Lompat ke isi

Museum Konferensi Asia Afrika: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pidopram (bicara | kontrib)
#1Lib1Ref #1Lib1RefID
Pidopram (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 17: Baris 17:


== Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika ==
== Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika ==
Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1978-1988), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. seringkali bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut, beliau sering mendapat pertanyaan dari mereka tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.<ref>{{Cite web|title=Museum Konperensi Asia Afrika {{!}} Museum KAA|url=https://www.asiafricamuseum.org/halaman/Tentang-Museum-KAA|website=www.asiafricamuseum.org|access-date=2024-05-22}}</ref>
Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1978-1988), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. seringkali bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut, beliau sering mendapat pertanyaan dari mereka tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.<ref name=":2">{{Cite web|title=Museum Konperensi Asia Afrika {{!}} Museum KAA|url=https://www.asiafricamuseum.org/halaman/Tentang-Museum-KAA|website=www.asiafricamuseum.org|access-date=2024-05-22}}</ref>


Terilhami oleh kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955 yang merupakan tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia, ketika jiwa, semangat, dan pengaruhnya menyebar ke seluruh dunia terutama bumi Asia Afrika dan Negara-negara Nonblok, serta terdorong oleh keinginan sejumlah pemimpin Asia Afrika untuk mengunjungi Kota Bandung, maka lahirlah gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. untuk mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tahun 1980 yang dihadiri antara lain oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gagasan tersebut mendapat sambutan baik terutama dari Presiden Republik Indonesia Soeharto. Sejak itu, salah satu aktivitas Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika adalah mewujudkan gagasan tersebut.
Terilhami oleh kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955 yang merupakan tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia, ketika jiwa, semangat, dan pengaruhnya menyebar ke seluruh dunia terutama bumi Asia Afrika dan Negara-negara Nonblok, serta terdorong oleh keinginan sejumlah pemimpin Asia Afrika untuk mengunjungi Kota Bandung, maka lahirlah gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. untuk mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tahun 1980 yang dihadiri antara lain oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gagasan tersebut mendapat sambutan baik terutama dari Presiden Republik Indonesia Soeharto. Sejak itu, salah satu aktivitas Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika adalah mewujudkan gagasan tersebut.<ref name=":2" />


== Perpustakaan ==
== Perpustakaan ==

Revisi per 22 Mei 2024 12.16

Museum Konferensi Asia Afrika
Museum Konferensi Asia Afrika
Peta

Museum Konferensi Asia Afrika adalah salah satu museum yang berada di kota Bandung. Museum ini didirikan pada 24 April 1980.[2]Pada tanggal 18-24 April 1955, delegasi dari dua puluh sembilan negara menghadiri Konferensi Asia Afrika di Bandung, Indonesia. Mewakili Asia: Afghanistan, Burma, Kamboja, Ceylon, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), India, Indonesia, Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Nepal, Pakistan, Filipina, Arab Saudi, Suriah, Thailand, Turki, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, dan Yaman. Sementara dari Afrika: Mesir, Ethiopia, Pantai Emas, Liberia, Libya, dan Sudan. Pada tahun 1955, hampir semua negara di Asia telah mencapai kemerdekaan, tetapi sebagian besar Afrika masih dijajah oleh negara-negara Eropa.[3]

Bandung merupakan bagian dari gelombang yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana banyak orang di seluruh dunia berjuang melawan sisa-sisa imperialisme Eropa. Konferensi Bandung meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, budaya, dan hukum untuk apa yang disebut sebagai Semangat Bandung dan apa yang kemudian disebut sebagai proyek Dunia Ketiga.[3]

Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika

Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1978-1988), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. seringkali bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut, beliau sering mendapat pertanyaan dari mereka tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.[4]

Terilhami oleh kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955 yang merupakan tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia, ketika jiwa, semangat, dan pengaruhnya menyebar ke seluruh dunia terutama bumi Asia Afrika dan Negara-negara Nonblok, serta terdorong oleh keinginan sejumlah pemimpin Asia Afrika untuk mengunjungi Kota Bandung, maka lahirlah gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. untuk mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tahun 1980 yang dihadiri antara lain oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gagasan tersebut mendapat sambutan baik terutama dari Presiden Republik Indonesia Soeharto. Sejak itu, salah satu aktivitas Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika adalah mewujudkan gagasan tersebut.[4]

Perpustakaan

Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika ini dibangun sebagai bagian dari perayaan peringatan KAA ke 50 pada tahun 2005. Perpustakaan ini mengoleksi buku-buku sejarah, politik, sosial dan budaya negara-negara Asia-Afrika; dokumen-dokumen mengenai Konferensi Asia-Afrika,konferensi-konferensi pendahulu, KTT Asia-Afrika 2005, serta majalah, surat kabar, dan ‘BrailleCorner’ untuk para tunanetra. Selain itu juga terdapat buku anak-anak, komik, cerita pendek, dan novel. Museum Konferensi Asia Afrika ini juga menyimpan berbagai koleksi langka, khususnya koleksi mengenai pelaksanaan Konferensi Asia Afrika 1955.[5]

Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika mempunyai bahan koleksi pustaka lebih dari 17.000 eksemplar yang kebanyakan jenis bukunya membahas tentang masalah Geopolitik terutama di wilayah Asia Afrika. Untuk jenis kerusakan yang terjadi pada bahan pustaka di perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika cukup jarang ditemui yang rusak karena faktor manusia, karena sistem yang digunakan di perpustakaan ini adalah sistem tertutup dan tidak meminjamkan koleksinya untuk dibawa kerumah. Kerusakan yang sering ditemu kan adalah karena faktor usia buku itu sendiri yang sudah tua.[5]

Nama, Status, dan Sifat

Museum ini bernama Museum Konferensi Asia Afrika. Nama tersebut digunakan untuk mengenang peristiwa Konferensi Asia Afrika yang menjadi Sumber inspirasi dan motivasi bagi bangsa Asia-Afrika.

Museum ini dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah wewenang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara pengelolaannya di bawah koordinasi Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.

Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konferensi Asia-Afrika dialihkan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada Tahun 2003 dilakukan restrukturisasi di Tubuh Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi Asia Afrika dialihkan ke Ditjen Informasi, Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional (Sekarang Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik). Saat ini UPT Museum Konferensi Asia Afrika berada dalam koordinasi Direktorat Diplomasi Publik. Museum ini menjadi museum sejarah bagi perjuangan politik luar negeri Indonesia.

Penataan Kembali Museum Konferensi Asia Afrika

Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika 1955, pada 22-24 April 2005, tata pameran Museum Konferensi Asia Afrika direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan Wirajuda.

Penataan kembali museum tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar NEgeri dengan sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vasco Design dan Wika Realty.

Referensi

  1. ^ http://kemlu.go.id/Pages/HistoricalBuilding.aspx?IDP=3&l=id
  2. ^ Ainani Nazere, Sukaesih Sukaesih (Maret 2023). "Hubungan Kualitas Layanan dengan Citra Museum Konferensi Asia Afrika". Jurnal Ilmiah Multidisiplin. 2 (02): 21–29. doi:10.56127/jukim.v2i02.555. 
  3. ^ a b Michael Fakhri, Kelly Reynolds (30 Maret 2017). "The Bandung Conference". International Law. doi:10.1093/OBO/9780199796953-0150. 
  4. ^ a b "Museum Konperensi Asia Afrika | Museum KAA". www.asiafricamuseum.org. Diakses tanggal 2024-05-22. 
  5. ^ a b Rosiana Nurwa Indah, Muhammad Aldy Fahriansyah (7 Desember 2022). "Analisis Penerapan Preservasi Kuratif terhadap Bahan Pustaka di Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika". Tadwin: Jurnal Ilmu Perpustakaan Dan Informasi. 3 (1): 52–56. doi:10.19109/tadwin.v3i1.