Masjid Agung Nurul Islam
0°41′10″S 100°46′40″E / 0.686050°S 100.77775°E
Masjid Agung Nurul Islam مسجد اڬوڠ نور الإسلام ساوهلونتو | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Kelurahan Kubang Sirakuak Utara, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Peletakan batu pertama | 1894 |
Spesifikasi | |
Panjang | 60 meter |
Lebar | 60 meter |
Kubah | 5 |
Menara | 1 |
Tinggi menara | 85 meter[butuh rujukan] |
Masjid Agung Nurul Islam atau juga dikenal sebagai Masjid Agung Sawahlunto adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang terletak di Kelurahan Kubang Sirakuak Utara, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Lokasinya berjarak sekitar 150 meter dari Museum Kereta Api Sawahlunto.[1]
Masjid yang dibangun pada masa penjajahan Belanda ini pada awalya merupakan bangunan pusat pembangkit listrik bertenaga uap. Bangunan itu dibangun pada tahun 1894 dan berubah fungsi menjadi masjid sejak tahun 1952, sementara cerobong asapnya kemudian dijadikan sebagai menara dengan tambahan kubah setinggi 10 meter.[2]
Bangunan utama masjid ini berukuran 60 × 60 meter dan memiliki satu kubah besar di tengah yang dikelilingi oleh empat kubah dengan ukuran yang lebih kecil.[3] Di bawah bangunan masjid terdapat lubang perlindungan yang sempat dipakai untuk tempat merakit senjata, granat tangan, dan mortir.[4]
Saat ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, masjid berlantai dua ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat sekitar.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pertumbuhan infrastruktur di Kota Sawahlunto yang dipicu oleh aktivitas pertambangan batu bara mengalami perkembangan pesat pada akhir abad ke-19. Sejalan dengan itu, untuk dapat menggerakkan berbagai mesin listrik, pemerintah Hindia Belanda membangun pusat pembangkit listrik bertenaga uap (PLTU) dengan memanfaatkan aliran Batang Lunto di Kubang Sirakuak pada tahun 1894.[5][6] Namun, mengingat debit air sungai yang berada di pinggir PLTU tersebut kian berkurang, pemerintah Hindia Belanda membangun PLTU pengganti di Salak, Talawi pada tahun 1924 yang memanfaatkan aliran Batang Ombilin.[7]
Bangunan PLTU di Kubang Sirakuak yang sudah tidak berfungsi lagi sempat dijadikan sebagai tempat perlindungan dan perakitan senjata oleh para pejuang kemerdekaan di Sawahlunto selama revolusi Indonesia sebelum akhirnya berubah menjadi masjid sejak tahun 1952, sementara bangunan cerobong asap setinggi lebih dari 75 meter kemudian dijadikan sebagai menara masjid dengan tambahan kubah setinggi 10 meter.[6]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- Catatan kaki
- Daftar pustaka
- Asoka, Andi (2005). Sawahlunto Dulu, Kini, dan Esok Menyongsong Kota Wisata Tambang yang Berbudaya. Yogyakarta: Meja Malam Desain Grafis dan Nailil Printika. ISBN 978-979-3723-50-1.
- "Wisata Tambang di Sawahlunto". VIVAnews.com. 2012-06-14. Diakses tanggal 2012-09-07.[pranala nonaktif permanen]
- "Sawahlunto: Kota Tua Bernuansa Pertambangan". Indonesia Travel. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-12. Diakses tanggal 2012-09-07.
- "Bungker Peninggalan Belanda Ditemukan". Liputan6.com. 2005-06-06. Diakses tanggal 2012-09-07.
- "Pembangkit Listrik Jadi Masjid". Sumut Pos. 2011-12-04. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-29. Diakses tanggal 2012-09-07.
- "Melihat Bekas Pabrik Senjata Pejuang Sawahlunto". PadangKini.com. 2008-08-14. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-07. Diakses tanggal 2012-09-07.
- Aroengbinang, Bambang (26 Juli 2012). "Masjid Agung Nurul Islam Sawahlunto". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-13. Diakses tanggal 2012-09-07.