Lompat ke isi

Material swapulih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Material swasembuh)
Pengukuran tiga dimensi material swapulih yang diukur dengan menggunakan mikroskop holografik digital. Permukaan material telah digores oleh alat logam.
Penampang material swapulih yang pulih dari goresan.

Material swapulih (disebut juga material swasembuh, bahasa Inggris: self-healing material) adalah senyawa buatan atau sintetis yang memiliki kemampuan bawaan untuk memperbaiki kerusakan dengan sendirinya secara otomatis tanpa intervensi manusia atau diagnosis eksternal. Secara umum, material akan terdegradasi seiring waktu akibat kelelahan, kondisi lingkungan, atau kerusakan yang dialami selama penggunaan. Retak dan jenis kerusakan lainnya pada tingkat mikroskopis menunjukkan perubahan sifat termal, listrik, dan akustik dari material, serta perambatan retak dapat memicu kejadian kegagalan material. Pada umumnya retak sulit dideteksi pada tahap awal dan intervensi manual diperlukan untuk melakukan inspeksi dan perbaikan berkala. Berkebalikan dengan hal tersebut, material swapulih melawan degradasi melalui inisiasi mekanisme perbaikan dalam merespons kerusakan mikro.[1]:1–2 Beberapa material swapulih dikategorikan sebagai struktur pintar yang dapat beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan berdasarkan sifat aktuasi dan penginderaan material tersebut.[1]:145

Walaupun jenis material swapulih yang paling umum merupakan kategori polimer atau elastomer, sifat swapulih mencakup seluruh kategori material, yaitu logam, keramik, dan material bersemen. Mekanisme pemulihan bervariasi, mulai dari perbaikan intrinsik hingga penambahan agen perbaikan dalam pembuluh mikroskopis. Untuk material yang secara ketat terdefinisi sebagai material swapulih otonom, terdapat sifat penting bahwa proses pemulihan terjadi tanpa intervensi manusia. Sementara itu, terdapat polimer swapulih yang teraktivasi sebagai respons dari stimulus eksternal (cahaya, perubahan temperatur, dll.) untuk memulai proses pemulihan.

Material yang dapat memperbaiki kerusakan akibat penggunaan normal secara intrinsik dapat mencegah biaya yang diakibatkan oleh kegagalan material, menurunkan biaya berbagai proses industri melalui masa hidup yang lebih panjang, dan mereduksi ketakefektifan akibat degradasi seiring waktu.[2]

Bangsa Romawi Kuno menggunakan semacam lepa kapur yang diketahui memiliki sifat swapulih.[3] Pada tahun 2014, geolog Marie Jackson dan koleganya membuat ulang jenis lepa yang digunakan pada Pasar Trajanus dan struktur Romawi lainnya, seperti Pantheon dan Koloseum, serta mempelajari respons material tersebut terhadap keretakan.[4] Bangsa Romawi mencampurkan jenis abu vulkanik tertentu yang disebut tras rosse, berasal dari Perbukitan Alban, dengan kapur tohor dan air. Mereka menggunakan campuran tersebut untuk melekatkan bongkahan batu putih, agregat dari batuan vulkanik, yang berukuran sekitar satu desimeter.[3] Sebagai hasil aktivitas tras dalam pemulihan material, kapur berinteraksi dengan senyawa lain di dalam campuran dan terganti dengan kristal mineral kalsium aluminosilikat yang disebut stratlingit. Kristal stratlingit yang berbentuk lempengan tumbuh di dalam matriks semen, termasuk pada zona antarmuka tempat retakan cenderung terbentuk. Berlangsungnya pembentukan kristal ini menyatukan lepa dan agregat kasar, melawan pembentukan retak, dan menghasilkan material yang bertahan hingga 1.900 tahun.[5][6]

Ilmu material

[sunting | sunting sumber]

Material swapulih baru muncul sebagai bidang studi yang dikenal secara luas pada abad ke-21. Konferensi internasional bertopik material swapulih pertama diadakan pada tahun 2007.[7] Bidang studi material swapulih berkaitan dengan material biomimetika seperti permukaan dan material baru dengan kemampuan swaorganisasi yang dilekatkan, di antaranya material swalumas dan swabersih.[8]

Biomimetika

[sunting | sunting sumber]

Tumbuhan dan hewan memiliki kemampuan untuk merapatkan dan menyembuhkan luka. Pada tumbuhan, kemampuan swarapat mencegah tumbuhan mengalami desikasi dan infeksi oleh kuman patogenik. Perapatan luka memberikan waktu terhadap proses swapulih untuk menutup luka juga sebagian memberikan kontribusi dalam pengembalian sifat mekanis dari organ tumbuhan. Berdasarkan berbagai proses swarapat dan swapulih pada tumbuhan, berbagai prisip fungsional diimplimentasikan pada material swapulih yang terinspirasi oleh proses biologis ini.[9][10][11] Tautan yang menghubungkan antara model biologis dan aplikasi teknis adalah proses abstraksi yang menjelaskan prinsip fungsional yang mendasari model biologis dan dapat menjadi model analitis[12] atau model numerik. Dalam kasus yang sebagian besar proses fisika-kimianya melibatkan proses transfer secara khusus memberikan hasil yang menjanjikan.

Pengembangan sistem swapulih pada komposit polimer dilakukan melalui pendekatan perancangan biomimetika ini.[13][14] Salah satu struktur polimer tersebut pada dasarnya meniru struktur kulit. Struktur ini tersusun dari substrat epoksi mengandung kisi saluran mikro yang memuat disiklopentadiena (DCPD) dan digabungkan dengan katalis Grubbs pada permukaannya. Material ini menunjukkan pemulihan ketangguhan parsial setelah fraktur dan dapat diuji berkali-kali karena kemampuan pemenuhan saluran setelah pemakaian. Proses pemulihan ini tidak berulang selamanya akibat pertumbuhan retak seiring waktu pada polimer di bidang pemulihan sebelumnya.[15]

Busa pelapis dari struktur pneumatik juga dikembangkan melalui biomimetika yang terinspirasi oleh proses swarapat cepat pada tumbuhan merambat Aristolochia macrophylla dan spesies yang berkaitan lainnya.[16] Dengan berat dan ketebalan lapisan busa yang rendah, efisiensi pemulihan maksimum dapat dicapai sebesar 99,9% dan bahkan lebih.[17][18][19] Model lainnya adalah bantalan lateks tumbuhan seperti pada beringin (Ficus benjamina), pohon para (Hevea brasiliensis), dan Euphorbia spp. yang melibatkan koagulasi lateks dalam merapatkan lesi.[20][21][22] Strategi swarapat berbeda pada material elastomerik dikembangkan dan menunjukkan pemulihan mekanis yang signifikan setelah memiliki lesi makroskopis.[23][24]

Polimer dan elastomer swapulih

[sunting | sunting sumber]

Pada abad ini, polimer menjadi material dasar dari produk di dalam kehidupan sehari-hari seperti plastik, karet, film, serat, atau cat. Permintaan yang sangat besar ini memaksa untuk meningkatkan reliabilitas dan masa pakai, serta merancang suatu kelas material polimerik baru yang dapat memulihkan fungsionalitas material setelah mengalami kerusakan atau kelelahan. Material polimer ini dapat dibagi menjadi dua kelompok berbeda berdasarkan pendekatan mekanisme swapulih, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.[25][26]

Polimer swapulih otonom mengikuti proses tiga tahap yang sangat mirip dengan respons biologis. Pada saat terjadinya kerusakan, respons pertama adalah aktuasi atau pemicuan yang terjadi hampir seketika setelah kerusakan bertahan. Respons selanjutnya adalah mentranspor material ke wilayah terdampak yang juga berlangsung sangat cepat. Respons terakhir adalah proses perbaikan kimiawi. Proses ini beragam bergantung pada mekanisme pemulihan yang tersedia (seperti polimerisasi, pengaitan, dan pertautan silang terbalikkan). Material ini juga dapat diklasifikasikan menurut tiga mekanisme pemulihan (berbasis kapsul, berbasis vaskular, dan intrinsik) yang dapat dihubungkan secara kronologis melalui empat generasi.[27] Walaupun memiliki kemiripan pada beberapa hal, mekanisme ini berbeda pada respons yang tersembunyi atau tercegah hingga kerusakan aktual bertahan.

Pemecahan polimer

[sunting | sunting sumber]

Dari perspektif molekul, polimer tradisional mengalami leleh akibat tegangan mekanis melalui pembelahan ikatan sigma.[28] Sementara polimer lebih baru dapat mengalami leleh dengan cara berbeda, polimer tradisional pada biasanya mengalami leleh melalui pembelahan ikatan homolitik atau heterolitik. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana suatu polimer mengalami leleh adalah jenis tegangan, sifat kimiawi yang melekat pada polimer, tingkat dan jenis solvasi, dan temperatur.[28] Dari perspektif makromolekul, tegangan menyebabkan kerusakan pada tingkat molekul dan mengarah pada kerusakan skala yang lebih besar disebut retakan mikro.[29] Retakan mikro terbentuk ketika kedekatan rantai polimer yang bersebelahan mengalami kerusakan, menyebabkan pelemahan serat secara keseluruhan.[29]

Pembelahan ikatan homolitik

[sunting | sunting sumber]
Pembelahan homolitik dari poli(metil metakrilat) (PMMA).

Polimer telah teramati memiliki proses pembelahan ikatan homolitik melalui penggunaan pengangkut radikal bebas seperti DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrasil) dan PMNB (pentametilnitrosobenzena). Ketika ikatan terbelah secara homolitik, dua spesies radikal terbentuk yang dapat bergabung ulang untuk memperbaiki kerusakan atau menginisiasi pembelahan homolitik lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut.[28]

Pembelahan ikatan heterolitik

[sunting | sunting sumber]
Pembelahan heterolitik dari polietilena glikol.

Polimer juga telah teramati memiliki proses pembelahan ikatan heterolitik melalui eksperimen pelabelan isotop. Ketika ikatan terbelah secara heterolitik, spesies kation dan anion terbentuk yang dapat bergabung ulang untuk memperbaiki kerusakan, mengalami pendinginan cepat oleh pelarut, atau dapat bereaksi secara destruktif dengan polimer terdekat.[28]

Pembelahan ikatan terbalikkan

[sunting | sunting sumber]

Beberapa polimer secara tak normal mengalami leleh terbalikkan akibat tegangan mekanis.[30] Polimer berbasis reaksi Diels-Alder memiliki proses sikloadisi terbalikkan dengan tegangan mekanis membelah dua ikatan sigma pada reaksi retro Diels-Alder. Tegangan ini menghasilkan tambahan elektron ikatan pi yang berlawanan dengan pembentukan radikal bebas atau gugus bermuatan.[2]

Pemecahan supramolekul

[sunting | sunting sumber]

Polimer supramolekul tersusun atas monomer yang berikatan secara non kovalen.[31] Ikatan yang umum terjadi di antaranya ikatan hidrogen,[32] koordinasi logam, dan gaya van der Waals.[31] Tegangan mekanis pada polimer supramolekul menyebabkan disrupsi ikatan non kovalen tertentu, mengarah pada pemisahan monomer dan pemecahan polimer.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Ghosh, Swapan Kumar (2008). Self-healing materials : fundamentals, design Strategies, and applications (edisi ke-1st). Weinheim: Wiley – VCH. hlm. 145. ISBN 978-3-527-31829-2. 
  2. ^ a b Yuan YC, Yin T, Rong MZ, Zhang MQ (2008). "Self healing in polymers and polymer composites. Concepts, realization and outlook: A review". Express Polymer Letters. 2 (4): 238–50. doi:10.3144/expresspolymlett.2008.29alt=Dapat diakses gratis. 
  3. ^ a b Wayman, Erin (16 November 2011). "The Secrets of Ancient Rome's Buildings". Smithsonian. Diakses tanggal 13 November 2016. 
  4. ^ "Back to the Future with Roman Architectural Concrete". Lawrence Berkeley National Laboratory. University of California. 15 Desember 2014. Diakses tanggal 17 November 2016. 
  5. ^ Hartnett, Kevin (19 Desember 2014). "Why is ancient Roman concrete still standing?". Boston Globe. Diakses tanggal 17 November 2016. 
  6. ^ Jackson MD, Landis EN, Brune PF, Vitti M, Chen H, Li Q, et al. (December 2014). "Mechanical resilience and cementitious processes in Imperial Roman architectural mortar". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 111 (52): 18484–89. Bibcode:2014PNAS..11118484J. doi:10.1073/pnas.1417456111alt=Dapat diakses gratis. PMC 4284584alt=Dapat diakses gratis. PMID 25512521. 
  7. ^ "First international conference on self-healing materials". Universitas Teknologi Delft. 12 April 2007. Diakses tanggal 19 May 2013. 
  8. ^ Nosonovsky M, Rohatgi P (2011). Biomimetics in Materials Science: Self-healing, self-lubricating, and self-cleaning materials. Springer Series in Materials Science. 152. Springer. ISBN 978-1-4614-0925-0. 
  9. ^ Speck T, Mülhaupt R, Speck O (2013). "Self-healing in plants as bio-inspiration for self-repairing polymers". Dalam Binder W. Self-Healing Polymers. Wiley-VCH. hlm. 61–89. doi:10.1002/9783527670185.ch2. ISBN 978-3-527-33439-1. 
  10. ^ Speck O, Schlechtendahl M, Borm F, Kampowski T, Speck T (2013). "Bio-inspired self-healing materials". Dalam Fratzl P, Dunlop JW, Weinkamer R. Materials Design Inspired by Nature: Function through Inner Architecture. RSC Smart Materials. 4. The Royal Chemical Society. hlm. 359–89. 
  11. ^ Speck O, Luchsinger R, Rampf M, Speck T (2014). "Selbstreparatur in Natur und Technik. – Konstruktion": 9, 72–75, 82. 
  12. ^ Konrad W, Flues F, Schmich F, Speck T, Speck O (November 2013). "An analytic model of the self-sealing mechanism of the succulent plant Delosperma cooperi". Journal of Theoretical Biology. 336: 96–109. Bibcode:2013JThBi.336...96K. doi:10.1016/j.jtbi.2013.07.013. PMID 23907028. 
  13. ^ Trask RS, Williams HR, Bond IP (March 2007). "Self-healing polymer composites: mimicking nature to enhance performance". Bioinspiration & Biomimetics. 2 (1): P1–9. Bibcode:2007BiBi....2....1T. doi:10.1088/1748-3182/2/1/P01. PMID 17671320. 
  14. ^ "Genesys Reflexive (Self-Healing) Composites". Cornerstone Research Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-20. Diakses tanggal 2 Oktober 2009. 
  15. ^ Toohey KS, Sottos NR, Lewis JA, Moore JS, White SR (August 2007). "Self-healing materials with microvascular networks" (PDF). Nature Materials. 6 (8): 581–85. doi:10.1038/nmat1934. PMID 17558429. 
  16. ^ Busch S, Seidel R, Speck O, Speck T (July 2010). "Morphological aspects of self-repair of lesions caused by internal growth stresses in stems of Aristolochia macrophylla and Aristolochia ringens". Proceedings. Biological Sciences. 277 (1691): 2113–20. doi:10.1098/rspb.2010.0075. PMC 2880149alt=Dapat diakses gratis. PMID 20236971. 
  17. ^ Rampf M, Speck O, Speck T, Luchsinger RH (2013). "Investigation of a fast mechanical self-repair mechanism for inflatable structures". International Journal of Engineering Science. 63: 61–70. doi:10.1016/j.ijengsci.2012.11.002. 
  18. ^ Rampf M, Speck O, Speck T, Luchsinger RH (2012). "Structural and mechanical properties of flexible polyurethane foams cured under pressure". Journal of Cellular Plastics. 48: 49–65. doi:10.1177/0021955X11429171. 
  19. ^ Rampf M, Speck O, Speck T, Luchsinger RH (2011). "Self-repairing membranes for inflatable structures inspired by a rapid wound sealing process of climbing plants". Journal of Bionic Engineering. 8 (3): 242–50. doi:10.1016/S1672-6529(11)60028-0. 
  20. ^ Bauer G, Speck T (March 2012). "Restoration of tensile strength in bark samples of Ficus benjamina due to coagulation of latex during fast self-healing of fissures". Annals of Botany. 109 (4): 807–11. doi:10.1093/aob/mcr307. PMC 3286277alt=Dapat diakses gratis. PMID 22207613. 
  21. ^ Bauer G, Friedrich C, Gillig C, Vollrath F, Speck T, Holland C (January 2014). "Investigating the rheological properties of native plant latex". Journal of the Royal Society, Interface. 11 (90): 20130847. doi:10.1098/rsif.2013.0847. PMC 3836322alt=Dapat diakses gratis. PMID 24173604. 
  22. ^ Bauer G, Gorb SN, Klein MC, Nellesen A, von Tapavicza M, Speck T (2014). "Comparative study on plant latex particles and latex coagulation in Ficus benjamina, Campanula glomerata and three Euphorbia species". PLOS ONE. 9 (11): e113336. Bibcode:2014PLoSO...9k3336B. doi:10.1371/journal.pone.0113336alt=Dapat diakses gratis. PMC 4237448alt=Dapat diakses gratis. PMID 25409036. 
  23. ^ Nellesen A, Von Tapavicza M, Bertling J, Schmidt AM, Bauer G, Speck T (2011). "Pflanzliche Selbstheilung als Vorbild für selbstreparierende Elastomerwerkstoffe, GAK – Gummi, Fasern, Kunststoffe" [Self-healing in plants as a model for self-repairing elastomer materials]. International Polymer Science and Technology. 64 (8): 472–75. 
  24. ^ Schüssele AC, Nübling F, Thomann Y, Carstensen O, Bauer G, Speck T, Mülhaupt R (2012). "Self-healing rubbers based on NBR blends with hyperbranched polyethylenimines". Macromolecular Materials and Engineering. 9 (5): 411–19. doi:10.1002/mame.201100162. 
  25. ^ Yang Y, Urban MW (September 2013). "Self-healing polymeric materials". Chemical Society Reviews. 42 (17): 7446–67. doi:10.1039/c3cs60109a. PMID 23864042. 
  26. ^ Mahajan, Mahendra S.; Gite, Vikas V. (2019). "Microcapsule-Assisted Smart Coatings". Dalam Mishra, Munmaya K. Applications of Encapsulation and Controlled Release (edisi ke-1). CRC Press. hlm. 249. doi:10.1201/9780429299520. ISBN 9780429299520. 
  27. ^ Utrera-Barrios, Saul; Verdejo, Raquel; López-Manchado, Miguel A.; Hernández Santana, Marianella (2020). "Evolution of self-healing elastomers, from extrinsic to combined intrinsic mechanisms: a review". Materials Horizons. 7 (11): 2882–2902. doi:10.1039/D0MH00535Ealt=Dapat diakses gratis. 
  28. ^ a b c d Caruso MM, Davis DA, Shen Q, Odom SA, Sottos NR, White SR, Moore JS (November 2009). "Mechanically-induced chemical changes in polymeric materials". Chemical Reviews. 109 (11): 5755–98. doi:10.1021/cr9001353. PMID 19827748. 
  29. ^ a b Hayes SA, Zhang W, Branthwaite M, Jones FR (April 2007). "Self-healing of damage in fibre-reinforced polymer-matrix composites". Journal of the Royal Society, Interface. 4 (13): 381–87. doi:10.1098/rsif.2006.0209. PMC 2359850alt=Dapat diakses gratis. PMID 17311783. 
  30. ^ Bergman SD, Wudl F (2008). "Mendable Polymers". Journal of Materials Chemistry. 18: 41–62. doi:10.1039/b713953p. 
  31. ^ a b Armstrong G, Buggy M (2005). "Hydrogen-bonded supramolecules polymers: A literature review". Journal of Materials Science. 40 (3): 547–59. Bibcode:2005JMatS..40..547A. doi:10.1007/s10853-005-6288-7. 
  32. ^ Utrera-Barrios, Saul; Hernández Santana, Marianella; Verdejo, Raquel; López-Manchado, Miguel A. (17 January 2020). "Design of Rubber Composites with Autonomous Self-Healing Capability". ACS Omega. 5 (4): 1902–10. doi:10.1021/acsomega.9b03516alt=Dapat diakses gratis. PMC 7003207alt=Dapat diakses gratis. PMID 32039326. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]