Lompat ke isi

Sejarah Cilacap: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Thesillent (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k ~cite
 
(29 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Sejarah Cilacap''' adalah sejarah mengenai perkembangan wilayah daerah [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di [[Jawa Tengah]]. Sebagai suatu wilayah pemerintahan terbentuk setelah bergabungnya Regentschap Dayeuhluhur dan Distrik Adiraja menjadi Onder Regentschap Cilacap, yang menjadi bagian dari [[Karesidenan Banyumas]] sejak 22 Agustus [[1831]] dengan mengangkat seorang residen yang bernama G.De. Seriere untuk mendampingi para bupati dan menetapkan [[Raden Tumenggung Tjakranegara III]] sebagai Bupati, serta dihapuskannya Kadipaten Dayeuhluhur dan mulai membuka wilayah ini seluas-luasnya kepada para pendatang. <ref>Situmorang, Nurarta (2009) Citra Kabupaten Cilacap Dalam Arsip. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.[ISBN 978-602-6503-14-5]</ref>
'''Sejarah Cilacap''' adalah sejarah mengenai perkembangan wilayah daerah [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di [[Jawa Tengah]]. Cilacap sebagai pemerintahan lokal sudah berdiri sejak zaman [[Majapahit]], dengan penguasa yang terkenal yaitu Ki Gede Ayah dan Ki Ageng Donan. Sedangkan Kabupaten Cilacap berdiri setelah bergabungnya Regentschap Dayeuhluhur dan Distrik Adiraja menjadi Onder Regentschap Cilacap, yang menjadi bagian dari [[Keresidenan Banyumas]] sejak 22 Agustus [[1831]], dengan mengangkat seorang residen yang bernama G.De. Seriere untuk mendampingi para bupati dan menetapkan [[Raden Tumenggung Tjakranegara III]] sebagai Bupati, serta dihapuskannya [[Kadipaten Dayeuhluhur]] dan mulai membuka wilayah ini seluas-luasnya kepada para pendatang.<ref>Situmorang, Nurarta (2009) Citra Kabupaten Cilacap Dalam Arsip. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.[ISBN 978-602-6503-14-5]</ref>

Cilacap merupakan salah satu kabupaten di [[Jawa Tengah]] yang berbatasan langsung dengan Provinsi [[Jawa Barat]] dan di bagian selatannya berbatasan dengan [[Samudera Hindia]]. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap memiliki percampuran budaya [[Jawa Banyumasan]] dengan [[budaya Sunda]] (Priangan Timur).


Cilacap merupakan salah satu kabupaten di [[Jawa Tengah]] yang berbatasan langsung dengan Provinsi [[Jawa Barat]] dan di bagian selatannya berbatasan dengan [[Samudera Hindia]]. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap terdapat percampuran suku [[Jawa Banyumasan]] dan [[suku Sunda]] di beberapa kecamatan, seperti (Dayehluhur, Majenang dsb).


== Toponomi ==
== Toponomi ==


Cilacap ('''''Chelachap''''') bukan berasal dari penggabungan kata ''Ci'' dan ''Lacap'', melainkan berhubungan dengan mata bajak.<ref>Mudik ke Cilacap, Benarkah Nama Kota Ngapak Ini Dari Bahasa Sunda?[https://sains.kompas.com/read/2019/06/02/180200023/mudik-ke-cilacap-benarkah-nama-kota-ngapak-ini-dari-bahasa-sunda-]</ref>
Cilacap berasal dari kata "Cacab" atau "Tlacap" yang berhubungan dengan mata bajak, bukan berasal dari penggabungan kata "Ci" dan "Lacap").<ref>Mudik ke Cilacap, Benarkah Nama Kota Ngapak Ini Dari Bahasa Sunda?[https://sains.kompas.com/read/2019/06/02/180200023/mudik-ke-cilacap-benarkah-nama-kota-ngapak-ini-dari-bahasa-sunda-]</ref>


Akhir abad ke XIV kedatangan rombongan Raden Bei Tjakrawedana (anak Tumenggung Tjakrawedana I, bupati Kasepuhan [[Banyumas]]) yang diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan.<ref>Benarkah Cilacap Dari Bahasa Sunda, Ini Asal Usul Penamaan Kota Ngapak Itu]</ref>
Akhir abad ke XIV kedatangan rombongan [[Raden Bei Tjakrawedana]] (anak [[Tumenggung Tjakrawedana I]], bupati Kasepuhan [[Banyumas]]) yang diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan.<ref>Benarkah Cilacap Dari Bahasa Sunda, Ini Asal Usul Penamaan Kota Ngapak Itu]</ref>


Rombongan Raden Bei kemudian berhenti di ujung lekukan pantai teluk yang bentuknya mirip mata bajak, atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut ''wluku'', sehingga orang menyebutnya ''cacab'' atau ''tlacap''.<ref>Java geographisch, ethnologisch, historisch tweede deel / door Pieter Johannes Veth ; Jan Frederik Niermeyer ; Johannes Francois Snelleman[https://onesearch.id/Record/IOS3659.20394048]</ref>
Rombongan Raden Bei kemudian berhenti di ujung lekukan pantai teluk yang bentuknya mirip mata bajak, atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut ''wluku'', sehingga orang menyebutnya ''cacab'' atau ''tlacap''.<ref>Java geographisch, ethnologisch, historisch tweede deel / door Pieter Johannes Veth ; Jan Frederik Niermeyer ; Johannes Francois Snelleman[https://onesearch.id/Record/IOS3659.20394048]</ref>
Baris 15: Baris 14:
.[https://arsip-indonesia.org/nl/zoeken?mivast=50000&mizig=64&miadt=50007&miaet=14&micode=1.0-PDSGI-K.B&minr=1060427&milang=nl&misort=tah%7Casc&miview=ldt]</ref>
.[https://arsip-indonesia.org/nl/zoeken?mivast=50000&mizig=64&miadt=50007&miaet=14&micode=1.0-PDSGI-K.B&minr=1060427&milang=nl&misort=tah%7Casc&miview=ldt]</ref>


Di Tanah Kerajaan, kata ''Tlacap'' digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung. ''Tlacap'' atau ''lacap'' juga berarti ''lancip'' atau tanah yang menjorok ke laut, yang sama artinya dengan kata ''congot'' (dalam [[bahasa Jawa]]).<ref>Cilacap itu Nama Baru, Sejarah Asal Mula Cilacap itu dari Handaunan atau Donan[https://banyumas.suaramerdeka.com/banyumas/pr-095562218/cilacap-itu-nama-baru-sejarah-asal-mula-cilacap-itu-dari-handaunan-atau-donan]</ref>
Di tanah kerajaan, kata ''Tlacap'' digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung. ''Tlacap'' atau ''lacap'' juga berarti ''lancip'' atau tanah yang menjorok ke laut, yang sama artinya dengan kata ''congot'' (dalam [[bahasa Jawa]]).<ref>Cilacap itu Nama Baru, Sejarah Asal Mula Cilacap itu dari Handaunan atau Donan[https://banyumas.suaramerdeka.com/banyumas/pr-095562218/cilacap-itu-nama-baru-sejarah-asal-mula-cilacap-itu-dari-handaunan-atau-donan]</ref>


==Mataram Hindu==
==Majapahit==
Sejarah [[kabupaten Cilacap]] diawali sejak zaman [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]] hingga Kerajaan [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]]. Pada akhir zaman [[Kemaharajaan Majapahit|Majapahit]] ([[1294]]-[[1478]]) daerah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap]] terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran, yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat:<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref><ref>Sejarah Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>


*Wilayah [[Ki Gede Ayah]] dan [[Ki Ageng Donan]] dibawah kekuasaan Kemaharajaan Majapahit.
Handaunan (sekarang Donan) sebagai cikal-bakal Kabupaten Cilacap sudah dikenal di masa [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Hindu]] sebagaimana didasarkan pada [[Prasasti Salingsingan]] bertuliskan 2 Mei [[880]] Masehi. Prasasti ini menyebut Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang bertahta sekitar tahun ([[856]]—[[882]]. M), dan nama Handaunan.<ref>Casparis, J.G.  de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.</ref>
*Wilayah [[Kerajaan Nusakambangan]] ([[Nusatembini]]) dan [[Adipati Pasir Luhur]].
*Wilayah [[Kerajaan Pajajaran]].


Menurut Husein Djayadiningrat, [[kerajaan Pajajaran]] runtuh pada [[1579]] masehi setelah diserang oleh [[kerajaan Banten|Banten]] dan [[kerajaan Cirebon|Cirebon]], oleh karenanya bagian timur Pajajaran diserahkan kepada Cirebon. Sehingga seluruh wilayah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di sebelah timur dibawah kekuasaan [[Kesultanan Pajang|Pajang]] (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Demak) dan sebelah barat diserahkan kepada Cirebon (vasal Demak).
Terdapat pula beberapa nama desa di Cilacap pada Prasasti peninggalan Mataram Hindu. Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa atau wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran [[sungai Serayu]], di daerah [[Kabupaten Purbalingga|Purbalingga]], [[Banjarnegara]], [[Wonosobo]], [[Banyumas]], dan [[Cilacap]].<ref>MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.</ref><ref>Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.</ref>


Pada [[1587]] Masehi, [[Kesultanan Pajang|Pajang]] diganti oleh [[Kerajaan Mataram|Mataram]] (Islam) yang didirikan oleh [[Panembahan Senopati]] pada ([[1587]]-[[1755]]), maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula dibawah kekuasaan Kesultanan Pajang diserahkan kepada Kesultanan Mataram (pajang runtuh digantikan oleh Mataram). Pada tahun [[1595]] Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke [[Kerajaan Galuh|Galuh]] (vasal Cirebon).
===Prasasti Salingsingan===


Menurut catatan harian Kompeni [[Belanda]] di Benteng [[Batavia]], tanggal 21 Februari [[1682]], diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari [[Citarum]], sebelah utara [[Karawang]] ke [[Bagelen]]. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah [[Dayeuhluhur]] dan [[Limbangan]].<ref>Sejarah
[[Prasasti Salingsingan]] yang berangka tahun [[880]] Masehi, menceritakan Dana Kebaktian milik Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala kepada Bathara di Salingsingan tentang sebuah dharma atau Bangunan Suci (sekarang [[Candi Wulan]], [[Candi Asu]], dan [[Candi Pendem]]) yang terletak di dekat bertemunya sungai Pabelan dan sungai Tlising di lereng [[Gunung Merapi]].
Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>


==Mataram kuno==
Nama desa atau wilayah di daerah Kabupaten Cilacap yang disebut, antara lain: desa ''Gulung'' (sekarang bernama Grumbul Mengulung, terletak dipinggir kali Kembang kuning, dusun di wilayah Kecamatan Kawunganten, Kab. Cilacap) desa ''Jati'' (sekarang berada di wilayah Kecamatan Binangun, Kab. Cilacap) desa ''Sunda'' (sekarang bernama Surusunda, desa di Kecamatan Karangpucung, Kab. Cilacap), desa ''Manghujung'' (sekarang bernama Ujung Manik, desa di Kecamatan Kawunganten, Kab. Cilacap), dan desa ''Handaunan'' (sekarang Donan, kelurahan di kecamatan Cilacap Tengah, Kota Cilacap).
Handaunan (sekarang: ''Donan'') sebagai cikal-bakal kabupaten Cilacap sudah dikenal di masa [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]] sebagaimana didasarkan pada [[prasasti Salingsingan]] bertuliskan 2 Mei [[880]] Masehi. Prasasti ini menyebut raja [[Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala]] yang bertahta sekitar tahun ([[856]]—[[882]] M) dan nama Handaunan.<ref>Casparis, J.G. de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.</ref>


Terdapat pula beberapa nama desa di Cilacap pada prasasti peninggalan Mataram kuno. Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa atau wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran [[sungai Serayu]], di daerah [[kabupaten Purbalingga|Purbalingga]], [[Kabupaten Banjarnegara|Banjarnegara]], [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]], [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]], dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].<ref>MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.</ref><ref>Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.</ref>
===Prasasti Er Hangat===


===Prasasti===
[[Prasasti Er Hangat]] yang berangka tahun [[885]] Masehi, menyebut Maharaja Dyah Tagwas Sri Jayakirttiwardhana yang berkuasa tahun [[885]] Masehi, mendatangi desa Kapung, dan sang raja singgah di desa Er Hangat atau desa Kali Anget, yang sekarang terletak di wilayah [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]].


[[Prasasti Salingsingan]] yang berangka tahun [[880]] masehi, menceritakan dana kebaktian milik [[Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala]] kepada Bathara di Salingsingan tentang sebuah dharma atau bangunan suci (sekarang: [[Candi Wulan]], [[Candi Asu]], dan [[Candi Pendem]]) yang terletak di dekat bertemunya [[Sungai Pabelan]] dan [[Sungai Tlising]] di lereng [[Gunung Merapi]].
Nama desa atau wilayah di daerah Kabupaten Cilacap yang disebut, antara lain: desa ''Limo Manis'' (sekarang bernama Kecamatan Jeruklegi di Kab. Cilacap), desa ''Nusawangka'', desa ''Nusawungu'' (sekarang berada di Kecamatan Nusawungu, Kab. Cilacap), desa ''Nusajati'' (sekarang berada di wilayah Kecamatan Binangun, Kab. Cilacap), desa ''Nusa'', Nusa Tembini, dan [[Pulau Nusakambangan]].


Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Gulung''' (sekarang: ''Grumbul Mengulung'', terletak dipinggir [[Kali Kembangkuning]], sebuah dusun di [[Kawunganten, Cilacap|kecamatan Kawunganten]], kab. Cilacap), desa '''Jati''' (sebuah desa di [[Binangun, Cilacap|kecamatan Binangun]], kab. Cilacap), desa '''Sunda''' (sekarang: ''Surusunda'', sebuah desa di [[Karangpucung, Cilacap|kecamatan Karangpucung]], kab. Cilacap), desa '''Manghujung''' (sekarang: ''Ujungmanik'', sebuah desa di [[Kawunganten, Cilacap|kecamatan Kawunganten]], kab. Cilacap), dan desa '''Handaunan''' (sekarang:''Donan'', sebuah kelurahan di [[Cilacap Tengah, Cilacap|kecamatan Cilacap Tengah]], [[kota Cilacap]]).
Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa Desa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (Kepala Daerah) disebut Pu Sakti, dan Kepala Daerah di Limo Manis (Jeruklegi) menerima pasak-pasak atau pemberian, pisungsung, berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama Desa Dalyatan(sekarang bernama Kawunganten, Kecamatan di Kab. Cilacap), desa Limo Manis (sekarang bernama Kecamatan Jeruklegi di Kab. Cilacap), desa ''Kayu Hurang'', desa ''Nusa'' merupakan ''wanwatpi siring'' atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa Salud Mangli. Prasasti ini ditemukan di [[kabupaten Banjarnegara|Banjarnegara]].


[[Prasasti Er Hangat]] yang berangka tahun [[885]] masehi, menyebut Maharaja Dyah Tagwas [[Sri Jayakirttiwardhana]] yang berkuasa tahun [[885]] masehi, mendatangi desa '''''Kapung''''', dan sang raja singgah di desa '''''Er Hangat''''' atau desa [[Kali Anget]], yang sekarang terletak di wilayah [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]].
===Prasasti Panunggalan===


Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Limo Manis''' (sekarang: [[Jeruklegi, Cilacap|Jeruklegi]], sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa '''Nusawangka''', desa '''Nusawungu''' (berada di [[Nusawungu, Cilacap|kecamatan Nusawungu]], kab. Cilacap), desa '''Nusajati''' (berada di [[Binangun, Cilacap|kecamatan Binangun]], kab. Cilacap), desa '''Nusa''', [[Nusatembini]], dan [[Pulau Nusakambangan]].
[[Prasasti Panunggalan]] yang berangka [[896]] Masehi, menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai Manghingtu (petugas keagamaan) dari Desa Danu (sekarang Donan, Kelurahan di Kecamatan Cilacap Tengah, Kota Cilacap).


Nama desa atau wilayah di daerah Kabupaten Cilacap yang disebut, antara lain: desa ''Air Bulang'' (sekarang bernama Bolang, desa di Kecamatan Dayehluhur, Kab. Cilacap), desa ''Maddhyapura'' (sekarang bernama Madura, desa di Kecamatan Wanareja, Kab. Cilacap), desa ''Panunggalan'' (sekarang desa di wilayah Kecamatan Cahyana, Kab. Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa Bhratma, Tegangrat, Air Pelung, Rayun Haruan, Tiwuran, Pringn Sungudan, dan Jamwi. Prasasti ini ditemukan di Desa Panunggalan, Kecamatan Cahyana, [[Kabupaten Purbalingga|Purbalingga]].
Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa desa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (kepala daerah) disebut Pu Sakti, dan kepala daerah di Limo Manis menerima pasak-pasak atau pemberian pisungsung berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama desa '''Dalyatan''' (sekarang: [[Kawunganten, Cilacap|Kawunganten]], sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa '''Limo Manis''' (sekarang: [[Jeruklegi, Cilacap|Jeruklegi]], sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa '''Kayu Hurang''', desa '''Nusa''' merupakan ''wanwatpi siring'' atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa ''Salud Mangli''. Prasasti ini ditemukan di [[kabupaten Banjarnegara|Banjarnegara]].


[[Prasasti Panunggalan]] yang berangka [[896]] masehi, menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai ''Manghingtu'' (petugas keagamaan) dari desa '''Danu''' (sekarang: ''Donan'', sebuah kelurahan di [[Cilacap Tengah, Cilacap|kecamatan Cilacap Tengah]], [[kota Cilacap]]).
===Prasasti Pabuharan===


Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Air Bulang''' (sekarang: ''Bolang'', sebuah desa di [[Dayeuhluhur, Cilacap|kecamatan Dayeuhluhur]], kab. Cilacap), desa '''Maddhyapura''' (sekarang: ''Madura'', sebuah desa di [[Wanareja, Cilacap|kecamatan Wanareja]], kab. Cilacap), desa '''Panunggalan''' (sebuah desa di kecamatan Cahyana, kab. Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa '''''Bhratma''''', '''''Tegangrat''''', '''''Air Pelung''''', '''''Rayun Haruan''''', '''''Tiwuran''''', '''''Pring Sungudan''''', dan '''''Jamwi'''''. Prasasti ini ditemukan di desa Panunggalan, kecamatan Cahyana, [[kabupaten Purbalingga]].
[[Prasasti Pabuharan]] yang berangka [[900]] Masehi, menyebut nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk Desa Sima (desa bebas pajak), seperti desa ''Hasinan'' (sekarang bernama Pengasinan, dusun di desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, Kab. Banyumas), desa ''Pabuharan'' (sekarang bernama Pabuwaran, kelurahan di Kecamatan Purwokerto Utara, Kota Purwokerto), desa Pasir yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang Pasir Lor, Pasir Wetan, Pasir Kulon, desa di Kecamatan Karanglewas, Kab. Banyumas dan Pasir Kidul, kelurahan di Kecamatan Purwokerto Barat, Kota Purwokerto), desa ''Ngasinan'' (sekarang bernama Ngasin, dusun di desa Karangkandri, Kecamatan Kesugihan, Kab. Cilacap).


[[Prasasti Pabuharan]] yang berangka [[900]] masehi, menyebut nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk desa Sima (desa bebas pajak), seperti desa '''Hasinan''' (sekarang: ''Pengasinan'', sebuah dusun di desa Kedungwringin, [[Patikraja, Banyumas|kecamatan Patikraja]], kab. Banyumas), desa '''Pabuharan''' (sekarang: ''Pabuwaran'', kelurahan di [[Purwokerto Utara, Banyumas|kecamatan Purwokerto Utara]], Kota Purwokerto), desa '''Pasir''' yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang terbagi menjadi ''Pasir Lor'', ''Pasir Wetan'', ''Pasir Kulon'', sebuah desa di [[Karanglewas, Banyumas|kecamatan Karanglewas]], kab. Banyumas dan ''Pasir Kidul'', sebuah kelurahan di [[Purwokerto Barat, Banyumas|kecamatan Purwokerto Barat]], [[kota Purwokerto]]), desa '''Ngasinan''' (sekarang: ''Ngasin'', sebuah dusun di desa Karangkandri, [[Kesugihan, Cilacap|kecamatan Kesugihan]], kab. Cilacap).
Istilah Pasir juga berkaitan dengan [[Babad Pasir Luhur]], yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun [[900]]-an. Prasasti ini ditemukan di aliran [[sungai Serayu]], antara [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]] dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].


Istilah Pasir juga berkaitan dengan [[Babad Pasir Luhur]], yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun [[900]]-an (era [[kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]]). Prasasti ini ditemukan di aliran [[Sungai Serayu]], antara [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]] dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].
===Prasasti Luitan===


[[Prasasti Luitan]] yang berangka [[901]] Masehi, berisi tentang pengaduan penduduk Desa Luitan atau wilayah Kapung kepada Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa Sri Bahubaajrapratipaksasaya, sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi uddhara (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada [[1977]] di dekat Punden Lingga (oleh warga disebut Punden Mbok Ageng Lingga) Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kesugihan, [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].
[[Prasasti Luitan]] yang berangka [[901]] masehi, berisi tentang pengaduan penduduk desa '''Luitan''' atau wilayah Kapung kepada Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa [[Sri Bahubaajrapratipaksasaya]], sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi uddhara (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada [[1977]] di dekat Punden Lingga (oleh warga sekitar disebut ''Punden Mbok Ageng Lingga'') desa Pesanggrahan, [[Kesugihan, Cilacap|kecamatan Kesugihan]], kab. Cilacap.


===Bukti lainnya===
===Naskah===


Dalam [[Naskah Bujangga Manik]] tahun [[1500]] Masehi, tidak terdapat nama Chelachap atau Cilacap, sedangkan Donan Kalicung disebut (sekarang Donan) <ref>Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.</ref>
Dalam [[Naskah Bujangga Manik]] tahun [[1500]] Masehi, tidak terdapat nama '''Chelachap''' atau '''Cilacap''', sedangkan Donan Kalicung disebut (sekarang: ''Donan'') <ref>Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.</ref>


Pada [[1726]] Masehi, dalam Peta perjalanan [[Francois Valentyn]] nama Chelachap atau Cilacap juga belum disebut, hanya dikenal nama-nama desa dan sungai seperti [[Souse River]] ([[sungai Serayu]]), Lonbong Negory, Dainu, Doman, Calomprit, Oetiong Klang, Kali Kams, Kara Doea, Kali Balampang, Pagalangan, Pasongon, Oeloebontoe, Boeykota, Careong, dan [[De Schey River]] (istilah untuk sungai besar). Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara [[Pulau Nusakambangan]] serta di sebelah Timur dan Utara [[Segara Anakan]].<ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref>
Pada [[1726]] masehi, dalam peta perjalanan [[Francois Valentyn]] nama ''Chelachap'' atau ''Cilacap'' juga belum disebut, hanya dikenal nama-nama desa dan sungai seperti [[Souse River]] ([[Sungai Serayu]]), '''Lonbong Negory''', ('''Dainu''', sekarang ''donan''), '''Doman''', '''Calomprit''', '''Oetiong Klang''', '''Kali Kams''', ('''Kara Doea''', sekarang ''muara dua''), '''Kali Balampang''', '''Pagalangan''', '''Pasongon''', '''Oeloebontoe''', '''Boeykota''', ('''Careong''', sekarang ''cireong'') dan [[De Schey River]] (istilah untuk sungai besar). Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara [[Pulau Nusakambangan]] serta di sebelah Timur dan Utara [[Segara Anakan]].<ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref>


Nama '''''Chelachap''''' (sekarang Cilacap) baru disebut dalam Buku '''The History of Java''' (volume I) karya [[Thomas Stamford Raffles]], terbitan tahun [[1817]] (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan [[Inggris]] di [[pulau Jawa|Jawa]] pada [[1817]]) yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit [[Kuala Lumpur]] (Oxford University Press) pada [[1978]].<ref>The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.</ref><ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref> Petikan aslinya:
Nama '''''Chelachap''''' (sekarang: ''Cilacap'') baru disebut dalam Buku '''The History of Java''' (volume I) karya [[Thomas Stamford Raffles]], terbitan tahun [[1817]] (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan [[Inggris]] di [[pulau Jawa|Jawa]] pada [[1817]] masehi), yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit [[Kuala Lumpur]] (Oxford University Press) pada [[1978]].<ref>The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.</ref><ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref> Berikut adalah petikan aslinya:


{{cquote2|''To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.''}}
{{cquote2|''To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.''}}


Dengan demikian, nama Handaunan atau Donan lebih tua ribuan tahun dari nama Chelachap atau Cilacap.
Dengan demikian, nama Handaunan, Donan, Danu, Donan Kalicung lebih tua ratusan tahun dari nama Chelachap atau Cilacap.



















==Sesudah Mataram Hindu==

Sejarah [[kabupaten Cilacap|Cilacap]] diawali sejak zaman [[Kerajaan Mataram Kuno]] hingga [[Kerajaan Surakarta]]. Pada akhir zaman [[Kemaharajaan Majapahit]] ([[1294]]-[[1478]]) daerah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] terbagi dalam wilayah-wilayah sebagai berikut:<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref><ref>Sejarah Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>

*Wilayah [[Ki Gede Ayah]] dan wilayah [[Ki Ageng Donan]] dibawah kekuasaan Kemaharajaan Majapahit.

*Wilayah [[Kerajaan Nusakambangan]] ([[Nusa Tembini]]) dan Wilayah [[Adipati Pasir Luhur]].

*Wilayah [[Kerajaan Pajajaran]].

Menurut Husein Djayadiningrat [[Kerajaan Pajajaran|Pajajaran]] runtuh pada [[1579]] Masehi, setelah diserang oleh [[kerajaan Banten|Banten]] dan [[kerajaan Cirebon|Cirebon]], Oleh karenanya bagian timur Pajajaran diserahkan kepada Cirebon. Sehingga seluruh wilayah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di sebelah timur dibawah kekuasaan [[Kesultanan Pajang|Pajang]] (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Demak) dan sebelah barat diserahkan kepada Cirebon (Pendirian Kesultanan Cirebon berkaitan erat dengan Demak).

Pada [[1587]] Masehi, [[Kesultanan Pajang|Pajang]] diganti oleh [[Kerajaan Mataram|Mataram]] (Islam) yang didirikan oleh [[Panembahan Senopati]] pada ([[1587]]-[[1755]]), maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang diserahkan kepada Kerajaan Mataram Islam (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Pajang). Pada tahun [[1595]] Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke [[Kerajaan Galuh|Galuh]] (Wilayah bawahan Kesultanan Cirebon).


==Surakarta==
Menurut catatan harian Kompeni [[Belanda]] di Benteng [[Batavia]], tanggal 21 Februari [[1682]] diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari [[Citarum]], sebelah utara [[Karawang]] ke [[Bagelen]]. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah Dayeuhluhur dan [[Limbangan]]. {{Artikel|Akulturasi Budaya Jawa dan Sunda}}
Pada tanggal 5 Oktober [[1705]], melalui perjanjian [[Kartasura]] VOC berhasil mengambil-alih beberapa wilayah Kesultanan Mataram yang ketika itu merupakan bagian dari daerah cikal-bakal Cilacap. Perjanjian antara [[VOC]] dan Kesultanan Mataram tersebut dikatakan bahwa batas timur wilayah VOC berpindah dari Ci Pamanukan ([[Karawang]]) ke sungai Losari: (sekarang ''Cisanggarung'') di utara dan sungai Donan (Cilacap) di selatan.


Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram oleh VOC tertuang dalam (Pasal II Perjanjian 5 Oktober [[1705]]), yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada [[VOC]] dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan (pasuruan), awal dari danau dalam ([[Segara Anakan]]), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang ''Ciberem''), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang ''Cisatya'') sekitar negeri Madura, ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah [[Subang]], sebelah tenggara [[Gunung Bongkok]], ke arah utara sampai di Sungai Lassarij ([[Sungai Losari]]). Kesultanan Mataram runtuh pada [[1755]] masehi, digantikan oleh [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat]] dan [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]].
Pada tanggal 5 Oktober [[1705]], melalui perjanjian [[Kartasura]] VOC berhasil mengambil-alih beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam yang ketika itu merupakan bagian dari daerah cikal-bakal Cilacap. Perjanjian antara [[VOC]] dan Kesultanan Mataram Islam tersebut dikatakan bahwa batas timur wilayah VOC berpindah dari Ci Pamanukan ([[Karawang]]) ke Sungai Losari di utara dan sungai Donan di selatan.


==Lihat pula==
Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam oleh VOC tertuang dalam (Pasal II Perjanjian 5 Oktober [[1705]]) yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada [[VOC]] dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan, awal dari danau dalam ([[Segara Anakan]]), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang ''Ciberem''), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang ''Cisatya'') sekitar Negeri Madura, ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah Subang, sebelah tenggara Gunung Bongkok, ke arah utara sampai di Sungai Lassarij ([[Losari]]). Kesultanan Mataram Islam runtuh pada [[1755]] Masehi, digantikan oleh [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat]] dan [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]].
*[[Kabupaten Cilacap]]
*[[Sejarah Banjarnegara]]
*[[Sejarah Purbalingga]]
*[[Sejarah Banyumas]]
*[[Sejarah Kebumen]]


==Referensi==
==Referensi==

Revisi terkini sejak 21 Februari 2024 15.05

Sejarah Cilacap adalah sejarah mengenai perkembangan wilayah daerah Cilacap di Jawa Tengah. Cilacap sebagai pemerintahan lokal sudah berdiri sejak zaman Majapahit, dengan penguasa yang terkenal yaitu Ki Gede Ayah dan Ki Ageng Donan. Sedangkan Kabupaten Cilacap berdiri setelah bergabungnya Regentschap Dayeuhluhur dan Distrik Adiraja menjadi Onder Regentschap Cilacap, yang menjadi bagian dari Keresidenan Banyumas sejak 22 Agustus 1831, dengan mengangkat seorang residen yang bernama G.De. Seriere untuk mendampingi para bupati dan menetapkan Raden Tumenggung Tjakranegara III sebagai Bupati, serta dihapuskannya Kadipaten Dayeuhluhur dan mulai membuka wilayah ini seluas-luasnya kepada para pendatang.[1]

Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat dan di bagian selatannya berbatasan dengan Samudera Hindia. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap terdapat percampuran suku Jawa Banyumasan dan suku Sunda di beberapa kecamatan, seperti (Dayehluhur, Majenang dsb).

Cilacap berasal dari kata "Cacab" atau "Tlacap" yang berhubungan dengan mata bajak, bukan berasal dari penggabungan kata "Ci" dan "Lacap").[2]

Akhir abad ke XIV kedatangan rombongan Raden Bei Tjakrawedana (anak Tumenggung Tjakrawedana I, bupati Kasepuhan Banyumas) yang diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan.[3]

Rombongan Raden Bei kemudian berhenti di ujung lekukan pantai teluk yang bentuknya mirip mata bajak, atau dalam bahasa Jawa disebut wluku, sehingga orang menyebutnya cacab atau tlacap.[4]

De Wolff van Westerrode, Asisten Residen Purwokerto (1896 - 1900) membuat resensi buku karangan Veth berjudul Java, Geographisch, Ethnologisch, Historich, 3 Jilid, terbit tahun (1875-1882) dalam majalah Ilmu Bumi di Negeri Belanda, mencatat bahwa penulisan Cilacap seringkali disalahtafsirkan sebagai kata yang berasal dari bahasa Sunda.[5]

Di tanah kerajaan, kata Tlacap digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung. Tlacap atau lacap juga berarti lancip atau tanah yang menjorok ke laut, yang sama artinya dengan kata congot (dalam bahasa Jawa).[6]

Majapahit

[sunting | sunting sumber]

Sejarah kabupaten Cilacap diawali sejak zaman Mataram Kuno hingga Kerajaan Surakarta. Pada akhir zaman Majapahit (1294-1478) daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran, yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat:[7][8][9][10]

Menurut Husein Djayadiningrat, kerajaan Pajajaran runtuh pada 1579 masehi setelah diserang oleh Banten dan Cirebon, oleh karenanya bagian timur Pajajaran diserahkan kepada Cirebon. Sehingga seluruh wilayah cikal-bakal Cilacap di sebelah timur dibawah kekuasaan Pajang (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Demak) dan sebelah barat diserahkan kepada Cirebon (vasal Demak).

Pada 1587 Masehi, Pajang diganti oleh Mataram (Islam) yang didirikan oleh Panembahan Senopati pada (1587-1755), maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula dibawah kekuasaan Kesultanan Pajang diserahkan kepada Kesultanan Mataram (pajang runtuh digantikan oleh Mataram). Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke Galuh (vasal Cirebon).

Menurut catatan harian Kompeni Belanda di Benteng Batavia, tanggal 21 Februari 1682, diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari Citarum, sebelah utara Karawang ke Bagelen. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah Dayeuhluhur dan Limbangan.[11]

Mataram kuno

[sunting | sunting sumber]

Handaunan (sekarang: Donan) sebagai cikal-bakal kabupaten Cilacap sudah dikenal di masa Mataram Kuno sebagaimana didasarkan pada prasasti Salingsingan bertuliskan 2 Mei 880 Masehi. Prasasti ini menyebut raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang bertahta sekitar tahun (856882 M) dan nama Handaunan.[12]

Terdapat pula beberapa nama desa di Cilacap pada prasasti peninggalan Mataram kuno. Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa atau wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran sungai Serayu, di daerah Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, dan Cilacap.[13][14]

Prasasti Salingsingan yang berangka tahun 880 masehi, menceritakan dana kebaktian milik Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala kepada Bathara di Salingsingan tentang sebuah dharma atau bangunan suci (sekarang: Candi Wulan, Candi Asu, dan Candi Pendem) yang terletak di dekat bertemunya Sungai Pabelan dan Sungai Tlising di lereng Gunung Merapi.

Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa Gulung (sekarang: Grumbul Mengulung, terletak dipinggir Kali Kembangkuning, sebuah dusun di kecamatan Kawunganten, kab. Cilacap), desa Jati (sebuah desa di kecamatan Binangun, kab. Cilacap), desa Sunda (sekarang: Surusunda, sebuah desa di kecamatan Karangpucung, kab. Cilacap), desa Manghujung (sekarang: Ujungmanik, sebuah desa di kecamatan Kawunganten, kab. Cilacap), dan desa Handaunan (sekarang:Donan, sebuah kelurahan di kecamatan Cilacap Tengah, kota Cilacap).

Prasasti Er Hangat yang berangka tahun 885 masehi, menyebut Maharaja Dyah Tagwas Sri Jayakirttiwardhana yang berkuasa tahun 885 masehi, mendatangi desa Kapung, dan sang raja singgah di desa Er Hangat atau desa Kali Anget, yang sekarang terletak di wilayah Wonosobo.

Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa Limo Manis (sekarang: Jeruklegi, sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa Nusawangka, desa Nusawungu (berada di kecamatan Nusawungu, kab. Cilacap), desa Nusajati (berada di kecamatan Binangun, kab. Cilacap), desa Nusa, Nusatembini, dan Pulau Nusakambangan.

Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa desa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (kepala daerah) disebut Pu Sakti, dan kepala daerah di Limo Manis menerima pasak-pasak atau pemberian pisungsung berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama desa Dalyatan (sekarang: Kawunganten, sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa Limo Manis (sekarang: Jeruklegi, sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa Kayu Hurang, desa Nusa merupakan wanwatpi siring atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa Salud Mangli. Prasasti ini ditemukan di Banjarnegara.

Prasasti Panunggalan yang berangka 896 masehi, menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai Manghingtu (petugas keagamaan) dari desa Danu (sekarang: Donan, sebuah kelurahan di kecamatan Cilacap Tengah, kota Cilacap).

Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa Air Bulang (sekarang: Bolang, sebuah desa di kecamatan Dayeuhluhur, kab. Cilacap), desa Maddhyapura (sekarang: Madura, sebuah desa di kecamatan Wanareja, kab. Cilacap), desa Panunggalan (sebuah desa di kecamatan Cahyana, kab. Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa Bhratma, Tegangrat, Air Pelung, Rayun Haruan, Tiwuran, Pring Sungudan, dan Jamwi. Prasasti ini ditemukan di desa Panunggalan, kecamatan Cahyana, kabupaten Purbalingga.

Prasasti Pabuharan yang berangka 900 masehi, menyebut nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk desa Sima (desa bebas pajak), seperti desa Hasinan (sekarang: Pengasinan, sebuah dusun di desa Kedungwringin, kecamatan Patikraja, kab. Banyumas), desa Pabuharan (sekarang: Pabuwaran, kelurahan di kecamatan Purwokerto Utara, Kota Purwokerto), desa Pasir yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang terbagi menjadi Pasir Lor, Pasir Wetan, Pasir Kulon, sebuah desa di kecamatan Karanglewas, kab. Banyumas dan Pasir Kidul, sebuah kelurahan di kecamatan Purwokerto Barat, kota Purwokerto), desa Ngasinan (sekarang: Ngasin, sebuah dusun di desa Karangkandri, kecamatan Kesugihan, kab. Cilacap).

Istilah Pasir juga berkaitan dengan Babad Pasir Luhur, yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun 900-an (era Mataram Kuno). Prasasti ini ditemukan di aliran Sungai Serayu, antara Banyumas dan Cilacap.

Prasasti Luitan yang berangka 901 masehi, berisi tentang pengaduan penduduk desa Luitan atau wilayah Kapung kepada Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa Sri Bahubaajrapratipaksasaya, sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi uddhara (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada 1977 di dekat Punden Lingga (oleh warga sekitar disebut Punden Mbok Ageng Lingga) desa Pesanggrahan, kecamatan Kesugihan, kab. Cilacap.

Dalam Naskah Bujangga Manik tahun 1500 Masehi, tidak terdapat nama Chelachap atau Cilacap, sedangkan Donan Kalicung disebut (sekarang: Donan) [15]

Pada 1726 masehi, dalam peta perjalanan Francois Valentyn nama Chelachap atau Cilacap juga belum disebut, hanya dikenal nama-nama desa dan sungai seperti Souse River (Sungai Serayu), Lonbong Negory, (Dainu, sekarang donan), Doman, Calomprit, Oetiong Klang, Kali Kams, (Kara Doea, sekarang muara dua), Kali Balampang, Pagalangan, Pasongon, Oeloebontoe, Boeykota, (Careong, sekarang cireong) dan De Schey River (istilah untuk sungai besar). Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara Pulau Nusakambangan serta di sebelah Timur dan Utara Segara Anakan.[16]

Nama Chelachap (sekarang: Cilacap) baru disebut dalam Buku The History of Java (volume I) karya Thomas Stamford Raffles, terbitan tahun 1817 (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan Inggris di Jawa pada 1817 masehi), yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit Kuala Lumpur (Oxford University Press) pada 1978.[17][18] Berikut adalah petikan aslinya:

To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.

Dengan demikian, nama Handaunan, Donan, Danu, Donan Kalicung lebih tua ratusan tahun dari nama Chelachap atau Cilacap.

Surakarta

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 5 Oktober 1705, melalui perjanjian Kartasura VOC berhasil mengambil-alih beberapa wilayah Kesultanan Mataram yang ketika itu merupakan bagian dari daerah cikal-bakal Cilacap. Perjanjian antara VOC dan Kesultanan Mataram tersebut dikatakan bahwa batas timur wilayah VOC berpindah dari Ci Pamanukan (Karawang) ke sungai Losari: (sekarang Cisanggarung) di utara dan sungai Donan (Cilacap) di selatan.

Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram oleh VOC tertuang dalam (Pasal II Perjanjian 5 Oktober 1705), yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada VOC dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan (pasuruan), awal dari danau dalam (Segara Anakan), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang Ciberem), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang Cisatya) sekitar negeri Madura, ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah Subang, sebelah tenggara Gunung Bongkok, ke arah utara sampai di Sungai Lassarij (Sungai Losari). Kesultanan Mataram runtuh pada 1755 masehi, digantikan oleh Kesunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Situmorang, Nurarta (2009) Citra Kabupaten Cilacap Dalam Arsip. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.[ISBN 978-602-6503-14-5]
  2. ^ Mudik ke Cilacap, Benarkah Nama Kota Ngapak Ini Dari Bahasa Sunda?[1]
  3. ^ Benarkah Cilacap Dari Bahasa Sunda, Ini Asal Usul Penamaan Kota Ngapak Itu]
  4. ^ Java geographisch, ethnologisch, historisch tweede deel / door Pieter Johannes Veth ; Jan Frederik Niermeyer ; Johannes Francois Snelleman[2]
  5. ^ VETH, P. J (1903) Java; Geographisch, Ethnologisch, Historisch. De Erven F. Bohn N.V.<m .[3]
  6. ^ Cilacap itu Nama Baru, Sejarah Asal Mula Cilacap itu dari Handaunan atau Donan[4]
  7. ^ Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)
  8. ^ Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)
  9. ^ Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)
  10. ^ Sejarah Kabupaten Cilacap[5]
  11. ^ Sejarah Kabupaten Cilacap[6]
  12. ^ Casparis, J.G. de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.
  13. ^ MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.
  14. ^ Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.
  15. ^ Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.
  16. ^ Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.
  17. ^ The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.
  18. ^ Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.