Pakubuwana III
Pakubuwana III ꦥꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧓꧇ | |||||
---|---|---|---|---|---|
Sri Susuhunan Pakubuwana III | |||||
Susuhunan Surakarta ke-2 | |||||
Bertakhta | 1749 – 1788 | ||||
Pendahulu | Susuhunan Pakubuwana II | ||||
Penerus | Susuhunan Pakubuwana IV | ||||
Patih | Mangkupraja I (1755‒1769) Sasradiningrat I (1769‒1782) Sindureja (1782‒1784) Jayadiningrat (1784‒1796) | ||||
Kelahiran | Raden Mas Suryadi 24 Februari 1732 Kartasura, Mataram | ||||
Kematian | 26 September 1788 Karaton Surakarta, Surakarta Hadiningrat | (umur 56)||||
Pemakaman | |||||
| |||||
Wangsa | Mataram | ||||
Ayah | Susuhunan Pakubuwana II | ||||
Ibu | GKR. Hemas | ||||
Agama | Islam |
Sri Susuhunan Pakubuwana III (bahasa Jawa: ꦥꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧓꧇, translit. Pakubuwana Katelu, har. 'Pakubuwana Tiga'; 24 Februari 1732 – 26 September 1788) adalah susuhunan kedua Surakarta yang memerintah tahun 1749 – 1788.
Biografi
[sunting | sunting sumber]Sunan Pakubuwana III memiliki nama asli Raden Mas Suryadi, putra Pakubuwana II yang lahir dari permaisuri GKR. Hemas, putri Pangeran Purbaya dari Lamongan (putra Pakubuwana I).
Pakubuwana III naik takhta pada tanggal 15 Desember 1749 menggantikan ayahnya yang sakit keras. Ia ditunjuk sebagai raja oleh Baron von Hohendorff sesuai wasiat Pakubuwana II kepadanya, untuk menobatkan Raden Mas Suryadi sebagai raja selanjutnya.
Pemberontakan
[sunting | sunting sumber]Perlawanan Pangeran Mangkubumi
[sunting | sunting sumber]Pakubuwana III ketika menjadi raja dihadapkan dengan pemberontakan di masa pemerintahan ayahnya. Pemberontakan tersebut dipelopori oleh pamannya sendiri, Pangeran Mangkubumi sejak tahun 1746. Pihak pemberontak sendiri telah mengangkat Pangeran Mangkubumi sebagai Pakubuwana III dan Pangeran Sambernyawa sebagai patihnya pada tanggal 12 Desember 1749 di basis pertahanan mereka.
Pada tahun 1752 terjadi perpecahan antara Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa. VOC segera menawarkan perdamaian dengan Pangeran Mangkubumi.
Perundingan dilakukan dan berakhir dengan kesepakatan Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755. Perjanjian tersebut berisi pengakuan kedaulatan Pangeran Mangkubumi sebagai raja yang menguasai setengah wilayah kekuasaan Pakubuwana III. Sebelumnya, Pangeran Mangkubumi pernah mengangkat diri sebagai susuhunan dan bergelar Pakubuwana III di daerah Kabanaran, bersamaan saat pelantikan Raden Mas Suryadi menjadi Pakubuwana III.[1]
Berdasarkan hasil perjanjian yang telah disepakati, Pangeran Mangkubumi tidak diperbolehkan menggunakan gelar susuhunan. Pada tanggal 23 September 1754 akhirnya tercapai nota kesepahaman bahwa Pangeran Mangkubumi akan memakai gelar sebagai sultan yang bergelar Hamengkubuwana I dan membangun kerajaan baru bernama Kesultanan Yogyakarta.[2]
Pada perkembangan selanjutnya, kerajaan yang dipimpin Hamengkubuwana I disebut dengan nama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, sedangkan kerajaan yang dipimpin Pakubuwana III disebut dengan nama Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Perlawanan Pangeran Sambernyawa
[sunting | sunting sumber]Seusai Perjanjian Giyanti, Pangeran Sambernyawa merasa dikhianati oleh Pangeran Mangkubumi. Akhirnya ia pun menjadi musuh Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Perlawanan Pangeran Sambernyawa mulai melemah akhirnya ia terdesak dan bersedia berunding dengan VOC sejak 1756.
Puncaknya, pada bulan Maret 1757 Pangeran Sambernyawa menyatakan kesetiaan terhadap VOC, Surakarta dan Yogyakarta melalui Perjanjian Salatiga. Sejak itu, Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said bergelar Mangkunagara I. Daerah yang dipimpinnya bernama Kadipaten Mangkunagaran, sebidang tanah pemberian Pakubuwana III hasil pembagian wilayah Mataram.
Akhir pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Kelemahan politik Pakubuwana III menyebabkan keadaan pulau Jawa menjadi tegang. Muncul komplotan pemberontak yang berusaha mengendalikan pemerintahannya. Suasana tegang ini berlangsung sampai kematiannya tanggal 26 September 1788.
Pakubuwana III digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana IV, seorang raja yang lebih cakap dan pemberani dalam mengambil sikap politiknya.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ infid (2017-12-09). "Treaty of Giyanti". infid.be (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 28-08-2021.
- ^ Frederick & Worden 1993, The Dutch on Java, 1619–1755: "Perang berlangsung hingga tahun 1755, ketika Perjanjian Giyanti disahkan, mengakui Pakubuwana III (memerintah 1749–55) sebagai penguasa Surakarta dan Mangkubumi (yang mengambil gelar sultan dan nama Hamengkubuwana) sebagai penguasa Yogyakarta."
Kepustakaan
[sunting | sunting sumber]- M.C. Ricklefs. (1991). Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Pigeaud, Theodore Gauthier Th. (1967). Literature of Java: Synopsis of Javanese Literature, 900-1900 A.D. The Hague: Martinus Nijhoff
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Susuhunan Pakubuwana II |
Susuhunan Surakarta 1749 ‒ 1788 |
Diteruskan oleh: Susuhunan Pakubuwana IV |