CyberExtension: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: |
|||
Baris 67: | Baris 67: | ||
== Permasalahan Dalam Penerapan == |
== Permasalahan Dalam Penerapan == |
||
[[Berkas:cybex1.jpg|jmpl|Penyuluhan pertanian secara online]] |
|||
[[Permasalahan]] dalam mengimplementasikan cyber extension adalah: |
[[Permasalahan]] dalam mengimplementasikan cyber extension adalah: |
||
* [[Manajemen]] (komitmen dan kebijakan belum konsisten serta kemampuan manajerial di bidang teknologi informasi dan komunikasi rendah). |
* [[Manajemen]] (komitmen dan kebijakan belum konsisten serta kemampuan manajerial di bidang teknologi informasi dan komunikasi rendah). |
Revisi terkini sejak 2 Juli 2024 06.31
Cyber Extension adalah suatu mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi.[1]
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media baru penyuluhan ini dirasa lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian guna meningkatkan akses informasi kepada; PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) sehingga proses transformasi ilmu ke petani menjadi update. Disamping itu, user juga dapat secara interaktif berbagi informasi dan ilmu pengetahuan di kolom yang disediakan.
Secara etimologi, cyber extension terdiri dari dua kata yaitu cyber dan extension. Cyber menurut Oxford Dictionary berarti yang berhubungan dengan Teknologi Informasi, Internet, dan virtual reality. Sedangkan Extension secara harfiah dapat disebut sebagai “tindakan atau proses memperluas atau memperpanjang sesuatu”. Itu bisa Perluasan area, waktu maupun ruang. Jadi Extension atau penyuluhan adalah sebuah mekanisme sentral dalam proses pembangunan pertanian, baik dari segi transfer teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.[2] Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Cyber Extension merupakan media komunikasi inovasi baru yang bersifat hybrid dan konvergen yang memanfaatkan jaringan internet, komunikasi melalui komputer dan multimedia interaktif digital untuk menjembatani proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi baru dibidang pertanian secara cepat.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sistem informasi dan teknologi komunikasi didunia telah ada semenjak akhir abad ke-19. Banyak negara yang mulai menerapkan sistem cyber agricultural extension sebagai wadah mengirim informasi yang efektif dan efisien untuk melengkapi keterbatasan petani perdesaan terhadap informasi yang diperlukannya dalam kegiatan membudidaya.
Kenya
[sunting | sunting sumber]Tepatnya pada tahun 1997 di Kenya dikenal istilah Kenya Agricultural Commodities Exchange (KACE) yang dibangun oleh perusahaan swasta guna mengembangkan Sistem Informasi Pasar (SIP) melalui aplikasi ICT (Information and Communication Technology) yang dirancang untuk membantu petani mengakses informasi pasar dan harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani miskin didaerah perdesaan atau terpencil didaerah Kenya.[3]
Tiongkok
[sunting | sunting sumber]Pada akhir abad 20, Tiongkok mengembangkan website khusus untuk produk pertanian dan akses informasi pasar menggunakan PCs desktop. Pada saat ini, selain pengusaha besar, petani sudah mulai akses informasi pasar melalui telepon seluler (mobile phones) dengan biaya yang relatif lebih murah. Website khusus untuk produk pertanian telah dioperasionalkan dengan menyediakan direktori berbagai produk, papan penawaran produk, layanan untuk perdagangan, pusat informasi produk pertanian, dan virtual office sehingga proses perdagangan global yang melibatkan pedagang dan perusahaan besar dalam dan luar negeri untuk produk dari Tiongkok dapat berkembang dengan pesat.[3]
India
[sunting | sunting sumber]Di India sudah banyak terdapat proyek pengembangan infrastruktur teknologi untuk akses informasi bagi masyarakat diperdesaan dan perkotaan baik yang bersifat top-down maupun yang bottom up . Wireless pony express of Daknet menggunakan ribuan bis yang dilengkapi dengan Wi‐Fi transceivers untuk memperoleh dan mengirimkan informasi melalui e‐mail dengan sistem tanpa kabel dari kios desa. Teknologi wireless yang dikembangkan oleh organisasi Information and Communication Technology for Billions (ICT4B) telah mendorong petani di India langsung mengakses informasi untuk mengetahui peluang dalam mengusahakan komoditas yang memiliki harga yang lebih baik dan menguntungkan seperti komoditas buah‐buahan dan hortikultura dibandingkan dengan hanya mengusahakan gandum dan padi. Nabanna, merupakan salahsatu proyek yang diimplementasikan dengan menyiapkan akses melalui ICT dan pelatihan bagi wanita di perdesaan di Bengal Barat. Peoplelink dan CatGen membantu pekerja di perdesaan untuk meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi ketergantungannya pada tengkulak dan menjual produk yang dihasilkannya secara langsung melalui internet.[4]
Peru
[sunting | sunting sumber]Jaringan Huaral Valley di Peru dibangun untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi pertanian. Jaringan dari pusat informasi masyarakat ini dirancang dengan teknologi jaringan tanpa kabel (wireless). Akses internet berjalan (mobile internet) memberikan kemungkinan yang lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nyata bagi kehidupan petani perdesaan, khususnya dalam mengikuti perkembangan dunia, di mana teknologi jaringan tanpa kabel (wireless) mampu mengatasi hambatan infrastruktur untuk akses informasi. Selain petani, para pelajar di perdesaan juga dapat merasakan manfaat dari infrastruktur telekomunikasi yang telah dibangun tersebut.[5]
Thailand
[sunting | sunting sumber]Negara Thailand mengembangkan Thailand Canada Tele‐centre Project (TCTP) bekerja sama dengan beberapa lembaga pemerintahan Thailand, sektor swasta dan World Bank telah mempromosikan akses layanan ICT di desa‐desa dengan menempatkan beberapa telepon dan komputer untuk akses ke internet di lokasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Lokasi yang menyelenggarakan layanan ICT untuk akses informasi ini disebut telecentre. Selain mendemonstrasikan layanan ICT di perdesaan dan daerah terpencil, TCTP bertujuan untuk membantu end‐users memperoleh informasi yang penting bagi kemajuan nya, dan mengurangi biaya transaksi pada saat menjual nya. Pendekatan umum dari TCTP adalah menyediakan dana untuk modal awal seperti instalasi layanan telepon, komputer, printer, modem dan mesin fax. Selama satu tahun, biaya untuk operasionalisasi telecentre termasuk biaya bulanan akses internet dibiayai oleh TCTP. Namun, setelah satu tahun operasionalisasi, telecentres ini mampu membiayai sendiri biaya operasionalisasinya karena memiliki dukungan yang kuat dari masyarakat, kepala desa, maupun tokoh masyarakat. Masyarakat memberikan dana untuk peralatan (komputer, printer dan scanner) dan konstruksi bangunan untuk telecentre[6]
Indonesia
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia, rintisan program Cyber Extension dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi diawali dengan diluncurkannya program Unlimited Potential (UP) pada tanggal 23 Oktober 2003. Program UP adalah sebuah inisiatif global microsoft dengan lembaga non profit yang memberikan semacam pelatihan dan pembelajaran jangka panjang melalui Community Training and Learning Centre (CTLC) untuk masyarakat yang mempunyai keterbatasan.
Keberhasilan pemanfaatan TIK oleh petani di Indonesia dalam memajukan usaha taninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan menggunakan fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre (CTLC) di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft bekerja sama dengan lembaga nonprofit di bawah Program Unlimited Potential. Misalnya, petani mengenal teknologi budidaya paprika dalam rumah kaca melalui internet. Sejak mengirimkan profil produksi di internet, permintaan terhadap produk pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi melalui internet dapat memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering memberikan harga jauh di bawah harga pasar.[7]
Selanjutnya mengacu kepada undang-undang no 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian merupakan tugas penyuluhan pertanian (PNS, Swasta, dan Swadaya), maka dalam rangka pengembangan penyuluhan pertanian, Kementerian Pertanian meluncurkan program cyber extension untuk menjembatani penyebarluasan teknologi informasi pertanian melalui media online.
Fungsi
[sunting | sunting sumber]Cyber extension berfungsi untuk:
- Mempermudah proses transformasi ilmu pertanian dan meningkatkan interaktivitas para pengguna dengan berkomunikasi dua arah.
- Mengupas materi secara lebih luas dan mendalam sehingga akan meningkatkan kualitas informasi penyuluh guna mempercepat arus informasi teknologi ke pengguna terakhir (petani)
- Ketersediaan yang secara terus menerus, kekayaan informasi (informasi nyaris tanpa batas), jangkauan wilayah internasional secara instan, pendekatan yang berorientasi kepada penerima, bersifat pribadi (individual), dan menghemat biaya, waktu, dan tenaga.[8]
- Cyber extension juga merupakan tipe khusus dari suatu inovasi. Istilah saluran merupakan sebuah terminologi yang penting untuk pembelajaran inovasi karena memiliki beragam aplikasi yang sangat luas, namun memiliki makna yang sangat spesifik.[9]
Mekanisme Pemanfaatan
[sunting | sunting sumber]Mekanisme pemanfaatan cyber extension adalah dimulai dari informasi teknologi baru yang disadur penyuluh kemudian disebarkan kepada opinion leaders dan dilanjutkan kepada petani atau bisa langsung tanpa melalui pemuka pendapat. Sebagaimana model yang diperkenalkan sebagai two step flow model of communication (model komunikasi dua tahap) menjelaskan tentang proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa kepada khalayak. Menurut model ini, penyebaran dan pengaruh informasi yang disampaikan melalui media massa kepada khalayaknya tidak terjadi secara langsung (satu tahap), melainkan melalui perantara seperti misalnya “pemuka pendapat” (opinion leaders). Dengan demikian, proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa terjadi dalam dua tahap: pertama, informasi mengalir dari media massa ke para pemuka pendapat; kedua, dari pemuka pendapat ke sejumlah orang yang menjadi pengikutnya.[10]
Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan
[sunting | sunting sumber]Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam cyber extension, yaitu faktor dari dalam (pelaku komunikasi itu sendiri) dan dari luar koneksi yang sulit, biaya operasional, pendidikan, infrastruktur terbatas dan fasilitasi training.
Kompleksitas usahatani, tingkat dukungan eksternal (lingkungan), usia, waktu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengalaman, jaringan, ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan proses pembelajaran memberikan pengaruh pada peningkatan atau pengurangan terhadap penggunaan komputer atau teknologi informasi dan komunikasi.[11]
Di samping itu, faktor-faktor seperti kurangnya kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, kurangnya kesadaran akan manfaat teknologi informasi dan komunikasi, terlalu sulitnya untuk digunakan, kurangnya infrastruktur teknologi, tingginya biaya teknologi, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap sistem teknologi informasi dan komunikasi, kurangnya pelatihan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, integrasi sistem dan rendahnya ketersediaan perangkat lunak membatasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di tingkat petani.[12]
Proses Komunikasi
[sunting | sunting sumber]Proses komunikasi model ini adalah dengan mengumpulkan informasi yang diterima oleh berbagai sumber di pusat informasi, kemudian disederhanakan kedalam bahasa yang mudah dimengerti dengan menyertakan teks dan gambar, selanjutnya baru disajikan pada pusat informasi pertanian. Dalam model ini, informasi yang dikirim ke pusat informasi komunitas pertanian akan menjadi santapan publik, sedangkan informasi dari pusat ke sumber menjadi milik pribadi.
Permasalahan Dalam Penerapan
[sunting | sunting sumber]Permasalahan dalam mengimplementasikan cyber extension adalah:
- Manajemen (komitmen dan kebijakan belum konsisten serta kemampuan manajerial di bidang teknologi informasi dan komunikasi rendah).
- Infrastruktur/sarana (kurang stabilnya pasokan listrik dan jaringan komunikasi),
- Rendahnya kapasitas SDM dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, dan
- Masih rendahnya kultur berbagi dan kesadaran untuk mendokumentasikan data.[5]
Selain itu kendala yang perlu dicermati adalah kemampuan dari penyuluh dalam mengelola teknologi informasi yang tidak sama, dikarenakan faktor-faktor seperti latar belakang pendidikan, usia dan lainnya.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Wijekoon, R. Shantha Emitiyagoda, M F M Rizwan, R M M Sakunthalaratha-nayaka, H G Anurarajapa. 2009. Cyber Extension: An Information and Communication Technology Initiative for Agriculture and Rural Development in Sri Lanka. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/kce/Doc_for_Technical_Consult/SRI_LANKA_CYBER_EXTENSION.pdf
- ^ Samanta R.K. (1993). Perpanjangan Strategi Pembangunan Pertanian pada abad ke-21. Mittal Publikasi Delhi.
- ^ a b BBC News.2004. Farmers, Phones, and Markets: Mobile Technology in Rural Development. http://Farmers Diarsipkan 2013-08-01 di Wayback Machine., Phones and Markets: Mobile Technology in Rural Development.htm
- ^ AgriWatch.com. 2005. Agribusiness and Commodity Trade Information, News, Analysis and Research. http://agriwatch.com
- ^ a b Sumardjo, Lukman M Baga, dan Retno SH Mulyandari. 2010. Cyber Extension: Peluang dan tantangan dalam Revitalisasi Penyuluhan. Bogor: IPB Press.
- ^ CIDA. 2002. Thailand Canada Telecentre Project. Capital Project Detailed Study: Deliverable 5 Monitoring the Community Telecentres: Quarter 2
- ^ Sigit I, Mukhlison, Widodo S, Alexander Wibisono A.[Laporan Khusus, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 3 Agustus 2006]. http://www.gatra.com/2006‐08‐08/versi_cetak.php?id=96869
- ^ Adekoya AE 2007. Cyber extension communication: A strategic model for agricultural and rural transformation in Nigeria.
- ^ Browning LD and JO Sornes. 2008. Rogers’ Diffusion Innovation in Browning, Larry D, AS Saetre, KK Stephens, and JO Sornes. Information and Communication Technology in Action. Linking Theory and Narratives of Practice. Routledge, New York and London.
- ^ Katz E and Lazarsfeld P. 1955. Personal Influence. New York: The Free Press.
- ^ Iddings RK & Apps JW. 1990. ‘What Influence Farmers’Computer Use?’ Journal of Extension, XXVIII (Spring), 19-20
- ^ Taragola N and Gelb E. 2005. Information and Communication Technology (ICT) Adoption in Horticulture: A Comparison to the EFITA Baseline’. [terhubung berkala 20 September 2010] http://departments.agri.huji.ac.il /economics/gelb-hort-14.pdf
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Inggris) Cyber extension di srilanka Diarsipkan 2013-04-29 di Wayback Machine.
- (Inggris) Berita Cyber Extension Diarsipkan 2012-12-21 di Wayback Machine.