Lompat ke isi

Agresi Militer Belanda I: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jonoo27 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Military Conflict
{{Infobox Military Conflict
|conflict=Agresi Militer Belanda I<br />''Operation Product''
| conflict = Agresi Militer Belanda I<br />''{{Nobold|Operation Product}}''
|partof=[[Revolusi Nasional Indonesia]]
| partof = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| image = [[File:Ambarawa waar de Republiek opnieuw probeert de bevolking van Indonesië te veron, Bestanddeelnr 3920.jpg|120px]] [[File:Cheribon-sectorHuizen branden, Bestanddeelnr 286-1-5.jpg|120px]] [[File:Cheribon een der vernielde havenloodsen van Tegal, Bestanddeelnr 4576.jpg|120px]] [[File:8 (IV) Bataljon Stoottroepen in Batoeradja in Zuid-Sumatra, Bestanddeelnr 320-1-2.jpg|120px]]
| image = [[File:Ambarawa waar de Republiek opnieuw probeert de bevolking van Indonesië te veron, Bestanddeelnr 3920.jpg|120px]] [[File:Cheribon-sectorHuizen branden, Bestanddeelnr 286-1-5.jpg|120px]] [[File:Cheribon een der vernielde havenloodsen van Tegal, Bestanddeelnr 4576.jpg|120px]] [[File:8 (IV) Bataljon Stoottroepen in Batoeradja in Zuid-Sumatra, Bestanddeelnr 320-1-2.jpg|120px]]
| caption = '''Searah jarum jam dari kiri atas:'''<br>
| caption = '''Searah jarum jam dari kiri atas:'''<br>
*Pasukan Belanda di [[Ambarawa]]
*Pasukan Belanda di [[Ambarawa]]
*Pembakaran rumah sektor di [[Cirebon|Cheribon]]
*Pembakaran rumah sektor di [[Cirebon|Cheribon]]
*Pasukan Kejut Batalyon di [[Baturaja|Baturadja]], Sumatera Selatan
*Pasukan Kejut Batalyon di [[Baturaja|Baturadja]], Sumatera Selatan
*Salah satu gudang pelabuhan [[Tegal]] yang hancur
*Salah satu gudang pelabuhan [[Tegal]] yang hancur
| date = {{start and end dates|1947|07|21|1947|08|05|df=y}}
| date = {{start and end dates|1947|07|21|1947|08|05|df=y}}
| place = [[Jawa]] dan [[Sumatra]]
| place = [[Jawa]] dan [[Sumatra]]
| result = Kemenangan Belanda
| result = Kemenangan Belanda
| combatant1 = {{flag|Indonesia|size=20px}}
| combatant1 = {{flag|Indonesia|size=20px}}
| combatant2 = {{flag|Netherlands|size=20px}}
| combatant2 = {{flag|Netherlands|size=20px}}
| commander1 = {{ubl|[[Soedirman]]|[[Oerip Soemohardjo]]}}
| commander1 = {{ubl|[[Soedirman]]|[[Oerip Soemohardjo]]}}
| commander2 = {{ubl|[[Simon Hendrik Spoor]]|[[Hubertus van Mook]]}}
| commander2 = {{ubl|[[Simon Hendrik Spoor]]|[[Hubertus van Mook]]}}
| strength1 = ~200,000
| strength1 = ~200,000
| strength2 = ~120,000
| strength2 = ~120,000
| campaignbox =
| campaignbox =
| territory = Pasukan Belanda merebut kembali pusat perekonomian Sumatra dan Pelabuhan Jawa
| territory = Pasukan Belanda merebut kembali pusat perekonomian Sumatra dan Pelabuhan Jawa
| units2 = 3 Divisi di Jawa, 3 Brigade di Sumatra
| units2 = 3 Divisi di Jawa, 3 Brigade di Sumatra
}}
}}


'''Operasi Produk''' ({{lang-nl|Operatie Product}}) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama '''Agresi Militer Belanda I''' adalah operasi militer [[Belanda]] di [[Jawa]] dan [[Sumatra]] terhadap [[Republik Indonesia]] yang dilaksanakan dari [[21 Juli]] [[1947]] sampai [[5 Agustus]] 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal [[Hubertus Johannes van Mook|Johannes van Mook]] yang menegaskan bahwa hasil [[Perundingan Linggarjati]] pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.<ref name=":0">{{Cite news|url=https://tirto.id/agresi-militer-i-saat-belanda-mengingkari-perjanjian-linggarjati-cs8T|title=Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati|work=[[Tirto|Tirto.id]]|language=id|access-date=2018-07-29}}</ref> [[Operasi]] militer ini merupakan bagian dari [[Aksi Polisionil]] yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang [[Republik Indonesia]], operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Meja Bundar.
'''Operasi Produk''' ({{lang-nl|Operatie Product}}), atau yang dikenal di Indonesia dengan nama '''Agresi Militer Belanda I''', adalah [[operasi militer]] [[Belanda]] di [[Jawa]] dan [[Sumatra]] terhadap [[Republik Indonesia]] yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal [[Hubertus Johannes van Mook|Johannes van Mook]] yang menegaskan bahwa hasil [[Perundingan Linggarjati]] pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.<ref name=":0">{{Cite news|url=https://tirto.id/agresi-militer-i-saat-belanda-mengingkari-perjanjian-linggarjati-cs8T|title=Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati|work=[[Tirto|Tirto.id]]|language=id|access-date=2018-07-29}}</ref> Operasi militer ini merupakan bagian dari [[Aksi Polisionil]] yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Meja Bundar.


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==

Revisi per 26 Juni 2024 11.45

Agresi Militer Belanda I
Operation Product
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia

Searah jarum jam dari kiri atas:
  • Pasukan Belanda di Ambarawa
  • Pembakaran rumah sektor di Cheribon
  • Pasukan Kejut Batalyon di Baturadja, Sumatera Selatan
  • Salah satu gudang pelabuhan Tegal yang hancur
Tanggal21 Juli – 05 Agustus 1947 (1947-08-05)
LokasiJawa dan Sumatra
Hasil Kemenangan Belanda
Perubahan
wilayah
Pasukan Belanda merebut kembali pusat perekonomian Sumatra dan Pelabuhan Jawa
Pihak terlibat
 Indonesia  Netherlands
Tokoh dan pemimpin
Pasukan
3 Divisi di Jawa, 3 Brigade di Sumatra
Kekuatan
~200,000 ~120,000

Operasi Produk (bahasa Belanda: Operatie Product), atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I, adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.[1] Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Meja Bundar.

Latar belakang

Kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya menyebabkan Belanda harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1942. Setelah itu, Indonesia dijajah oleh Jepang hingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan Kemerdekaannya. Pada tanggal 23 Agustus 1945, Pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain, yaitu menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait konsepsi kenegaraan di Indonesia.Pidato pada tanggal 6 Desember 1942 melalui siaran radio menyebutkan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km dari garis demarkasi. Pimpinan RI menolak permintaan Belanda tersebut. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.

Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.

Dimulainya operasi militer

Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal Ilham Ard mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatra Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatra Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat.

Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.

Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.

Campur tangan PBB

Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB. PBB langsung merespons dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. PBB mengakui eksistensi RI dengan menyebut nama “Indonesia”, bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan resminya.[1]

Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.

Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.

Gencatan senjata akhirnya tercipta, akan tapi hanya untuk sementara. Belanda kembali mengingkari janji dalam perjanjian yang disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi militer yang lebih besar pada 19 Desember 1948. operasi militer tersebut dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.[1]

Referensi

  1. ^ a b c "Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati". Tirto.id. Diakses tanggal 2018-07-29. 

Lihat pula