Tutur Tinular (seri televisi 1996): Perbedaan antara revisi
k Danang Efendi memindahkan halaman Tutur Tinular (sinetron 1996) ke Tutur Tinular (seri televisi 1996) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Agus Nanda (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(18 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 11: | Baris 11: | ||
| developer = |
| developer = |
||
| presenter = |
| presenter = |
||
| starring = [[Anto Wijaya]]<br />[[Murti Sari Dewi]]<br />[[Li Yun Juan]]<br />[[Deivy Zulyanti Nasution]]<br>[[Piet Ermas]]<br /> [[Agus Kuncoro]] |
| starring = [[Anto Wijaya]]<br />[[Murti Sari Dewi]]<br />[[Li Yun Juan]]<br />[[Deivy Zulyanti Nasution]]<br>[[Piet Ermas]]<br /> [[Agus Kuncoro]]<br /> [[Tizar Purbaya]] |
||
| voices = [[Sanggar Prathivi]] |
| voices = [[Sanggar Prathivi]] |
||
| writer = [[Imam Tantowi]] |
| writer = [[Imam Tantowi]] |
||
Baris 42: | Baris 42: | ||
}} |
}} |
||
'''Tutur Tinular''' merupakan sebuah [[sinetron]] kolosal produksi [[Genta Buana Paramita|PT. Genta Buana Pitaloka]]/[[Genta Buana Paramita]] pada tahun [[1996]]. Serial ini disutradarai oleh |
'''Tutur Tinular''' merupakan sebuah [[sinetron]] kolosal produksi [[Genta Buana Paramita|PT. Genta Buana Pitaloka]]/[[Genta Buana Paramita]] pada tahun [[1996]]. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya dan skenario ditulis oleh [[Imam Tantowi]]. |
||
== Sinopsis == |
|||
Cerita bermula saat [[Arya Kamandanu]], putra kedua pandai besi yang bernama Mpu Hanggareksa, tertarik dengan orang tua yang bijak,Mpu Ranubhaya yang ahli dalam seni bela diri. Dia mulai belajar seni bela diri dari Ranubhaya dan mengetahui bahwa Ranubhaya sebenarnya teman seperguruan ayahnya dalam persenjataan. Sementara ayah Kamandanu memilih untuk menjadi pemasok senjata kepada pemerintah [[Kerajaan Singhasari]], Ranubhaya memilih untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah dan mengisolasi dirinya sendiri. |
|||
Ketika ayah mengetahui hubungan guru-murid antara putra keduanya dan Ranubhaya, ia menjadi marah dan menuduh Ranubhaya sebagai pengkhianat dan menggunakan prajurit kerajaan menyerang kuil Ranubhaya ini. Hubungan antara Kamandanu dan ayahnya menjadi lebih buruk dan Kamandanu pengembara sebagai prajurit. |
|||
Cerita menjadi lebih kompleks ketika Ranubhaya, yang selamat dari rumahnya yang hancur, diculik oleh utusan [[Kubilai Khan]] yang kagum dengan keahliannya dalam persenjataan. Menjadi tahanan di Cina, ia dipaksa untuk membuat pedang besar, Nagapuspa. Setelah pedang selesai, dia dibunuh oleh pejabat yang takut jika Ranubhaya menciptakan pedang lain untuk saingan Nagapuspa. Sebelum kematiannya, ia meminta beberapa prajurit, Lo Si Shan dan [[Mei Xin]], untuk membawa pedang ke Che Po (Pulau Jawa, diucapkan dalam bahasa tua-Cina) dan memberikannya kepada Kamandanu. |
|||
Cerita dilanjutkan dengan keterlibatan Kamandanu di pasukan [[Raden Wijaya]], yang selamat dari [[Kerajaan Singhasari]] setelah diserang [[Kerajaan Kadiri|Kerajaan Kediri]]. keterlibatannya memperbaiki hubungan antara Kamandanu dan ayahnya, terutama setelah saudaranya, Dwipangga mengkhianati mereka. Kamandanu membantu Raden Wijaya menciptakan kerajaannya sendiri, Majapahit. |
|||
Tutur Tinular dimulai pada era [[Kertanegara]] (raja terakhir [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]]) dan berakhir pada era [[Jayanegara]] (raja kedua [[Majapahit]]). Cerita dimulai ketika karakter utama masih muda dan berakhir ketika karakter utama sudah tua. Ini menunjukkan perkembangan dari anak muda idealis menadi seseorang yang bijak yang tidak ingin melihat perang lagi dan mengasingkan diri. |
|||
Pengembangan karakter lain yang juga menarik. Dwipangga misalnya, mulai hidupnya dalam cerita ini sebagai penyair yang lemah secara fisik. Kemudian, ia mencoba untuk mengubah hidupnya dengan mengkhianati keluarganya untuk medali emas dari Kediri. Setelah dipukuli dan dipermalukan oleh saudaranya sendiri di depan istri dan anaknya, ia belajar bela diri-seni dan menjadi seorang prajurit yang menakutkan, yang disebut sebagai Penyair Berdarah. Setelah dipukuli oleh Kamandanu untuk kedua kalinya, ia menghilang dan terlupakan sampai putrinya menemukan dia sebagai orang tua buta tak berdaya dan menyedihkan. |
|||
== Pemeran == |
== Pemeran == |
||
{|class="wikitable unsortable" |
|||
* [[Anto Wijaya]] sebagai [[Arya Kamandanu]] |
|||
|- |
|||
* [[Piet Ermas]] sebagai [[Arya Dwipangga]] / [[Pendekar Syair Berdarah]] |
|||
!Pemeran |
|||
* [[Deivy Zulyanti Nasution]] sebagai [[Nari Ratih]] |
|||
!Peran |
|||
* [[Murti Sari Dewi]] sebagai [[Sakawuni]] |
|||
|- |
|||
* [[Lamting]] sebagai [[Loe Shih Shan]] |
|||
|[[Anto Wijaya]] |
|||
* [[Agus Kuncoro]] sebagai [[Raden Wijaya]]/Prabu Kertarajasa Jayawardhana |
|||
|[[Arya Kamandanu]] |
|||
* [[Chairil J.M.]] sebagai [[Mpu Ranubhaya]] |
|||
|- |
|||
* [[Hendra Cipta]] sebagai [[Mpu Hanggareksa]] |
|||
|rowspan="2"|Piet Ermas |
|||
* [[Syaiful Anwar]] sebagai [[Mpu Tong Bajil]] |
|||
|Arya Dwipangga |
|||
* [[Anika Hakim]] sebagai [[Dewi Sambi]] |
|||
|- |
|||
* [[Tizar Purbaya]] sebagai [[Kertanagara|Prabu Kertanagara]] |
|||
|Pendekar Syair Berdarah |
|||
* [[Piet Pagau]] sebagai [[Jayakatwang|Prabu Jayakatwang]] (Musim 1) & Mpu Lunggah (Musim 2) |
|||
|- |
|||
* [[Nungki Kusumastuti]] sebagi [[Nararya Turukbali]] |
|||
|Deivy Zulyanti Nasution |
|||
* [[Hadi Leo]] sebagai [[Lembu Sora]] |
|||
|Nari Ratih |
|||
* [[Herbi Latupeirissa]] sebagai [[Ranggalawe]] |
|||
|- |
|||
* [[Candy Satrio]] sebagai [[Nambi|Patih Nambi]] |
|||
|[[Murti Sari Dewi]] |
|||
* [[Rayvaldo Luntungan]] sebagai Rakai Dukut & [[Mahapati|Dyah Halayudha]] |
|||
|Sakawuni |
|||
* [[Rizal Muhaimin]] sebagai Raden [[Ardharaja]] (Musim 1) dan [[Ra Tanca]] (Musim 2) |
|||
|- |
|||
* [[Johan Saimima]] sebagai [[Kebo Mundarang|Patih Kebo Mundarang]] |
|||
|[[Li Yun Juan]] |
|||
* [[Yoga Pratama]] sebagai [[Jayanagara]] remaja |
|||
|Mei Xin |
|||
* [[Irgi Ahmad Fahrezi]] sebagai [[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] |
|||
|- |
|||
* [[Hans Wanaghi]] sebagai [[Meng Chi]] |
|||
|[[Lamting]] |
|||
* [[Wingky Harun]] sebagai [[Ki Ramparowang]] |
|||
|Loe Shih Shan |
|||
* [[Dian Sitoresmi]] sebagai [[Nini Ragarunting]] |
|||
|- |
|||
* [[Lilis Suganda]] sebagai [[Ayu Pupuh]] / [[Dewi Tunjung Biru]] (Musim 1) dan Istri [[Raden Wijaya]] (Musim 2) |
|||
|rowspan="2"|[[Agus Kuncoro]] |
|||
* [[Teddy Uncle]] sebagai [[Pranaraja]] (Musim 1) dan [[Mpu Wahana]] (Musim 2) |
|||
|[[Raden Wijaya]] |
|||
* [[Rizal Djibran]] sebagai [[Ra Kuti]] |
|||
|- |
|||
* [[Febriyanti]] sebagai [[Gayatri]] |
|||
|Prabu Kertarajasa Jayawardhana |
|||
* [[Niken Ayu]] sebagai [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] kecil |
|||
|- |
|||
* [[Dhini Aminarti]] sebagai [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] |
|||
|[[Chairil J.M.]] |
|||
* [[Fiscarina]] sebagai [[Dyah Wiyat]] |
|||
|Mpu Ranubhaya |
|||
* [[Yuni Sulistyawati]] sebagai Palastri (Musim 1), Luh Jinggan (Musim 2) & [[Sitangsu]] (Musim 2) |
|||
|- |
|||
* [[Wulan Guritno]] sebagai [[Praharsini]] |
|||
|[[Hendra Cipta]] |
|||
* [[Trixie Fadriane Etheim]] sebagai [[Ayu Wandira]] kecil |
|||
|Mpu Hanggareksa |
|||
* [[Suzanna Meilia]] sebagai Sunggi (Musim 1), [[Dara Petak|Dyah Dara Pethak]] (Musim 2), & [[Ayu Wandira]] dewasa (Musim 2) |
|||
|- |
|||
* [[Benny Burnama]] sebagai Ki Pamungsu |
|||
|Syaiful Anwar |
|||
* [[Bambang Suryo]] sebagai [[Arya Wiraraja]] |
|||
|Mpu Tong Bajil |
|||
* [[Rendy Ricky Bramasta]] sebagai [[Banyak Kapuk]] |
|||
|- |
|||
* [[Deonardus]] sebagai [[Jambunada]] |
|||
|Anika Hakim |
|||
* [[M. Iqbal (pemeran)|M. Iqbal]] sebagai [[Panji Ketawang]] kecil |
|||
|Dewi Sambi |
|||
* [[Sawung Sembadha]] sebagai [[Panji Ketawang]] remaja |
|||
|- |
|||
* [[Rizal Fadli]] sebagai tokoh figuran (Musim 1), Balunghura (Musim 1), Sado (Musim 2), & [[Panji Ketawang]] dewasa (Musim 2) |
|||
|Tizar Purbaya |
|||
* [[Eddy Dhosa]] sebagai Kuda Prana |
|||
|Prabu Kertanagara |
|||
* [[Risdo Alaro Matondang]] sebagai [[Cakradara]] |
|||
|- |
|||
* [[Rifki Alfarez]] sebagai [[Gajah Mada]] |
|||
|rowspan="2"|[[Piet Pagau]] |
|||
* [[Hendri Hendarto]] sebagai [[Kudamerta]] |
|||
|[[Jayakatwang|Prabu Jayakatwang]] {{efn|Musim 1}} |
|||
* [[David Macpal]] sebagai Dangdi |
|||
|- |
|||
* [[Anne J. Cotto]] sebagai Mertaraga |
|||
|Mpu Lunggah {{efn|Musim 2}} |
|||
* [[Irman F.R. Heryana]] sebagai [[Lanang Dhanapala]] |
|||
|- |
|||
* [[Aspar Paturusi]] sebagai Rekyan Wuru |
|||
|[[Nungki Kusumastuti]] |
|||
* [[S. Manan Dipa]] sebagai [[Ramapati]] (Musim 1), Wongkilur (Musim 1), [[Mpu Sasi]] (Musim 2), & [[Rakai Pamitihan]] (Musim 2) |
|||
|Nararya Turukbali |
|||
* [[Fitria Anwar]] sebagai Kurantil |
|||
|- |
|||
* [[Tien Kadaryono]] sebagai Nyi Pamiji |
|||
|[[Hadi Leo]] |
|||
* [[Alex Bernard]] sebagai Wong Yin (Musim 1 & 2) & Shih Pie (Musim 1) |
|||
|[[Lembu Sora]] |
|||
* [[Andre Yega]] sebagai Adirasa, [[Ikemese]] (Musim 1), & Jarawaha (Musim 2) |
|||
|- |
|||
* [[Nani Somanegara]] sebagai Istri Prabu Jayakatwang (Musim 1) & Nyi Rongkot (Musim 2) |
|||
|Herbi Latupeirissa |
|||
* [[Antoni Sumadi]] sebagai Ki Sugatabrahma |
|||
|[[Ranggalawe]] |
|||
* [[Rochim Lahatu]] sebagai [[Kebo Anabrang]] 1 (Musim 1 & 2) dan [[Jabung Tarewes]] (Musim 2) |
|||
|- |
|||
* [[Tanase]] sebagai [[Gajah Pagon]] (Musim 1) & Kolo Rampis (Musim 2) |
|||
|Candy Satrio |
|||
* [[Zainal Pattikawa]] sebagai [[Jaran Lejong]] (Musim 1) dan [[Ra Wedeng]] (Musim 2) |
|||
|[[Nambi|Patih Nambi]] |
|||
* [[Norman Syam]] sebagai Jarawaha (Musim 1), Gajah Biru (Musim 1 & 2), & [[Ra Yuyu]] 2 (Musim 2) |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Rayvaldo Luntungan |
|||
|Rakai Dukut |
|||
|- |
|||
|[[Mahapati|Dyah Halayudha]] |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Rizal Muhaimin |
|||
|Raden Ardharaja {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|[[Ra Tanca]] {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|[[Johan Saimima]] |
|||
|Patih Kebo Mundarang |
|||
|- |
|||
|[[Yoga Pratama]] |
|||
|[[Jayanagara]] remaja |
|||
|- |
|||
|[[Irgi Ahmad Fahrezi]] |
|||
|[[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] |
|||
|- |
|||
|Hans Wanaghi |
|||
|Meng Chi |
|||
|- |
|||
|[[Wingky Harun]] |
|||
|Ki Ramparowang |
|||
|- |
|||
|Dian Sitoresmi |
|||
|Nini Ragarunting |
|||
|- |
|||
|rowspan="3"|[[Lilis Suganda]] |
|||
|Ayu Pupuh |
|||
|- |
|||
|Dewi Tunjung Biru {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Istri [[Raden Wijaya]] {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Teddy Uncle |
|||
|Pranaraja {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Mpu Wahana {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|[[Rizal Djibran]] |
|||
|[[Ra Kuti]] |
|||
|- |
|||
|Febriyanti |
|||
|[[Gayatri]] |
|||
|- |
|||
|[[Niken Ayu]] |
|||
|[[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] kecil |
|||
|- |
|||
|[[Dhini Aminarti]] |
|||
|[[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] |
|||
|- |
|||
|Fiscarina |
|||
|[[Dyah Wiyat]] |
|||
|- |
|||
|rowspan="3"|[[Yuni Sulistyawati]] |
|||
|Palastri {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Luh Jinggan {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|Sitangsu {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|[[Wulan Guritno]] |
|||
|Praharsini |
|||
|- |
|||
|Trixie Fadriane Etheim |
|||
|Ayu Wandira kecil |
|||
|- |
|||
|rowspan="3"|Suzanna Meilia |
|||
|Sunggi {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|[[Dara Petak|Dyah Dara Pethak]] {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|Ayu Wandira dewasa {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|Benny Burnama |
|||
|Ki Pamungsu |
|||
|- |
|||
|Bambang Suryo |
|||
|[[Arya Wiraraja]] |
|||
|- |
|||
|Rendy Ricky Bramasta |
|||
|Banyak Kapuk |
|||
|- |
|||
|Deonardus |
|||
|Jambunada |
|||
|- |
|||
|M. Iqbal |
|||
|Panji Ketawang kecil |
|||
|- |
|||
|Sawung Sembadha |
|||
|Panji Ketawang remaja |
|||
|- |
|||
|rowspan="4"|Rizal Fadli |
|||
|Tokoh figuran {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Balunghura {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Sado {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|Panji Ketawang {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|Eddy Dhosa |
|||
|Kuda Prana |
|||
|- |
|||
|Risdo Alaro Matondang |
|||
|Cakradara |
|||
|- |
|||
|Rifki Alfarez |
|||
|[[Gajah Mada]] |
|||
|- |
|||
|[[Hendri Hendarto]] |
|||
|Kudamerta |
|||
|- |
|||
|David Macpal |
|||
|Dangdi |
|||
|- |
|||
|[[Anne J. Cotto]] |
|||
|Mertaraga |
|||
|- |
|||
|Irman F.R. Heryana |
|||
|Lanang Dhanapala |
|||
|- |
|||
|[[Aspar Paturusi]] |
|||
|Rekyan Wuru |
|||
|- |
|||
|rowspan="4"|S. Manan Dipa |
|||
|Ramapati {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Wongkilur {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Mpu Sasi {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|[[Rakai Pamitihan]] {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|[[Fitria Anwar]] |
|||
|Kurantil |
|||
|- |
|||
|[[Tien Kadaryono]] |
|||
|Nyi Pamiji |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Alex Bernard |
|||
|Wong Yin {{efn|Musim 1 dan 2}} |
|||
|- |
|||
|Shih Pie {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Andre Yega |
|||
|Adirasa, Ikemese {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Jawahara {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|[[Nani Somanegara]] |
|||
|Istri Prabu Jayakatwang {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Nyi Rongkot {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|Antoni Sumadi]] |
|||
|Ki Sugatabrahma |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Rochim Lahatu |
|||
|[[Kebo Anabrang]] 1 {{efn|Musim 1 dan 2}} |
|||
|- |
|||
|[[Jabung Tarewes]] {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Tanase |
|||
|Gajah Pagon]] {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Kolo Rampis {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|rowspan="2"|Zainal Pattikawa]] |
|||
|Jaran Lejong {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Ra Wedeng {{efn|Musim 2}} |
|||
|- |
|||
|rowspan="3"|Norman Syam |
|||
|Jarawaha {{efn|Musim 1}} |
|||
|- |
|||
|Gajah Biru {{efn|Musim 1 dan 2}} |
|||
|- |
|||
|Ra Yuyu {{efn|Musim 2}} |
|||
|} |
|||
* [[Garnis Hermawan]] sebagai Langkir (Musim 1), Ra Tabi (Musim 2), dan Trisura (Musim 2) |
* [[Garnis Hermawan]] sebagai Langkir (Musim 1), Ra Tabi (Musim 2), dan Trisura (Musim 2) |
||
* [[Steven Sakari]] sebagai Wong Chau |
* [[Steven Sakari]] sebagai Wong Chau |
||
Baris 247: | Baris 442: | ||
{{col-css3-end}} |
{{col-css3-end}} |
||
== Penghargaan dan nominasi == |
|||
== Sinopsis == |
|||
{| class="wikitable unsortable" |
|||
Cerita bermula saat [[Arya Kamandanu]], putra kedua pandai besi yang bernama Mpu Hanggareksa, tertarik dengan orang tua yang bijak,Mpu Ranubhaya yang ahli dalam seni bela diri. Dia mulai belajar seni bela diri dari Ranubhaya dan mengetahui bahwa Ranubhaya sebenarnya teman seperguruan ayahnya dalam persenjataan. Sementara ayah Kamandanu memilih untuk menjadi pemasok senjata kepada pemerintah [[Kerajaan Singhasari]], Ranubhaya memilih untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah dan mengisolasi dirinya sendiri. |
|||
Ketika ayah mengetahui hubungan guru-murid antara putra keduanya dan Ranubhaya, ia menjadi marah dan menuduh Ranubhaya sebagai pengkhianat dan menggunakan prajurit kerajaan menyerang kuil Ranubhaya ini. Hubungan antara Kamandanu dan ayahnya menjadi lebih buruk dan Kamandanu pengembara sebagai prajurit. |
|||
Cerita menjadi lebih kompleks ketika Ranubhaya, yang selamat dari rumahnya yang hancur, diculik oleh utusan [[Kubilai Khan]] yang kagum dengan keahliannya dalam persenjataan. Menjadi tahanan di Cina, ia dipaksa untuk membuat pedang besar, Nagapuspa. Setelah pedang selesai, dia dibunuh oleh pejabat yang takut jika Ranubhaya menciptakan pedang lain untuk saingan Nagapuspa. Sebelum kematiannya, ia meminta beberapa prajurit, Lo Si Shan dan [[Mei Xin]], untuk membawa pedang ke Che Po (Pulau Jawa, diucapkan dalam bahasa tua-Cina) dan memberikannya kepada Kamandanu. |
|||
Cerita dilanjutkan dengan keterlibatan Kamandanu di pasukan [[Raden Wijaya]], yang selamat dari [[Kerajaan Singhasari]] setelah diserang [[Kerajaan Kadiri|Kerajaan Kediri]]. keterlibatannya memperbaiki hubungan antara Kamandanu dan ayahnya, terutama setelah saudaranya, Dwipangga mengkhianati mereka. Kamandanu membantu Raden Wijaya menciptakan kerajaannya sendiri, Majapahit. |
|||
Tutur Tinular dimulai pada era [[Kertanegara]] (raja terakhir [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]]) dan berakhir pada era [[Jayanegara]] (raja kedua [[Majapahit]]). Cerita dimulai ketika karakter utama masih muda dan berakhir ketika karakter utama sudah tua. Ini menunjukkan perkembangan dari anak muda idealis menadi seseorang yang bijak yang tidak ingin melihat perang lagi dan mengasingkan diri. |
|||
Pengembangan karakter lain yang juga menarik. Dwipangga misalnya, mulai hidupnya dalam cerita ini sebagai penyair yang lemah secara fisik. Kemudian, ia mencoba untuk mengubah hidupnya dengan mengkhianati keluarganya untuk medali emas dari Kediri. Setelah dipukuli dan dipermalukan oleh saudaranya sendiri di depan istri dan anaknya, ia belajar bela diri-seni dan menjadi seorang prajurit yang menakutkan, yang disebut sebagai Penyair Berdarah. Setelah dipukuli oleh Kamandanu untuk kedua kalinya, ia menghilang dan terlupakan sampai putrinya menemukan dia sebagai orang tua buta tak berdaya dan menyedihkan. |
|||
== Penghargaan == |
|||
{|class="wikitable" |
|||
|- |
|- |
||
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Tahun |
|||
!Nomor |
|||
! |
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Penghargaan |
||
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Kategori |
|||
!Kategori Penghargaan |
|||
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Penerima |
|||
!Nama Penghargaan |
|||
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Hasil |
|||
!Tahun Penghargaan |
|||
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|{{abbr|Ref.| Referensi}} |
|||
!Catatan Penghargaan |
|||
|- |
|- |
||
|rowspan="3"|1998 |
|||
|01 |
|||
|[[Festival Film Bandung|Festival Film Bandung 1998]] |
|||
|[[Tutur Tinular (sinetron)|Tutur Tinular]] |
|||
|Penghargaan Khusus Festival Film Bandung untuk Sinetron |
|Penghargaan Khusus Festival Film Bandung untuk Sinetron |
||
|''Tutur Tinular'' |
|||
|[[Festival Film Bandung]] |
|||
|rowspan="2" {{win}} |
|||
|[[1998]] |
|||
|align="center"| |
|||
|{{win}} |
|||
|- |
|- |
||
|rowspan="2"|[[Festival Sinetron Indonesia|Festival Sinetron Indonesia 1998]] |
|||
|02 |
|||
|Pemeran Pembantu Pria Drama Seri Terbaik |
|||
|[[Chairil J.M.]] |
|[[Chairil J.M.]] |
||
|align="center"| |
|||
|Pemeran Pembantu Pria Drama Seri Terbaik |
|||
|[[Festival Sinetron Indonesia|Festival Sinetron Indonesia 1998]] |
|||
|[[1998]] |
|||
|{{win}} |
|||
|- |
|- |
||
|Pemeran Pembantu Wanita Drama Seri Terbaik |
|||
|03 |
|||
|[[Nani Somanegara]] |
|[[Nani Somanegara]] |
||
|Pemeran Pembantu Wanita Drama Seri Terbaik |
|||
|[[Festival Sinetron Indonesia|Festival Sinetron Indonesia 1998]] |
|||
|[[1998]] |
|||
|{{nom}} |
|{{nom}} |
||
|align="center"| |
|||
|- |
|||
|} |
|} |
||
== Catatan == |
|||
{{notelist}} |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi terkini sejak 10 April 2024 14.49
Tutur Tinular | |
---|---|
Genre | Epos Laga |
Pembuat | Genta Buana Pitaloka |
Berdasarkan | Tutur Tinular |
Ditulis oleh | Imam Tantowi |
Sutradara | Muchlis Raya |
Pemeran | Anto Wijaya Murti Sari Dewi Li Yun Juan Deivy Zulyanti Nasution Piet Ermas Agus Kuncoro Tizar Purbaya |
Pengisi suara | Sanggar Prathivi |
Narator | S. Tidjab |
Negara asal | Indonesia |
Bahasa asli | Indonesia |
Jmlh. musim | 2 |
Jmlh. episode | 50 (versi RTV) 27 (versi FTV) |
Produksi | |
Produser | Budhi Sutrisno |
Lokasi produksi | Jakarta |
Pengaturan kamera | Prof. Mu Tik Yen |
Rumah produksi | Genta Buana Pitaloka |
Distributor | Genta Buana Pitaloka |
Rilis asli | |
Rilis | 25 Oktober 1996 – 24 April 1999 |
Tutur Tinular merupakan sebuah sinetron kolosal produksi PT. Genta Buana Pitaloka/Genta Buana Paramita pada tahun 1996. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya dan skenario ditulis oleh Imam Tantowi.
Sinopsis
[sunting | sunting sumber]Cerita bermula saat Arya Kamandanu, putra kedua pandai besi yang bernama Mpu Hanggareksa, tertarik dengan orang tua yang bijak,Mpu Ranubhaya yang ahli dalam seni bela diri. Dia mulai belajar seni bela diri dari Ranubhaya dan mengetahui bahwa Ranubhaya sebenarnya teman seperguruan ayahnya dalam persenjataan. Sementara ayah Kamandanu memilih untuk menjadi pemasok senjata kepada pemerintah Kerajaan Singhasari, Ranubhaya memilih untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah dan mengisolasi dirinya sendiri.
Ketika ayah mengetahui hubungan guru-murid antara putra keduanya dan Ranubhaya, ia menjadi marah dan menuduh Ranubhaya sebagai pengkhianat dan menggunakan prajurit kerajaan menyerang kuil Ranubhaya ini. Hubungan antara Kamandanu dan ayahnya menjadi lebih buruk dan Kamandanu pengembara sebagai prajurit.
Cerita menjadi lebih kompleks ketika Ranubhaya, yang selamat dari rumahnya yang hancur, diculik oleh utusan Kubilai Khan yang kagum dengan keahliannya dalam persenjataan. Menjadi tahanan di Cina, ia dipaksa untuk membuat pedang besar, Nagapuspa. Setelah pedang selesai, dia dibunuh oleh pejabat yang takut jika Ranubhaya menciptakan pedang lain untuk saingan Nagapuspa. Sebelum kematiannya, ia meminta beberapa prajurit, Lo Si Shan dan Mei Xin, untuk membawa pedang ke Che Po (Pulau Jawa, diucapkan dalam bahasa tua-Cina) dan memberikannya kepada Kamandanu.
Cerita dilanjutkan dengan keterlibatan Kamandanu di pasukan Raden Wijaya, yang selamat dari Kerajaan Singhasari setelah diserang Kerajaan Kediri. keterlibatannya memperbaiki hubungan antara Kamandanu dan ayahnya, terutama setelah saudaranya, Dwipangga mengkhianati mereka. Kamandanu membantu Raden Wijaya menciptakan kerajaannya sendiri, Majapahit.
Tutur Tinular dimulai pada era Kertanegara (raja terakhir Singhasari) dan berakhir pada era Jayanegara (raja kedua Majapahit). Cerita dimulai ketika karakter utama masih muda dan berakhir ketika karakter utama sudah tua. Ini menunjukkan perkembangan dari anak muda idealis menadi seseorang yang bijak yang tidak ingin melihat perang lagi dan mengasingkan diri.
Pengembangan karakter lain yang juga menarik. Dwipangga misalnya, mulai hidupnya dalam cerita ini sebagai penyair yang lemah secara fisik. Kemudian, ia mencoba untuk mengubah hidupnya dengan mengkhianati keluarganya untuk medali emas dari Kediri. Setelah dipukuli dan dipermalukan oleh saudaranya sendiri di depan istri dan anaknya, ia belajar bela diri-seni dan menjadi seorang prajurit yang menakutkan, yang disebut sebagai Penyair Berdarah. Setelah dipukuli oleh Kamandanu untuk kedua kalinya, ia menghilang dan terlupakan sampai putrinya menemukan dia sebagai orang tua buta tak berdaya dan menyedihkan.
Pemeran
[sunting | sunting sumber]Pemeran | Peran |
---|---|
Anto Wijaya | Arya Kamandanu |
Piet Ermas | Arya Dwipangga |
Pendekar Syair Berdarah | |
Deivy Zulyanti Nasution | Nari Ratih |
Murti Sari Dewi | Sakawuni |
Li Yun Juan | Mei Xin |
Lamting | Loe Shih Shan |
Agus Kuncoro | Raden Wijaya |
Prabu Kertarajasa Jayawardhana | |
Chairil J.M. | Mpu Ranubhaya |
Hendra Cipta | Mpu Hanggareksa |
Syaiful Anwar | Mpu Tong Bajil |
Anika Hakim | Dewi Sambi |
Tizar Purbaya | Prabu Kertanagara |
Piet Pagau | Prabu Jayakatwang [a] |
Mpu Lunggah [b] | |
Nungki Kusumastuti | Nararya Turukbali |
Hadi Leo | Lembu Sora |
Herbi Latupeirissa | Ranggalawe |
Candy Satrio | Patih Nambi |
Rayvaldo Luntungan | Rakai Dukut |
Dyah Halayudha | |
Rizal Muhaimin | Raden Ardharaja [c] |
Ra Tanca [d] | |
Johan Saimima | Patih Kebo Mundarang |
Yoga Pratama | Jayanagara remaja |
Irgi Ahmad Fahrezi | Prabu Jayanagara |
Hans Wanaghi | Meng Chi |
Wingky Harun | Ki Ramparowang |
Dian Sitoresmi | Nini Ragarunting |
Lilis Suganda | Ayu Pupuh |
Dewi Tunjung Biru [e] | |
Istri Raden Wijaya [f] | |
Teddy Uncle | Pranaraja [g] |
Mpu Wahana [h] | |
Rizal Djibran | Ra Kuti |
Febriyanti | Gayatri |
Niken Ayu | Tribhuwana Wijayatunggadewi kecil |
Dhini Aminarti | Tribhuwana Wijayatunggadewi |
Fiscarina | Dyah Wiyat |
Yuni Sulistyawati | Palastri [i] |
Luh Jinggan [j] | |
Sitangsu [k] | |
Wulan Guritno | Praharsini |
Trixie Fadriane Etheim | Ayu Wandira kecil |
Suzanna Meilia | Sunggi [l] |
Dyah Dara Pethak [m] | |
Ayu Wandira dewasa [n] | |
Benny Burnama | Ki Pamungsu |
Bambang Suryo | Arya Wiraraja |
Rendy Ricky Bramasta | Banyak Kapuk |
Deonardus | Jambunada |
M. Iqbal | Panji Ketawang kecil |
Sawung Sembadha | Panji Ketawang remaja |
Rizal Fadli | Tokoh figuran [o] |
Balunghura [p] | |
Sado [q] | |
Panji Ketawang [r] | |
Eddy Dhosa | Kuda Prana |
Risdo Alaro Matondang | Cakradara |
Rifki Alfarez | Gajah Mada |
Hendri Hendarto | Kudamerta |
David Macpal | Dangdi |
Anne J. Cotto | Mertaraga |
Irman F.R. Heryana | Lanang Dhanapala |
Aspar Paturusi | Rekyan Wuru |
S. Manan Dipa | Ramapati [s] |
Wongkilur [t] | |
Mpu Sasi [u] | |
Rakai Pamitihan [v] | |
Fitria Anwar | Kurantil |
Tien Kadaryono | Nyi Pamiji |
Alex Bernard | Wong Yin [w] |
Shih Pie [x] | |
Andre Yega | Adirasa, Ikemese [y] |
Jawahara [z] | |
Nani Somanegara | Istri Prabu Jayakatwang [aa] |
Nyi Rongkot [ab] | |
Antoni Sumadi]] | Ki Sugatabrahma |
Rochim Lahatu | Kebo Anabrang 1 [ac] |
Jabung Tarewes [ad] | |
Tanase | Gajah Pagon]] [ae] |
Kolo Rampis [af] | |
Zainal Pattikawa]] | Jaran Lejong [ag] |
Ra Wedeng [ah] | |
Norman Syam | Jarawaha [ai] |
Gajah Biru [aj] | |
Ra Yuyu [ak] |
- Garnis Hermawan sebagai Langkir (Musim 1), Ra Tabi (Musim 2), dan Trisura (Musim 2)
- Steven Sakari sebagai Wong Chau
- Ricky Husada sebagai Chan Pie
- Land Sudirman Piyana sebagai Linggapati
- Abhie Cancer sebagai Kau Hsing 2
- Lilis Puspitasari sebagai Werdamurti (Musim 1) & Jangir (Musim 2)
- Prie Panggie sebagai pemilik kedai (Musim 1), Ra Kawi (Musim 1), & Walikadep (Musim 2)
- Krisno Bossa sebagai Ki Bokor & Sampit
- Uliasari sebagai Retno Palupi
- Syamsul Gondo sebagai Wirot
- Aldona Toncic sebagai Nyi Tumpeksekti
- Tyas Wahono sebagai Wong Agung
- Lella Anggraini sebagai Niluh Sekarsari
- Tompo Salvatore sebagai Wangsa Halemu
- Eddy Bakar Pare sebagai Janawidhi
- Rita Zahara sebagai Dewi Upas
- Joseph Ginting sebagai Dipangkaradasa
- Yuki Alvan sebagai pejabat Tuban (season 1), Ra Glatik dan Ra Semi (season 2)
- Rani sebagai Istri Gajah Biru
- Sarpan Laho sebagai pendekar
- Pipih sebagai Dang Acharya
- Jalak Elfath sebagai Jaran Bangkal (season 1) dan Ra Pangsa (season 2)
- Diana Yusuf sebagai Nyi Sepang
- Jack Wayan sebagai Sampang
- Hernita Anindita sebagai Tunjung Putih 1
- Bimasena sebagai Mpu Elam
- Chairul J.M. sebagai Kebo Anabrang 2 dan Ikal-ikalan Bang
- Mack Renaldo sebagai Suropati dan Mpu Krodamuka
- Yadi Lubis sebagai Reksapati
- Fairuzzabadi sebagai Cokor
Khusus untuk adegan pembuatan Pedang Naga Puspa yang dikisahkan terjadi di istana Kubilai Khan, tidak segan-segan para artis dan kru sinetron ini melakukan pengambilan gambar di Tiongkok seperti di Tembok Besar Tiongkok dan beberapa tempat lainnya, dengan menggandeng Studio Cho Cho Beijing untuk bekerja sama. Penyutradaraan selama pengambilan gambar di Tiongkok dikerjakan oleh Prof. Mu Tik Yen sutradara kenamaan asal Tiongkok spesialis sinema kolosal. Adapun para aktor dan aktris Tiongkok yang ikut terlibat dalam pembuatan seri ini adalah:
- Lie Yun Juan sebagai Mei Shin
- Batdorj-in Baasanjab sebagai Kau Hsing 1
- Tian Wei Dong sebagai Kubilai Khan
Tidak hanya itu, Li Yun Juan melanjutkan perannya untuk penggambilan gambar di Indonesia sebagai Mei Shin yang merupakan tokoh utama wanita dalam serial ini.
Daftar Episode
[sunting | sunting sumber]Versi FTV
[sunting | sunting sumber]Setelah sukses ditayangkan di dua stasiun televisi yaitu ANteve dan Indosiar, Gentabuana Pitaloka mengubah format serial tersebut menjadi FTV (film televisi) dengan total keseluruhan berjumlah 27 episode, yaitu:
Season 1
[sunting | sunting sumber]- Kidung Cinta Arya Kamandanu
- Wasiat Mpu Gandring
- Pelangi di Langit Singasari
- Pedang Naga Puspa
- Pertarungan di Candi Sorabhana
- Kembang Gunung Bromo
- Balada Cinta Mei Shin
- Satria Majapahit
- Bunga Tunjung Biru
- Ayu Wandira
- Prahara di Gunung Arjuno
- Senjakala di Kediri
- Mahkota Majapahit
Season 2
[sunting | sunting sumber]- Tragedi di Majapahit
- Jurus Naga Puspa
- Misteri Keris Penyebar Maut
- Pengorbanan Mei Shin
- Pendekar Syair Berdarah
- Dendam Arya Dwipangga
- Korban Birahi
- Prahara Naga Krisna
- Karmaphala
- Wanita Persembahan
- Pangeran Buron
- Pemberontakan Nambi
- Pemberontakan Ra Semi
- Gajahmada
Versi Sinetron
[sunting | sunting sumber]Tutur Tinular kembali ditayangkan di RTV untuk yang kedua kalinya dengan judul Legenda Arya Kamandanu dengan format sinetron seperti di ANTV & Indosiar,hanya saja RTV menambahkan sub judul tambahan yang mewakili setiap episodenya antara lain:
Season 1
[sunting | sunting sumber]- Kidung Cinta Arya Kamandanu
- Syair Pemikat Arya Dwipangga
- Jurus Naga Puspa
- Utusan Kaisar Kubilai Khan
- Pemberontakan Prabu Jayakatwang
- Pedang Naga Puspa
- Pertarungan di Candi Sorabhana
- Kembang Gunung Bromo
- Balada Cinta Mei Shin
- Tipu Daya Cinta Arya Dwipangga
- Jeritan Hati Mei Shin
- Gugurnya Mpu Hanggareksa
- Kembalinya Raden Wijaya
- Majapahit
- Mata Mata Kerajaan Gelang Gelang
- Pertarungan di Lohpandan
- Nyi Tumpak Sekti
- Kembang Tunjung Biru
- Ayu Wandira
- Prasangka Hati Sakawuni
- Pertarungan di Gunung Arjuna
- Satria Majapahit
- Senjakala di Kerajaan Kediri
- Gugurnya Raden Banyak Kapuk
- Mahkota Majapahit
Season 2
[sunting | sunting sumber]- Gugurnya Ranggalawe
- Gugurnya Lembu Sora
- Pendekar Syair Berdarah
- Mpu Lunggah
- Tipu Daya Dyah Halayuda
- Wasiat Mpu Gandring
- Gugurnya Mpu Tong Bajil
- Perkawinan Arya Kamandanu
- Tabib Ra Tanca
- Sumpah Arya Dwipangga
- Pengaruh Jahat Arya Dwipangga
- Nyai Palicara
- Golek Kayu Mandana Ayu Wandira
- Lahirnya Jambu Nada
- Karmaphala
- Balada Cinta Ratanca
- Kidung Cinta Ra Tanca
- Pangeran Buron
- Penculikan Ayu Wandira
- Gejolak di Bumi Majapahit
- Pemberontakan Patih Nambi
- Rasemi Mbalelo
- Balada Cinta Ayu Wandira
- Pemberontakan Rakuti
- Gajah Mada
Penghargaan dan nominasi
[sunting | sunting sumber]Tahun | Penghargaan | Kategori | Penerima | Hasil | Ref. |
---|---|---|---|---|---|
1998 | Festival Film Bandung 1998 | Penghargaan Khusus Festival Film Bandung untuk Sinetron | Tutur Tinular | Menang | |
Festival Sinetron Indonesia 1998 | Pemeran Pembantu Pria Drama Seri Terbaik | Chairil J.M. | |||
Pemeran Pembantu Wanita Drama Seri Terbaik | Nani Somanegara | Nominasi |
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1 dan 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1 dan 2
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 2
- ^ Musim 1
- ^ Musim 1 dan 2
- ^ Musim 2
Referensi
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Tutur Tinular di IMDb (dalam bahasa Inggris)
- (Indonesia) Tutur Tinular - Mahkota Mayangkara - Satria Kekasih Dewa Karya S. Tidjab
- (Indonesia) Sandiwara Radio Community
- (Indonesia) Fp. Tutur Tinular 1997