Lompat ke isi

Sistem pengendalian sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sistem pengendalian sosial adalah sesuatu kegiatan yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mengajak mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Meskipun begitu hal tersebut bukanlah berarti bahwa pengendalian sosial bertujuan untuk memaksakan kaidah-kaidah atau nilai-nilai yang berlaku pada pribadi-pribadi warga masyarakat.[1]

Sebenarnya tujuan dari pengendalian sosial tersebut untuk menjaga kehidupan bermsyarakat dari ketimpangan yang ada sehingga kehidupan tersebut tetap terjaga keserasiannya.

Awal mula pengendalian sosial

[sunting | sunting sumber]

Istilah "kontrol sosial" pertama kali diperkenalkan ke sosiologi oleh Albion Woodbury Small dan George Edgar Vincent pada tahun 1894; namun, pada saat itu, sosiolog hanya menunjukkan minat sporadis pada subjek tersebut.[2] Beberapa filsuf sosial telah berperan dalam perkembangan kontrol sosial seperti Thomas Hobbes dalam karyanya Leviathan yang membahas tatanan sosial dan bagaimana negara menjalankannya dengan menggunakan kekuatan sipil dan militer; serta Cesare Beccaria 's On Crimes and Punishments yang berpendapat bahwa orang akan menghindari perilaku kriminal jika tindakan mereka menghasilkan hukuman yang lebih keras, menyatakan bahwa perubahan hukuman akan bertindak sebagai bentuk kontrol sosial.[2]

Sosiolog Émile Durkheim juga mengeksplorasi kontrol sosial dalam karya The Division of Labour in Societydan membahas paradoks penyimpangan, menyatakan bahwa kontrol sosial adalah yang membuat kita mematuhi hukum sejak awal.[3]

Masyarakat menggunakan sanksi tertentu untuk menegakkan standar perilaku yang dianggap dapat diterima secara sosial. Individu dan institusi memanfaatkan kontrol sosial untuk menetapkan norma dan aturan sosial, yang dapat dilakukan oleh teman sebaya atau teman, keluarga, negara dan organisasi keagamaan, sekolah, dan tempat kerja. Tujuan dari kontrol sosial adalah untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat dan memastikan kesesuaian pada mereka yang dianggap menyimpang atau tidak diinginkan dalam masyarakat.[3]

Sosiolog mengidentifikasi dua bentuk dasar kontrol sosial:

  1. Sarana kontrol informal – Internalisasi norma dan nilai melalui proses yang dikenal sebagai sosialisasi , yang merupakan “proses di mana seorang individu, yang lahir dengan potensi perilaku rentang yang sangat luas, dituntun untuk mengembangkan perilaku aktual yang terbatas pada rentang yang lebih sempit dari apa yang dapat diterima baginya menurut standar kelompok ”
  2. Sarana kontrol sosial formal – Sanksi eksternal diberlakukan oleh pemerintah untuk mencegah pembentukan kekacauan atau anomi dalam masyarakat. Beberapa ahli teori, seperti Émile Durkheim , menyebut bentuk kontrol ini sebagai regulasi.[4]

Skema pengendalian sosial

[sunting | sunting sumber]

Dalam skema pengendalian sosial ini akan menjelaskan bangaimana suatu proses pengendalian sosial terjadi sehingga pada akhirnya berujung pada kebudayaan yang mendarah daging pada masyarakat.

Uraian dari skema tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

Pengertian Kekuatan Sanksi
Cara Suatu bentuk perbuatan Sangat Lemah Celaan dari individu
Kebiasaan Perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama Agak kuat Disalahkan oleh orang banyak
Tata Kelakuan Kebiasaan yang diterima sebagai norma atau kaidah pengatur Kuat Hukuman
Adat Istiadat Kebiasaan yang terintegrasikan dengan kuatnya dalam masyarakat Kuat sekali Dikeluarkan dari masyarakat
Hukum Adat Adat istiadat yang mempunya akibat hukum Kuat sekali Pemulihan kead

aan dan hukuman

Menurut sosiologi, maka akan dilakuknanya sebuah pembedaan dari berbagai macam bentuk tipe pengendalian sosial, macam tipe tersebut adalah suatu dikhotomi-dikhotomi, sebagai berikut.

  1. Formal social control dan informal social control. Yang pertama menunjuk pada suatu tata cara yang dibentuk oleh suatu badan-badan resmi, tata cara yang mana dapat dipaksa cara berlakunya. Pada yang kedua, biasanya senantiasa tergantung pada kenyataanapakah warga masyarakat mengakuinya atau tidak.
  2. Primary group control dan secondary group control. Biasanya hal ini diterapkan pada sebuah kelompok-kelompok kecil (kelompok utama atau primary) yang anggota-anggotanya saling kenal mengenal. Dan juga biasanya kelompok ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap anggota-anggotanya pada kelompok sekunder, pengendalian sosial pada kelompok ini biasanya dilakukan menggunakan aturan-aturan formal.
  3. Regulative social control dan suggestive social control. Regulative social control lebih menekankan pada perintah-perintah atau larangan-larangan, dan sedangkan pada suggestive social control lebih menekankan pada cara-cara yang persuasif kooperatif.
  4. Passive social control dan active social control, Pengendalian sosial ini dapat dilakukan oleh seseorang kepada orang lainnya.[1]

Cara pengendalian sosial

[sunting | sunting sumber]

Dalam pengendalian sosial di masyarakat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

  1. Meningkatkan keyakinan masyarakat akan kebaikan dari suatu kaidah-kaidah sosial tertentu,
  2. Memberikan suatu penghargaan kepada warga-warga masyarakat yang telah menaati kaidah-kadiah sosial tersebut, dan juga memberikan sanksi-sanksi positif bagi mereka yang tidak menaatinya,
  3. Menimbulkan resa malu pada diri apabila ada terjadinya penyimpangan dalam warga-warga masyarakat mengenai suatu kaidah-kaidah atau nilai-nilai sosial tertentu,
  4. Menumbuhkan rasa takut akan melanggar suatu penyimpangan pada kaidah-kaidah masyarakat,
  5. Menyusun perangkat aturan-aturan hukum.

Dengan adanya cara-cara tersebut dapat diharapkan agar terciptanya keadaan keteraturan sosial yang lebih baik pada masyarakat.

Pada penerapan sanksi ini diharapkan akan adanya keteraturan dan terkendalinya ketertiban bagi masyarakat agar tercapainya suatu kehidupan masyarakat yang bermoral baik. dalam penerapan sanksi ini terdapat dua jenis sanksi yaitu formal dan sanksi informal

Sanksi Formal biasanya dikenakan oleh pemerintah dan organisasi dalam bentuk undang-undang untuk menghargai atau menghukum perilaku. Beberapa sanksi formal termasuk denda dan penahanan untuk mencegah perilaku negatif. Bentuk kontrol sosial formal lainnya dapat mencakup sanksi lain yang lebih berat tergantung pada perilaku yang dianggap negatif seperti penyensoran , pengusiran, dan pembatasan kebebasan politik.[5] Contoh ini dapat dilihat dalam undang- undang . Jika seseorang melanggar hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan tertangkap, mereka harus pergi ke pengadilan dan tergantung pada tingkat keparahannya, harus membayar denda atau menghadapi konsekuensi yang lebih keras. Menurut sebuah studi yang dilakukan pada kejahatan di kota-kota, di kota-kota yang memiliki tingkat penahanan yang lebih tinggi dan polisi yang melakukan lebih banyak penangkapan untuk pelanggaran publik, cenderung memiliki tingkat kejahatan dan tingkat penahanan yang lebih rendah.[6]

Sedangakan Sanksi Informal dapat berupa rasa malu, ejekan, sarkasme, kritik, dan ketidaksetujuan, yang dapat menyebabkan individu menyimpang dari norma sosial masyarakat. Dalam kasus yang ekstrim, sanksi dapat mencakup diskriminasi dan pengucilan sosial. Kontrol sosial informal biasanya lebih berpengaruh pada individu karena nilai-nilai sosial menjadi terinternalisasi, sehingga menjadi aspek kepribadian individu.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Soerjono, Soekanto (2021). Hukum Adat Indonesia. Depok: Rajawali Press. ISBN 978-602-425-536-7. 
  2. ^ a b Hollingshead, AB (April 1941). “Konsep Pengendalian Sosial”. Tinjauan Sosiologis Amerika
  3. ^ a b Conley, Dalton (2017). Anda mungkin bertanya pada diri sendiri: Pengantar berpikir seperti seorang sosiolog (Core 5th ed.). WW Norton & Company, Inc. hal. 197. ISBN 978-0-393-61582-1.
  4. ^ Lindzey, Gardner (Ed), (1954). Handbook psikologi sosial . I. Teori dan metode. II. Bidang dan aplikasi khusus (jilid II), (hlm. II, 655–692). Oxford, Inggris: Addison-Wesley Publishing Co., xx, 1226 hlm
  5. ^ "3.2I: Sanctions". Social Sci LibreTexts (dalam bahasa Inggris). 2018-07-27. Diakses tanggal 2022-11-29. 
  6. ^ Sampson, Robert J. (1986). "Kejahatan di Kota: Pengaruh Kontrol Sosial Formal dan Informal". Kejahatan dan Keadilan
  7. ^ Holland G., Skinner BF Analisis perilaku. McGraw-Hill New York, 1961.