Kyai Lutfi Hakim

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ky. Lutfi Hakim
Ky. Lutfi Hakim pada Acara Bhayangkara ke 77

Kalem, bersahaja dan penuh kesederhanaan dalam kehidupan sehari-harinya namun siapa sangka dibalik kesederhanaannya tersimpan segudang prestasi yang pernah dilakukan mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat ini.

Tidak banyak orang tahu KH. Lutfi Hakim, MA, putra kedua dari sebelas bersaudara pasangan KHA. Zahrudin dan Hj. Samiyah ini. Sejak kecil sudah aktif sebagai aktivis dalam kegiatan kepramukaan setara Penegak Laksana. Sehingga dia mendapat kepercayaan untuk menerima bendera dari Provinsi Jawa Barat ke Provinsi DKI Jakarta dalam acara Kirab Peghijauan pada tahun 1990 dan dalam tahun yang sama aktivis muda ini juga mengikuti Kirab Gelar Senja yang diadakan Mbak Tutut, putri mantan Presiden Soeharto (Presiden RI Kedua) di Taman Mini Indonesia Indah. Tambahan lagi, sejak tahun 1989 di samping mendirikan Pondok Pesantren Yatim Ziyadatul Mubtadi-ien bersama KHA. Fadloli el-Muhir, dia juga aktif memberi pengajian dan memberantas buta huruf Alqur’an di kalangan anak-anak nakal atau dikenal dengan istilah “preman”.

Sebagai orang yang lahir dari keluarga yang taat beragama, selepas Madrasah Aliyah, Lutfi Hakim melanjutkan jenjang pendidikannya di Universitas Institut Agama Islam Negeri (IAIN sekarang menjadi UIN) Jakarta pada tahun 1991, sosok yang gemar filsafat terutama filsafat Marxisme semasa kuliah juga menjadi senat di Fakultas Dakwah Universitas Islam Negri (UIN) Ciputat ini.  Ketika kejenuhan dengan diskusi filsafat mulai merasuk akibat kegelisahannya melihat ketertindasan rakyat oleh rezim orde baru, Lutfi Hakim mulai turun ke jalan bersama dengan rekan-rekannya dari Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) untuk menyikapi masalah-masalah masyarakat di Orde Baru, dimana banyak tanah rakyat yang dibeli dengan harga sangat murah saat itu seperti kasus Kedung Ombo, Waduk Nipah, dan Rancamaya. Selain persoalan yang merugikan rakyat kecil dimana saat itu masyarakat tengah gemar akan judi yang berkedok undian berhadiah atau lebih dikenal dengan nama Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB), bersama almarhum Nuku Sulaiman dari Yayasan Pijar dirinya terketuk untuk menyikapi masalah yang tengah mewabah dimasyarakat saat itu.

Sebagai aktivis yang sejak kecil sudah ditanamkan rasa keimanan yang tinggi dirinya juga mengikuti Pendidikan Kader Ulama (PKU) di MUI Jakarta selama setahun (1996-1997) dan mulai aktif di majelis taklim, masjid dan mushallah untuk berdakwah dan memberikan pengajian. Ketika Pemda DKI Jakarta mulai memberlakukan perlunya Dewan Kelurahan (Dekel) yang mewakili masing-masing masyarakat di tingkat Rukun Warga, Lutfi Hakim dipercaya sebagai Ketua Dewan Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2005. Tahun 2004 memulai kariernya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Agama sebagai Petugas Pencatat Nikah (Penghulu), dan pernah menjadi panitia atau petugas haji selama hampir 3 (tiga) bulan di Daerah Kerja (Daker) Mekkah. Namun kiprahya sebagai PNS berakhir pada tahun 2011.

Pengunduran dirinya sebagai PNS pada tahun 2011 bukan tanpa sebab, hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), melanjutkan tongkat estafet Ketua Umum sebelumnya KHA. Fadloli el-Muhir  yang meninggal dunia pada Minggu 29 Maret 2009, sehingga lebih konsentrasi untuk membangun dan memberdayakan masyarakat Betawi khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Selain itu, Lutfi Hakim begitu kuat memegang prinsip rezeki itu datang tidak mengenal tempat dan waktu, tapi tergantung diri kita dan kedekatan kita pada Allah SWT. Prinsip tersebut membalikan logika kebanyakan masyarakat bahwa setiap orang harus punya pekerjaan tetap dan penghasilan tetap. Tapi sebaliknya, buat Lutfi Hakim yang penting tetap punya pekerjaan dan dan tetap punya penghasilan.

Sebelumnya Lutfi Hakim menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di organisasi masyarakat Forum Betawi Rempug (FBR) yang didirikannya bersama KHA. Fadloli el-Muhir pada tahun 2001 disalah satu pondok pesantren di daerah Jakarta Timur, yaitu Pondok Pesantren Yatim Ziyadatul Mubtadi’ien—yang muncul dari keprihatinan keduanya dengan kondisi masyarakat Betawi yang tertindas secara struktural dan kultural.

Seusai pemakaman almarhum KHA. Fadloli el-Muhir pada saat itu juga atas desakan jajaran Pimpinan Pusat, Korwil-Korwil, Ketua-ketua dan seluruh anggota FBR yang begitu kuat, secara aklamasi Lutfi Hakim di bai’at sebagai penerus dari almarhum KHA. Fadloli el-Muhir, walaupun keinginan dari anggota ini bertentangan dengan hati nuraninya yang tidak gila akan jabatan dan pangkat.  Menurutnya, lebih penting menjadi orang baik daripada merasa baik menjadi orang penting.

Jadi Pedagang Koran Untuk Membiayai Sekolahnya.

Pria yang lahir di Jakarta pada 5 Nopember 1972 ini, dalam kehidupan sehari-harinya juga menerapkan kesederhanaan kepada keempat putra putrinya dari perkawinannya dengan Hj. Eti Susilawati, SE yang dinikahinya pada tanggal 29 Juli 2000. Sebagai anak dari seorang Imam dan tokoh masyarakat, mereka tetap belajar di sekolah negeri dan bukan sekolah swasta yang terkenal.

Ayah dari dua putri dan dua putra ini memang sudah terbiasa hidup sederhana dan mandiri sejak kecil, walaupun terlahir dari keluarga terpandang  dan cukup berada Lutfi Hakim kecil diusianya yang baru tigabelas tahun tidak mengandalkan kedua orangtuanya untuk membiayai sekolahnya, dirinya memilih menjadi pedagang koran pada tahun delapanpuluhan, bahkan tidak hanya sebagai pedagang Koran pada tahun 1983-1986 beliau pernah menjadi cleaning service disalah satu dokter praktek di daerah Cakung Barat Jakarta Timur.

Dan siapa sangka Lutfi Hakim yang saat ini menjadi Imam dari ribuan bahkan ratusan ribu anggota FBR seJabodetabek pernah berdagang cabe dan kelapa di pasar Cakung dari tahun 1989 hingga tahun 1991.

Kiprahnya dalam hal berpolitik bukanlah hal yang baru baginya karena beliau pernah bergabung juga di dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada saat orde baru sebagai Wakil Sekretaris Cabang Jakarta Timur sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 1997, dan sebagai Ketua DPD Tingkat II Partai Demokrat Bersatu (PDB) Kotamadya Jakarta Timur pada tahun 2004 (Partai besutan Bambang W Soeharto ini akhirnya tidak lolos verifikasi sehingga tidak dapat menjadi peserta pemilu). Lebih jauh lagi, di era orde baru di saat Sri Bintang Pamungkas mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) Lutfi ikut bergabung di dalamnya sebagai Sekretaris Umum PUDI DKI Jakarta.

Kini, beliau lebih mengabdikan dirinya untuk memberdayakan masyarakat Betawi melalui Forum Betawi Rempug (FBR), di mana dengannya ide-ide, gagasan-gagasan dan pemikiran kreatifnya diarahkan untuk mewujudkan cita-cita besar kaum Betawi guna menjadi jawara dan juragan di kampungnya sendiri—sebagai wujud kekhalifahannya di muka bumi. [1] [2]

  1. ^ https://news.detik.com/infografis/d-4465596/lutfi-hakim-mafia-ahlak-alumnus-assyafiiyah
  2. ^ https://www.kompasiana.com/irwan.spaceind/55090d7f813311e319b1ee8c/kyai-lutfi-toleransi-dan-masa-depan-fbr