan protes pedesaan menyebar ke kota-kota kecil dan besar.
Kerusuhan
[sunting | sunting sumber]Kerusuhan Beras ini tak terkalahkan sepangan sejarah Jepang modern dalam ukuran dan tingkat kerusuhannya. Protes awal terjadi di kota nelayan kecil Uozu, Prefektur Toyama, tanggal 23 Juli 1918. Berawal dengan penandatanganan petisi yang damai, gangguan publik langsung berubah menjadi kerusahan, serangan, pengeboman terhadap kantor polisi dan gedung pemerintah dan kerusuhan bersenjata. Pada pertengahan September 1918, sekitar 623 kerusuhan terjadi di 38 kota, 153 kota kecil dan 177 desa, dengan lebih dari 2 juta partisipan. Sekitar 25.000 orang ditahan, 8.200 diantaranya dituduh atas berbagai kejahatan, dengan hukuman dari denda ringan hingga hukuman mati.[1]
Bertanggunjawab atas runtuhnya tatanan masyarakat, Perdana Menteri Terauchi dan kabinetnya akhirnya mundur tanggal 29 September 1918.
Kaitan dengan imperialisme Jepang juga dibicarakan. Para cendekiawan mengatakan untuk memenuhi permintaan beras yang melewati kemampuan produksi Jepang pada waktu itu, produksi beras kolonial di Taiwan dan Korea ditingkatkan.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Beasley, W.G. (1991). Japanese Imperialism 1894–1945. Oxford University Press. ISBN 0198221681.
- MacPherson, WJ (1995). The Economic Development of Japan 1868–1941. Cambridge University Press. ISBN 0521557925.
- Smitka, Michael (1998). Japanese Prewar Growth (Japanese Economic History 1600–1960). Routledge. ISBN 0815327056.