Kerajaan Segati: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(12 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Kerajaan Segati''' adalah kerajaan yang didirikan oleh [[Tuk Jayo Sati]], cucu dari [[Maharajo Olang]] dari [[Kuantan]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"> ''Sejarah dan Budaya Melayu'', UMRAH Press, Maret 2011. </ref> Penduduk kerajaan Segati beragama [[Hindu]] atau [[Budha]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Kerajaan Segati dulunya berada di daerah [[hulu]] [[Sungai Segati]], 15 km dari [[Negeri]] [[Langgam]] sekarang, di tepi [[Sungai Kampar]], [[Riau]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> |
|||
{{inuseBP|BP34Itang| 15 Mei 2014| 26 April 2014}} |
|||
Saat ini posisi Kerajaan Segati berada di [[Segati, Langgam, Pelalawan|Desa Segati]], [[Langgam, Pelalawan|Kecamatan Langgam]],[[Kabupaten Pelalawan]], Riau.<ref name="Riau Daily Photo">{{Cite web|url= http://www.riaudailyphoto.com/2011/05/kerajaan-segati.html|title= ''Kerajaan Segati''| publisher= Riau Daily| accessdate= 26 April 2014}}</ref> Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan [[Tuk Jayo Alam]], putra Tuk Jayo Tunggal.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> |
|||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
Pusat Kerajaan Segati pada awalnya berada di [[Ranah]] [[Tanjung Bungo]], Negeri Langgam sekarang. |
Pusat Kerajaan Segati pada awalnya berada di [[Ranah]] [[Tanjung Bungo]], Negeri Langgam sekarang.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Kemudian pusat kerajaan dipindahkan di [[Ranah]] [[Gunung Setawar]], di hulu Sungai Segati oleh putra Tuk Jayo Sati yang bernama [[Tuk Jayo Tunggal]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Dalam perkembangannya Kerajaan Segati, datang seorang utusan dari [[Negeri Gunung Sahilan]] ke Segati membawa [[lada hitam]].<ref name="Riau Daily Photo"/> Kemudian, Raja Segati pada waktu itu, Tuk Jayo Tunggal membeli lada hitam tersebut dan menjualnya ke Kota [[Macang Pandak]] Kuantan.<ref name="Riau Daily Photo"/> Sejak saat itu, perdagangan lada antara Segati dan Kuantan menjadi ramai dan lancar.<ref name="Melayu Online"> {{cite web|url= http://melayuonline.com/ind/history/dig/359/kerajaan-segati| title= ''Kerajaan Segati''| publisher= Melayu Online| accessdate= 26 April 2014}} </ref> Tak berapa lama datanglah utusan dari Gunung Hijau (diduga [[Pagaruyung]]) yang menawarkan [[timah]].<ref name="Melayu Online"/> Kemudian Tuk Jayo Tunggal membeli timah yang ditawarkan dan menjualnya di [[Bandar Sangar]], [[Kuala Kampar]].<ref name="Melayu Online"/> Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Tuk Jayo Alam.<ref name="Riau Daily Photo"/> |
||
== Perkembangan dan kejayaan == |
== Perkembangan dan kejayaan == |
||
Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan yang saat itu berpusat di Negeri Ranah Gunung Setawar.<ref name="Melayu Online" |
Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan yang saat itu berpusat di Negeri Ranah Gunung Setawar.<ref name="Melayu Online"/> Berbagai [[komoditas]] diperdagangkan seperti [[rempah-rempah]], terutama [[cabai]].<ref name="Melayu Online"/> Komoditas-komoditas itu diperdagangkan dalam relasi perdagangan antara Segati dengan Kuantan dan Sangar.<ref name="Melayu Online"/> Perkembangan Kerajaan Segati yang begitu pesat menimbulkan rasa [[iri]] pada kerajaan [[tetangga]], yaitu [[Gassib]].<ref name="Riau Daily Photo"/> Karena perasaan iri itulah, Gassib menyerang Kerajaan Segati dan dapat menguasai Negeri Ranah Gunung Setawar yang dipimpin oleh seorang [[Hulubalang]] [[Panglima Puto]].<ref name="Riau Daily Photo"/> |
||
Raja Segati, Datuk Jayo Alam beserta para pengikutnya melarikan diri ke hulu Sungai Segati.<ref name="Riau Daily Photo" |
Raja Segati, Datuk Jayo Alam beserta para pengikutnya melarikan diri ke hulu Sungai Segati.<ref name="Riau Daily Photo"/> Di hulu Sungai Segati inilah Tuk Jayo Alam membangun negeri baru yang disebut Negeri Segati.<ref name="Melayu Online"/> Disebut Segati karena saat itu perbekalan Sang Raja tinggal ''sekati'' lada.<ref name="Melayu Online"/> Di Segati, Raja Tuk Jayo Alam kembali menyusun kekuatan dan menyerang Gassib yang sedang menguasai negeri kekuasaan Kerajaan Segati.<ref name="Melayu Online"/> Dalam penyerangan tersebut Tuk Jayo Alam berhasil merebut kembali Ranah Gunung Setawar, sementara hulubalang Gassib melarikan diri ke negeri asalnya (Gassib).<ref name="Melayu Online"/> Walaupun Ranah Gunung Setawar telah dikuasai kembali, namun pusat pemerintahan tetap di Negeri Segati.<ref name="Riau Daily Photo"/> Jadi, Raja Tuk Jayo Alam tetap memerintah dari Negeri Segati.<ref name="Riau Daily Photo"/> |
||
Setelah Tuk Jayo Alam meninggal, ia digantikan oleh putrinya yang bernama [[Tuk Jayo Laut]].<ref name="Melayu Online" |
Setelah Tuk Jayo Alam meninggal, ia digantikan oleh putrinya yang bernama [[Tuk Jayo Laut]].<ref name="Melayu Online"/> Putrinya bernama Tuk Jayo Laut konon katanya karena ia sering berlayar ke [[laut]].<ref name="Melayu Online"/> Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Laut, perdagangan lada bertambah ramai.<ref name="Melayu Online"/> Tuk Jayo Laut digantikan oleh putranya, [[Tuk Jayo Tinggi]].<ref name="Melayu Online"/> Kemudian Tuk Jayo Tinggi diganti oleh [[Tuk Jayo Gagah]].<ref name="Melayu Online"/> Pemerintahan terus berlanjut hingga Tuk Jayo Gagah digantikan oleh [[Tuk Jayo Kolombai]], dan setelah itu digantikan oleh [[Tuk Jayo Bedil]].{{fact}} Tuk Jayo Bedil adalah [[raja]] yang pertama kali menggunakan [[bedil]] (senjata api).<ref name="Melayu Online"/> |
||
=== Wilayah Kekuasaan === |
|||
Kerajaan Segati merupakan salah satu kerjaan kecil, yang luas kekuasaannya hanya sebatas beberapa desa di hulu Sungai Segati.<ref name="Melayu Online"/> Jika dibandingkan secara geografis, luas Kerajaan Segati adalah seluas satu kecamatan saat ini.<ref name="Riau Daily Photo"/> Kerajaan Segati menguasai bagian hulu Sungai Segati, daerah Langgam Sekarang.<ref name="Riau Daily Photo"/> |
|||
=== Kehidupan Sosial Budaya === |
|||
Masyarakat Kerajaan Segati menganut agama Hindu/Budha.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat Segati bergantung pada sektor [[pertanian]] dan [[perdagangan]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> |
|||
== Kejatuhan == |
== Kejatuhan == |
||
Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, perdagangan dengan [[Malaka]] tidak dilakukan lagi.<ref name="Riau Daily Photo" |
Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, perdagangan dengan [[Malaka]] tidak dilakukan lagi.<ref name="Riau Daily Photo"/> Hal ini disebabkan telah kalahnya Malaka atas [[bajak laut]] [[Peringgi]] ([[Portugis]]).<ref name="Riau Daily Photo"/> |
||
Oleh karena itu, Kerajaan Segati hanya melakukan perdagangan dengan Kuantan melalui [[Negeri Ranah Koto Macang Pandak]].<ref name="Riau Daily Photo" |
Oleh karena itu, Kerajaan Segati hanya melakukan perdagangan dengan Kuantan melalui [[Negeri Ranah Koto Macang Pandak]].<ref name="Riau Daily Photo"/> Pada waktu itu, datang seorang utusan Tuk Sanggar Raja Dilaut yang meminta bantuan Kerajaan Segati untuk menyerang Peringgi di Malaka.<ref name="Riau Daily Photo"/> |
||
Tuk Jayo Bedil menyetujui permintaan tersebut dan mengirimkan angkatan perangnya yang dipimpin oleh [[Panglima Kuntu]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Dengan gabungan kekuatan dua kerajaan ini, terkenallah mereka dengan angkatan lautnya yang tangguh, yang menguasai Kuala Kampar.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Setelah tua, Tuk Sanggar Raja Dilaut digantikan oleh Tuk Sanggar Dilaut Muda dan Panglima Kuntu dipanggil kembali ke Segati.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Pemimpin pasukan digantikan oleh orang Besar Segati, yang berasal dari [[Gunung Hijau]] (Pagaruyung) yang bernama [[Sutan Peringgih]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Di bawah pimpinan kedua hulubalang (Panglima Kuntu dan Sutan Peringgih), banyak kapal Peringgi dikaramkan.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> |
|||
Tuk Jayo Bedil menyetujui permintaan tersebut dan mengirimkan angkatan perangnya yang dipimpin oleh [[Panglima Kuntu]].<ref name="Riau Daily Photo"></ref> |
|||
Beberapa tahun kemudian, datanglah utusan dari [[Aceh]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Utusan Aceh tersebut menuntut agar Segati memeluk agama [[Islam]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Karena Segati sebagai salah satu negeri yang memperdagangkan lada, maka, Aceh merasa perlu menaklukan negeri Segati. Saat itu, penduduk Segati memeluk agama Hindu atau Budha.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Namun, tuntutan tersebut ditolak oleh Tuk Jayo Bedil.<ref name="Riau Daily Photo"/> |
|||
Setelah bertempur selama beberapa hari, Kerajaan Segati dapat ditaklukan dan diratakan dengan tanah oleh [[Kerajaan Aceh]].<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Setelah Segati kalah, Tuk Jayo Bedil melarikan diri ke daerah [[Petalangan Napuh]], kemudian ke Kuantan.<ref name="Daeng Ayub Natuna"/> Bekas-bekas serangan Aceh masih dapat dijumpai dengan adanya tempat-tempat yang bernama [[Rencong Aceh]], [[Pangkalan Aceh]], dan [[Lubuk Aceh]] di Riau.<ref name="Riau Daily Photo"/> |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi terkini sejak 24 Agustus 2018 14.50
Kerajaan Segati adalah kerajaan yang didirikan oleh Tuk Jayo Sati, cucu dari Maharajo Olang dari Kuantan.[1] Penduduk kerajaan Segati beragama Hindu atau Budha.[1] Kerajaan Segati dulunya berada di daerah hulu Sungai Segati, 15 km dari Negeri Langgam sekarang, di tepi Sungai Kampar, Riau.[1]
Saat ini posisi Kerajaan Segati berada di Desa Segati, Kecamatan Langgam,Kabupaten Pelalawan, Riau.[2] Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, putra Tuk Jayo Tunggal.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pusat Kerajaan Segati pada awalnya berada di Ranah Tanjung Bungo, Negeri Langgam sekarang.[1] Kemudian pusat kerajaan dipindahkan di Ranah Gunung Setawar, di hulu Sungai Segati oleh putra Tuk Jayo Sati yang bernama Tuk Jayo Tunggal.[1] Dalam perkembangannya Kerajaan Segati, datang seorang utusan dari Negeri Gunung Sahilan ke Segati membawa lada hitam.[2] Kemudian, Raja Segati pada waktu itu, Tuk Jayo Tunggal membeli lada hitam tersebut dan menjualnya ke Kota Macang Pandak Kuantan.[2] Sejak saat itu, perdagangan lada antara Segati dan Kuantan menjadi ramai dan lancar.[3] Tak berapa lama datanglah utusan dari Gunung Hijau (diduga Pagaruyung) yang menawarkan timah.[3] Kemudian Tuk Jayo Tunggal membeli timah yang ditawarkan dan menjualnya di Bandar Sangar, Kuala Kampar.[3] Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Tuk Jayo Alam.[2]
Perkembangan dan kejayaan
[sunting | sunting sumber]Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan yang saat itu berpusat di Negeri Ranah Gunung Setawar.[3] Berbagai komoditas diperdagangkan seperti rempah-rempah, terutama cabai.[3] Komoditas-komoditas itu diperdagangkan dalam relasi perdagangan antara Segati dengan Kuantan dan Sangar.[3] Perkembangan Kerajaan Segati yang begitu pesat menimbulkan rasa iri pada kerajaan tetangga, yaitu Gassib.[2] Karena perasaan iri itulah, Gassib menyerang Kerajaan Segati dan dapat menguasai Negeri Ranah Gunung Setawar yang dipimpin oleh seorang Hulubalang Panglima Puto.[2] Raja Segati, Datuk Jayo Alam beserta para pengikutnya melarikan diri ke hulu Sungai Segati.[2] Di hulu Sungai Segati inilah Tuk Jayo Alam membangun negeri baru yang disebut Negeri Segati.[3] Disebut Segati karena saat itu perbekalan Sang Raja tinggal sekati lada.[3] Di Segati, Raja Tuk Jayo Alam kembali menyusun kekuatan dan menyerang Gassib yang sedang menguasai negeri kekuasaan Kerajaan Segati.[3] Dalam penyerangan tersebut Tuk Jayo Alam berhasil merebut kembali Ranah Gunung Setawar, sementara hulubalang Gassib melarikan diri ke negeri asalnya (Gassib).[3] Walaupun Ranah Gunung Setawar telah dikuasai kembali, namun pusat pemerintahan tetap di Negeri Segati.[2] Jadi, Raja Tuk Jayo Alam tetap memerintah dari Negeri Segati.[2]
Setelah Tuk Jayo Alam meninggal, ia digantikan oleh putrinya yang bernama Tuk Jayo Laut.[3] Putrinya bernama Tuk Jayo Laut konon katanya karena ia sering berlayar ke laut.[3] Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Laut, perdagangan lada bertambah ramai.[3] Tuk Jayo Laut digantikan oleh putranya, Tuk Jayo Tinggi.[3] Kemudian Tuk Jayo Tinggi diganti oleh Tuk Jayo Gagah.[3] Pemerintahan terus berlanjut hingga Tuk Jayo Gagah digantikan oleh Tuk Jayo Kolombai, dan setelah itu digantikan oleh Tuk Jayo Bedil.[butuh rujukan] Tuk Jayo Bedil adalah raja yang pertama kali menggunakan bedil (senjata api).[3]
Wilayah Kekuasaan
[sunting | sunting sumber]Kerajaan Segati merupakan salah satu kerjaan kecil, yang luas kekuasaannya hanya sebatas beberapa desa di hulu Sungai Segati.[3] Jika dibandingkan secara geografis, luas Kerajaan Segati adalah seluas satu kecamatan saat ini.[2] Kerajaan Segati menguasai bagian hulu Sungai Segati, daerah Langgam Sekarang.[2]
Kehidupan Sosial Budaya
[sunting | sunting sumber]Masyarakat Kerajaan Segati menganut agama Hindu/Budha.[1] Untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat Segati bergantung pada sektor pertanian dan perdagangan.[1]
Kejatuhan
[sunting | sunting sumber]Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, perdagangan dengan Malaka tidak dilakukan lagi.[2] Hal ini disebabkan telah kalahnya Malaka atas bajak laut Peringgi (Portugis).[2] Oleh karena itu, Kerajaan Segati hanya melakukan perdagangan dengan Kuantan melalui Negeri Ranah Koto Macang Pandak.[2] Pada waktu itu, datang seorang utusan Tuk Sanggar Raja Dilaut yang meminta bantuan Kerajaan Segati untuk menyerang Peringgi di Malaka.[2] Tuk Jayo Bedil menyetujui permintaan tersebut dan mengirimkan angkatan perangnya yang dipimpin oleh Panglima Kuntu.[1] Dengan gabungan kekuatan dua kerajaan ini, terkenallah mereka dengan angkatan lautnya yang tangguh, yang menguasai Kuala Kampar.[1] Setelah tua, Tuk Sanggar Raja Dilaut digantikan oleh Tuk Sanggar Dilaut Muda dan Panglima Kuntu dipanggil kembali ke Segati.[1] Pemimpin pasukan digantikan oleh orang Besar Segati, yang berasal dari Gunung Hijau (Pagaruyung) yang bernama Sutan Peringgih.[1] Di bawah pimpinan kedua hulubalang (Panglima Kuntu dan Sutan Peringgih), banyak kapal Peringgi dikaramkan.[1] Beberapa tahun kemudian, datanglah utusan dari Aceh.[1] Utusan Aceh tersebut menuntut agar Segati memeluk agama Islam.[1] Karena Segati sebagai salah satu negeri yang memperdagangkan lada, maka, Aceh merasa perlu menaklukan negeri Segati. Saat itu, penduduk Segati memeluk agama Hindu atau Budha.[1] Namun, tuntutan tersebut ditolak oleh Tuk Jayo Bedil.[2] Setelah bertempur selama beberapa hari, Kerajaan Segati dapat ditaklukan dan diratakan dengan tanah oleh Kerajaan Aceh.[1] Setelah Segati kalah, Tuk Jayo Bedil melarikan diri ke daerah Petalangan Napuh, kemudian ke Kuantan.[1] Bekas-bekas serangan Aceh masih dapat dijumpai dengan adanya tempat-tempat yang bernama Rencong Aceh, Pangkalan Aceh, dan Lubuk Aceh di Riau.[2]