Lompat ke isi

Peristiwa 11 September 1926: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menghapus Kategori:Peristiwa; Menambah Kategori:Sejarah Aceh menggunakan HotCat
k →‎top: clean up
 
(6 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Peristiwa 11 September 1962''' adalah peristiwa penyerangan terhadap kolonial Belanda yang berada di kota Blang Pidie yang dipimpin oleh [[Teungku Peukan]] beserta pengikutnya.<ref>{{Cite book|first=Hasbullah|date=2009|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13094/1/PERISTIWA%2011%20SEPTEMBER%201926.PDF|title=Peristiwa 11 September 1962|location=Banda Aceh|publisher=Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh|isbn=978-979-9164-78-0|pages=9}}</ref> Peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan Perlawanan Teungku Peukan Terhadap Belanda di [[Kabupaten Aceh Barat Daya|Aceh Barat Daya]].
'''Peristiwa 11 September 1926''' adalah peristiwa penyerangan terhadap kolonial Belanda yang berada di kota Blang Pidie yang dipimpin oleh [[Teungku Peukan]] beserta pengikutnya. Peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan Perlawanan Teungku Peukan Terhadap Belanda di [[Kabupaten Aceh Barat Daya|Aceh Barat Daya]].
[[Berkas:Lokasi Aceh Kabupaten Aceh Barat Daya.svg|al=Lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya|jmpl|Lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya]]


Peristiwa ini terjadi tepat pada hari Jum'at tanggal 11 September 1962. Malam hari sebelum melakukan penyerangan (Kamis, 10 September 1962), Teungku Peukan dan pasukannya sudah melakukan persiapan di daerah [[Manggeng, Aceh Barat Daya|Manggeng]], Aceh Barat Daya. Persiapan itu berupa ritual keagamaan dengan tujuan penyucian diri dan juga taklimat kepada para pasukan. Setelah melakukan persiapan, Teungku Peukan dan pasukannya kemudian mulai bergerak menuju kota Blang Pidie dengan menempuh jarak sekitar 20 kilometer.
Pada 10 September 1926, Teungku Peukan dan pasukannya sudah melakukan persiapan di daerah [[Manggeng, Aceh Barat Daya|Manggeng]], Aceh Barat Daya. Persiapan itu berupa ritual keagamaan dengan tujuan penyucian diri dan juga taklimat kepada para pasukan. Setelah melakukan persiapan, Teungku Peukan dan pasukannya kemudian mulai bergerak menuju kota Blang Pidie dengan menempuh jarak sekitar 20 kilometer. Dalam penyerangan ini, setiap pasukan memiliki ciri khusus. Panglima ditandai dengan pakaian serba hitam dan menggunakan selempang kuning, sedangkan untuk pejuang juga menggunakan pakaian serba hitam namun dengan kain kuning di pinggang mereka.


Pasukan Teungku Peukan tiba di [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Blang Pidie]] pada 11 September 1926 saat menjelang fajar. Mereka terlebih dahulu melakukan taklimat dan juga mengatur kembali strategi penyerangan. Teungku Peukan kemudian membagi pasukannya menjadi tiga sektor yang setiap sektornya dipimpin oleh seorang panglima. Setelah itu, pasukan Teungku Peukan melancarkan serangan kejutan. Serdadu Belanda yang terkejut dengan serangan tiba-tiba itu, tidak siap untuk melakukan perlawanan sehingga banyak dari mereka yang lari tidak tentu arah, sebagian lainnya dalam keadaan masih tidur.
Dalam penyerangan ini, setiap pasukan memiliki ciri khusus. Panglima ditandai dengan pakaian serba hitam dan menggunakan selempang kuning, sedangkan untuk pejuang juga menggunakan pakaian serba hitam namun dengan kain kuning di pinggang mereka.


Peristiwa penyerangan itu mengakibatkan korban jiwa, baik dari pihak pejuang maupun serdadu Belanda. Teungku Peukan juga gugur dalam peristiwa tersebut setelah seorang serdadu Belanda menembaknya saat sedang mengumandangkan azan.<ref>{{Cite book|first=Hasbullah|date=2009|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13094/1/PERISTIWA%2011%20SEPTEMBER%201926.PDF|title=Peristiwa 11 September 1962|location=Banda Aceh|publisher=Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh|isbn=978-979-9164-78-0|pages=9}}</ref>
Pasukan Teungku Peukan tiba di [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Blang Pidie]] saat menjelang fajar. Mereka terlebih dahulu melakukan taklimat dan juga mengatur kembali strategi penyerangan. Teungku Peukan kemudian membagi pasukannya menjadi tiga sektor yang setiap sektornya dipimpin oleh seorang panglima.


== Referensi ==
Menjelang subuh 11 September 1962, pasukan Teungku Peukan pun melancarkan serangan kejutan mereka. Serdadu Belanda yang terkejut dengan serangan tiba-tiba itu, tidak siap untuk melakukan perlawanan sehingga banyak dari mereka yang lari tidak tentu arah, sebagian lainnya dalam keadaan masih tidur.
{{reflist}}


Peristiwa penyerangan itu mengakibatkan korban jiwa, baik dari pihak pejuang maupun serdadu Belanda. Teungku Peukan juga gugur dalam peristiwa tersebut setelah seorang serdadu Belanda menembaknya saat sedang mengumandangkan azan.

== Referensi ==
[[Kategori:Sejarah Aceh]]
[[Kategori:Sejarah Aceh]]
[[Kategori:1920-an]]
[[Kategori:1926]]

Revisi terkini sejak 5 Januari 2023 18.06

Peristiwa 11 September 1926 adalah peristiwa penyerangan terhadap kolonial Belanda yang berada di kota Blang Pidie yang dipimpin oleh Teungku Peukan beserta pengikutnya. Peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan Perlawanan Teungku Peukan Terhadap Belanda di Aceh Barat Daya.

Lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya
Lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya

Pada 10 September 1926, Teungku Peukan dan pasukannya sudah melakukan persiapan di daerah Manggeng, Aceh Barat Daya. Persiapan itu berupa ritual keagamaan dengan tujuan penyucian diri dan juga taklimat kepada para pasukan. Setelah melakukan persiapan, Teungku Peukan dan pasukannya kemudian mulai bergerak menuju kota Blang Pidie dengan menempuh jarak sekitar 20 kilometer. Dalam penyerangan ini, setiap pasukan memiliki ciri khusus. Panglima ditandai dengan pakaian serba hitam dan menggunakan selempang kuning, sedangkan untuk pejuang juga menggunakan pakaian serba hitam namun dengan kain kuning di pinggang mereka.

Pasukan Teungku Peukan tiba di Blang Pidie pada 11 September 1926 saat menjelang fajar. Mereka terlebih dahulu melakukan taklimat dan juga mengatur kembali strategi penyerangan. Teungku Peukan kemudian membagi pasukannya menjadi tiga sektor yang setiap sektornya dipimpin oleh seorang panglima. Setelah itu, pasukan Teungku Peukan melancarkan serangan kejutan. Serdadu Belanda yang terkejut dengan serangan tiba-tiba itu, tidak siap untuk melakukan perlawanan sehingga banyak dari mereka yang lari tidak tentu arah, sebagian lainnya dalam keadaan masih tidur.

Peristiwa penyerangan itu mengakibatkan korban jiwa, baik dari pihak pejuang maupun serdadu Belanda. Teungku Peukan juga gugur dalam peristiwa tersebut setelah seorang serdadu Belanda menembaknya saat sedang mengumandangkan azan.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Peristiwa 11 September 1962 (PDF). Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh. 2009. hlm. 9. ISBN 978-979-9164-78-0.