Sri Samarawijaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rakehino (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Rakehino (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 15: Baris 15:
| successor = [[Sri Jitendrakara]]
| successor = [[Sri Jitendrakara]]
| father = [[Airlangga]]
| father = [[Airlangga]]
| mother = Galuh Sekar putri [[Dharmawangsa Teguh]]
| mother =
| wife =
| wife =
|religion = [[Hindu]]
|religion = [[Hindu]]
Baris 22: Baris 22:


== Kedudukan Samarawijaya pada masa Airlangga ==
== Kedudukan Samarawijaya pada masa Airlangga ==
Pada masa pemerintahan [[Airlangga]] dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah raja adalah [[rakryan mahamantri]]. Jabatan ini identik dengan [[putra mahkota]], sehingga pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.
Pada masa pemerintahan [[Airlangga]] dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah [[maharaja]] adalah [[rakryan mahamantri]]. Jabatan ini identik dengan gelar [[putra mahkota]], sehingga pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.


Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan [[Airlangga]] sejak 1021 sampai 1035, yang menjabat sebagai [[rakryan mahamantri]] adalah [[Sanggramawijaya Tunggadewi]]. Sedangkan pada [[Prasasti Pucangan]] (1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai [[rakryan mahamantri]].
Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021 sampai 1035, yang menjabat sebagai [[rakryan mahamantri]] adalah [[Sanggramawijaya Tunggadewi]]. Sedangkan pada [[prasasti Pucangan]] (1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai rakryan mahamantri begitu pula di dalam [[prasasti Pandan]] (1042) yang juga menyebutkan; ''rakryan mahamantri i hino śrī samarawijaya dhāmasuparṇawāhana teguh uttuṅgadewa''.


[[Sanggramawijaya Tunggadewi]] identik dengan putri sulung [[Airlangga]] dalam [[Serat Calon Arang]] yang mengundurkan diri dari tahta dan menjadi pertapa bernama [[Dewi Kili Suci]]. Dalam kisah tersebut, [[Dewi Kili Suci]] diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki.
Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam [[Serat Calon Arang]] yang mengundurkan diri dari tahta dan menjadi pertapa bernama [[Dewi Kili Suci]]. Dalam kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki. Dengan demikian, Samarawijaya diduga merupakan adik kandung dari [[Sanggramawijaya Tunggadewi]], dengan ibu sama-sama permaisuri [[Airlangga]] putri dari raja [[Dharmawangsa Teguh]].

Dengan demikian, Samarawijaya dipastikan adalah adik kandung dari [[Sanggramawijaya Tunggadewi]],dengan ibu sama-sama permaisuri [[Airlangga]] putri dari raja [[Dharmawangsa Teguh]].


== Perang Saudara melawan Janggala ==
== Perang Saudara melawan Janggala ==
Sebelum turun takhta tahun 1042, [[Airlangga]] dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua putranya. Maka iapun membagi wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu [[Kadiri]] (Panjalu) dan [[Janggala]]. Peristiwa ini diberitakan dalam ''[[Nagarakretagama]]'' dan ''[[Serat Calon Arang]]'', serta diperkuat oleh [[Prasasti Turun Hyang]] (1044).
Sebelum turun takhta tahun 1042, [[Airlangga]] dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua putranya. Maka iapun membagi wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu [[Panjalu]] (Kadiri) dan [[Janggala]]. Peristiwa ini diberitakan dalam ''[[Nagarakretagama]]'' dan ''[[Serat Calon Arang]]'', serta diperkuat oleh [[prasasti Turun Hyang]] (1044) dan [[prasasti Wurare]].


Dalam prasasti Turun Hyang, diketahui nama raja [[Janggala]] setelah pembagian ialah [[Mapanji Garasakan]]. Nama raja [[Kadiri]] tidak disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya, karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagai [[putra mahkota]].
Dalam prasasti Turun Hyang, diketahui nama raja [[Janggala]] setelah pembagian ialah [[Mapanji Garasakan]]. Nama raja [[Kadiri]] tidak disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya, karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagai [[putra mahkota]].


Prasasti Turun Hyang tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah [[Mapanji Garasakan]] tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantu [[Janggala]] melawan [[Kadiri]]. Jadi, pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh [[Airlangga]] terkesan sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan [[Mapanji Garasakan]] tetap saja berebut kekuasaan.
Prasasti Turun Hyang tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah Mapanji Garasakan tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantu [[Janggala]] melawan [[Panjalu]]. Jadi, pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh Airlangga terkesan sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan Mapanji Garasakan tetap saja berebut kekuasaan.


Adanya unsur ''Teguh'' dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra [[Airlangga]] yang dilahirkan dari putri [[Dharmawangsa Teguh]]. Sedangkan [[Mapanji Garasakan]] adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa [[Airlangga]] memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada [[Candi Belahan]] di lereng [[Gunung Penanggungan]], yang diyakini sebagai situs pemakaman [[Airlangga]].
Adanya unsur ''Teguh'' dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra [[Airlangga]] yang dilahirkan dari putri [[Dharmawangsa Teguh]]. Sedangkan [[Mapanji Garasakan]] adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada [[Candi Belahan]] di lereng [[Gunung Penanggungan]], yang diyakini sebagai situs pemakaman Airlangga.


== Akhir Pemerintahan Samarawijaya ==
== Akhir Pemerintahan Samarawijaya ==
Pemerintahan Samarawijaya di [[Kadiri]] dikenal sebagai masa kegelapan karena ia tidak meninggalkan bukti prasasti. Ia naik takhta dipastikan tahun 1042, karena pada tahun itu [[Airlangga]] turun takhta menjadi pendeta (berdasarkan berita dari [[prasasti Pamwatan]] dan [[prasasti Gandhakuti]]).
Pemerintahan Samarawijaya di [[Kadiri]] dikenal sebagai masa kegelapan karena ia tidak meninggalkan bukti prasasti. Ia naik takhta dipastikan tahun 1042, karena pada tahun itu [[Airlangga]] turun takhta menjadi pendeta (berdasarkan berita dari [[prasasti Pamwatan]] dan [[prasasti Gandhakuti]]).


Akhir pemerintahan Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti. Prasasti yang menyebutkan nama raja [[Kadiri]] selanjutnya adalah [[Prasasti Mataji]] adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di Desa Bangle, Lengkong, [[Nganjuk]], Jawa Timur. Prasasti ini berangka tahun 973 Saka atau 1051 M, dikeluarkan oleh Raja ''[[Sri Jitendrakara]]'' bergelar '''Sri Jitendrakara Wuryyawiryya Parakrama Bhakta'''.
Akhir pemerintahan Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti. Prasasti yang menyebutkan nama raja [[Kadiri]] selanjutnya adalah [[Prasasti Mataji]] adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di Desa Bangle, Lengkong, [[Nganjuk]], Jawa Timur. Prasasti ini berangka tahun 973 Saka atau 1051 M, dikeluarkan oleh raja [[Sri Jitendrakara]] bergelar '''Sri Jitendrakara Paladewa Wuryyawiryya Parakrama Bhakta'''.


== Kepustakaan ==
== Kepustakaan ==

Revisi terkini sejak 30 Agustus 2023 14.47

Sri Samarawijaya
Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa
Raja Panjalu
Berkuasa1042 - 1051
PendahuluAirlangga
PenerusSri Jitendrakara
Informasi pribadi
KelahiranKahuripan
Jawa Timur
WangsaIsyana
AyahAirlangga
AgamaHindu

Sri Samarawijaya adalah raja kerajaan Panjalu sesudah peristiwa pembagian kerajaan oleh prabu Airlangga kepada kedua puteranya. yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Sri Samarawijaya memerintah Panjalu sejak tahun 1042. Dengan gelar abhiseka lengkapnya ialah Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa.

Kedudukan Samarawijaya pada masa Airlangga[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Airlangga dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah maharaja adalah rakryan mahamantri. Jabatan ini identik dengan gelar putra mahkota, sehingga pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.

Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021 sampai 1035, yang menjabat sebagai rakryan mahamantri adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Sedangkan pada prasasti Pucangan (1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai rakryan mahamantri begitu pula di dalam prasasti Pandan (1042) yang juga menyebutkan; rakryan mahamantri i hino śrī samarawijaya dhāmasuparṇawāhana teguh uttuṅgadewa.

Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam Serat Calon Arang yang mengundurkan diri dari tahta dan menjadi pertapa bernama Dewi Kili Suci. Dalam kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki. Dengan demikian, Samarawijaya diduga merupakan adik kandung dari Sanggramawijaya Tunggadewi, dengan ibu sama-sama permaisuri Airlangga putri dari raja Dharmawangsa Teguh.

Perang Saudara melawan Janggala[sunting | sunting sumber]

Sebelum turun takhta tahun 1042, Airlangga dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua putranya. Maka iapun membagi wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu Panjalu (Kadiri) dan Janggala. Peristiwa ini diberitakan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang, serta diperkuat oleh prasasti Turun Hyang (1044) dan prasasti Wurare.

Dalam prasasti Turun Hyang, diketahui nama raja Janggala setelah pembagian ialah Mapanji Garasakan. Nama raja Kadiri tidak disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya, karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagai putra mahkota.

Prasasti Turun Hyang tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah Mapanji Garasakan tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantu Janggala melawan Panjalu. Jadi, pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh Airlangga terkesan sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan Mapanji Garasakan tetap saja berebut kekuasaan.

Adanya unsur Teguh dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra Airlangga yang dilahirkan dari putri Dharmawangsa Teguh. Sedangkan Mapanji Garasakan adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai situs pemakaman Airlangga.

Akhir Pemerintahan Samarawijaya[sunting | sunting sumber]

Pemerintahan Samarawijaya di Kadiri dikenal sebagai masa kegelapan karena ia tidak meninggalkan bukti prasasti. Ia naik takhta dipastikan tahun 1042, karena pada tahun itu Airlangga turun takhta menjadi pendeta (berdasarkan berita dari prasasti Pamwatan dan prasasti Gandhakuti).

Akhir pemerintahan Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti. Prasasti yang menyebutkan nama raja Kadiri selanjutnya adalah Prasasti Mataji adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di Desa Bangle, Lengkong, Nganjuk, Jawa Timur. Prasasti ini berangka tahun 973 Saka atau 1051 M, dikeluarkan oleh raja Sri Jitendrakara bergelar Sri Jitendrakara Paladewa Wuryyawiryya Parakrama Bhakta.

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

  • Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Didahului oleh:
Airlangga
Raja Kadiri
1042—1051
Diteruskan oleh:
Sri Jitendrakara