Soegih Arto

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sugih Arto)
Soegih Arto
Jaksa Agung Republik Indonesia Ke-8
Masa jabatan
1966–1973
Sebelum
Pengganti
Ali Said
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1923-12-22)22 Desember 1923
Yogyakarta, Hindia Belanda
Meninggal29 Desember 2008(2008-12-29) (umur 85)
Jakarta, Indonesia
MakamTaman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Alma materHogere Kriegjschool (1952)
ProfesiJaksa, TNI
Karier militer
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1945 - 1979
Pangkat Letnan Jenderal TNI
SatuanInfanteri
Komando
  • Batalyon 22 / Djaja Pangerot
  • Resimen Infanteri 11 T&T III / Siliwangi
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Letnan Jenderal TNI (Purn.) Soegih Arto (22 Desember 1923 – 29 Desember 2008) adalah Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1966 - 1973. Sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Singapura dari tahun 1961 hingga 1963. Setelah menjabat sebagai Jaksa Agung RI mengemban tugas sebagai Dubes RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di India periode 1974-1977. Pensiun dari Dinas Militer tahun 1979.

Kehidupan pribadi[sunting | sunting sumber]

Soegih Arto lahir di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1923 dari pasangan Wirjohardjo dan Ibu yang namanya tidak diketahui.[1] Ia memulai pendidikan formalnya dari jenjang Frobelschool (Taman Kanak-Kanak) hingga Hollands Inlandsche Kweekschool (Sekolah Guru) atau disingkat menjadi HIK,[2] akan tetapi karena Belanda menyerah tanpa syarat terhadap Jepang maka pendidikan Soegih Arto di pun tidak selesai akan tetapi hal itu tidak lama karena di Bulan Oktober 1942, Soegih Arto yang termasuk bekas Siswa HIK mendapat panggilan untuk melanjutkan pendidikannya di Kootoo Shihan Gakkoo atau dalam bahasa indonesianya adalah Kursus Guru.[3]

Karier[sunting | sunting sumber]

Setelah lulus dari Kootoo Shihan Gakkoo maka Soegih Arto ditempatkan di SMP Manggarai sebaga Guru Bahasa Jepang, Sejarah dan Olahraga akan tetapi hal itu tidak lama karena minatnya yang besar terhadap Dunia kemiliteran maka Soegih Arto pun mendaftar menjadi Anggota Tentara PETA dan setelah itu ia lulus seleksi dan mengikuti pelatihan di Jawa Boei Kanbu Giyugun Resentai, Bogor selama 18 Bulan dan kemudian setelah lulus di beri pangkat Giyu-Shoi (Letnan Dua) dan menjabat sebagai Perwira Administrasi atau Keiri Shodancho dalam bahasa jepangnya.

Pasca proklamasi kemerdekaan, Shodancho Soegih Arto bergabung kedalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan bertugas sebagai Pengangkut beras untuk persediaan Dapur BKR akan tetapi tidak lama kemudian saat BKR berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) maka Soegih Arto pun dipercaya menjadi Ajudan Komandan Resimen 8 Divisi 3 TKR Komandemen Jawa Barat dengan pangkat Letnan Satu disamping merangkap sebagai Liasion Officer (Perwira Penghubung) ke Tentara Inggris.

Akan tetapi tidak lama kemudian Soegih Arto mendapat kenaikan pangkat Kapten dan menjabat sebagai Komandan Batalyon 2 Resimen 9 Divisi 3, kemudian di Tahun 1946 saat terjadi penggabungan Divisi 1 hingga Divisi 3 menjadi Divisi Siliwangi maka Kapten Soegih Arto dipercaya menjadi Komandan Batalyon 22 / Jaya Pangerot Brigade Guntur Divisi Siliwangi.

Kemudian di Tanggal 31 Mei 1948, Kapten Soegih Arto tertangkap oleh Tentara Belanda dan dijatuhi Hukum 10 Tahun Penjara dengan tuduhun melakukan tindakan subversif terhadap negara Pasundan akan tetapi pasca perang kemerdekaan usai maka Kapten Soegih Arto pun dibebaskan dan mendapat kenaikan pangkat Mayor di Tahun 1950 serta menjabat sebagai Kepala Staf Brigade B Divisi IV / Siliwangi kemudian menjadi Komandan KMKB Bandung merangkap Komandan Resimen Infanteri 11 T&T III / Siliwangi dan setelah itu menjadi Kepala Staf Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD).

Tahun 1956, Mayor Soegih Arto mendapat kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel dan menjabat sebagai Komandan KMKB Medan T&T I / Bukit Barisan dan pada tahun 1959 ia menjadi Kepala Staf Komando Pendidikan dan Latihan AD dan tidak lama kemudian ia mengikuti Kursus Militer Atase di Jakarta dan mendapat kenaikan pangkat Kolonel serta menjabat sebagi Kepala KJRI (Sekarang KBRI) Singapura.

Dan setelah itu menjadi Penasihat Menteri Koordinator Keuangan dengan pangkat Brigadir Jenderal dan di Tahun 1965 menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Birma (Sekarang Myanmar) akan tetapi setahun setelah peristiwa G30S/PKI dipercaya menjadi Asisten Intelijen Men / Pangad dan setelah itu menjadi Jaksa Agung periode 1966-1973 dan pada tahun 1970 mendapat kenaikan pangkat Letnan Jenderal.

Setelah itu pada tahun 1974 diangkat menjadi Dubes RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di India periode 1974-1977 dan pensiun dari Dinas Militer di Tahun 1979.

Riwayat Jabatan[sunting | sunting sumber]

  1. Guru Bahasa Jepang, Sejarah dan Olahraga di Cugakko (SMP) Manggarai (1943)
  2. Keiri Shodancho Boei Giyugun (1943-1945).
  3. Ajudan Komandan Resimen 8 Divisi 3 TKR Komandemen Jawa Barat (1945-1946)
  4. Komandan Batalyon 2 Resimen 9 Divisi Siliwangi (1946-1947).
  5. Komandan Batalyon 22 / Djaja Pangerot Brigade Guntur Divisi IV / Siliwangi (1947-1948).
  6. Ditangkap dan dipenjara 10 Tahun oleh Negara Pasundan.
  7. Kepala Staf Brigade B Divisi IV / Siliwangi (1950-1951).
  8. Komandan KMKB Bandung & Resimen Infanteri 11 T&T III / Siliwangi (1951-1953).
  9. Kepala Staf Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (1953-1956).
  10. Komandan KMKB Medan T&T I / Bukit Barisan (1956-1958).
  11. Kepala Staf Komando Pendidikan dan Latihan AD (1958-1959).
  12. Kepala KJRI Singapura (1959-1963).
  13. Penasihat pada Menteri Koordinator Keuangan Kabinet Kerja IV (1963-1964).
  14. Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Burma / Myanmar (1964-1965).
  15. Asisten Intelijen Menteri / Panglima Angkatan Darat dan Pj Ketua Pusat Intelijen ABRI (1965-1966).
  16. Jaksa Agung Republik Indonesia (1966-1973).
  17. Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di India (1974-1977).
  18. Perwira Tinggi diperbantukan Mabes TNI AD (1977-1979)
  19. Pensiun (1979).

Kepangkatan[sunting | sunting sumber]

  1. Giyu Shoi (1943-1945).
  2. Letnan Satu Inf (1945-1946).
  3. Kapten Inf (1946-1950).
  4. Mayor Inf (1950-1955).
  5. Letnan Kolonel Inf (1955-1959).
  6. Kolonel Inf (1959-1963).
  7. Brigadir Jenderal TNI (1963-1966).
  8. Mayor Jenderal TNI (1966-1970).
  9. Letnan Jenderal TNI (1970-1979).

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Soegih Arto (1989). Sanul Daca : Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto. Jakarta: Meredeka Sarana Usaha. hlm. 5, 13. 
  2. ^ Soegih Arto (1989). Sanul Daca : Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto. Jakarta: Meredeka Sarana Usaha. hlm. 18. 
  3. ^ Soegih Arto (1989). Sanul Daca : Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto. Jakarta: Meredeka Sarana Usaha. hlm. 33. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
A. Soethardio
Jaksa Agung Republik Indonesia
1966–1973
Diteruskan oleh:
Ali Said
Jabatan lain
Didahului oleh:
Ketua Umum Persatuan Atlet Seluruh Indonesia
1966–1973
Diteruskan oleh:
Sayidiman Suryohadiprojo
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
GPH Djatikusumo
Duta Besar Indonesia untuk Singapura
1961–1963
Diteruskan oleh:
Abdul Rahman Ramly
Didahului oleh:
Suska
Duta Besar Indonesia untuk Myanmar
1964–1965
Diteruskan oleh:
Imam Sukarto
Didahului oleh:
S. Tjakradipura
Duta Besar Indonesia untuk India
1974–1977
Diteruskan oleh:
Syamsul Bahri