Wilayah Paser Menurut Catatan Hindia Belanda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Wilayah Paser merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Sejak dahulu wilayah ini sudah berinteraksi dengan pemerintah Hindia Belanda, paling tidak sejak tahun 1635. Tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia, wilayah ini tidak mempunyai peninggalan berupa tulisan seperti prasasti, inskripsi, maupun manuskrip, sehingga untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting di masa lalu, arsip dari pemerintah Hindia Belanda merupakan suatu pilihan yang tidak bisa dihindarkan.

Penyebutan/Penamaan Paser, Pasir, Passir, dan Passer.[sunting | sunting sumber]

Paser.[sunting | sunting sumber]

Sejak disahkannya Peraturan Pemerintah RI No. 49 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Kabupaten Pasir Menjadi Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 111) [1], maka wilayah ini yang semula bernama Kabupaten Pasir menjadi menjadi Kabupaten Paser.

Pasir.[sunting | sunting sumber]

Pasir sendiri dalam sejarah pertama kali tercatat melalui Kakawin Desyawarnana (lebih dikenal dengan nama Kakawin Nagarakretagama) karya Empu Prapañca yang ditulis pada tahun 1365.

Passir.[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1635, terjadi perjanjian antara Oost-Indische Compagnie (O.I. Compagnie)/VOC) dengan kesultanan Banjarmasin, yang salah satu poin kesepakatannya adalah melakukan penyerangan ke wilayah Passir untuk mengusir dan menghancurkan pedagang Jawa (Mataram) dan Makassar (Gowa) yang beraktifitas di Passir. [1]

Penggunaan nama Passir ini digunakan oleh VOC kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda dimulai paling tidak sejak 1635 merujuk pada perjanjian yang diterangkan diatas, sampai dengan tahun 1849, seperti yang terdapat pada Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar 1849.[2] Namun sejak tahun 1850, pemerintah Hindia Belanda melakukan pergantian penyebutan yang semula tertulis Passir menjadi Pasir, seperti yang terdapat pada Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1850 [3], meskipun J.G.A. Gallois (mantan residen Zuid- en OosterAfdeeling van Borneo) dalam sebuah tulisannya di tahun 1855 [4] masih menulis Passir bukan Pasir.

Passer.[sunting | sunting sumber]

Sedangkan orang-orang Inggris (English East India Companij) menyebut/menulis dengan istilah Passer, seperti dalam kontrak antara perusahaan ini dengan kesultanan Banjarmasin pada tahun 1809. [5]

Asal Usul Nama Pasir.[sunting | sunting sumber]

Penyebutan wilayah Pasir ini sepertinya diambil dari nama sebuah sungai yaitu sungai Pasir, yaitu sebuah sungai yang merupakan pertemuan antara sungai Kuaro (Kwaro) dan sungai Kendilo (Kandilo) yang keduanya berhulu di Gunung Lumut (Loemoet) di daerah Swan Slutung dan bermuara di Selat Makassar. Nama Pasir ini juga dikenal sebagai nama kerajaan dan/atau kesultanan.

Paser Dalam Rentang Waktu.[sunting | sunting sumber]

Tahun 1365.[sunting | sunting sumber]

Dalam sebuah manuskrip yang ditulis oleh Rakawi Prapañca (Mpu Prapañca) pada tanggal 30 September 1365 yaitu Kakawin Desyawarnana (Deçawarṇana) atau lebih dikenal dengan nama Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama), dalam pupuh 14 bait pertama tertulis nama suatu daerah bernama Pasir, yang merupakan salah satu negara/daerah bawahan/vassal dari Kerajaan Majapahit.

Tahun 1620-an.[sunting | sunting sumber]

Sultan Goa (Kesultanan Gowa) dari Makassar yaitu Aloe'd-din (dikenal dengan Toemamenanga-ri-Gaoekanna) menaklukkan Koetei dan Passir.[6]

Tahun 1635.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjarmasin di Martapura (diwakili oleh syahbandar Retna dy Ratya alias Godja Babou) mengadakan perjanjian dengan O.I. Compagnie/VOC (diwakili oleh komisaris Steven Barentsz), yang salah satunya kesepakatannya adalah melakukan penyerangan ke Passir untuk mengusir dan menghancurkan pedagang Jawa (Mataram) dan Makassar (Gowa) di Passir.[7]

Pada tanggal 15 November 1635, armada pasukan O.I Compagnie/VOC tiba di Passir yang dipimpin oleh komisaris Steven Barentsz & commandeur Gerrit Thomasz Pool. Setelah negosiasi yang gagal dengan Raja Passir saat itu (yang menikah dengan seorang saudara perempuan dari raja Makassar), armada tersebut menyerang Passir dan menghancurkan lebih dari 50 buah kapal. Keesokan harinya armada tersebut meninggalkan Passir.[8]

Tahun 1636.[sunting | sunting sumber]

Panambahan Banjarmasin mengklaim Sambas, Lawei, Sukadana, Kota Waringin, Pembuang, Sampit, Mendawei, Kahajan, Kutei, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asem-Asem, Kintap dan Sawarangan merupakan negara vassal atau negara bawahannya.[9]

Tahun 1672, bulan Agustus.[sunting | sunting sumber]

Terdapat surat dari Raja Passir kepada Cornelis Janszoon Speelman (O.I. compagnie/VOC) yang berisi permintaan perlindungan dari orang-orang Makassar yaitu Cronrons (Kronrong/Karunrung, Kesultanan Gowa).[10]

Tahun 1686.[sunting | sunting sumber]

Pangeran Aroe Teko membawa para penguasa Passir dan Koetei (Pangeran Adipati Modjo Koesoema Ing Martapoera[11]) Raja Boni (Kerajaan Bone, Radja Pelaka/Arung Palakka), dan mereka juga diterima dalam persekutuan tersebut (persekutuan antara Cornelis Janszoon Speelman, Kapiten Jonker dari Ambon dan Arung Palakka), yang diakui oleh presiden VOC Willem Hartsink (1683-1690) dengan bukti tertulis (Akta) kepada Raja Passir. Meskipun kesultanan Banjarmasin tetap mengklaim supremasi atas wilayah yang telah menjadi milik mereka sejak awal abad ke-16.[12] [13]

Tahun 1696.[sunting | sunting sumber]

Raja Passir menggunakan akta dari Willem Hartsink tersebut untuk menolak klaim Kraeng Bonto Rombang (Krain Bonteramboe) dari Koetei terhadap wilayahnya. Perselisihan ini berlangsung selama dua tahun, sebelum akhirnya diputuskan oleh gubernur untuk keuntungan Raja Passir.[14] [15]

Kraeng Bonto Rombang (Krain Bonteramboe) adalah putri dari Kraeng Kronrong atau Karaeng Karunrung [2] (berasal dari Kesultanan Gowa) yang menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pasir dan lahir selama pengasingan ayahnya di Pasir.

Tahun 1710, tanggal 8 Maret.[sunting | sunting sumber]

Dalam web sejarah-nusantara.anri.go.id, terdapat surat diplomatik dari Penguasa Pasir (Lord of Pasir). [3]

Tahun 1711-an.[sunting | sunting sumber]

Pada masa ini, hubungan antara Kerajaan Pasir dan Kerajaan Kutei kembali tidak harmonis, karena ambisi Krain Bonteramboe untuk memperluas kekuasaannya atas Pasir belum pudar. Untuk mendukung klaim atas wilayah Pasir, Bonteramboe meminta bantuan Daing Mamantuli, seorang pangeran Bugis terkenal yang tengah menjalani hukuman pengusiran dari Makassar.[16]

Tahun 1726, 1727, & 1728.[sunting | sunting sumber]

Pada tahun-tahun ini, Passir dan Koetei ditaklukkan oleh seorang pangeran dari Kerajaan Wadjo (Sulawesi Selatan) yaitu Aroe Seenkang (Arung Sengkang) yang mempunyai nama lain Aroe Paneke (Arung Penieki) [4], kelak dikenal dengan Arung Matoea Wadjo (raja yang dituakan, penobatan tanggal 6 November 1736). Aroe Seenkang kemudian menikahi salah satu putri dari kerajaan Koetei, sedangkan salah satu anaknya yang bernama Bengaroen menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pasir, bernama Adjie Ratoe. Sampai dengan tahun 1760, kedua kerajaan ini membayar upeti kepada Arung Penieki. [17] [18]

Arung Penieki ini kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, berdasarkan SK Presiden RI No.109/TK/Thn.1998, tertanggal 6-November-1998. [5]

Seenkang/sengkang merupakan sebuah kota yang menjadi ibukota Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Sedangkan Paneke/Penieki/Peneki adalah sebuah kelurahan di Kec. Takkalalla, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan. Lalu Aroe/Arung memiliki arti penguasa/raja/bangsawan.

Tahun 1735, bulan Mei.[sunting | sunting sumber]

Arung Singkang dan Toassa (2nd command) berusaha mengepung kapal VOC (Hindia Belanda) di Banjarmasin, tetapi gagal, dan kembali ke Pasir.[19]

Tahun 1756.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuah perjanjian antara Kesultanan Banjarmasin dengan VOC yang diwakili oleh Commissaris Johanes Andreas Paravicini, yang salah satunya adalah wilayah seperti Barau, Koetij, Passier, Sanghoe, Santang, dan Laway untuk membayar upeti (contributie). Sedangkan untuk Passier sendiri diharuskan memberikan kontribusi berupa empat puluh tahil emas murni, dua puluh picol burung nuri, dan dua puluh picol lilin.[20]

Tahun 1760, tanggal 15 Agustus.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuah surat diplomatik dari Pangeran Pasir.[6]

Tahun 1786, tanggal 23 Oktober.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuat surat diplomatik dari Amir Al-Mumenin dari Pasir.[7]

Tahun 1787.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuah surat dari Amir Al-Mumenin bertanggal 6 Juni. Selain itu pada tanggal 29 Juni, terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Raja Torou (Kepala Kelompok Pedagang Wajo di Pasir). [8]

Di tahun ini pula juga terdapat Kontrak politik antara Sultan Tamdjid Illah I dari Kesultanan Banjarmasin dengan O.I Compagnie/VOC yang salah satu isinya adalah menyerahkan wilayah Pasir ke VOC.

Tahun 1788.[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua buah surat dari yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Raja Torou, bertanggal 4 & 11 Agustus.[9]

Tahun 1796.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia & Semarang oleh Reng Reng Rituwak, bertanggal 14 Juni.[10]

Tahun 1798.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia & Semarang oleh Reng Reng Rituwak, bertanggal 13 Juli. [11]

Tahun 1799.[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua buah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Sultan Sulaiman Alamsyah, bertanggal 20 Juli & 13 Agustus.[12]

Dalam web tersebut diatas juga terdapat keterangan mengenai Sultan Sulaiman Alamsyah sebagai Sultan ke-4 dan mempunyai nama lain yaitu  Aji Panji bin Ratu Agung alias Ibrahim Ebenoe Machmoed dari Passir.

Tahun 1809.[sunting | sunting sumber]

Kontrak politik antara kesultanan Banjarmasin dengan English East India Companij, yang salah satu isinya adalah penyerahan Provinsi Dijac, Mandawie, Sampit, Pamboeang, Cottabringin, Sintan, Lawie, Jalai Bekompai, Doosan Countrij, Barau, Cotia, Passer, Pogatan dan Poolo Laut.[21]

Tahun 1811.[sunting | sunting sumber]

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Sultan Sulaiman Alamsyah, bertanggal 22 Juli.[13]

Tahun 1817, tanggal 1 Januari.[sunting | sunting sumber]

Kontrak politik antara Padoeka Sri Sultan Sleeman Almoh Tamid Alalah dari Kesultanan Banjarmasin dengan VOC yang salah satu isinya adalah menyerahkan secara penuh kepemilikan dan kedaulatan kepada Hindia Belanda, pulau kota dan benteng di Tatas dan Kween, semua provinsi Dayak bersama-sama; serta provinsi Mandawie, Sampit, Kottaringien, Sentan, Lawai, dan Jelai, Bekompai, Tabanjaauw, Pagatan, dan pulau Lout, Passir, Koti, Barrauw.[22]

Tahun 1823.[sunting | sunting sumber]

Menurut Mr. J. H. Tobias (Kommissaris van het Gouvernement, 1823), para penguasa Berauw, Koetei, Passir, Pegatan, dan Kota-ringin telah memisahkan diri dari Kesultanan Banjarmasin.[23]

Tahun 1826.[sunting | sunting sumber]

Terdapat kontrak politik antara Kesultanan Banjarmasin dengan pemerintah Hindia Belanda, yang salah satu isinya adalah menyerahkan Pasir kepada pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1844, tanggal 25 Oktober.[sunting | sunting sumber]

Kontrak Politik pertama antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Kesultanan Pasir, dilakukan oleh Sultan Adam (Sultan ke-4 Pasir).[24] [25]

Dalam sebuah tulisan di tahun 1904 karya A.H. P. J. Nusselein berjudul Beschrijving Van Het Landschap Pasir, disebutkan bahwa ibu dari Sultan Adam bernama (Adji) Ratoe yang merupakan putri dari Sultan Sepoeh yang pertama. Pada tulisan ini juga terdapat keterangan bahwa Sultan pertama adalah Sultan Sepoeh, sultan ke-2 adalah Sultan Soeleiman yang merupakan keponakan Sultan ke-1, dan Sultan Machmoed (putra dari Sultan Soeleiman dari istri yang bukan berasal dari keluarga kerajaan/kesultanan) adalah sultan ke-3, tetapi Sultan Machmoed memerintah hanya dalam waktu sebentar.[26]

Tahun 1847.[sunting | sunting sumber]

Sultan Ibrahim Chaliel-Oeddien menjadi sultan ke-5 Kesultanan Pasir setelah meninggalnya Sultan Adam.[27] [28]

Tahun 1849, tanggal 27 Agustus.[sunting | sunting sumber]

Pembagian Pulau Borneo menjadi dua bagian yaitu Wester afdeeling van Borneo dan Zuid en Ooster afdeeling van Borneo. Passir ditetapkan menjadi bagian dari Zuid-Ooster Afdeeling van Borneo.[29]

Tahun 1850, tanggal 18 November.[sunting | sunting sumber]

Resident Der Zuid- En Oosterafdeeling van Borneo J.G.A. Gallois mengunjungi kesultanan Passir, dan bertemu dengan Sultan Ibrahim Chalet Oedin. Pada tanggal ini terdapat keterangan adanya perjanjian antara Sultan Ibrahim Chalet Oedin dengan Pemerintah Hindia Belanda.[30] [31]

Tahun 1857.[sunting | sunting sumber]

Kemungkinan di tahun ini Sultan Ibrahim Chalet Oedin, sultan Pasir ke-5 meninggal dunia. Pada tanggal 4 November 1857 Sultan Machmoed Ilhan (Mahmoed Ithan/Machmoed Khan) menjadi sultan Passir.[32]

Tahun 1860.[sunting | sunting sumber]

Di Amuntai, Mayor Verspyck telah menerima perintah untuk melakukan ekspedisi karena terjadi perlawanan di Kerajaan Passir.[33]

Tahun 1861.[sunting | sunting sumber]

Sultan Passir (Sultan Machmoed Ilhan) dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda mendukung gerakan Pangeran Antassari dan Pangeran Hidayat II[34].

Tahun 1862.[sunting | sunting sumber]

Letnan Laut Kelas 1 Jhr. A Meijer berhasil membawa Sultan Machmoed Ilhan (nama lainnya adalah Sultan Boejoeng) ke Banjarmasin menggunakan Kapal Uap Kelas 4 Zr. Ms. De Vecht. Terjadi kontrak politik antara pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Gustave Marie Verspijck (Resident der Zuider- en Ooster-Afdeeling van Borneo) dengan Kesultanan Passir yang diwakili oleh Sultan Machmoed Ilhan, dan Sultan Machmoed Ilhan diakui dalam jabatannya dan dilantik secara resmi sebagai Sultan Ke-6 Kesultanan Passir. Dokumen kontrak politik disetujui dan disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda L.A.J.W. Sloet pada tanggal 28 November 1862. Nama-nama yang tertulis pada dokumen kontrak politik antara lain: Moehamad Thaher Maradja Moeramad Saleh (Syahbandar Pasir), A. Loudon (De Algemeene Secretaris), Van Deinse (De Gouvernements- Secretaris), Feith (De Secretaris-Generaal bij het Ministerie van Kolonien).[35] [36] [37]

Tahun 1863.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 23 Febuari, terjadi kesepakatan tambahan antara Sultan Mochmoed Ilhan dengan pemerintah Hindia Belanda, dimana Kontrak Politik disetujui dan disahkan pada tanggal 25 Juni 1863. Nama-nama yang tertulis pada kontrak politik tambahan antara lain: Hermanus Gerard Dahmen (adsistent- resident van Koetei en de oostkust van Borneo), Pangeran Mangkoe, Pangeran Ooeria Narbah, Adam Mohammad Saleh (Mantri Wasir), Moehamad Thaher Maradja Moeramad Saleh (Syahbandar Pasir), A. Prins (De Vice-President van den Raad van Nederlandsch Indie), Wattendorff (De Eerste Gouvernements- Secretaris), Van Deinse (De Gouvernements- Secretaris), Feith (De Secretaris-Generaal bij het Ministerie van Kolonien).[38]

Tahun 1866.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 8 Februari, Sultan Pasir yaitu Sultan Machmoed Ilhan meninggal dunia. Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin kemudian memerintah kesultanan/kerajaan sejak 1866 dan disebutkan di catatan tersebut bahwa Sultan Sepoeh adalah Sultan ke-7 Kesultanan Pasir).[39] Di kerajaan/kesultanan Pasir, kematian sultan menandai masa transisi ke depan untuk pergantian takhta. Sesuai dengan tradisi negara, para bangsawan dan tokoh terkemuka negeri memilih Pangeran Mangkoe sebagai penerusnya, yang sebelumnya juga sudah ditunjuk oleh sang sultan yang telah meninggal. Pilihan orang tersebut, seorang keponakan dari yang telah meninggal, didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada dari putra-putra yang ditinggalkan yang dapat dipertimbangkan, baik karena usia mereka yang masih muda maupun karena kurangnya kelayakan mereka.[40]

Tahun 1867.[sunting | sunting sumber]

Terdapat catatan bahwa penguasa kesultanan Pasir saat itu adalah Sultan Sepoeh Adil Chalifatoe'l-Moeminin.[41]

Tahun 1873.[sunting | sunting sumber]

Sebuah firma dari Batavia menandatangani kontrak dengan beberapa Kepala Kampung Pasir untuk penyediaan batubara.[42]

Tahun 1874.[sunting | sunting sumber]

Terjadi kerusuhan yang dipicu oleh beberapa tokoh kerajaan, tetapi masih bisa diredam pada waktunya oleh Sultan Sepoeh.[43]

Tahun 1875.[sunting | sunting sumber]

Pengesahan Pangeran Mangkoe sebagai Sultan Pasir bergelar Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin Sebagai Raja/Sultan Pasir ke-7, pada tanggal 18 November. Disebutkan dalam Nota Van Toelichting bahwa setelah meninggalnya Sultan Machmoed Ilhan meninggal dunia pada tahun 1866, Sultan Sepoeh Adil ditunjuk untuk mengelola pemerintahan di Pasir, dan secara resmi dikukuhkan dalam pemerintahan tahun 1870 karena sebelumnya Residen tidak berkesempatan hadir di Pasir, namun dokumen perjanjian dan pengukuhan yang dibuat pada tahun 1870 itu tidak lengkap dan oleh karena itu tidak dapat disetujui oleh Pemerintah Hindia, sehingga baru pada tanggal 18 November 1875 dibuat ulang dokumennya dan disetujui dan disahkan oleh Gubjen Hindia Belanda Van Lansberge pada tanggal 14 Mei 1876. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Gerrit Jan Gersen (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Mohamad Saleh (Mantrie), Raden Mohamad Taher (Mantrie), Pangeran Kapitan Riouw Abdul Karim (Mantrie), Pangeran Bandahara Adjie Noepiah (Mantri Polisi), dan Etah Imam Maas Moeda (Kepala Pemuka Agama).[44]

Tahun 1884.[sunting | sunting sumber]

Pembagian wilayah Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo menjadi dua bagian wilayah, yaitu de Afdeeling Koetei en de Noordoostkust van Borneo dibawah pengawasan seorang Assistent-Resident berkedudukan di Samarinda dan de Afdeeling Pasir en de Tanah-Boemboelanden dibawah pengawasan seorang Controleur yang berkedudukan di Kotta-Bahroe (Poeloe-Laoet).[45]

Tahun 1886.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 13 Desember, Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin meninggal dunia.[46]

Tahun 1888.[sunting | sunting sumber]

Pengukuhan Adjie Tiga Pangeran Soeria, putra tunggal Sultan Machmoed Ilhan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai pewaris tahta pada tanggal 14 Mei 1876 menjadi Sultan Pasir (sultan ke-8) secara resmi dengan nama jabatannya adalah Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin pada tanggal 14 Februari dan Akta Perjanjian dan Pengesahan ini telah disetujui dan disahkan pada tanggal 13 Juli 1889. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Willem Broers (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Pangeran Moeda, Imam Mas Moeda, Pangeran Mas, Pangeran Sjarif Achmid, Adjie Kasoema, dan Raden Adipati.[47]

Tahun 1889.[sunting | sunting sumber]

Terdapat kontrak politik/perjanjian politik antara Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin dengan Pemerintah Hindia Belanda, bertanggal 3 Desember.[48]

Tahun 1890, bulan Oktober.[sunting | sunting sumber]

Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin yang bertahta pada saat itu dicopot oleh Residen dengan tenang/damai, digantikan oleh Raja Muda/Pangeran Moeda/Mohammed Ali bergelar Sultan Abdoerahman/Sultan Abdul Rachman (Sultan ke-9). Sultan Abdoerahman mempunyai putra dari istri yang bukan dari keluarga bangsawan yaitu Adji Andei dengan gelar Pangeran Pandji.[49]

Tahun 1898.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 19 Mei, Raja Muda (Sultan Abdoerahman) meninggal dunia, kemudian pada bulan September, Pangeran Mangkoe Djaja Kesoema Adiningrat diangkat sementara untuk menjalankan pemerintahan. Pada bulan Oktober, sultan Pasir ke-8, Sultan Mohamad Alie Adil Chalifatoel Moeminin meninggal dunia.[50]

Tahun 1899.[sunting | sunting sumber]

Terdapat perjanjian antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 22 September, terkait dengan penetapan pelabuhan di wilayah kesultanan Pasir, yaitu Pasir, Telakei, Adang, & Apar yang kemudian disahkan pada tanggal 27 November 1900.[51]

Tahun 1900.[sunting | sunting sumber]

Pengesahan Pangeran Mangkoe Djaja Kesoema Adiningrat sebagai penguasa Pasir dengan nama sultan Ibrahim Chalil Оedin pada tanggal 23 Juli dan disetujui dan disahkan pada tanggal 27 November 1900 (Sultan ke-10).[52]

Terdapat kontrak politik antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Cornelis Alexander Kroesen (residen) pada tanggal 28 Juli.[53]

Tahun 1902.[sunting | sunting sumber]

Perjanjian baru antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 1 September, yang disetujui dan disahkan pada tanggal 14 Desember 1902, dan perubahannya bertanggal 18 April 1908. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Cornelis Alexander Kroesen (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, Radja Moeda (calon penerus tahta), Pangeran Mantri, dan Pangeran Depatie.[54]

Tahun 1904.[sunting | sunting sumber]

Sikap keras Sultan Pasir terhadap kelompok anak radja di bawah Pangeran Pandji, putra Sultan Abdoerachman, yang tidak mengakui dirinya sebagai sultan, menimbulkan kerusuhan di Tanah Grogot pada bulan Juli, namun berhasil dicegah oleh kehadiran pasukan keamanan (pradjoerits).[55]

Tahun 1905.[sunting | sunting sumber]

Karena kurang kuatnya pengaruh Sultan Pasir, ketegangan kembali muncul, di antaranya Panglima Sentik, salah satu pemimpin kelompok/faksi anak radja (keluarga kerajaan), yang tidak ingin menyerahkan wilayah Pasir kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dan sebuah pasukan dikirim ke Pasir untuk melakukan patroli untuk meredakan ketegangan (Juli).[56]

Sultan Ibrahim Chalil Оedin beberapa kali harus didenda oleh H.N.A Swart (Civiel en militair resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo) karena kurangnya kerja sama, sultan tidak hanya mengambil sikap pasif, tetapi sering mendukung dan melindungi orang-orang yang berniat buruk. Panglima Doedjot, pemimpin kelompok perusuh, diketahui sebagai seorang abdi dari sultan. Karena sultan ini tidak dapat diandalkan dan memiliki banyak pelanggaran, Swart mengusulkan untuk mencopotnya dan menggantinya dengan Radja Moeda, tetapi oleh pemerintah Hindia Belanda di Batavia ditolak.[57]

Tahun 1906.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 28 Juli terdapat Perjanjian antara Kesultanan Pasir yang diwakili oleh Sultan Ibrahim Chalil Оedin dan beberapa pembesar kesultanan (Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, Sultan Moeda, Pangeran Mantri, Pangeran Pandji, Pangeran Mas, dan Pangeran Depati) yang berisi kesepakatan pengalihan kekuasaan atas wilayah Pasir beserta semua hak yang timbul darinya kepada Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Henri Nicolas Alfred Swart (Civiel en militair resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo), sehingga wilayah Pasir diakui berada di bawah pemerintahan langsung Pemerintah Hindia Belanda. Sebagai ganti rugi Pemerintah Hindia Belanda akan memberikan kompensasi sebesar f 327.267 sekaligus (tunai). Kontrak ini disetujui dan disahkan pada tanggal 22 Maret 1908, dengan ketentuan bahwa akan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1908.[58] [59]

Tahun 1907.[sunting | sunting sumber]

Para pembesar kesultanan masih merasa tidak puas, karena mereka memiliki keberatan terhadap penyerahan wilayah kepada Pemerintah Hndia Belanda, yang sebenarnya diinginkan oleh Sultan sendiri dan untuk itu mereka kembali disajikan dengan sebuah akta untuk ditandatangani (menggantikan yang dari 25 Juli 1905). Pasukan patroli Hindia Belanda mulai bertindak tegas; pengambilan senjata api khususnya menimbulkan ketidakpuasan di beberapa tempat.[60]

Tahun 1908.[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 1 Mei, penerapan pemerintahan langsung di Pasir dilakukan dengan memberikan kompensasi kepada pemimpin-pemimpin setempat; hanya Pangeran Pandji yang mengumpulkan keturunan kerajaan dan pengikut untuk mencoba mendapatkan kembali otoritas yang hilang; namun, karena sakit dan terpaksa pergi ke Bandjermasin, usahanya berakhir. Selain itu, ada juga seorang kepala Dayak, Demoeng, yang benar-benar melawan, tetapi setelah sedikit kekerasan dari patroli kami, dia juga menyerah.[61]

Tahun 1912.[sunting | sunting sumber]

Pangeran Pandji, salah satu mantan penguasa wilayah di Pasir, berhasil mengkonversi lebih dari 3000 orang Dayak ke Islam dengan ancaman kedatangan orang Turki yang akan membunuh semua orang yang tidak beriman. Konversi massal ini berdampak pada daerah-daerah sekitarnya. Pangeran Pandji berusaha untuk mengangkat dirinya menjadi sultan Pasir dengan bantuan para mualaf baru; penangkapannya yang tepat waktu dan penahanannya di Bandjermasin mencegah terjadinya kerusuhan serius.[62]

Tahun 1913.[sunting | sunting sumber]

Seorang bernama Mat Djanang, pengikut Pangeran Pandji dari Pasir yang ditahan di Bandjermasin, mengkonversi banyak orang Dayak di Pasir ke Islam, meyakinkan mereka bahwa Jepang akan mengangkat kembali Pangeran Pandji sebagai sultan Pasir, dan semua orang yang tidak beriman akan dibunuh. Setelah penangkapan Matdjanang, semua pengikutnya meninggalkan Islam.[63]

Tahun 1914.[sunting | sunting sumber]

Di Bandjermasin, Martapoera, Pleihari, Kandangan, Negara, Amoentai, Moeara Teweh, Kota Baroe, Pegatan, Pantei, dan Pasir didirikan cabang-cabang Sarikat Islam, yang meningkatkan kehidupan keagamaan di kalangan penduduk Muslim.

Terjadi kerusuhan, namun berhasil ditumpas; Adji Moejoeh (saudara tiri Pangeran Pandji) ditangkap dan ditahan di Kota Baroe. Berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 22 April 1914 no. 14 (Gouvernementsbesluit van 22 April 1914 no. 14) diasingkan ke Padang, tetapi meninggal di Pasir sebelum keberangkatannya.[64]

Tahun 1915.[sunting | sunting sumber]

Sekitar bulan Juni, terjadi perlawanan di Pasir, awalnya hanya di satu kampung, kemudian hampir di seluruh wilayah, sehingga perlawanan ini semakin mengarah pada karakter perlawanan yang serius.

Para pemimpin perlawanan termasuk Wana, Sabaja, Oema Bongkat (Oema Rongket) dari Bioe (Pasir Selatan), Kaka Degoe, seorang kepala Dayak dari pegunungan (Boven) Toejoe, Singa Ngara (Panglima Singa) dan Walik, keduanya adalah kepala dari wilayah Satioe (Pasir tengah), mendapatkan banyak pengikut dengan janji pembebasan dari kerja paksa (heerendiensten) dan pembayaran pajak. Meskipun alasan yang diajukan adalah tekanan dari pajak dan kerja paksa, penyebab sebenarnya lebih dalam, yakni balas dendam atas pemecatan pemimpin otonom (penguasa wilayah/landsgrooten) dan pengasingan Pangeran Pandji ke Bandjermasin (Pangeran Pandji diduga telah membuat pengikutnya bersumpah untuk membalas dendam terhadap para pejabat pemerintah Eropa di saat kematiannya, dengan harapan memulihkan pemerintahan otonom). Sarikat Islam menjadi senjata organisatoris yang kuat bagi mereka. Di bawah pimpinan Pangeran Mantri dan mantan sultan yang sebenarnya tidak memegang jabatan pemerintahan, tetapi memiliki kendali nyata, anggota Sarikat Islam direkrut dan perlawanan terhadap Pemerintah dijadikan tujuan utama mereka.

Awalnya, pihak Pandji yang bermusuhan, yang mencari dukungan di kalangan Dayak, dan pihak sultan, yang anggotanya adalah orang-orang Muslim Pasir, berdamai untuk bersama-sama melawan Pemerintah. Pergantian pejabat pemerintahan yang terus-menerus dalam lima tahun terakhir menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang apa yang terjadi di Pasir sampai perlawanan pecah.

Awalnya, patroli dilakukan oleh Kontrolir Pasir bersama patroli polisi bersenjata bekerja sama dengan patroli militer dari Kandangan. Pada bulan Agustus, satuan infanteri dari Bandjermasin tiba untuk memberikan bantuan. Meskipun patroli terus dilakukan dan dari waktu ke waktu orang-orang jahat dilumpuhkan, perlawanan malah meningkat, bahkan setelah para pemimpin Wana dan Panglima Singa ditangkap.

Pada bulan November, dua brigade infanteri dari Kandangan tiba, dan mereka berhasil bertemu dengan musuh di wilayah Sungai Rangan, memaksa musuh melarikan diri. Muncul pemimpin baru: Andin Ngoko dan saudaranya Andin Gedang, yang pada tanggal 29 November melancarkan serangan ke Tanah Grorot, namun berhasil dipukul mundur. Pada tanggal 1 Desember, bala bantuan tiba lagi, yakni satu kompi infanteri dari Jawa. Namun, patroli sejauh ini belum memberikan hasil yang memuaskan.[65]

Tahun 1916.[sunting | sunting sumber]

Pada bulan Februari, mantan sultan Ibrahim Chaliloedin, saudara laki-lakinya Pangeran Mantri, Pangeran Prawira, dan Radja Moeda dibawa ke Bandjermasin; Radja Moeda, yang terbukti tidak terlibat dalam perlawanan, diizinkan untuk kembali ke Pasir. Terungkap bahwa Pangeran Mantri, didukung oleh mantan sultan, menggunakan cabang Sarikat Islam di Pasir untuk mengorganisir perlawanan.

Pada bulan Mei dan Juni menangkap para pemimpin perlawanan seperti Andin Ngoko, Anding Oedang, Kaka Degoe, dan Oema Bongkat; sementara Sabaja dan lainnya terus melarikan diri, tetapi tidak lagi berani melakukan perlawanan terhadap Pemerintah. Sebagian besar penduduk kembali ke kampung mereka.[66]

Tahun 1917.[sunting | sunting sumber]

Sarikat Islam mengalami penurunan eksistensi, di mana bahkan kongres pada tanggal 27 Mei di Bandjermasin di bawah pimpinan Tjokro Aminoto, yang khusus datang dari Jawa, tidak mampu membawa perubahan. Kontribusi hampir tidak dibayarkan. Hanya di Bandjermasin dan Martapoera ada kemajuan, yaitu pendirian sekolah agama untuk anak-anak. Cabang di Pasir dibubarkan berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 19 November 1917 no. 43 karena dianggap berbahaya bagi ketertiban dan kedamaian umum, karena peran cabang ini dalam perlawanan.

Beberapa pemimpin kelompok perlawanan ditangkap oleh patroli, namun sebagian besar secara sukarela menyerahkan diri; yang terakhir yang menyerahkan diri adalah Sabaja (Desember). Pangkalan di luar Tanah Grogot ditarik mundur, kekuatan militer dikurangi menjadi satu kompi, yang ditempatkan di Tanah Grogot. Tunjangan tetap bagi mantan sultan, Ibrahim Chaliloedin, dan Pangeran Mantri, yang terlibat dalam perlawanan, dicabut. Berdasarkan Keputusan Pemerintah HIndia Belanda tanggal 31 Juli 1918 no. 25, mantan sultan diasingkan ke Telok Betong, Pangeran Mantri ke Padang, Pangeran Prawira ke Banjoemas, dan Adji Moejoeh ke Benkoelen.[67]

Pemerintahan di Wilayah Pasir & Komposisinya.[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1905-an, hierarki pemerintahan di wilayah Pasir beserta komposisinya diuraikan sebagai berikut:[68] [69]

Sultan adalah pemimpin tertinggi di wilayah Pasir. Sultan Ibrahim Chalil Oedin (sultan ke-10) yang menduduki jabatan tersebut, adalah cucu dari Sultan Mohamad Sepoeh (Sultan ke-7) dari pihak ibu dan keturunan Bugis dari pihak ayah. Di bawahnya dalam urutan ada sultan moeda atau pewaris takhta yang ditunjuk,  pada saat itu adalah Adji Ngessi (Adji Njesei) bergelar Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, yang berasal dari garis keturunan Sultan Soleiman (Sultan ke-2), adalah buyut dan leluhurnya dari garis ayahnya, sedangkan Sultan Adam (Sultan ke-4) adalah kakeknya dari garis ibunya.

Terdapat Dewan Penasihat yang terdiri dari lima orang pembesar wilayah (landsgrooten). Mereka bertugas untuk memberikan nasihat kepada Sultan dalam menyelesaikan berbagai urusan dan juga bertindak sebagai pengadilan tertinggi. Sultan bertindak sebagai ketua Dewan Penasihat. Jika Sultan berhalangan hadir, Sultan Moeda yang akan menggantikannya.

Berikut 5 pembesar wilayah (landsgrooten) di Pasir:

  1. Adji Moeda, putra almarhum Sultan Ibrahim dan Dajang Saoena, dengan nama dan gelar Pangeran Soeria Nata.
  2. Adji Medja alias Daeng Sawidi, putra Andin Kaga dan Adji Mingkoe, dengan nama dan gelar Pangeran Mantri.
  3. Adji Andei, putra almarhum Sultan Abdoel Rachman dan Dajang Oewit, dengan nama dan gelar Pangeran Pandji.
  4. Pangeran Mas, bukan dari keturunan kerajaan, tetapi menikah dengan seorang saudari dari almarhum Sultan Mohamad Ali.
  5. Pangeran Depati, bukan dari keturunan kerajaan, tetapi menikah dengan seorang putri dari almarhum Sultan Mohamad Sepoeh.

Pejabat pelabuhan (sjahbandar) ditempatkan di muara Sungai Pasir, Telakei, dan Adang. Namun, sejak pengenaan hak tol dan pengelolaan pelabuhan diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda, jabatan-jabatan tersebut telah dihapuskan. Pemuka agama di wilayah Pasir dipimpin oleh seorang Imam.

Wilayah Pasir di bagi ke dalam subbagian-subbagian (seperti distrik), dengan masing-masing pemimpin adalah sebagai berikut:

  1. Wilayah aliran sungai dari hilir Sungai Pasir yaitu di hilir Muara Samoe, dipimpin oleh Sultan sendiri berkedudukan di Pasir.
  2. Wilayah aliran Sungai Samoe, dipimpin oleh Andin Roentay berkedudukan di Samoe.
  3. Wilayah aliran hulu Sungai Kendilo dari Muara Samoe sampai ke hulu, dipimpin oleh Pangeran Sjarif Nata, berkedudukan di Salinau/Salinan/Selinan.
  4. Wilayah aliran sungai-sungai yang bermuara ke laut di selatan Sungai Pasir dan di utara Tanjung Aroe. Pangeran Ratoe Agoeng bergelar Radja Besar sebagai pemimpin daerah ini dan berkedudukan di Teboeroek (Taberock).
  5. Wilayah aliran Sungai Moeroe, Sungai Lombok, dan hilir Sungai Adang. Pangeran Peraboe Anoem Kasoema Adininingrat (Pangeran Praboe Anom Kesoema Adiningrat) sebagai pemimpinnya, berkedudukan di Samoentai (Semoentei).
  6. Wilayah aliran hulu Sungai Adang. Pangeran Singa sebagai pemimpin, berkedudukan di Long Towo (Oeloeng Towo).
  7. Wilayah Hilir Sungai Telakei. Dipimpin oleh Sultan Ibrahim Chalil Oedin, diwakili oleh seorang wakil dengan gelar Raden Mas Politie, berkedudukan di Sabakong (Sebakong).
  8. Wilayah Hulu Sungai Telakei. Pemimpinnya adalah Adji Mas alias Adji Raden di Long Toejoe (Oeloeng Toejoek) dan Adji Djaja di Long Nikan (Oeloeng Nikan).
  9. Wilayah aliran Sungai Pasir, dipimpin oleh Pangeran Wangsa, berkedudukan di Semboerak.

Gelar para keturunan bangsawan, baik laki-laki maupun perempuan, adalah Adji. Kerabat jauh disebut Andin. Jika mereka memimpin kampung, mereka tetap mempertahankan gelar-gelar tersebut. Kepala kampung lainnya disebut Kapitan oleh orang Bugis, Kapitan dan Poenggawa oleh orang Badjo, dan Rangga, Temanggoeng, Poenggawa, Kjahi, dan Raden oleh orang Pasir dan Dajaks.

Sebelum masa pemerintahan Sultan Ibrahim Chalil Oedin, selain sultan sebagai pemimpin tertinggi, pemerintahan dipegang oleh Pangeran Mangkoe Boemi atau Rijksbestuurder (administrator). Di bawahnya, setiap suku memiliki pemimpinnya sendiri.[70]

Nama-Nama Kampung.[sunting | sunting sumber]

Dalam kunjungannya ke wilayah Pasir tahun 1850, Gallois (Resident Der Zuid- En Oosterafdeeling van Borneo) menyebut 2 (dua) kampung yaitu Rampa (terletak di Muara Sungai Pasir) & Pasir (Ibukota Kerajaan).[71]

Johannes Jacobus de Hollander mencatat bahwa pada tahun 1864 terdapat nama-nama kampung sebagai berikut: Boesoei, Terobok, Pasir (Ibukota Kerajaan), Rampa, Paraga, Saboen Toeroeng, & Terinsing.[72]

Dalam dokumen kontrak politik antara Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin dan pemerintah Hindia Belanda (Willem Broers, Resident der Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo) tahun 1889, termaktub nama-nama kampung yaitu: Pasir (tempat penandatanganan kontrak politik), Segendang, Perpat, Berombang, Adang, Telakei, Lembok, Silong, Pasir Lama, Setijoe, Kasoengei, Koewaroe, Labesie, Seratei, Laboeran, Moengkoe, Belingkong, Samoe, Bioe, Seboerangan, Koeman, Pamoejaran, & Senipa.[73]

Pada tahun 1905, dalam tulisan karya A.H.P.J. Nusselei[74] membagi wilayah di Kesultanan Pasir menjadi 9 (sembilan) bagian beserta nama-nama kampung yang termasuk didalamnya, yaitu:

  1. Daerah aliran sungai bagian hulu Sungai Pasir, yaitu mulai dari mulutnya di Selat Makassar hingga sungai itu bergabung dengan Sungai Samoe. Memiliki perkampungan antara lain: Kampong Badjou (di muara sungai Pasir), Tabanio, Tanah Grogot, Pabentjongan, Tapian Batang, Pakot Lolo, Pasir (ibukota kesultanan), Sangkoeriman, Pakot Baroe, Rantau Gedang, Pakot Damik, Pakot Bekasa, dan Pakot Lampesoe.
  2. Daerah aliran Sungai Samoe. Tidak disebutkan nama-nama perkampungannya.
  3. Daerah aliran Sungai Pasir bagian hulu, yaitu dari muara sungai dengan Sungai Samoe hingga ke sumbernya. Perkampungan yang disebut: Oedjoeng Polak, Toekarsama, Semborong, Sebentang (Barashoeri ?), Roesoei, Salinan, Batoe Botak (Sebuah kampung yang terkenal karena memberikan bantuan kepada pihak Pangeran Antassari & Pangeran Hidayat II selama "Perang Banjarmasin". Ini tercatat dalam karya Van Rees, Bagian II, halaman 317), Oeloeng Soeroe, Terobok, Loeasi, Sawah Djamban, Djamban, Tandjong Djebok (Oeloeng Loesang), Koejoe, Oeloeng Roeroen & Oeloeng Sarang.
  4. Daerah aliran sungai-sungai yang bermuara di selatan Sungai Pasir dan di utara Tandjoeng Aroe atau Ruige-Hoek di Selat Makassar. Nama perkampungan yang disebutkan: Bekang, Paron, Karang, Taberoek, Pat & Landing.
  5. Daerah aliran sungai Moeroe dan sungai Lombok serta muara Sungai Adang. Daerah ini terdiri dari: Lemo Lemo, Samoentai, Pakot Kwaro, & Pasir Majang.
  6. Daerah aliran sungai Adang bagian atas (hulu). Perkampungan yang disebut: Pakot Pait, Oeloe Towo, Oeloeng Itis, Krajang, dan Kempen.
  7. Daerah Hilir Sungai Telakei. Nama-nama perkampungan yang disebut: Sabakong, Ambaloet, Oeloeng Kali, Mendik, Soemik, Sekoelit, & Telak Moenggoe.
  8. Daerah Sungai Hulu Telakei. Perkampungan yang disebut: Oeloeng Toejoek, Baur Lalang, Loetar, Oeloeng Nikan, & Moeara Lambakan.
  9. Daerah aliran Sungai Pias (sebuah anak sungai sisi kanan dari Telakei). Semboetak adalah satu-satunya kampung di daerah tersebut.

Pendidikan.[sunting | sunting sumber]

Di Tanah Grogot, sejak tahun 1912 sudah ada sekolah rakyat. Pada tahun 1917 dan 1918, sekolah serupa dibuka di Sabakong, Semborong, dan Kerang. Sekolah di Sebakong berkembang dengan baik, begitu juga yang di Semborong, namun sekolah di Kerang ditutup pada tahun 1926 karena kekurangan murid. Sebaliknya, pada tahun 1927, sekolah-sekolah dibuka di Pasir Majang dan Bioe.

Sekolah di Moeara Kwaro, yang dibuka pada tahun 1919, dipindahkan ke Moeara Koemam pada tahun 1925, dan sejak itu ditutup karena kekurangan murid. Sejak tahun 1919, Damit dan Long Ikis juga memiliki sekolah rakyat mereka. Di Pasir, ada sekolah pribumi kelas dua dengan tiga guru. Jumlah total siswa yang menerima pendidikan pada 1 September 1927 adalah 174.[75]

Galeri.[sunting | sunting sumber]

Peta Wilayah Pasir (Circa 1936), termuat dalam karya W. van Slooten (Memorie van Overgave van de onderafdeling Pasir)
Henri Nicolas Alfred Swart (Civiel en Militair Resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo 1905)
Silsilah Kesultanan Pasir (termuat dalam karya S.W. Reeman (Militiare Memorie Betreffende de onderafdeling Pasir, 1927)








Referensi.[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 24–25. ISBN 978-1018679624. 
  2. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1849. Batavia (Jakarta): Ter Lands Drukkerij. 1849. hlm. 99. 
  3. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1850. Batavia (Jakarta): Ter Lands Drukkerij. 1850. hlm. 101. 
  4. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256. 
  5. ^ Bock, Carl (1887). Reis In Oost En Zuid-Borneo Van Koetei Naar Banjermassin, Ondernomen Op Last Der Indische Regeering In 1879 En 1880. 'S Gravenhage (Den Haag): Martinus Nijhoff. hlm. XLVI. 
  6. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 237–238. ISBN 978-1145411753. 
  7. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 24–25. ISBN 978-1018679624. 
  8. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 33–34. ISBN 978-1018679624. 
  9. ^ Goh, Yoon Fong (1969). Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747 (PhD thesis) (PDF). London: SOAS University of London. hlm. 33. doi:10.25501/SOAS.00026213. 
  10. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. VIII. ISBN 978-1162405278. 
  11. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 10. 
  12. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 68–69. 
  13. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 238. ISBN 978-1145411753. 
  14. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie, Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 68–69. 
  15. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 238. ISBN 978-1145411753. 
  16. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XIV–XLX. ISBN 978-1162405278. 
  17. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie, Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 69. 
  18. ^ von de Wall, Hermann (1849). Indisch Archief (Extract uit de dagelijksche aanteekeningen van den civielen gezaghebber voor Koeti en de Oostkust van Borneo, H. von Dewall, op eene reis van Bandjarmassin naar Koetei, Passier, en van daar terug naar Bandjarmassin). Batavia (Jakarta): Lange & Co. hlm. 93. 
  19. ^ Goh, Yoon Fong (1969). Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747 (PhD thesis) (PDF). London: SOAS University of London. hlm. 148. doi:10.25501/SOAS.00026213. 
  20. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XXVIII. ISBN 978-1162405278. 
  21. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XLVI. ISBN 978-1162405278. 
  22. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XLVII. ISBN 978-1162405278. 
  23. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. LIX. ISBN 978-1145411753. 
  24. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 221. 
  25. ^ Overeenkomsten met Inlandsche Vorsten in den OostIndischen Archipel, Vol. XXI, 1864-1865) (PDF). s'Gravenhage (The Hague): Landsdrukkerij. 1865. hlm. 3. 
  26. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 532. 
  27. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856 (Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo). Batavia (Jakarta): Van Haren, Noman En Kolff. hlm. 257. 
  28. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch-Indie voor 1858. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1858. hlm. 134. 
  29. ^ Staatsblad Van Nederlandsch-Indie Voor Het Jaar 1849 (Verdeeling van het Eiland Borneo in twee afdeelingen, onder de benaming van Wester afdeeling en Zuid en Ooster afdeeling, Besluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, van den 27sten Augustus 1849, No. 8). Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1849. hlm. Lijst No. 40. 
  30. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement, 1850. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256–257. 
  31. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25,. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 212 (artikel/pasal 34). 
  32. ^ Almanak En Naamregister Van Nederlandsch-Indie Voor 1859. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1859. hlm. 138. 
  33. ^ "Kolonien. De laatste berigten uit Banjermasing zijn gedagteekend Amonthay 20 october". Middelburgsche Courant. 17 Januari 1861. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  34. ^ van Rees, W.A. (1866). Eene Bijdrage Tot De Indische Krijgsgeschiendenis. De Bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (De Gids, Dertigste Jaargang, Vierde Jaargang, Derde Deel, 1866). Amsterdam: P.N. Van Kampen. hlm. 71. 
  35. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25,1865. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 210–213. 
  36. ^ "Kolonien. De Sultan van Passir heeft men er toe gekregen, dat hij een kotrakt met het goevernement heef geteekend". Middelburgsche Courant. 1862-06-28. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  37. ^ "Per telegraaf, via Soerabaija, zijn de volgende berigten, loopende tot den 2den dezer, van Bandjermassing ontvangen". Nieuwedieper Courant. 1862-08-31. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  38. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865. XXI.27. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 212–213. 
  39. ^ Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO. Acte van Bevestiging van Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin als vorst van Pasir. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 2. 
  40. ^ Koloniaal Verslag van 1866, Hoofdstuk C (PDF). Netherlands. Departement van Kolonien. 1866. hlm. 20. 
  41. ^ Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie, Voornaamste Inlandsche Vorsten. Batavia (Jakarta): Lands-Drukkerij. 1870. hlm. 200. 
  42. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 62. 
  43. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 62. 
  44. ^ Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO.5. Pasir. (Nota van Toelichting.). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 3. 
  45. ^ Staatsblad van Nederlandsch-Indie over Het Jaar 1884 (Staatsblad No. 35). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1885. 
  46. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. AKTE VAN BEVESTIGING. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7. 
  47. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. Akten van Verband En van Bevestiging. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7. 
  48. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12. 
  49. ^ Zitting 1897-1898.-5 Koloniaal Verslag van 1897 I. Nederlandsch (Oost) Indie. Verslag. No. 2 (Bijlagen C van het verslag der handelingen van de Tweede Kamer der Staten-Generaal). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1897. hlm. 24–25. 
  50. ^ Politiek Beleid En Bestuurszorg in de Buitenbezittingen (Tweede Gedeelte A. Hoofdstuk III : Historisch Overzicht 1899-1908). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909. hlm. 94. 
  51. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 12 & No. 29. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  52. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 10 & No. 11. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  53. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 6 & No. 9. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  54. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1903 1904. 201.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 33 & No. 34. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1905. 
  55. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 84. 
  56. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 86. 
  57. ^ Swart, H.N.A (1906). Memorie van overgave van het Bestuur der residentie Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo. hlm. 29–30. 
  58. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1908 1909. 311.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No 44-45. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909. 
  59. ^ Handelingen der Staten-Generaal, Bijlagen Tweede Kamer, 1908-1909-311, No. 1. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909. 
  60. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 88. 
  61. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 89. 
  62. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 93. 
  63. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 94. 
  64. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 95. 
  65. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 96–97. 
  66. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 97–98. 
  67. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 98. 
  68. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 562–564. 
  69. ^ Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. hlm. 43–45. 
  70. ^ De Hollander, Joannes Jacobus (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda): ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. hlm. 147–148. ISBN 978-1149818619. 
  71. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256. 
  72. ^ De Hollander, Joannes Jacobus (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda): ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. hlm. 147–148. ISBN 978-1149818619. 
  73. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12. 
  74. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 551–553. 
  75. ^ Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. hlm. 35. 

Daftar Pustaka.[sunting | sunting sumber]

  1. Blok, Roelof (1848).Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848 (Beknopte Geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden). Batavia (Jakarta). Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap.
  2. Bock, Carl (1887). Reis in Oost en Zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, Ondernomen op last der Indische Regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta). Martinus Nijhoff. ISBN 978-1162405278.
  3. Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius van (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam. J. H. Scheltema. ISBN 978-1018679624.
  4. Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin. Drukkerij: Liem Hwat Sing.
  5. Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856 (Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo). Amsterdam. Frederik Muller. Batavia (Jakarta). Van Haren, Noman En Kolff.
  6. Goh, Yoon Fong (1969). "Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747". PhD thesis. London. SOAS University of London. doi:10.25501/SOAS.00026213.
  7. Hollander, Joannes Jacobus de (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda). ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. ISBN 978-1149818619.
  8. Koloniaal Verslag van 1866, Hoofdstuk C. Netherlands. Departement van Kolonien.
  9. Nusselein, A.H.P.J. (1905). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905. (Beschrijving van het Landschap Pasir). 's Gravenhage (The Hague). Martinus Nijhoff.
  10. Politiek Beleid En Bestuurszorg in de Buitenbezittingen (Tweede Gedeelte A. Hoofdstuk III : Historisch Overzicht 1899-1908). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909.
  11. Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. Collection of Afd. Cult En Phys. Anthropologie van het Kon. Instituut Voor De Tropen.
  12. Rees, Willem Adriaan van (1866). De Gids, Dertigste Jaargang, Vierde Jaargang, Derde Deel, 1866 (Eene Bijdrage Tot De Indische Krijgsgeschiendenis. De Bandjermasinsche krijg van 1859-1863). Amsterdam: P.N. Van Kampen.
  13. Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel). Joh. Noman en Zoon. ISBN 978-1145411753.
  14. Weddik, Arnoldus Laurens (1849). Tijdschrift voor De Indien. Eerste Jaargang. Deel I, 1849. (Beknopt Overzigt van het Rijk van Koetei op Borneo). Batavia (Jakarta). Lange & Co.
  15. Serial "Memorie van Overgave van de residentie Zuider- en Oosterafdeling Borneo" oleh G.J. Gersen (1877), J.J. Meijer (1880), W. Broers (1891), A.M. Joekes (1894), H.N.A. Swart (1906), L.J.F. Rijckmans (1916), H.J. Grijzen (1917), A.M. Hens (1921), C.J. van Kempen (1924), J. de Haan (1929), R.J. Koppenol (1931), B.C.C.M.M. van Suchtelen (1933), W.G. Moggenstorm (1937).

Bacaan Lanjutan.[sunting | sunting sumber]

  1. Staatsblad Van Nederlandsch-Indie Voor Het Jaar 1849, Lijst No. 40. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1849.
  2. Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, (Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865.
  3. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO.5. Pasir. (Nota van Toelichting.). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 3.
  4. ZITTING 1897-1898.-5 Koloniaal Verslag van 1897 I. Nederlandsch (Oost) Indie. Verslag. No. 2 (Bijlagen C van het verslag der handelingen van de Tweede Kamer der Staten-Generaal). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1897. hlm. 24–25.
  5. Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. AKTE VAN BEVESTIGING. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7.
  6. Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12.
  7. Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 10 & No. 11. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902.
  8. Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1903 1904. 201.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 33 & No. 34. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1905.
  9. Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1908 1909. 311.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No 44-45. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909.
  10. Handelingen der Staten-Generaal, Bijlagen Tweede Kamer, 1908-1909-311, No. 1. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909.

Pranala luar.[sunting | sunting sumber]

  1. Situs web resmi Database Peraturan JDIH BPK RI.
  2. Situs web historia.id.
  3. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  4. Situs web Portal Berita PINISI.co.id.
  5. Situs Web All Government Organizations in The Netherlands
  6. Situs web Nederlands Nationaal Archief.
  7. Situs Web Koninklijke Bibliotheek (Perpustakaan Nasional Belanda).