Lompat ke isi

Patah hati: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(13 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3: Baris 3:
'''Patah hati''' adalah [[metafora]] umum yang digunakan untuk menjelaskan [[sakit psikologis|sakit emosional]] atau [[penderitaan]] mendalam yang dirasakan seseorang setelah kehilangan orang yang dicintai, melalui [[kematian]], [[perceraian]], [[putus hubungan]], terpisah secara fisik atau penolakan cinta.
'''Patah hati''' adalah [[metafora]] umum yang digunakan untuk menjelaskan [[sakit psikologis|sakit emosional]] atau [[penderitaan]] mendalam yang dirasakan seseorang setelah kehilangan orang yang dicintai, melalui [[kematian]], [[perceraian]], [[putus hubungan]], terpisah secara fisik atau penolakan cinta.


Patah hati biasanya dikaitkan dengan kehilangan seorang anggota keluarga atau [[pernikahan|pasangan hidup]], meski kehilangan orang tua, anak, hewan peliharaan, orang yang dicintai atau teman dekat bisa "mematahkan hati seseorang", dan sering dialami ketika [[kesedihan|sedih]] dan merasa kehilangan. Frasa ini mengarah pada [[sakit|sakit fisik]] yang dirasakan seseorang di dada sebagai dampak kehilangan tersebut, tetapi ada pula perpanjangannya yang meliputi trauma emosional ketika perasaan tersebut tidak dialami sebagai wujud sakit somatik. Meskipun "patah hati" biasanya tidak memberi kerusakan fisik apapun pada jantung, ada sebuah kondisi bernama [[Sindrom takotsubo|kardiomiopati takotsubo]] (juga disebut sindrom patah hati), yaitu ketika sebuah insiden traumatik mendorong otak untuk menyalurkan zat-zat kimia ke jaringan jantung yang melemah.
Patah hati biasanya dikaitkan dengan kehilangan seorang anggota keluarga atau [[pernikahan|pasangan hidup]], meski kehilangan orang tua, anak, hewan peliharaan, orang yang dicintai atau teman dekat bisa "mematahkan hati seseorang", dan sering dialami ketika [[kesedihan|sedih]] dan merasa kehilangan. Meskipun "patah hati" biasanya tidak memberi kerusakan fisik apapun pada jantung, ada sebuah kondisi bernama [[Sindrom takotsubo|kardiomiopati takotsubo]] (juga disebut sindrom patah hati), yaitu ketika sebuah insiden traumatik mendorong otak untuk menyalurkan zat-zat kimia ke jaringan jantung yang melemah.


== Pandangan filosofis ==
== Pandangan filosofis ==
[[Berkas:Broken Heart.jpg|jmpl|300x300px|Ekspresi yang menunjukkan kesedihan orang yang sedang patah hati]]
Bagi banyak orang, mengalami patah hati adalah sesuatu yang mungkin tidak diketahui sebelumnya, karena dibutuhkan waktu bagi suatu kehilangan emosional atau fisik untuk diketahui sepenuhnya. Seperti yang dikatakan [[Jeffrey Moussaieff Masson]]:
Bagi banyak orang, mengalami patah hati adalah sesuatu yang mungkin tidak diketahui sebelumnya, karena dibutuhkan waktu bagi suatu kehilangan emosional atau fisik untuk diketahui sepenuhnya. Seperti yang dikatakan [[Jeffrey Moussaieff Masson]]:
<blockquote>Manusia tidak selalu sadar dengan apa yang mereka rasakan. Seperti hewan, mereka tidak mampu mengungkapkan perasaan mereka dalam bentuk kata-kata. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak punya perasaan. [[Sigmund Freud]] pernah berspekulasi bahwa seorang pria bisa jatuh [[cinta]] dengan seorang wanita selama enam tahun dan tidak menyadarinya sampai beberapa tahun kemudian. Pria seperti itu, dengan semua kebaikannya di dunia, tidak bisa mengungkapkan apa yang ia tidak ketahui. Ia memiliki perasaan tersebut, tetapi ia tidak mengetahuinya. Ini mungkin terdengar seperti paradoks — paradoksikal karena ketika kita memikirkan suatu perasaan, kita memikirkan sesuatu yang kita sadari sedang dirasakan. Sebagaimana Freud maksudkan dalam artikelnya tahun 1915, ''The Unconscious'': "Tentu saja kita perlu menyadari esensi sebuah emosi. Namun kita tidak mengetahui bahwa kita bisa 'memiliki' perasaan yang tidak kita ketahui."<ref name="Moussaieff">[[Jeffrey Moussaieff Masson]], General McCarthy: ''When Elephants Weep: The Emotional Lives of Animals'' ISBN 0-385-31428-0</ref></blockquote>
<blockquote>Manusia tidak selalu sadar dengan apa yang mereka rasakan. Seperti hewan, mereka tidak mampu mengungkapkan perasaan mereka dalam bentuk kata-kata. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak punya perasaan. [[Sigmund Freud]] pernah berspekulasi bahwa seorang pria bisa jatuh [[cinta]] dengan seorang wanita selama enam tahun dan tidak menyadarinya sampai beberapa tahun kemudian. Pria seperti itu, dengan semua kebaikannya di dunia, tidak bisa mengungkapkan apa yang ia tidak ketahui. Ia memiliki perasaan tersebut, tetapi ia tidak mengetahuinya. Ini mungkin terdengar seperti paradoks — paradoksikal karena ketika kita memikirkan suatu perasaan, kita memikirkan sesuatu yang kita sadari sedang dirasakan. Sebagaimana Freud maksudkan dalam artikelnya tahun 1915, ''The Unconscious'': "Tentu saja kita perlu menyadari esensi sebuah emosi. Namun kita tidak mengetahui bahwa kita bisa 'memiliki' perasaan yang tidak kita ketahui."<ref name="Moussaieff">[[Jeffrey Moussaieff Masson]], General McCarthy: ''When Elephants Weep: The Emotional Lives of Animals'' ISBN 0-385-31428-0</ref></blockquote>
Baris 15: Baris 16:
Sebuah studi memperlihatkan bahwa patah hati terasa ''menyakitkan'' sebagaimana sakit fisik yang mendalam. Penelitian tersebut mendemonstrasikan bahwa daerah otak yang sama yang cepat tanggap dengan pengalaman menyakitkan teraktifkan ketika seseorang mengalami penolakan sosial, atau kehilangan sosial pada umumnya. "Hasil ini memberikan arti baru bahwa penolakan sosial memang 'menyakitkan'," kata psikolog sosial Universitas Michigan, Ethan Kross.<ref>{{cite web|url=http://ns.umich.edu/new/releases/8332|accessdate=3 Nov 2011|title=Study illuminates the 'pain' of social rejection|author=Diane Swanbrow|work=University of Michigan News Sevice|date=25 March 2011}}</ref><ref name="PNAS">{{cite journal|journal=Proceedings of the National Academy of Science|title=Social rejection shares somatosensory representations with physical pain.|date=12 April 2011|volume=108|issue=15|pages=6270–5|doi=10.1073/pnas.1102693108|pmid=21444827|format=free PDF|url=http://www.pnas.org/content/early/2011/03/22/1102693108|accessdate=3 Nov 2011}}</ref> Penelitian Michigan melibatkan korteks somatosensori sekunder dan [[insula]] posterior dorsal.
Sebuah studi memperlihatkan bahwa patah hati terasa ''menyakitkan'' sebagaimana sakit fisik yang mendalam. Penelitian tersebut mendemonstrasikan bahwa daerah otak yang sama yang cepat tanggap dengan pengalaman menyakitkan teraktifkan ketika seseorang mengalami penolakan sosial, atau kehilangan sosial pada umumnya. "Hasil ini memberikan arti baru bahwa penolakan sosial memang 'menyakitkan'," kata psikolog sosial Universitas Michigan, Ethan Kross.<ref>{{cite web|url=http://ns.umich.edu/new/releases/8332|accessdate=3 Nov 2011|title=Study illuminates the 'pain' of social rejection|author=Diane Swanbrow|work=University of Michigan News Sevice|date=25 March 2011}}</ref><ref name="PNAS">{{cite journal|journal=Proceedings of the National Academy of Science|title=Social rejection shares somatosensory representations with physical pain.|date=12 April 2011|volume=108|issue=15|pages=6270–5|doi=10.1073/pnas.1102693108|pmid=21444827|format=free PDF|url=http://www.pnas.org/content/early/2011/03/22/1102693108|accessdate=3 Nov 2011}}</ref> Penelitian Michigan melibatkan korteks somatosensori sekunder dan [[insula]] posterior dorsal.


Psikolog dan penulis [[Dorothy Rowe]] menceritakan kembali tentang apa yang ia pikirkan mengenai patah hati sebagai sebuah klise kosong sampai ia mengalaminya sendiri ketika dewasa.<ref name="Rowe1">{{cite book|title=Depression: The Way Out of Your Prison|url=https://archive.org/details/depressionwayout0000rowe|first=Dorothy|last=Rowe|pages=[https://archive.org/details/depressionwayout0000rowe/page/210 210]–229|year=1983}}</ref><ref name="Rowe2">{{cite news|url=http://www.telegraph.co.uk/news/7772538/Why-on-earth-would-I-want-to-be-young.html|title=Why on earth would I want to be young?|first=Dorothy|last=Rowe|date=5 June 2010|newspaper=[[Daily Telegraph]]|accessdate=3 Nov 2011|quote=I never again want to discover that 'heartbreak' and 'heartache' aren't empty clichés but words, first, for the knife in the heart that follows the discovery of betrayal, and, second, for the dull ache of the heavy stone above my heart.}}</ref> Patah hati kadang bisa mendorong seseorang mencari bantuan medis untuk mengetahui gejala fisiknya, dan kemudian dikaitkan dengan [[kelainan somatoform]].<ref name="somatisation"<>{{cite web|url=http://www.merckmanuals.com/home/mental_health_disorders/somatoform_disorders/overview_of_somatoform_disorders.html|title=Overview of Somatoform Disorders|work=Merck Manual of Home Health|quote=Stress can cause physical symptoms even when no physical disorder is present....Sometimes a physical symptom appears to be a metaphor for an emotional experience, as when people with a “broken heart” have chest pain.}}</ref>
Psikolog dan penulis [[Dorothy Rowe]] menceritakan kembali tentang apa yang ia pikirkan mengenai patah hati sebagai sebuah [[klise]] kosong sampai ia mengalaminya sendiri ketika dewasa.<ref name="Rowe1">{{cite book|title=Depression: The Way Out of Your Prison|url=https://archive.org/details/depressionwayout0000rowe|first=Dorothy|last=Rowe|pages=[https://archive.org/details/depressionwayout0000rowe/page/210 210]–229|year=1983}}</ref><ref name="Rowe2">{{cite news|url=http://www.telegraph.co.uk/news/7772538/Why-on-earth-would-I-want-to-be-young.html|title=Why on earth would I want to be young?|first=Dorothy|last=Rowe|date=5 June 2010|newspaper=[[Daily Telegraph]]|accessdate=3 Nov 2011|quote=I never again want to discover that 'heartbreak' and 'heartache' aren't empty clichés but words, first, for the knife in the heart that follows the discovery of betrayal, and, second, for the dull ache of the heavy stone above my heart.}}</ref> Patah hati kadang bisa mendorong seseorang mencari bantuan medis untuk mengetahui gejala fisiknya, dan kemudian dikaitkan dengan [[kelainan somatoform]].<ref name="somatisation"<>{{cite web|url=http://www.merckmanuals.com/home/mental_health_disorders/somatoform_disorders/overview_of_somatoform_disorders.html|title=Overview of Somatoform Disorders|work=Merck Manual of Home Health|quote=Stress can cause physical symptoms even when no physical disorder is present....Sometimes a physical symptom appears to be a metaphor for an emotional experience, as when people with a “broken heart” have chest pain.|access-date=2012-01-07|archive-date=2012-02-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20120218131827/http://www.merckmanuals.com/home/mental_health_disorders/somatoform_disorders/overview_of_somatoform_disorders.html|dead-url=yes}}</ref>


Proses neurologis yang terlibat dalam persepsi sakit hati belum diketahui, tetapi diduga melibatkan [[korteks singulat anterior]] otak, yang dapat berstimulasi secara berlebihan ke [[saraf vagus]] ketika terjadi tekanan sehingga menyebabkan sakit, mual, atau pengencangan otot di bagian dada.<ref name="SAM">{{cite journal|url=http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=what-causes-chest-pains|date=March 2010|title=What causes chest pain when feelings are hurt?|journal=[[Scientific American Mind]]|first1=Robert|last1=Emery|first2=Jim|last2=Coan}}</ref> Selain itu, keluhan organik lainnya sering kali meliputi rasa lemas, kedinginan, ngilu-ngilu seperti flu. Berlebihnya hormon cortisol membuat sistem kekebalan tubuh kelelahan sehingga tubuh jadi lebih lemah terhadap serangan bakteri dan virus. Pada saat yang sama kehadiran hormon tersebut juga mengurangi aliran darah ke sistem pencernaan, sehingga nafsu makan menghilang dan terjadi gangguan pencernaan lainnya yang membuat seseorang makin kehilangan energi dan mempengaruhi seluruh tubuh. Alhasil, penolakan membuat seseorang benar-benar merasa tersakiti dan terpukul hancur.<ref name="lex">{{cite news|url=http://kelascinta.com/putus-cinta/kenapa-penolakan-rasanya-sakit|title=Kenapa Penolakan Rasanya Sakit?|first=Lex|last=dePraxis}}</ref>
Proses neurologis yang terlibat dalam persepsi sakit hati belum diketahui, tetapi diduga melibatkan [[korteks singulat anterior]] otak, yang dapat berstimulasi secara berlebihan ke [[saraf vagus]] ketika terjadi tekanan sehingga menyebabkan sakit, mual, atau pengencangan otot di bagian dada.<ref name="SAM">{{cite journal|url=http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=what-causes-chest-pains|date=March 2010|title=What causes chest pain when feelings are hurt?|journal=[[Scientific American Mind]]|first1=Robert|last1=Emery|first2=Jim|last2=Coan}}</ref> Selain itu, keluhan organik lainnya sering kali meliputi rasa lemas, kedinginan, ngilu-ngilu seperti flu. Berlebihnya hormon cortisol membuat sistem kekebalan tubuh kelelahan sehingga tubuh jadi lebih lemah terhadap serangan [[bakteri]] dan virus. Pada saat yang sama kehadiran hormon tersebut juga mengurangi aliran darah ke sistem pencernaan, sehingga nafsu makan menghilang dan terjadi gangguan pencernaan lainnya yang membuat seseorang makin kehilangan energi dan mempengaruhi seluruh tubuh. Alhasil, penolakan membuat seseorang benar-benar merasa tersakiti dan terpukul hancur.<ref name="lex">{{cite news|url=http://kelascinta.com/putus-cinta/kenapa-penolakan-rasanya-sakit|title=Kenapa Penolakan Rasanya Sakit?|first=Lex|last=dePraxis}}</ref>


=== Disfungsi endokrin dan sistem imun ===
=== Disfungsi endokrin dan sistem imun ===
Perubahan fisiologis dan biokimia yang berkontribusi terhadap penyakit fisik dan penyakit jantung yang lebih tinggi telah ditemukan pada individu yang memiliki tingkat kecemasan dan depresi tinggi. Beberapa individu yang telah bercerai mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh karena inflamasi sitokin diikuti oleh keadaan depresi.{{sfn|Field|2011|pp=382-387}}
Perubahan fisiologis dan biokimia yang berkontribusi terhadap penyakit fisik dan penyakit jantung yang lebih tinggi telah ditemukan pada individu yang memiliki tingkat [[Kegelisahan|kecemasan]] dan depresi tinggi. Beberapa individu yang telah bercerai mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh karena inflamasi sitokin diikuti oleh keadaan depresi.{{sfn|Field|2011|pp=382-387}}


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
{{Columns-list|3|
{{Columns-list|
*[[Depresi (suasana hati)|Depresi]]
*[[Depresi]]
*[[Kemarahan]]
*[[Kemarahan]]
*[[Kardiomiopati Takotsubo|Kardiomiopati stres]], juga dikenal sebagai "sindrom patah hati"
*[[Kardiomiopati takotsubo|Kardiomiopati stres]], juga dikenal sebagai "sindrom patah hati"
*[[Jantung]]
*[[Jantung]]
*[[Hati (simbol)]]
*[[Hati (simbol)]]
*[[Kekosongan]]
*[[Kehampaan]]
*[[Limerence]]
*[[Limerence]]
*[[Cinta]]
*[[Cinta]]

Revisi terkini sejak 23 Oktober 2023 13.23

Hati patah di tengah menjadi simbol patah hati[1]

Patah hati adalah metafora umum yang digunakan untuk menjelaskan sakit emosional atau penderitaan mendalam yang dirasakan seseorang setelah kehilangan orang yang dicintai, melalui kematian, perceraian, putus hubungan, terpisah secara fisik atau penolakan cinta.

Patah hati biasanya dikaitkan dengan kehilangan seorang anggota keluarga atau pasangan hidup, meski kehilangan orang tua, anak, hewan peliharaan, orang yang dicintai atau teman dekat bisa "mematahkan hati seseorang", dan sering dialami ketika sedih dan merasa kehilangan. Meskipun "patah hati" biasanya tidak memberi kerusakan fisik apapun pada jantung, ada sebuah kondisi bernama kardiomiopati takotsubo (juga disebut sindrom patah hati), yaitu ketika sebuah insiden traumatik mendorong otak untuk menyalurkan zat-zat kimia ke jaringan jantung yang melemah.

Pandangan filosofis

[sunting | sunting sumber]
Ekspresi yang menunjukkan kesedihan orang yang sedang patah hati

Bagi banyak orang, mengalami patah hati adalah sesuatu yang mungkin tidak diketahui sebelumnya, karena dibutuhkan waktu bagi suatu kehilangan emosional atau fisik untuk diketahui sepenuhnya. Seperti yang dikatakan Jeffrey Moussaieff Masson:

Manusia tidak selalu sadar dengan apa yang mereka rasakan. Seperti hewan, mereka tidak mampu mengungkapkan perasaan mereka dalam bentuk kata-kata. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak punya perasaan. Sigmund Freud pernah berspekulasi bahwa seorang pria bisa jatuh cinta dengan seorang wanita selama enam tahun dan tidak menyadarinya sampai beberapa tahun kemudian. Pria seperti itu, dengan semua kebaikannya di dunia, tidak bisa mengungkapkan apa yang ia tidak ketahui. Ia memiliki perasaan tersebut, tetapi ia tidak mengetahuinya. Ini mungkin terdengar seperti paradoks — paradoksikal karena ketika kita memikirkan suatu perasaan, kita memikirkan sesuatu yang kita sadari sedang dirasakan. Sebagaimana Freud maksudkan dalam artikelnya tahun 1915, The Unconscious: "Tentu saja kita perlu menyadari esensi sebuah emosi. Namun kita tidak mengetahui bahwa kita bisa 'memiliki' perasaan yang tidak kita ketahui."[2]

Sindrom patah hati

[sunting | sunting sumber]

Dalam berbagai legenda dan cerita fiksi, tokoh utama meninggal setelah mengalami kehilangan yang luar biasa. Namun bahkan dalam dunia nyata, seseorang bisa meninggal akibat patah hati. Sindrom patah hati umumnya dianggap sebagai akibat kematian seseorang yang pasangan hidupnya sudah duluan meninggal, tetapi penyebabnya tidak selalu jelas. Kondisi ini bisa dipicu oleh tekanan emosional mendadak akibat putus hubungan traumatik atau kematian orang yang dicintai.[3] Sindrom patah hati secara klinis berbeda dengan serangan jantung, karena pasien memiliki sedikit faktor risiko yang mendorong penyakit jantung dan sebelumnya sehat sebelum pelemahan otot-otot jantung. Tingkat kesembuhan para penderita "sindrom patah hati" lebih cepat daripada penderita serangan jantung dan kesembuhan penuh pada jantung bisa tercapai dalam waktu dua minggu.[4]

Pemahaman psikologis dan neurologis

[sunting | sunting sumber]

Sebuah studi memperlihatkan bahwa patah hati terasa menyakitkan sebagaimana sakit fisik yang mendalam. Penelitian tersebut mendemonstrasikan bahwa daerah otak yang sama yang cepat tanggap dengan pengalaman menyakitkan teraktifkan ketika seseorang mengalami penolakan sosial, atau kehilangan sosial pada umumnya. "Hasil ini memberikan arti baru bahwa penolakan sosial memang 'menyakitkan'," kata psikolog sosial Universitas Michigan, Ethan Kross.[5][6] Penelitian Michigan melibatkan korteks somatosensori sekunder dan insula posterior dorsal.

Psikolog dan penulis Dorothy Rowe menceritakan kembali tentang apa yang ia pikirkan mengenai patah hati sebagai sebuah klise kosong sampai ia mengalaminya sendiri ketika dewasa.[7][8] Patah hati kadang bisa mendorong seseorang mencari bantuan medis untuk mengetahui gejala fisiknya, dan kemudian dikaitkan dengan kelainan somatoform.[9]

Proses neurologis yang terlibat dalam persepsi sakit hati belum diketahui, tetapi diduga melibatkan korteks singulat anterior otak, yang dapat berstimulasi secara berlebihan ke saraf vagus ketika terjadi tekanan sehingga menyebabkan sakit, mual, atau pengencangan otot di bagian dada.[10] Selain itu, keluhan organik lainnya sering kali meliputi rasa lemas, kedinginan, ngilu-ngilu seperti flu. Berlebihnya hormon cortisol membuat sistem kekebalan tubuh kelelahan sehingga tubuh jadi lebih lemah terhadap serangan bakteri dan virus. Pada saat yang sama kehadiran hormon tersebut juga mengurangi aliran darah ke sistem pencernaan, sehingga nafsu makan menghilang dan terjadi gangguan pencernaan lainnya yang membuat seseorang makin kehilangan energi dan mempengaruhi seluruh tubuh. Alhasil, penolakan membuat seseorang benar-benar merasa tersakiti dan terpukul hancur.[11]

Disfungsi endokrin dan sistem imun

[sunting | sunting sumber]

Perubahan fisiologis dan biokimia yang berkontribusi terhadap penyakit fisik dan penyakit jantung yang lebih tinggi telah ditemukan pada individu yang memiliki tingkat kecemasan dan depresi tinggi. Beberapa individu yang telah bercerai mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh karena inflamasi sitokin diikuti oleh keadaan depresi.[12]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Green, Terisa (2003). The tattoo encyclopedia: a guide to choosing your tattoo. Simon and Schuster. hlm. 113. 
  2. ^ Jeffrey Moussaieff Masson, General McCarthy: When Elephants Weep: The Emotional Lives of Animals ISBN 0-385-31428-0
  3. ^ Stein, Rob (February 10, 2005). "Study Suggests You Can Die of a Broken Heart". Washington Post. Diakses tanggal 2006-09-23. 
  4. ^ ""Broken Heart" Syndrome: Real, Potentially Deadly but Recovery Quick". Johns Hopkins Medicine. February 9, 2005. Diakses tanggal 2006-09-23. 
  5. ^ Diane Swanbrow (25 March 2011). "Study illuminates the 'pain' of social rejection". University of Michigan News Sevice. Diakses tanggal 3 Nov 2011. 
  6. ^ "Social rejection shares somatosensory representations with physical pain" (free PDF). Proceedings of the National Academy of Science. 108 (15): 6270–5. 12 April 2011. doi:10.1073/pnas.1102693108. PMID 21444827. Diakses tanggal 3 Nov 2011. 
  7. ^ Rowe, Dorothy (1983). Depression: The Way Out of Your Prison. hlm. 210–229. 
  8. ^ Rowe, Dorothy (5 June 2010). "Why on earth would I want to be young?". Daily Telegraph. Diakses tanggal 3 Nov 2011. I never again want to discover that 'heartbreak' and 'heartache' aren't empty clichés but words, first, for the knife in the heart that follows the discovery of betrayal, and, second, for the dull ache of the heavy stone above my heart. 
  9. ^ "Overview of Somatoform Disorders". Merck Manual of Home Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-18. Diakses tanggal 2012-01-07. Stress can cause physical symptoms even when no physical disorder is present....Sometimes a physical symptom appears to be a metaphor for an emotional experience, as when people with a “broken heart” have chest pain. 
  10. ^ Emery, Robert; Coan, Jim (March 2010). "What causes chest pain when feelings are hurt?". Scientific American Mind. 
  11. ^ dePraxis, Lex. "Kenapa Penolakan Rasanya Sakit?". 
  12. ^ Field 2011, hlm. 382-387.