Lompat ke isi

Konsumerisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh Nadiatul Khairat (bicara) ke revisi terakhir oleh Pengetik-AM
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(15 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Konsumerisme''' merupakan [[ideologi]] yang menjadikan seseorang atau kelompok menjalankan proses [[konsumsi]] atau pemakaian barang-barang hasil [[produksi]] secara berlebihan, tanpa sadar dan berkelanjutan.<ref>{{Cite journal|last=Rohman|first=Abdur|date=Desember 2016|title=Budaya Konsumerisme dan Teori Kebocoran di Kalangan Mahasiswa|url=http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/karsa/article/download/894/859|journal=Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman|volume=24|issue=2|pages=240|doi=10.19105/karsa.v24i2.894|issn=2442-4285}}</ref> Pembelian barang-barang hanya didasari oleh keinginan dan tidak mempertimbangkan [[kebutuhan]].<ref>{{Cite journal|last=Radiansyah|first=Rifi Rivani|date=Juni 2019|title=Konsumerisme Hingga Hiper-realitas Politik di Ruang Baru Era Cyberspace (Antara Kemunduran Atau Kemajuan Bagi Pembangunan Negara Indonesia Yang Demokratis)|url=http://ejournal.unibba.ac.id/index.php/jisipol/article/download/116/113/|journal=Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik|volume=3|issue=2|pages=32|doi=|issn=}}</ref> Pada mulanya, konsumerisme adalah sebuah gerakan perlindungan terhadap [[konsumen]]. Seiring dengan berkembangnya [[filsafat]] [[materialisme]] dan [[positivisme]], pandangan konsumerisme berkembang menjadi suatu konsumsi dengan [[teknologi]] [[zaman modern|modern]] yang bersifat boros.{{Sfn|Armawi|2007|p=322}} Konsumerisme terbentuk melalui pembangunan pusat-pusat [[hiburan]] dan pusat-pusat [[perbelanjaan]] di kota-kota besar.<ref>{{Cite journal|last=Shinta|first=Fairus|date=Juni 2018|title=Kajian Fast Fashion dalam Percepatan Budaya Konsumerisme|url=https://journals.telkomuniversity.ac.id/rupa/article/download/1329/901|journal=Jurnal Rupa|volume=3|issue=1|pages=67|doi=10.25124/rupa.v3i1.1329|issn=2503-1066}}</ref>
'''Konsumerisme''' adalah paham atau [[ideologi]] yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses [[konsumsi]] atau pemakaian barang-barang hasil [[produksi]] secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan [[manusia]] menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan [[penyakit jiwa]] yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam [[kehidupan]]nya.Kata konsumerisme berasal dari kata consumpt yang berarti memakai atau menggunakan.
Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya.
Kata konsumerisme sendiri memiliki dua makna :
1. Dilihat sebagai gerakan atau kebijakan untuk melindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan pengiklan. Ini pengertian yang dikemukakan oleh Engel dkk.
2. Paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dsb. Sehingga disini konsumerisme dimaknai sebagai hidup yang tidak hemat dan keterpakuan pada peningkatan pembelian barang-barang.
Konsumerisme itu sendiri merupakan gerakan konsumen (consumer movement) yang mempertanyakan kembali dampak-dampak aktifitas pasar bagi konsumen (akhir). Dalam pengertian lebih luas, istilah konsumerisme, dapat diartikan sebagai gerakan yang memperjuangkan kedudukan yang seimbang antara konsumen, pelaku usaha dan negara dan gerakan tidak sekedar hanya melingkupi isu kehidupan sehari-hari mengenai produk harga naik atau kualitas buruk, termasuk hak asasi manusia berikut dampaknya bagi konsumer. Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kontemporer (Peter Salim, 1996), arti konsumerisme adalah cara melindungi publik dengan memberitahukan kepada mereka tentang barang-barang yang berkualitas buruk, tidak aman dipakai dsb. Selain itu, arti kata ini adalah pemakaian barang dan jasa.
Contoh konsumerisme bisa dilihat dalam gaya hidup masyarakat yang sekarang sudah tercampur dengan budaya luar. Bisa dengan gaya berpakaian, musik, film, dan budaya pop barat lainnya sebagai kiblat dan kerap hanyut dalam nostalgia.


== Penyebab ==
Penyebab utama timbulnya paham konsumerisme adalah pemenuhan keinginan yang lebih besar dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan. Manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas sedangkan [[kemampuan]] yang dimilikinya terbatas. Hal ini membuat manusia selalu ingin memenuhi keinginannya meskipun kemampuan untuk memenuhinya terbatas. Perilaku ini membuat manusia tidak akan pernah mencapai kepuasan sehingga konsumerisme terjadi secara alami.<ref>{{Cite journal|last=Yustati|first=Herlina|first2=|date=2015|title=Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Regresi Religiusitas terhadap Konsumerisme pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)|url=http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/indo-islamika/article/download/14786/6966|journal=Indo-Islamika|volume=2|issue=2|pages=35|doi=10.15408/idi.v5i1.14786|issn=2723-1135}}</ref>


== Konsep awal ==
[[Konsep]] konsumerisme mulai digagas oleh [[Walt Whitman Rostow]] melalui gagasan bahwa konsumsi secara berlebihan akan timbul pada tahap akhir [[Pertumbuhan ekonomi|perrtumbuhan ekonomi]]. Hasrat dan minat [[masyarakat]] cenderung mengutamakan konsumsi dan [[kesejahteraan]] melalui [[sumber daya]] yang tersedia disertai dengan dukungan [[politik]]. Perilaku konsumerisme disebarluaskan melalui penaklukan negara lain dan penguasaan terhadapnya. Pada tahap ini konsumerisme hanya mengutamakan [[kebutuhan primer]]. Setelahnya konsumerisme digunakan sebagai sarana untuk menciptakan negara yang sejahtera. Pada tahap ini diterapkan sistem [[Pajak|perpajakan]] yang akan membagi rata [[kemakmuran]] dalam masyarakat.{{Sfn|Armawi|2007|p=319-320}}

== Perkembangan konsep ==
Konsumerisme masih dianggap sebagai sebuah gerakan konsumsi selama periode 1890-1906. Pada periode tahun 1930-an, meningkatnya hasrat masyarakat untuk melakukan konsumsi secara besar-besaran membuat konsumerisme dipandang sebagai kegiatan [[pemborosan massal]]. Konsep ini mulai dibahas oleh [[Thorstein Bunde Veblen]] dalam buku ''The Theory of The Leisure Class'' dan oleh [[Stuar Chase]] dalam buku ''The Tragedy of Waste''. Konsep konsumerisme kemudian kembali dibahas oleh [[John F. Kennedy]] pada bulan Maret 1962. Konsumerisme yang digagasnya berkaitan dengan kekurangan yang dimiliki pasar beraitan dengan konsumen, pelayanan pasar dan kualitas produk di dalam pasar.{{Sfn|Armawi|2007|p=320}} Dalam perkembangan selanjutnya, konsumerisme tidak hanya menjadi gejala ekonomi, tetapi juga menjadi gejala sosiologi dan psikologi. Konsumerisme menjadi suatu gerakan perlindungan dan pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk lembaga konsumen. Lembaga ini menjadi perantara antara kepentingan produsen dan konsumen. Di saat bersamaan, perkembangan konsumerisme sebagai suatu bentuk pemborosan menjadi lebih pesat. Ini merupakan akibat dari perkembangan selera konsumen yang cenderung boros dan kecenderungan produsen untuk melakukan produksi massal secara terus-menerus.{{Sfn|Armawi|2007|p=320-321}}

== Referensi ==
<references />

== Daftar pustaka ==

* {{cite journal|last=Armawi|first=Armaidy|date=Desember 2007|title=Dari Konsumerisme ke Konsumtivisme (Dalam Perspektif Sejarah Filsafat Barat)|url=https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/download/23090/15253|journal=Jurnal Filsafat|volume=17|issue=3|pages=314–323|doi=|issn=2528-6811|ref={{sfnref|Armawi|2007}}|url-status=live}}
{{ekonomi-stub}}
{{ekonomi-stub}}



Revisi terkini sejak 17 Mei 2024 10.22

Konsumerisme merupakan ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan, tanpa sadar dan berkelanjutan.[1] Pembelian barang-barang hanya didasari oleh keinginan dan tidak mempertimbangkan kebutuhan.[2] Pada mulanya, konsumerisme adalah sebuah gerakan perlindungan terhadap konsumen. Seiring dengan berkembangnya filsafat materialisme dan positivisme, pandangan konsumerisme berkembang menjadi suatu konsumsi dengan teknologi modern yang bersifat boros.[3] Konsumerisme terbentuk melalui pembangunan pusat-pusat hiburan dan pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota besar.[4]

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Penyebab utama timbulnya paham konsumerisme adalah pemenuhan keinginan yang lebih besar dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan. Manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas sedangkan kemampuan yang dimilikinya terbatas. Hal ini membuat manusia selalu ingin memenuhi keinginannya meskipun kemampuan untuk memenuhinya terbatas. Perilaku ini membuat manusia tidak akan pernah mencapai kepuasan sehingga konsumerisme terjadi secara alami.[5]

Konsep awal[sunting | sunting sumber]

Konsep konsumerisme mulai digagas oleh Walt Whitman Rostow melalui gagasan bahwa konsumsi secara berlebihan akan timbul pada tahap akhir perrtumbuhan ekonomi. Hasrat dan minat masyarakat cenderung mengutamakan konsumsi dan kesejahteraan melalui sumber daya yang tersedia disertai dengan dukungan politik. Perilaku konsumerisme disebarluaskan melalui penaklukan negara lain dan penguasaan terhadapnya. Pada tahap ini konsumerisme hanya mengutamakan kebutuhan primer. Setelahnya konsumerisme digunakan sebagai sarana untuk menciptakan negara yang sejahtera. Pada tahap ini diterapkan sistem perpajakan yang akan membagi rata kemakmuran dalam masyarakat.[6]

Perkembangan konsep[sunting | sunting sumber]

Konsumerisme masih dianggap sebagai sebuah gerakan konsumsi selama periode 1890-1906. Pada periode tahun 1930-an, meningkatnya hasrat masyarakat untuk melakukan konsumsi secara besar-besaran membuat konsumerisme dipandang sebagai kegiatan pemborosan massal. Konsep ini mulai dibahas oleh Thorstein Bunde Veblen dalam buku The Theory of The Leisure Class dan oleh Stuar Chase dalam buku The Tragedy of Waste. Konsep konsumerisme kemudian kembali dibahas oleh John F. Kennedy pada bulan Maret 1962. Konsumerisme yang digagasnya berkaitan dengan kekurangan yang dimiliki pasar beraitan dengan konsumen, pelayanan pasar dan kualitas produk di dalam pasar.[7] Dalam perkembangan selanjutnya, konsumerisme tidak hanya menjadi gejala ekonomi, tetapi juga menjadi gejala sosiologi dan psikologi. Konsumerisme menjadi suatu gerakan perlindungan dan pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk lembaga konsumen. Lembaga ini menjadi perantara antara kepentingan produsen dan konsumen. Di saat bersamaan, perkembangan konsumerisme sebagai suatu bentuk pemborosan menjadi lebih pesat. Ini merupakan akibat dari perkembangan selera konsumen yang cenderung boros dan kecenderungan produsen untuk melakukan produksi massal secara terus-menerus.[8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Rohman, Abdur (Desember 2016). "Budaya Konsumerisme dan Teori Kebocoran di Kalangan Mahasiswa". Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman. 24 (2): 240. doi:10.19105/karsa.v24i2.894. ISSN 2442-4285. 
  2. ^ Radiansyah, Rifi Rivani (Juni 2019). "Konsumerisme Hingga Hiper-realitas Politik di Ruang Baru Era Cyberspace (Antara Kemunduran Atau Kemajuan Bagi Pembangunan Negara Indonesia Yang Demokratis)". Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3 (2): 32. 
  3. ^ Armawi 2007, hlm. 322.
  4. ^ Shinta, Fairus (Juni 2018). "Kajian Fast Fashion dalam Percepatan Budaya Konsumerisme". Jurnal Rupa. 3 (1): 67. doi:10.25124/rupa.v3i1.1329. ISSN 2503-1066. 
  5. ^ Yustati, Herlina (2015). "Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Regresi Religiusitas terhadap Konsumerisme pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)". Indo-Islamika. 2 (2): 35. doi:10.15408/idi.v5i1.14786. ISSN 2723-1135. 
  6. ^ Armawi 2007, hlm. 319-320.
  7. ^ Armawi 2007, hlm. 320.
  8. ^ Armawi 2007, hlm. 320-321.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]