Lompat ke isi

Pengalaman keagamaan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Pengalaman religius)

Pengalaman keagamaan (terkadang disebut "pengalaman", pengalaman spiritual, pengalaman suci, spiritual awakening, atau pengalaman mistis) adalah sebuah pengalaman subyektif seseorang yang ditafsirkan dalam aspek keagamaan.[1] Konsep tersebut bermula pada abad ke-19, sebagai pertahanan melawan perkembangan rasionalisme dari masyarakat Barat.[2] William James merupakan orang memopulerkan konsep tersebut.[2] Di beberapa agama, dikatakan bahwa hal ini terkadang hasil dari unverified personal gnosis.[3][4]

Banyak agama dan tradisi mystic (orang yang berusaha mendapat ilmu keagamaan)[5] melihat pengalaman keagamaan (terutama pengetahuan yang didapatkan) merupakan suatu revelation yang disebabkan oleh divine agency dibandingkan dengan proses alamiah. Mereka bisa dianggap benar-benar bertemu dengan Tuhan/dewa, atau hubungan nyata dengan higher-order realities dimana orang biasanya tidak menyadari hal tersebut.[6]

Orang skeptis mungkin melihat pengalaman keagamaan adalah suatu perkembangan bagian otak manusia yang dapat di pelajari.[note 1] Persamaan dan perbedaan antara pengalaman keagamaan di berbagai budaya telah membuat cendikiawan dapat mengkategorikan mereka untuk dipelajari secara akademik.[7]

Macam-macam definisi pengalaman keagamaan

[sunting | sunting sumber]

William James

[sunting | sunting sumber]

Psikologis dan filsuf William James (1842–1910) mendeskripsikan empat karakteristik pengalaman mistis dalam bukunya The Varieties of Religious Experience (1901/1902). Berdasarkan James, pengalaman seperti itu adalah :

  • Transient : Pengalaman bersifat sementara dan individu dapat kembali “normal”. Seseorang merasa ketidak-normalan persepsi ruang dan waktu.
  • Ineffable : Pengalaman tidak dapat dijelaskan kata-kata.
  • Noetic : Individu merasa bahwa dia telah mempelajari sesuatu yang berharga dari pengalaman tersebut. Merasa telah mendapat pengetahuan yang normalnya tersembunyi dari pemahaman manusia.
  • Passive : Pengalaman yang terjadi kepada seseorang, kebanyakan tidak dapat dikontrol secara sadar. Walaupun ada aktifitas seperti meditasi, yang dapat membuat pengalaman keagamaan dapat di kontrol kapan berjalan dan kapan berhenti.

Rudolf Otto

[sunting | sunting sumber]

Filsuf dan theologian dari German, Rudolf Otto (1869–1937) berpendapat bahwa terdapat satu faktor umum yang sama dalam semua pengalaman keagamaan, dan tidak bergantung dari latar belakang budaya. Dalam bukunya The Idea of the Holy (1923) dia mengidentifikasi factor ini sebagai numinous. Pengalaman numinous mempunyai dua aspek :

  • mysterium tremendum, dimana merupakan tendensi untuk memberikan ketakutan dan goncangan.
  • mysterium fascinans, suatu tendensi untuk menarik, memikat dan compel (dorongan).

Pengalaman numinous adalah ketika seseorang merasa di dalam kebersamaan dengan suatu yang holy. Otto melihat numinous sebagai satu-satunya kemungkinan pengalaman keagamaan. Dia menyatakan "There is no religion in which it [the numinous] does not live as the real innermost core and without it no religion would be worthy of the name"[8] ( tidak ada agama dimana hal itu (numinous) tidak hidup sebagai inti dari innermost yang nyata dan tanpa itu tidak ada agama yang berharga namanya). Otto tidak menganggap tipe lain dari pengalaman keagamaan seperti ecstasy dan antusiasme secara serius dan ber-opini bahwa mereka merupakan 'vestibule of religion'.

Norman Habel

[sunting | sunting sumber]

Norman Habel seorang Biblical scholar mendefinisiakan pengalaman keagamaan sebagai jalan terstruktur dimana beliver masuk kedalam hubungan atau mendapatkan kesadaran tentang kedalaman makna dari suatu tradisi agama.[9] Pengalaman keagamaan dari sifat alaminya merupakan preternatural/supernatural, jadi itu, diluar kebiasaan atau diluar aturan alamiah. Hal itu mungkin sulit untuk dibedakan dari psychopathological states seperti psychoses atau bentuk altered awareness.[10] Tidak semua pengalaman preternatural dapat dianggap pengalaman keagamaan. Berdasarkan pengertian Habel, psychopathological states atau drug-induced states of awareness tidak dapat dianggap sebagai pengalaman keagamaan karena mereka kebanyakan tidak dilakukan dengan suatu tradisi agama.

Moore and Habel mengidentifikasi dua kelas dari pengalaman keagamaan, yakni :[11]

  • Mediated : dalam pengalaman mediated ,beliver mengalami sesuatu yang holy melalui media, seperti ritual, orang yang special, grup religious, objek totemic atau dunia alam.[12]
  • Immediate : dalam pengalaman immediate, pengalaman datang ke beliver tanpa suatu angency atau mediator. Divine di alami secara langsung.

Richard Swinburne

[sunting | sunting sumber]

Dalam bukunya yang berjudul Faith and Reaso, filsuf Richard Swinburne memformulasikan lima kategori dalam pengalaman keagamaan :

  • Public : beliver “melihat tangan Tuhan bekerja di dunia”, dimana ada kemungkinan penjelasan lain seperti saat melihat keindahan matahari tenggelam.
  • Public : sebuah even tak biasa yang melanggar hukum alam seperti berjalan diatas air.
  • Private : dapat di deskripsikan dengan bahasa sehari-hari seperti pengelihatan Jacob tentang tangga.
  • Private : tidak dapat di deskripsikan menggunakan bahasa biasa, biasanya pengalaman mistis seperti "white did not cease to be white, nor black cease to be black, but black became white and white became black." (putih tidak berhenti menjadi putih, atau hitam tidak berhenti menjadi hitam melainkan hitam menjadi putih dan putih menjadi hitam)
  • Private : suatu yang tidak spesifik, perasaan umum dari Tuhan bekerja pada hidup seseorang.

Swinburne juga memberikan dua prinsip untuk assessment dari pengalaman keagamaan :

  • Principle of Credulity : Dengan tidak ada alasan apapun untuk menolak dan tidak mempercayai itu, seseorang seharusnya menerima apa yang terjadi adalah benar seperti jika seseorang melihat orang berjalan diatas air seseorang harus percaya bahwa hal tersebut benar terjadi.
  • Principle of Testimony : Dengan tidak ada alasan apapun untuk tidak mempercayai mereka, seseorang seharusnya menerima bahwa saksi atau beliver mengatakan hal yang benar saat mereka memberi kesaksian tentang pengalaman keagamaan.
  1. ^ Such study may be said to have begun with the American psychologist and philosopher William James in his 1901/02 Gifford Lectures later published as The Varieties of Religious Experience.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Samy, AMA (1998), Waarom kwam Bodhidharma naar het Westen? De ontmoeting van Zen met het Westen, Asoka: Asoka.p.80.
  2. ^ a b Sharf, Robert H. (2000), "The Rhetoric of Experience and the Study of Religion", Journal of Consciousness Studies, vol. 7, no. 11–12, pp. 267–287, S2CID 198234356, archived from the original (PDF) on 2020-01-11
  3. ^ Velkoborská, Kamila (12 October 2012). "Performers and Researchers in Neo–pagan Settings". Traditiones. 41 (1): 65–76. doi:10.3986/Traditio2012410106. ISSN 1855-6396.
  4. ^ Mayer, Gerhard A. (2013). "Spirituality and Extraordinary Experiences: Methodological Remarks and Some Empirical Findings". Journal of Empirical Theology. 26 (2): 188–206. doi:10.1163/15709256-12341272. ISSN 0922-2936.
  5. ^ "Mystic Definition & Meaning | Britannica Dictionary". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-30. a person who tries to gain religious or spiritual knowledge through prayer and deep thought : someone who practices mysticism 
  6. ^ "The Argument from Religious Experience". www.philosophyofreligion.info. Archived from the original on 2016-02-23.
  7. ^ Such study may be said to have begun with the American psychologist and philosopher William James in his 1901/02 Gifford Lectures later published as The Varieties of Religious Experience.
  8. ^ Otto, Rudolf (1972) [1923]. The Idea of the Holy. London: Oxford University Press. pp. 5–30.
  9. ^ Habel, Norman; O'Donoghue, Michael; Maddox, Marion (1993). "Religious Experience". Myth, ritual and the sacred: Introducing the phenomena of religion. Underdale: University of South Australia.
  10. ^ Charlesworth, Max (1988), Religious experience. Unit A. Study guide 2 (Deakin University)
  11. ^ Moore, B.; Habel, N. (1982), When Religion Goes to School (Appendix 1), Adelaide: SACAE, pp. 184–218
  12. ^ Habel, Norman; O'Donoghue, Michael; Maddox, Marion (1993). "Religious Experience". Myth, ritual and the sacred: Introducing the phenomena of religion. Underdale: University of South Australia.

Sumber cetak

[sunting | sunting sumber]
  • Carrithers, Michael (1983), The Forest Monks of Sri Lanka 
  • Charlesworth, Max (1988). Religious experience. Unit A. Study guide 2 (Deakin University).
  • Deida, David. Finding God Through Sex ISBN 1-59179-273-8
  • Doniger, Wendy (2010), The Hindus: An Alternative History, Oxford University Press 
  • Habel, Norman, O'Donoghue, Michael and Maddox, Marion (1993). 'Religious experience'. In: Myth, ritual and the sacred. Introducing the phenomena of religion (Underdale: University of South Australia).
  • Hori, Victor Sogen (1994), "Teaching and Learning in the Zen Rinzai Monastery" (PDF), Journal of Japanese Studies, 20 (1), hlm. 5–35, doi:10.2307/132782, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-10-25, diakses tanggal 2018-09-18 
  • Jouhki, Jukka (2006), "Orientalism and India" (PDF), J@RGONIA 8/2006 
  • Katie, Byron. Loving What Is page xi ISBN 1-4000-4537-1
  • King, Richard (1999), Orientalism and Religion: Post-Colonial Theory, India and "The Mystic East", Routledge 
  • King, Richard (2002), Orientalism and Religion: Post-Colonial Theory, India and "The Mystic East", Routledge eBook 
  • Lewis, James R.; Melton, J. Gordon (1992), Perspectives on the New Age, SUNY Press, ISBN 0-7914-1213-X 
  • Lewis, Ioan M (1986). Religion in context: cults and charisma (Cambridge: Cambridge University Press).
  • Low, Albert (2006), Hakuin on Kensho. The Four Ways of Knowing, Boston & London: Shambhala 
  • McMahan, David L. (2008), The Making of Buddhist Modernism, Oxford: Oxford University Press, ISBN 9780195183276 
  • McNamara (2014), The neuroscience of religious experience (PDF) 
  • Mohr, Michel (2000), Emerging from Nonduality. Koan Practice in the Rinzai Tradition since Hakuin. In: steven Heine & Dale S. Wright (eds.)(2000), "The Koan. texts and Contexts in Zen Buddhism", Oxford: Oxford University Press 
  • Moody, Raymond. Life After Life ISBN 0-06-251739-2
  • Moore, B and Habel N (1982). Appendix 1. In: When religion goes to school (Adelaide: SACAE), pages 184-218.
  • Muesse, Mark W. (2011), The Hindu Traditions: A Concise Introduction, Fortress Press 
  • Otto, Rudolf (1972). Chapters 2-5. In: The idea of the holy (London: Oxford University Press), pages 5–30. [Originally published in 1923].
  • Previous, Peter (1998). Omgaan met het transcendente (Dealing with the transcendent). Open University of the Netherlands.
  • Roberts, T. B. (editor) (2001). Psychoactive Sacramentals: Essays on Entheogens and Religion. San Francosco: Council on Spiritual Practices.
  • Roberts, T. B.; Hruby, P. J. (1995–2002), Religion and Psychoactive Sacraments An Entheogen Chrestomathy, diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-11, diakses tanggal 2007-11-17 
  • Roberts, T. B. "Chemical Input – Religious Output: Entheogens." Chapter 10 in Where God and Science Meet: Vol. 3: The Psychology of Religious Experience Robert McNamara (editor)(2006). Westport, CT: Praeger/Greenwood.
  • Samy, AMA (1998), Waarom kwam Bodhidharma naar het Westen? De ontmoeting van Zen met het Westen, Asoka: Asoka 
  • Sekida, Katsuki (1985), Zen Training. Methods and Philosophy, New York, Tokyo: Weatherhill 
  • Sharf, Robert H. (1995a), "Buddhist Modernism and the Rhetoric of Meditative Experience" (PDF), NUMEN, 42, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-12, diakses tanggal 2018-09-18 
  • Sharf, Robert H. (1995b), "Sanbokyodan. Zen and the Way of the New Religions" (PDF), Japanese Journal of Religious Studies, 22 (3–4), doi:10.18874/jjrs.22.3-4.1995.417-458 
  • Sharf, Robert H. (2000), "The Rhetoric of Experience and the Study of Religion" (PDF), Journal of Consciousness Studies, 7 (11-12), hlm. 267–87, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-05-13, diakses tanggal 2018-09-18 
  • Vardy, Peter (1990). The Puzzle of God. Collins Sons and Co. hlm. 99–106. 

Sumber web

[sunting | sunting sumber]

Bacaan tambahan

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]