Lompat ke isi

Kejawen: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Spasi
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(32 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{about|[[agama Jawanik]] yang bersifat non-monoteistik|agama Jawanik yang bersifat monoteistik|Kapitayan}}
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}} indonesia
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
{{Agama di Jawa}}
{{Agama di Jawa}}
[[Berkas:HYANG.gif|jmpl|200px|Simbol religius [[Hyang]] dalam [[Aksara Jawa]] dengan menggunakan cakrabindu artinya simbol yang disucikan.]]
[[Berkas:HYANG.gif|jmpl|200px|Simbol religius [[Hyang]] dalam [[Aksara Jawa]] dengan menggunakan cakrabindu artinya simbol yang disucikan.]]
<!--Setiap aliran kejawen memiliki simbol berbeda namun memiliki kesamaan yaitu menyembah Sang Hyang Maha Esa jadi gambar ini lebih tepat. Kebatinan dan kepercayaan bisa jadi bagian dari kejawen namun kejawen belum tentu kebatinan atau kepercayaan, misal seorang muslim kejawen tidak menganggap kejawen sebagai kebatinan apalagi kepercayaan namun ia mengikuti filsafat dan pitutur luhur dari filsuf kejawen, dan sebagainya-->
<!--Setiap aliran kejawen memiliki simbol berbeda namun memiliki kesamaan yaitu menyembah Sang Hyang Maha Esa jadi gambar ini lebih tepat. Kebatinan dan kepercayaan bisa jadi bagian dari kejawen namun kejawen belum tentu kebatinan atau kepercayaan, misal seorang muslim kejawen tidak menganggap kejawen sebagai kebatinan apalagi kepercayaan namun ia mengikuti filsafat dan pitutur luhur dari filsuf kejawen, dan sebagainya-->
'''Kejawen''' ([[bahasa Jawa|Jawa]]: '''''Kajawèn'''''; [[Aksara Jawa|Carakan]]: '''ꦏꦗꦮꦺꦤ꧀'''; [[Pegon]]: '''كجَوَين''') adalah pandanganan hidup yang dianut di Pulau [[Jawa]] oleh [[suku Jawa]] dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen merupakan kumpulan pandangan hidup dan [[filsafat]] sepanjang peradaban [[orang Jawa]] yang menjadi pengetahuan kolektif bersama, hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya sebagai sebuah agama meskipun memiliki ''laku''. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskan pada ajaran agama yang dianut oleh [[Filsuf Jawa]].
'''Kejawen''' ([[bahasa Jawa|Jawa]]: '''''Kajawèn'''''; [[Aksara Jawa|Carakan]]: '''ꦏꦗꦮꦺꦤ꧀'''; [[Pegon]]: '''كَجَوٓينْ''') adalah aliran spiritualisme hasil dari akulturasi agama Islam dengan pandangan hidup yang dianut di sebagian Pulau [[Jawa]] oleh [[suku Jawa]]. Kejawen merupakan kumpulan pandangan hidup dan [[filsafat]] yang telah menyesuaikan dengan masuknya tasawuf Islam dalam kehidupan orang Jawa. Kejawen bukanlah agama akan tetapi cara dan pandangan spiritual yang dijalani para penganut Islam di Jawa yang dirumuskan dan dipraktikkan dengan Bahasa Jawa.

Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu mengarahkan insan: ''Sangkan Paraning Dumadhi '' (lit. "Dari mana datang dan kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata dengan tuhannya: ''Manunggaling Kawula lan Gusthi '' (lit. "Bersatunya Hamba dan Tuhan"). Dari ''kemanunggalan ''itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:
# ''Mamayu Hayuning Pribadhi'' (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
# ''Mamayu Hayuning Kulawarga'' (sebagai rahmat bagi keluarga)
# ''Mamayu Hayuning Sasama'' (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
# ''Mamayu Hayuning Bhawana'' (sebagai rahmat bagi alam semesta)
Berbeda dengan kaum [[abangan]], kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jati dirinya sebagai orang pribumi. Jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti: Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.


== Etimologi ==
== Etimologi ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Java man gezeten onder een waringinboom TMnr 60020257.jpg|jmpl|Seorang petapa [[Jawa]] sedang bersemadi di bawah pohon [[beringin]] pada era [[Hindia Belanda]] [[1916]].]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Java man gezeten onder een waringinboom TMnr 60020257.jpg|jmpl|Seorang petapa [[Jawa]] sedang bersemadi di bawah pohon [[beringin]] pada era [[Hindia Belanda]] [[1916]].]]
Kata “Kejawen” berasal dari kata "Jawa", yang artinya dalam [[bahasa Indonesia]] adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan)". Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen sebagai [[filsafat]] yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia), Kejawen sebagai agama itu dikembangkan oleh pemeluk [[agama Kapitayan]] jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan Kejawen sebagai agama di mana semua agama yang dianut oleh orang Jawa memiliki sifat-sifat kejawaan yang kental.
Kata “Kejawen” berasal dari kata "Jawa", yang artinya dalam [[bahasa Indonesia]] adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan)".

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang [[seni]], [[budaya]], [[tradisi]], [[ritual]], [[sikap]], serta [[filosofi]] orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, ''laku'' olah spiritualis kejawen yang utama adalah ''Pasa'' (Berpuasa) dan ''Tapa'' (Bertapa).

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah ''laku'' (mirip dengan "[[ibadah]]"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan [[Konfusianisme]] (bukan dalam konteks ajarannya). Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin.

Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti [[keris]], [[wayang]], pembacaan mantra, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Simbol-simbol itu menampakan ''kewingitan ''(wibawa magis) sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan [[perdukunan]] yang padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik [[Hindu]], [[Buddha]], [[Islam]], maupun [[Kristen]]. Gejala [[sinkretisme]] ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

== Hari-hari penting ==
[[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] dianggap sebagai [[filsuf]] peletak fondasi Kejawen Muslim yang kemudian sangat mempengaruhi upacara-upacara penting terutama yang paling tampak adalah penanggalan dalam menentukan hari-hari penting. Hari-hari penting kejawen tidak lepas dari "Kelahiran – Pernikahan – ''Mangkat''" (kematian), yang ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. [[Orang Jawa]] akan mendapatkan nama pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat pernikahan, nama saat ''mangkat'' (nama kematian dengan menambahkan "bin"/"binti" nama orang tua di belakang nama kelahiran). Semua hari-hari penting itu ditetapkan sesuai [[kalender Jawa]] yang memiliki [[Primbon]] sebagai aturan-aturan dalam menentukan hari penting dan tata caranya. Berikut adalah hari-hari penting dalam Kejawen:
# Suran (Tahun Baru 1 Sura).
# Sepasaran (upacara kelahiran) dan akikah bagi [[muslim]].
# Mantenan (pernikahan dengan segala upacaranya).
# Mangkat (upacara kematian) – Mengirim doa ([[kenduri]], [[wirid]], [[Mengaji|ngaji]]) 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, 3000 hari.
# Megeng Pasa – Tanggal 28 dan 29 bulan Ruwah (bulan Arwah), digunakan untuk mengirim doa kepada yang telah ''mangkat'' (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu ''Munjung'' (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi.
# Megeng Sawal – Tanggal 29 dan 30 bulan Pasa, digunakan untuk mengirim doa kepada yang telah ''mangkat'' (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu ''Munjung'' (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi bagi yang tidak ada kesempatan pada Megeng Pasa.
# Riadi Kupat (Hari Raya Kupat) – Tanggal 3, 4 dan 5 bulan Sawal (bagi orang tua yang ditinggalkan anaknya sebelum menikah).

Karena filsafat kejawen juga beragama, hari besar agama juga merupakan hari penting kejawen. Berikut ini adalah beberapa hari penting tambahan untuk kejawen muslim:
# Hari Raya Idulfitri.
# Hari Raya Iduladha.
# Hari Raya Jumat.
# Muludan (Maulid Kanjeng Nabi Muhammad, S.A.W.).
# Sekaten (Syahadatain).

Para penganut kejawen sangat menyukai berpuasa dalam ajaran Islam karena dianggap sama dengan ajaran leluhurnya selain juga [[tafakur]] yang dianggap sama dengan bertapa.
# Pasa Weton – Puasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan Jawa.
# Pasa Sekeman – Puasa pada hari Senin dan Kamis.
# Pasa Wulan – Puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan [[kalender Jawa]].
# Pasa Dawud – Puasa selang-seling, sehari puasa sehari tidak.
# Pasa Ruwah – Puasa pada hari-hari bulan Ruwah (bulan Arwah).
# Pasa Sawal – Puasa enam hari pada bulan Sawal kecuali tanggal 1 Sawal.
# Pasa Apit Kayu – Puasa 10 hari pertama pada bulan ke-12 kalender Jawa.
# Pasa Sura – Puasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Sura.

Selain puasa di atas kejawen juga memiliki puasa biasanya untuk menggambarkan ''kezuhudan'' (kesungguhan) dalam mencapai keinginan, jenis puasa tersebut adalah sebagai berikut:
# Pasa Mutih – Puasa ini dilakukan dengan jalan hanya boleh makan nasi putih, tanpa garam dan lauk pauk atau makanan kecil dan lain-lain, serta minumnya juga air putih.
# Pasa Patigeni – Puasa tidak boleh makan, minum, dan tidur serta hanya boleh di kamar saja tanpa disinari cahaya lampu.
# Pasa Ngebleng – Puasa tidak boleh makan dan minum, tidak boleh keluar kamar, boleh sekadar keluar tetapi sekadar buang hajat dan boleh tidur tetapi sebentar saja.
# Pasa Ngalong – Puasa tidak makan dan minum tetapi boleh tidur sebentar saja dan boleh pergi.
# Pasa Ngrowot – Puasa yang tidak boleh makan nasi dan hanya boleh makan buah-buahan atau sayur-sayuran saja.
# Pasa Wungon - Puasa yang tidak boleh makan dan minum, duduk bersila, kedua tangan diletakkan di atas lutut sambil berkonsentrasi apa yang diinginkan.
# Pasa Tapa Jejeg - Puasa yang tidak boleh makan dan minum, serta harus berdiri minimal 12 jam lamanya.
# Pasa Ngelowong - Puasa yang tidak boleh makan dan minum dalam waktu yang ditentukan sendiri, misalnya 3 jam atau 6 jam.


Sejatinya Kejawen adalah titik temu Islam dan budaya Jawa, akulturasi, dan proses perpaduan antara tasawuf Islam dengan ajaran Jawa yang diprakarsai oleh Wali Sanga. Oleh karena itu, Kêjawen dapat disebut sebagai  ajaran untuk menarik pemeluk agama lama kepada ajaran Islam dengan cara yang halus. Ajaran spiritual asli Jawa tidak memiliki nama. Orang Jawa tidak memiliki agama resmi sebelum masuknya agama-agama mancanegara, sebagaimana seperti Hindu, Buddha, Islam, Kristen. .
== Kitab dan Teks Utama ==
== Kitab dan Teks Utama ==
Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi [[orang Jawa]] memiliki bahasa [[Sandi (disambiguasi)|sandi]] yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki ''pakem'' (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang Jawa yang ''hanjawani'' (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam jenis karya tulis sebagai berikut:
Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi [[orang Jawa]] memiliki bahasa [[Sandi (disambiguasi)|sandi]] yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki ''pakem'' (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang Jawa yang ''hanjawani'' (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam jenis karya tulis sebagai berikut:
Baris 75: Baris 25:
== Beberapa Aliran Kejawen ==
== Beberapa Aliran Kejawen ==
{{lihat pula|Daftar organisasi penghayat kepercayaan Indonesia}}
{{lihat pula|Daftar organisasi penghayat kepercayaan Indonesia}}
Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu.
Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda.

Akan tetapi aliran-aliran ini biasanya mengadopsi sifat monotheisme ajaran Islam dan ada hal-hal yang disarikan dari ajaran Islam serta menggunakan istilah berasal dari bahasa Arab.


Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama lain. Kejawen memiliki beberapa cabang aliran, diantaranya:
Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama lain. Kejawen memiliki beberapa cabang aliran, diantaranya:


* [[Jowo Sanyoto]] (Jawa Sanyata)
* Padepokan Cakrakembang
* Padepokan Cakrakembang
* [[Sapta Dharma]]
* [[Sapta Dharma]]
Baris 86: Baris 39:
* [[Paguyuban Ngesti Tunggal|Pangestu]]
* [[Paguyuban Ngesti Tunggal|Pangestu]]
* [[Sumarah]]
* [[Sumarah]]
* Paguyuban Kawruh Jowo Lugu

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran [[Sabdapalon|Sabdopalon]] yang ingin mengembalikan agama orang Jawa kembali ke aliran Sapta Dharma yang dianggap sebagai agama asli menurut Sabdapalon.


== Kepustakaan ==
== Kepustakaan ==

Revisi per 11 April 2024 02.00

Simbol religius Hyang dalam Aksara Jawa dengan menggunakan cakrabindu artinya simbol yang disucikan.

Kejawen (Jawa: Kajawèn; Carakan: ꦏꦗꦮꦺꦤ꧀; Pegon: كَجَوٓينْ) adalah aliran spiritualisme hasil dari akulturasi agama Islam dengan pandangan hidup yang dianut di sebagian Pulau Jawa oleh suku Jawa. Kejawen merupakan kumpulan pandangan hidup dan filsafat yang telah menyesuaikan dengan masuknya tasawuf Islam dalam kehidupan orang Jawa. Kejawen bukanlah agama akan tetapi cara dan pandangan spiritual yang dijalani para penganut Islam di Jawa yang dirumuskan dan dipraktikkan dengan Bahasa Jawa.

Etimologi

Seorang petapa Jawa sedang bersemadi di bawah pohon beringin pada era Hindia Belanda 1916.

Kata “Kejawen” berasal dari kata "Jawa", yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan)".

Sejatinya Kejawen adalah titik temu Islam dan budaya Jawa, akulturasi, dan proses perpaduan antara tasawuf Islam dengan ajaran Jawa yang diprakarsai oleh Wali Sanga. Oleh karena itu, Kêjawen dapat disebut sebagai  ajaran untuk menarik pemeluk agama lama kepada ajaran Islam dengan cara yang halus. Ajaran spiritual asli Jawa tidak memiliki nama. Orang Jawa tidak memiliki agama resmi sebelum masuknya agama-agama mancanegara, sebagaimana seperti Hindu, Buddha, Islam, Kristen. .

Kitab dan Teks Utama

Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang Jawa yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam jenis karya tulis sebagai berikut:

  • Kakawin (Sastra Kawi) – Kitab sastra metrum kuno (lama) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang berjumlah 5 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno
  • Macapat (Sastra Carakan) – Kitab sastra metrum anyar (baru) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang terdiri lebih dari 82 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan huruf Pegon
  • Babad (Sejarah) – Kitab yang menceritakan sejarah nusantara berjumlah lebih dari 15 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno serta aksara Jawa dan bahasa Jawa
  • Suluk (Jalan Spiritual) – Kitab tata cara menempuh jalan supranatural untuk membentuk pribadi hanjawani yang luhur dan dipercaya siapa saja yang mengalami kesempurnaan akan memperoleh kekuatan supranatural yang berjumlah lebih dari 35 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan huruf Pegon. Suluk juga merupakan jenis sastra yang ditembangkan.
  • Kidung (Doa-doa) – Sekumpulan doa-doa atau mantra-mantra yang dibaca dengan nada khas, sama seperti halnya doa lain ditujukan kepada tuhan bagi pemeluknya masing-masing yang berjumlah 7 kitab, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa
  • Piwulang (Pengajaran) – Secara bahasa berarti "yang diulang-ulang" berupa kitab yang mengajarkan tatanan terdiri dari Pituduh (Perintah) dan Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang hanjawani, ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa
  • Primbon (Himpunan) – Secara bahasa berarti "induk", "kumpulan", atau "rangkuman" berupa kitab praktik praktis dalam pelaksanaan tatanan adat sepanjang waktu, juga biasanya dilengkapi cara untuk membaca gelagat alam semesta untuk memprediksi kejadian. ditulis menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa

Naskah-naskah di atas mencakup seluruh sendi kehidupan orang Jawa dari kelahiran sampai kematian, dari resep makanan kuno sampai asmaragama (kamasutra), dan ada ribuan naskah lainya yang menyiratkan kitab-kitab utama di atas dalam bentuk karya tulis, biasanya dalam bentuk ajaran nasihat, falsafah, kaweruh (pengetahuan), dan sebagainya.

Beberapa Aliran Kejawen

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda.

Akan tetapi aliran-aliran ini biasanya mengadopsi sifat monotheisme ajaran Islam dan ada hal-hal yang disarikan dari ajaran Islam serta menggunakan istilah berasal dari bahasa Arab.

Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama lain. Kejawen memiliki beberapa cabang aliran, diantaranya:

Kepustakaan

Pranala luar