Piil Pesenggiri: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(35 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Pi'il Pesenggiri''' (''Pasunggiri, Pusanggiri'') merupakan pandangan hidup dari masyarakat [[Suku Lampung]]. Konsep dari arti ''Pi'il Pesenggiri'' dari satu individu dengan individu lainnya.<ref>{{Cite book|last=|first=|date=2018|url=https://wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:Katalog_Warisan_Budaya_Takbenda_Indonesia_2018_(Buku_2).pdf|title=Katalog Warisan Budaya Takbenda Indonesia|location=Jakarta|publisher=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|isbn=|pages=79|url-status=live}}</ref> |
|||
'''Piil Pesinggiri''' merupakan pandangan hidup atau [[adat]] yang di pakai oleh orang [[Lampung]] atau [[masyarakat]] Lampung sebagai pandangan hidup.<ref name=":0" /> Kata Piil bersumber dari [[Bahasa Arab]] yang berarti perilaku dan Pesinggiri yang berarti bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban.<ref>{{Cite web|url=http://staff.unila.ac.id/abdulsyani/2013/04/02/falsafah-hidup-masyarakat-lampung-sebuah-wacana-terapan/|title=FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT LAMPUNG SEBUAH WACANA TERAPAN {{!}} Socius + Logos|last=abdulsyani|language=en-US|access-date=2020-06-06}}</ref> |
|||
''Pi'il Pesenggiri'' ini dijadikan sebagai landasan berpikir, bertindak dan berperilaku oleh masyarakat Lampung dimanapun mereka berada. ''Pi'il Pesenggiri'' terdapat nilai-nilai dan norma yang mengatur tata hidup masyarakat Lampung. ''Pi'il Pesenggiri'' ini terdapat nilai-nilai luhur dan hakiki yang menunjukkan kepribadian serta jati diri dari masyarakat Lampung, karena nilai-nilai luhur yang ada di dalam falsafah hidup tersebut sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung.<ref>{{Cite journal|last=syah|first=Iskandar|year=1999|title=AKTUALISASI PILL PESINGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU|url=http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/14594|journal=SOSIETAS|volume=8|issue=2|pages=518|doi=}}</ref> |
|||
Unsur piil pesinggiri adalah : |
|||
Terdapat beberapa aspek dalam piil pesenggiri yaitu nemui nyimah (ramah tamah dalam menyambut tamu), nengah nyappur (mudah berbaur dalam masyarakat), dan sakai sambayan (tolong menolong dan bergotong royong).<ref>{{Cite journal|last=Minandar|first=Camelia Arni|year=2018|title=AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU|url=https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/14594|journal=AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU|volume=8|issue=2|pages=|doi=}}</ref> |
|||
# Juluk-Adek, yang bermakna senantiasa menjaga nama baik dalam wujud perilaku di kehidupan bermasyarakat sehari-hari |
|||
# Nemui-Nyimah, yang bermakna memilki rasa kepedulian sosial dengan sesama serta setia kawan. |
|||
# Nengah-Nyampur, yang bermakna menyelesaikan sesuatu dengan musyawarah mufakat dan dengan penuh rsa tanggung jawab. |
|||
# Sakai Sambayan, yang bermakna saling tolong menolong dan saling menghargai antara satu sama lain. |
|||
# Tittie-Gemattie, yang bermakna bersikap sopan santun dan mengutamakan kebaikan |
|||
Kata '''''Pi’il''''' mengandung pengertian pendirian atau prinsip yang dipertahankan, sedangkan kata '''''Pesenggiri''''' merupakan pelafalan [[Ulun Lampung]] terhadap peristiwa ''Pasunggiri'' dalam perang [[Majapahit]]-[[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] pada tahun 1343. Maka pengertian dari '''''Pi’il Pesenggiri''''' adalah sebuah pendirian atau prinsip yang dipertahankan mengacu pada peristiwa Pasunggiri dimasa Majapahit. Pi’il Pesenggiri kemudian diwariskan dalam bentuk cerita nasehat dan ajaran pada sastra tradisional seperti berbagai jenis pantun masyarakat [[Lampung]] secara turun-temurun. Serta tertulis dalam Kitab Adat Pepadun ''Kuntara Raja Niti'' yakni kitab adat yang digunakan oleh ''Punyimbang'' masyarakat Lampung yang telah ditulis pada era Majapahit. |
|||
Nilai-nilai piil pesinggiri merupakan pandangan atau aturan sebagai [[undang-undang]] tidak hanya sekedar berupa pemikiran atau [[konsep]], melainkan sebagai sistem [[nilai]] yang dirujuk dan diinternalisasi oleh masyarakat. Hal penting dan signifikan dari piil pesinggiri yang sejajar dengan konsep kehormatan dan harga diri yang sangat penting, karena memiliki kesucian, prestise, kemuliaan dan keagungan (''sacred, prestige, radiance, glory, presence'').<ref name=":0">{{Cite book|title=pENETAPAN wARISAN bUDAYA tAKBENDA iNDONESIA tAHUN 2018|last=Dwiari Ratnawati|first=Lien|publisher=dIrektorat Jendraln Pendidikan dan Kebudayaan|year=2018|isbn=|location=Jakarta|page=107}}</ref> |
|||
== |
== Sejarah Pi'il Pesenggiri == |
||
Dalam upaya membantu penaklukan Mahapatih [[Majapahit]] [[Gajah Mada|Gajahmada]] terhadap kerajaan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] [[Bali]]. Uparaja [[Adityawarman]] membawa 15.000 pasukan menyerang Pulau Bali. Pasukan besar tersebut direkrut dari [[Kota Palembang|Palembang]] hingga [[Lampung]]. Pada mulanya penyerbuan dilakukan sebagaimana perang pada umumnya, yakni menggunakan kekerasan seluas-luasnya yang dinilai efektif dalam mengintimidasi dan menaklukan musuh. Namun perlawanan masyarakat Bali yang salah satunya dipimpin oleh ''Arya Pasunggiri'' sangatlah hebat, sehingga mampu menahan serangan [[Adityawarman]] beberapa hari. Maka ketika ''Arya Pasunggir''i menyerah kalah, [[Adityawarman]] tidak memberi ampun dan langsung membunuhnya. Peristiwa pembunuhan ''Arya Pasunggiri'' yang sudah menyerah namun tetap dibunuh membuat Ratu [[Majapahit]] [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] marah. |
|||
<references /> |
|||
''Peristiwa Passungiri'' membuat [[Gajah Mada|Gajahmada]] akhirnya merubah strategi perang penaklukan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] [[Bali]], melalui jalan diplomasi. Dengan pendekatan-pendekatan kultural, dialogis dan bermartabat, pada akhirnya [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] dapat ditaklukan dan kemudian menjadi bagian dari [[Majapahit]]. Strategi diplomasi [[Mahapatih Majapahit]] [[Gajah Mada|Gajahmada]] dalam menaklukan Bedahulu Bali tersebut menjadi perhatian bagi para prajurit pasukan Sumatera Selatan. Yang sebagian besar diantara merupakan para pelajar dan pendidik dari mandala pengetahuan Budha warisan masa [[Sriwijaya]]. Strategi diplomasi tersebut dibawa kembali ke Sumatera Selatan dalam bentuk pengetahuan, yang kemudian diajarkan secara turun-temurun dalam bentuk sastra tradisional dan kitab adat Lampung pepadun.<ref>http://repository.radenintan.ac.id/3439/22/BAB%20%20II-Acc.pdf</ref> Pada akhirnya strategi diplomasi menjadi ajaran luhur dan prinsip hidup bagi masyarakat [[Lampung]]. |
|||
⚫ | |||
== Pokok Ajaran == |
|||
# '''Pesenggiri''', mengandung ajaran: Tidak mudah menyerah, tidak mengenal takut dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan yang datang didalam kehidupan. Keberanian adalah merupakan bagian dari harga diri. |
|||
# '''Juluk-Adok''', mengandung ajaran: Selalu menggunakan nama-nama panggilan yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Panggilan yang baik bukan saja membuat orang lain terhormat, tetapi juga menunjukan diri yang bermartabat. |
|||
#'''Nemuy-Nyimah''', mengandung ajaran: Senang berkunjung dan dikunjungi dengan sikap yang ramah dan pemurah. Berkunjung dan dikunjungi bagian dari sikap saling menghormati. |
|||
#'''Nengah-Nyappur''', mengandung ajaran: Selalu bergaul ditengah masyarakat. Memperluas hubungan persahabatan dan kekeluargaan dengan semua orang. |
|||
#'''Sakay-Sambayan''', mengandung ajaran: Senang tolong-menolong dan bergotong-royong dalam hubungan persaudaraan dan kekeluargaan. Sehingga persoalan bersama dapat diselesaikan pula secara bersama-sama. |
|||
== Piil Pesenggiri dalam Pantun == |
|||
Terdapat pesan nasehat dan ajaran Pi'il Pesenggiri pada pantun tradisional (adi-adi) masyarakat Lampung seperti berikut ini: |
|||
'''Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri''' |
|||
''Cirinya orang Lampung, memiliki Piil Pesenggiri'' |
|||
'''Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi''' |
|||
''Kehormatan selalu diperhitungkan, memiliki malu dan harga diri'' |
|||
'''Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi''' |
|||
''Juluk-Adok kita pegang, Nemuy Nyimah persaudaraan'' |
|||
'''Nengah-nyampugh mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi''' |
|||
''Nengah-Nyappur tidak menutup diri, Sakay Sambayan dikerjakan'' |
|||
== Piil Pesesnggiri dalam Kitab Adat == |
|||
Pada pasal 23 Kitab Kuntara Raja Niti dinyatakan prinsip Pi’il Pesenggiri dalam lapisan masyarakat |
|||
''Raja piilnya wanita, lemah lembut terhadap masyarakat'' |
|||
''Punyimbang piilnya gadis, selalu berupaya mendapatkan kecintaan dan kekaguman masyarakat'' |
|||
''Ibu Rumah piilnya bahan makanan dan biaya hidangan'' |
|||
''Anak lelaki piilnya berhati-hati dalam bicara'' |
|||
''Anak perempuan piilnya menjaga perilaku dan kehormatan'' |
|||
== Referensi == |
|||
* Masyarakat dan [[Adat]] [[Budaya]] [[Lampung]]. [[Hilman Hadikusuma]]. Bandar Madju [[Bandung]]. 1989 |
|||
*[[Adat]] [[Istiadat]] [[Daerah]] [[Lampung]]. [[Hilman Hadikusuma]] dkk. [[Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung]]. [[1977]] |
|||
*[[Kitab Adat Kuntara Raja Niti]] |
|||
*[[Babad Arya Tabanan]] |
|||
*[[Kidung Pamacangah]] |
|||
[[Kategori:Lampung]] |
|||
⚫ | |||
[[Kategori:Budaya Lampung]] |
|||
[[Kategori:Warisan budaya takbenda Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Pariwisata di Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Pariwisata di Sumatra]] |
|||
[[Kategori:Pariwisata di Lampung]] |
|||
[[Kategori:Tempat wisata di Lampung]] |
Revisi per 18 Mei 2024 05.10
Pi'il Pesenggiri (Pasunggiri, Pusanggiri) merupakan pandangan hidup dari masyarakat Suku Lampung. Konsep dari arti Pi'il Pesenggiri dari satu individu dengan individu lainnya.[1]
Pi'il Pesenggiri ini dijadikan sebagai landasan berpikir, bertindak dan berperilaku oleh masyarakat Lampung dimanapun mereka berada. Pi'il Pesenggiri terdapat nilai-nilai dan norma yang mengatur tata hidup masyarakat Lampung. Pi'il Pesenggiri ini terdapat nilai-nilai luhur dan hakiki yang menunjukkan kepribadian serta jati diri dari masyarakat Lampung, karena nilai-nilai luhur yang ada di dalam falsafah hidup tersebut sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung.[2]
Terdapat beberapa aspek dalam piil pesenggiri yaitu nemui nyimah (ramah tamah dalam menyambut tamu), nengah nyappur (mudah berbaur dalam masyarakat), dan sakai sambayan (tolong menolong dan bergotong royong).[3]
Kata Pi’il mengandung pengertian pendirian atau prinsip yang dipertahankan, sedangkan kata Pesenggiri merupakan pelafalan Ulun Lampung terhadap peristiwa Pasunggiri dalam perang Majapahit-Bedahulu pada tahun 1343. Maka pengertian dari Pi’il Pesenggiri adalah sebuah pendirian atau prinsip yang dipertahankan mengacu pada peristiwa Pasunggiri dimasa Majapahit. Pi’il Pesenggiri kemudian diwariskan dalam bentuk cerita nasehat dan ajaran pada sastra tradisional seperti berbagai jenis pantun masyarakat Lampung secara turun-temurun. Serta tertulis dalam Kitab Adat Pepadun Kuntara Raja Niti yakni kitab adat yang digunakan oleh Punyimbang masyarakat Lampung yang telah ditulis pada era Majapahit.
Sejarah Pi'il Pesenggiri
Dalam upaya membantu penaklukan Mahapatih Majapahit Gajahmada terhadap kerajaan Bedahulu Bali. Uparaja Adityawarman membawa 15.000 pasukan menyerang Pulau Bali. Pasukan besar tersebut direkrut dari Palembang hingga Lampung. Pada mulanya penyerbuan dilakukan sebagaimana perang pada umumnya, yakni menggunakan kekerasan seluas-luasnya yang dinilai efektif dalam mengintimidasi dan menaklukan musuh. Namun perlawanan masyarakat Bali yang salah satunya dipimpin oleh Arya Pasunggiri sangatlah hebat, sehingga mampu menahan serangan Adityawarman beberapa hari. Maka ketika Arya Pasunggiri menyerah kalah, Adityawarman tidak memberi ampun dan langsung membunuhnya. Peristiwa pembunuhan Arya Pasunggiri yang sudah menyerah namun tetap dibunuh membuat Ratu Majapahit Tribhuwana Wijayatunggadewi marah.
Peristiwa Passungiri membuat Gajahmada akhirnya merubah strategi perang penaklukan Bedahulu Bali, melalui jalan diplomasi. Dengan pendekatan-pendekatan kultural, dialogis dan bermartabat, pada akhirnya Bedahulu dapat ditaklukan dan kemudian menjadi bagian dari Majapahit. Strategi diplomasi Mahapatih Majapahit Gajahmada dalam menaklukan Bedahulu Bali tersebut menjadi perhatian bagi para prajurit pasukan Sumatera Selatan. Yang sebagian besar diantara merupakan para pelajar dan pendidik dari mandala pengetahuan Budha warisan masa Sriwijaya. Strategi diplomasi tersebut dibawa kembali ke Sumatera Selatan dalam bentuk pengetahuan, yang kemudian diajarkan secara turun-temurun dalam bentuk sastra tradisional dan kitab adat Lampung pepadun.[4] Pada akhirnya strategi diplomasi menjadi ajaran luhur dan prinsip hidup bagi masyarakat Lampung.
Pokok Ajaran
- Pesenggiri, mengandung ajaran: Tidak mudah menyerah, tidak mengenal takut dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan yang datang didalam kehidupan. Keberanian adalah merupakan bagian dari harga diri.
- Juluk-Adok, mengandung ajaran: Selalu menggunakan nama-nama panggilan yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Panggilan yang baik bukan saja membuat orang lain terhormat, tetapi juga menunjukan diri yang bermartabat.
- Nemuy-Nyimah, mengandung ajaran: Senang berkunjung dan dikunjungi dengan sikap yang ramah dan pemurah. Berkunjung dan dikunjungi bagian dari sikap saling menghormati.
- Nengah-Nyappur, mengandung ajaran: Selalu bergaul ditengah masyarakat. Memperluas hubungan persahabatan dan kekeluargaan dengan semua orang.
- Sakay-Sambayan, mengandung ajaran: Senang tolong-menolong dan bergotong-royong dalam hubungan persaudaraan dan kekeluargaan. Sehingga persoalan bersama dapat diselesaikan pula secara bersama-sama.
Piil Pesenggiri dalam Pantun
Terdapat pesan nasehat dan ajaran Pi'il Pesenggiri pada pantun tradisional (adi-adi) masyarakat Lampung seperti berikut ini:
Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Cirinya orang Lampung, memiliki Piil Pesenggiri
Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
Kehormatan selalu diperhitungkan, memiliki malu dan harga diri
Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
Juluk-Adok kita pegang, Nemuy Nyimah persaudaraan
Nengah-nyampugh mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi
Nengah-Nyappur tidak menutup diri, Sakay Sambayan dikerjakan
Piil Pesesnggiri dalam Kitab Adat
Pada pasal 23 Kitab Kuntara Raja Niti dinyatakan prinsip Pi’il Pesenggiri dalam lapisan masyarakat
Raja piilnya wanita, lemah lembut terhadap masyarakat
Punyimbang piilnya gadis, selalu berupaya mendapatkan kecintaan dan kekaguman masyarakat
Ibu Rumah piilnya bahan makanan dan biaya hidangan
Anak lelaki piilnya berhati-hati dalam bicara
Anak perempuan piilnya menjaga perilaku dan kehormatan
Referensi
- Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Hilman Hadikusuma. Bandar Madju Bandung. 1989
- Adat Istiadat Daerah Lampung. Hilman Hadikusuma dkk. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung. 1977
- Kitab Adat Kuntara Raja Niti
- Babad Arya Tabanan
- Kidung Pamacangah
- ^ Katalog Warisan Budaya Takbenda Indonesia (PDF). Jakarta: Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. 2018. hlm. 79.
- ^ syah, Iskandar (1999). "AKTUALISASI PILL PESINGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU". SOSIETAS. 8 (2): 518.
- ^ Minandar, Camelia Arni (2018). "AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU". AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU. 8 (2).
- ^ http://repository.radenintan.ac.id/3439/22/BAB%20%20II-Acc.pdf