Lompat ke isi

Bir pletok: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
 
Baris 21: Baris 21:


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,<ref name="rezkisari"/> walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa kolonial.{{sfnp|Attas|2021|p=589}} Sejarawan [[JJ Rizal]] menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.<ref name="afrisia">{{cite web |last=Afrisia |first=Rizky Sekar |title=Sejarah bir pletok Betawi, tiruan anggur Barat tanpa alkohol |website=CNN Indonesia |date=2015-06-22 |url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |archive-date=2024-06-27}}</ref> Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang [[Orang Belanda|Belanda]] seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.<ref name="yuniar"/> Ditambah lagi, kemeriahan pesta yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Attas|2021|p=590}} Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, [[Khamar|minuman memabukkan]] adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa bir, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=144–146}} Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.{{sfnp|Attas|2021|p=591}}
Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,<ref name="rezkisari"/> walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa kolonial.{{sfnp|Attas|2021|p=589}} Sejarawan [[JJ Rizal]] menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.<ref name="afrisia">{{cite web |last=Afrisia |first=Rizky Sekar |title=Sejarah bir pletok Betawi, tiruan anggur Barat tanpa alkohol |website=CNN Indonesia |date=2015-06-22 |url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195209/https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |archive-date=2024-06-27}}</ref> Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang [[Orang Belanda|Belanda]] seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.<ref name="yuniar"/> Ditambah lagi, kemeriahan pesta yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Attas|2021|p=590}} Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, [[Khamar|minuman memabukkan]] adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa bir, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=144–146}} Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.{{sfnp|Attas|2021|p=591}}


Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang [[pikulan]] keliling pada tahun 1900-an.{{sfnp|Gardjito|Putri|Dewi|2017|p=113–114}} Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran [[penanaman modal asing]] pada tahun 1970-an.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=151}}<!--Untuk mempertahankan [[hidangan Betawi]] yang semakin terpinggirkan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyokong... -->
Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang [[pikulan]] keliling pada tahun 1900-an.{{sfnp|Gardjito|Putri|Dewi|2017|p=113–114}} Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran [[penanaman modal asing]] pada tahun 1970-an.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=151}}<!--Untuk mempertahankan [[hidangan Betawi]] yang semakin terpinggirkan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyokong... -->

Revisi terkini sejak 29 Juni 2024 20.42

Bir pletok
Empat botol bir pletok
SajianMinuman
Tempat asalIndonesia Indonesia
DaerahJakarta[1]
Suhu penyajianPanas atau dingin
Bahan utamajahe, serai, secang, daun pandan, air, garam, gula
Bahan yang umum digunakankapulaga, kayu manis, cengkeh, bunga lawang, adas, daun jeruk, cabe jawa, dan lada hitam
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Bir pletok adalah minuman khas masyarakat Betawi yang terbuat dari berbagai macam rempah. Minuman ini telah diakui sebagai warisan budaya takbenda Indonesia pada tahun 2014,[1] serta menjadi salah satu dari delapan ikon kebudayaan Betawi yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2017.[2]

Penamaan[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa pendapat mengenai asal-usul nama bir pletok. Istilah bir sendiri tampaknya diserap dari bahasa Belanda bier 'bir',[3] walaupun minuman ini tidak mengandung alkohol[4] dan menggunakan bahan-bahan yang berbeda dari bir pada umumnya.[3] Meski begitu, ada pula anggapan etimologi rakyat bahwa bir yang dimaksud sebenarnya berasal dari kata bahasa Arab biʼrun yang bermakna 'sumber air'.[5] Sementara, sebutan pletok kemungkinan merupakan tiruan bunyi, entah dari tumbukan rempah segar sebelum digodok,[6] dari campuran bahan baku saat proses pengocokan dengan ruas bambu[7][8] maupun kaleng untuk menghasilkan busa,[9] dari tekanan udara ketika sumbat botol minuman tersebut dibuka,[8][10] atau dari beradunya es batu di dalam teko yang digunakan untuk penyajian.[7]

Berdasarkan aturan penamaan produk pangan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), nama sebuah produk pangan yang ingin disertifikasi halal tidak dapat mengandung hal-hal yang berkonotasi haram atau dilarang bagi pemeluk agama Islam, termasuk kata bir yang aslinya merujuk pada sejenis minuman beralkohol.[11] Akan tetapi, bir pletok dikecualikan dari aturan ini karena telah dianggap sebagai bagian dari ʻurf atau adat-istiadat setempat, dan sudah dikenal secara turun-temurun sebagai minuman penghangat tanpa unsur yang diharamkan dari segi zat.[12]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,[6] walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa kolonial.[7] Sejarawan JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.[13] Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang Belanda seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.[8] Ditambah lagi, kemeriahan pesta yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.[13][14] Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, minuman memabukkan adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa bir, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.[13][15] Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.[16]

Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang pikulan keliling pada tahun 1900-an.[17] Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran penanaman modal asing pada tahun 1970-an.[18]

Bahan baku[sunting | sunting sumber]

Rempah-rempah yang digunakan untuk membuat bir pletok ditampilkan di Museum Betawi.[19]

Bahan baku bir pletok dapat berbeda-beda tergantung daerah dan pengrajin, tetapi jahe dan secang umumnya selalu ada.[20] Penggunaan secang menjadi pembeda utama antara bir pletok Betawi dan bir kocok khas Bogor.[21] Beberapa di antara rempah yang lazim digunakan dalam pembuatan bir pletok adalah jahe, jahe merah, sereh, kunyit, kayu secang, kayu manis, lada hitam, daun pandan, daun jeruk, biji pala, kapulaga, kembang lawang, serta cengkeh, ditambah gula dan garam. Seiring perkembangan zaman dan perubahan cuaca, tiap pengrajin ada yang menggunakan ke 13 macam rempah tadi, ada juga yang tidak. Bahkan, ada beberapa pengrajin Bir Pletok yang menggunakan cabe arei atau cabe jawa sebagai salah satu bahan baku yang digunakan. Sementara terkait penggunaan pemanis, ada yang menggunakan gula pasir, gula aren atau madu hutan. Tapi biasanya, agar harga jual bisa dijangkau kebanyakan masyarakat dan ekonomis, biasanya para pengrajin menggunakan gula pasir. Sementara untuk mengejar khasiat, digunakan gula aren atau madu hutan.

Ragam bahan baku bir pletok juga mencerminkan persinggungan kemajemukan budaya yang mempengaruhi masyarakat Betawi.[22] Minuman serupa yang berbahan rebusan herbal dapat ditemui dalam berbagai kebudayaan Nusantara, seperti misalnya jamu khas Jawa serta loloh khas Bali. Sementara, unsur rempah seperti kapulaga dan kayu manis lazim digunakan dalam hidangan Arab dan hidangan India, yang turut menyumbang pengaruh dalam hidangan Betawi.[23] Bersama dengan kerak telor, JJ Rizal menyebut bir pletok sebagai "mahakarya paling orisinal" masyarakat Betawi.[24] Sebagaimana kerak telor menunjukkan kentalnya budaya agraris Betawi melalui penggunaan bahan baku hasil tani dan ternak, bir pletok mencerminkan peran ranah Betawi sebagai pusat perdagangan melalui penggunaan beragam rempah hasil niaga.[24][25]

Pembuatan[sunting | sunting sumber]


Pengemasan dan penyajian[sunting | sunting sumber]

Bir pletok dapat langsung disajikan, atau dikemas dalam bentuk botol.

Segelas bir pletok disajikan dingin dengan es batu

Minuman ini lazim disajikan dengan suhu panas sebagai penghangat, terutama di malam hari. Namun, sejak es batu mulai marak digunakan di Jakarta pada pertengahan abad ke-20, minuman ini juga seringkali disajikan dingin sebagai penyejuk di kala gerah.[4][26] JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok dulunya hanya disajikan pada saat acara besar, tidak seperti teh dan kopi yang rutin diminum di kala pagi dan sore hari oleh masyarakat Betawi.[27] Hajatan Betawi seperti khitanan, pernikahan, dan upacara yang berkaitan dengan kematian lazim menyuguhkan bir pletok sebagai minuman.[25] Di antara ketiga jenis hajatan ini, yang paling wajib menyajikan bir pletok adalah pernikahan, sebagai perhelatan dengan gengsi paling tinggi. Melimpahnya suguhan bir pletok menjadi tolok ukur kemegahan sebuah acara pernikahan Betawi, layaknya peran anggur dalam pesta-pesta Eropa.[27] Dalam adat perkawinan Betawi, bir pletok juga amat dianjurkan untuk diminum oleh kedua pengantin,[28] khususnya bagi mempelai wanita setelah prosesi tangas atau kum (mandi uap) sebagai perawatan kecantikan sebelum acara inti.[29][30]

Kandungan gizi dan khasiat[sunting | sunting sumber]


Rujukan[sunting | sunting sumber]

Sitiran[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Bir pletok". Warisan Budaya Takbenda. 2014-01-01. Diakses tanggal 2024-06-26. 
  2. ^ Wiguna, Dewa Ketut Sudiarta (2022-06-25). "Para perawat ikon Betawi". Antara News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27. 
  3. ^ a b Reijst & Pereira (2022), hlm. 86.
  4. ^ a b Teviningrum dkk. (2016), hlm. 57.
  5. ^ Attas (2021), hlm. 589–590.
  6. ^ a b Rezkisari, Indira (2017-07-11). "Berbagai versi sejarah lahirnya bir pletok". Republika Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27. 
  7. ^ a b c Attas (2021), hlm. 589.
  8. ^ a b c Yuniar, Nanien (2020-06-23). "Apa arti "pletok" dalam bir pletok?". Antara News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27. 
  9. ^ Habsari (2007), hlm. 47.
  10. ^ Silalahi, Wahyuningtyas & Kalima (2023), hlm. 335.
  11. ^ Pangastuti dkk. 2021, hlm. 20.
  12. ^ Pangastuti dkk. 2021, hlm. 21.
  13. ^ a b c Afrisia, Rizky Sekar (2015-06-22). "Sejarah bir pletok Betawi, tiruan anggur Barat tanpa alkohol". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27. 
  14. ^ Attas (2021), hlm. 590.
  15. ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 144–146.
  16. ^ Attas (2021), hlm. 591.
  17. ^ Gardjito, Putri & Dewi (2017), hlm. 113–114.
  18. ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 151.
  19. ^ Sukaesih, Nurislaminingsih & Winoto (2022), hlm. 373–374.
  20. ^ Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012), hlm. 35.
  21. ^ Sudarsono, Ratih P. (2019-02-15). "Sihir rasa dari Suryakancana". Kompas.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27. 
  22. ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 147, 157.
  23. ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 147–148, 152–153.
  24. ^ a b Birra, Fadhil Al (2017-07-08). "Ketika sejarawan bicara soal kerak telor dan bir pletok, orisinal!". Jawa Pos. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-29. Diakses tanggal 2024-06-29. 
  25. ^ a b Adiakurnia, Muhammad Irzal (2017-07-09). "Bir pletok, simbol kemegahan perayaan orang Betawi". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-28. Diakses tanggal 2024-06-28. 
  26. ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 150–151.
  27. ^ a b Attas (2021), hlm. 593.
  28. ^ Hisyam (2023), hlm. 128.
  29. ^ Hisyam (2023), hlm. 112.
  30. ^ Putri, Citra Narada (2021-08-15). "Dilakukan oleh calon pengantin perempuan, ini perawatan kecantikan tradisional khas Betawi". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-27. Diakses tanggal 2024-06-29. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Buku resep Wikibooks memiliki artikel mengenai