Sultan Abu Syahid Syah
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Abu Syahid Syah | |
---|---|
Paduka Sri Maharaja Sultan | |
Raja Melaka ke-4 | |
Berkuasa | 1444-1446 |
Penobatan | 1444 |
Pendahulu | Sultan Muhammad Syah |
Penerus | Sultan Muzzafar Syah |
Kelahiran | Raja Ibrahim |
Wangsa | Mauli |
Dinasti | Melaka |
Ayah | Sultan Muhammad Syah |
Ibu | Putri Raja Rokan |
Agama | Islam |
Sultan Abu Syahid Syah atau Sri Parameswara Dewa Syah adalah penguasa keempat Melaka yang memerintah tahun 1444–1446.
Nama asli Sultan Abu Syahid Syah adalah Raja Ibrahim. Ia merupakan putra dari Sultan Muhammad Syah dan Puteri Raja Rokan.
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Sultan Abu Syahid Syah menaiki takhta Kesultanan Melaka melalui monopoli pengaruh dan kuasa ibunya, Puteri Rokan dan kakeknya Raja Rokan, yang berhasil mempengaruhi para pembesar Melaka untuk melangkahi pewaris takhta, Raja Kasim.
Meski Raja Kasim adalah putra tertua Sultan Muhammad Syah, namun ibunya, Tun Ratnawati tidak berasal dari keturunan berdarah gahara (keturunan raja yang tulen). Tun Ratnawati merupakan adik kandung Tun Ali, keduanya anak dari Raja Mani Purindan dan Tun Ratna Sundari. Tun Ali telah dilantik sebagai Bendahara Melaka bergelar Seri Nara Diraja, menggantikan datuknya Seri Nara Diraja Tun Perpatih Besar. Setelah Sultan Abu Syahid naik takhta di usia yang masih muda, Raja Kasim dan ibunya diusir paksa keluar dari istana dan meneruskan hidup sebagai nelayan.
Walaupun Sultan Abu Syahid telah menjadi Raja Melaka, namun kuasa pemerintahan sebenarnya terletak di tangan Raja Rokan. Melaka seolah-olah diperintah oleh Raja Rokan yang senantiasa berdamping dengan Sultan Abu Syahid. Akibatnya, pegawai-pegawai Melaka mulai membenci Raja Rokan.
Tata cara Sultan Abu Syahid setelah naik takhta juga lebih menggambarkan cara-cara hidup agama Hindu, meski Islam telah menjadi agama resmi Kesultanan Melaka sejak era Parameswara. Ia bahkan lebih bangga menggunakan gelar Parameswara II dan Sri Parameswara Dewa Syah dari pada Sultan Abu Syahid Syah.
Tun Ali dan pembesar Melaka yang menentang cara hidup Sultan Abu Syahid, termasuk ibu dan kakeknya Raja Rokan, membuatnya merencanakan pemberontakan.
Tun Ali juga mengajak cucunya, Raja Kasim untuk menentang Raja Rokan. Rencana pemberontakan mereka mendapat sambutan positif di kalangan penduduk Melaka yang memang tidak menyukai Raja Rokan. Tun Ali dan Raja Kasim juga telah berhasil membujuk beberapa petinggi Melaka untuk bergabung dengan mereka.
Serangan dilakukan pada waktu malam di istana, dan terjadilah pertarungan antara pengikut Sultan Abu Syahid dan penduduk Melaka yang dipimpin Raja Kasim, Bendahara dan Seri Nara Diraja Tun Ali. Sultan Abu Syahid dan Raja Rokan terbunuh dalam serangan itu, yang terjadi pada tahun 1446.
Pemerintahan Sultan Abu Syahid Syah hanya bertahan selama dua tahun, dan kemudian Raja Kasim ditabalkan sebagai Sultan Melaka yang ke lima, bergelar Sultan Muzaffar Syah.
Didahului oleh: Sultan Muhammad Syah |
Sultan Malaka 1444-1446 |
Diteruskan oleh: Sultan Muzaffar Syah |