Vorstenlanden: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(26 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Jawa Setelah Perjanjian Giyanti.png|jmpl|279x279px|Vorstenlanden pada tahun [[1757]]]] |
|||
'''Daerah Vorstenlanden''' secara harafiah berarti "wilayah-wilayah kerajaan". Sebutan ini dalam konteks [[sejarah Nusantara]] dipakai untuk menyebut wilayah yang sekarang menjadi Provinsi [[DI Yogyakarta]] dan [[Wilayah Surakarta]]. Kedua daerah ini merupakan wilayah kekuasaan empat kerajaan ("[[Catur Sagatra]]") yang menjadi penerus [[dinasti Mataram]]. Dua kerajaan ada di karesidenan Ngayogyakarta, yaitu Kasultanan dan Pakualaman dua kerajaan lainnya ada di karesidenan Surakarta, yaitu Mangkunegaran dan Kasunanan. |
|||
[[Berkas:Mataram Baru 1830.png|jmpl|276x276px|Vorstenlanden pada tahun [[1830]]]] |
|||
'''Vorstenlanden''' ({{lang-id|wilayah kepangeranan, negeri berkerajaan}}, bahasa {{Lang-ja|公地}} (''kōchi, koti''), bahasa {{lang-jv|꧋ꦥꦿꦗꦏꦼꦗꦮꦺꦤ꧀}} (''praja kejawen'')) adalah daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan empat [[monarki]] pecahan dari [[Kesultanan Mataram]], yaitu [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]], [[Kasultanan Yogyakarta| Yogyakarta]], [[Praja Mangkunegaran|Mangkunegaran]], dan [[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman]]. Istilah ini lebih merujuk pada wilayah [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]] dan [[Kasultanan Yogyakarta| Yogyakarta]], dan mengindikasikan bahwa wilayah tersebut merupakan daerah istimewa yang berhak memerintah dirinya sendiri.<ref>{{Cite journal|last=Darmarastri|first=Hayu Adi|date=2019-04-18|title=PEKERJA ANAK DI SURAKARTA MASA KOLONIAL: DARI PEKERJA KELUARGA MENJADI PEKERJA UPAH|url=https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/view/31748|journal=SASDAYA: Gadjah Mada Journal of Humanities|language=id|volume=2|issue=1|pages=356|doi=10.22146/sasdayajournal.31748|issn=2549-3884}}</ref> |
|||
== Awal mula == |
|||
⚫ | Secara khusus, nama ini sering muncul dalam pembahasan di bidang [[sosiologi]] |
||
Ketika [[Kesultanan Mataram|Mataram]] belum terbagi, [[Hindia Belanda|Kolonial Belanda]] menyebut wilayah yang dikuasainya sebagai '''Bovenlanden'''.<ref name=":0">{{Cite web|last=Sentalu|first=Dept Riset Ullen|date=2015-08-25|title=Vorstenlanden|url=https://blog.ullensentalu.com/vorstenlanden/|website=Ullen Sentalu|language=en-US|access-date=2020-10-23}}</ref> Kemudian, [[Perjanjian Giyanti]] diadakan pada tahun [[1755]] yang membagi Mataram menjadi dua, yaitu [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]] dan [[Kasultanan Yogyakarta| Yogyakarta]] dengan wilayahnya masing-masing beserta ''Negara Agung'' yang diperintah bersama. Luas wilayahnya pada saat itu terbentang dari masa-kini [[Cilacap]] hingga sekitar [[Gunung Kelud]] di [[Jawa Timur]].<ref name=":0" /> |
|||
== Ikatan budaya == |
|||
⚫ | Secara khusus, nama ini sering muncul dalam pembahasan di bidang [[sosiologi]] [[desa|pedesa]]an dan sejarah [[perkebunan]]. Daerah Vorstenlanden terkenal sebagai penghasil [[tebu]] (gula) dan [[tembakau]] [[cerutu]]. Untuk tembakau, tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang, dengan daerah pusat utama di wilayah tenggara [[Kabupaten Sleman]] dan barat [[Kabupaten Klaten]]. |
||
== Era Modern == |
|||
===Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman=== |
|||
Kesultanan Yogyakarta merupakan satu-satunya tanah kepangeranan yang tetap berstatus istimewa dalam Republik Indonesia saat ini, yaitu sebagai daerah istimewa. Bekas tanah pangeran Pakualaman dikelola sebagai bagian dari Yogyakarta saat ini. Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman juga menyandang jabatan politik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlangsung seumur hidup, tidak sampai lima tahun seperti provinsi lain di Indonesia meskipun mereka tetap mengadakan pemilihan sebagai bentuk formalitas setiap lima tahun sekali, tetapi hanya satu pasangan calon, Sultan dan Adipati sendiri. Itu sebabnya Yogyakarta adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki gubernur secara turun-temurun. |
|||
===Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran=== |
|||
Meskipun Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran digabung ke Provinsi Jawa Tengah setelah pembekuan Daerah Istimewa Surakarta, kedudukan Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegaran beserta institusi monarki tradisional masih ada dan tidak dibubarkan. Akan tetapi, mereka tidak memiliki kekuatan politik dan pemerintahan, melainkan berperan sebagai tokoh yang dihormati dan pemimpin seremonial yang memiliki pengaruh tinggi dalam konservasi dan pengembangan budaya Jawa. Sedangkan kekuasaan politik dipegang oleh masing-masing Kepala Daerah Tingkat II yang wilayahnya merupakan bekas daerah kekuasaan Kasunanan dan Mangkunegaran (Surakarta, Klaten, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri). |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
|||
{{geografi-stub}} |
{{geografi-stub}} |
||
[[Kategori:Sejarah Jawa Tengah]] |
[[Kategori:Sejarah Jawa Tengah]] |
||
[[Kategori:Sejarah Yogyakarta]] |
[[Kategori:Sejarah Yogyakarta]] |
||
[[nl:Vorstenlanden]] |
Revisi terkini sejak 23 Mei 2024 13.20
Vorstenlanden (bahasa Indonesia: wilayah kepangeranan, negeri berkerajaan, bahasa Jepang: 公地 (kōchi, koti), bahasa bahasa Jawa: ꧋ꦥꦿꦗꦏꦼꦗꦮꦺꦤ꧀ (praja kejawen)) adalah daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan empat monarki pecahan dari Kesultanan Mataram, yaitu Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Istilah ini lebih merujuk pada wilayah Surakarta dan Yogyakarta, dan mengindikasikan bahwa wilayah tersebut merupakan daerah istimewa yang berhak memerintah dirinya sendiri.[1]
Awal mula
[sunting | sunting sumber]Ketika Mataram belum terbagi, Kolonial Belanda menyebut wilayah yang dikuasainya sebagai Bovenlanden.[2] Kemudian, Perjanjian Giyanti diadakan pada tahun 1755 yang membagi Mataram menjadi dua, yaitu Surakarta dan Yogyakarta dengan wilayahnya masing-masing beserta Negara Agung yang diperintah bersama. Luas wilayahnya pada saat itu terbentang dari masa-kini Cilacap hingga sekitar Gunung Kelud di Jawa Timur.[2]
Ikatan budaya
[sunting | sunting sumber]Secara khusus, nama ini sering muncul dalam pembahasan di bidang sosiologi pedesaan dan sejarah perkebunan. Daerah Vorstenlanden terkenal sebagai penghasil tebu (gula) dan tembakau cerutu. Untuk tembakau, tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang, dengan daerah pusat utama di wilayah tenggara Kabupaten Sleman dan barat Kabupaten Klaten.
Era Modern
[sunting | sunting sumber]Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman
[sunting | sunting sumber]Kesultanan Yogyakarta merupakan satu-satunya tanah kepangeranan yang tetap berstatus istimewa dalam Republik Indonesia saat ini, yaitu sebagai daerah istimewa. Bekas tanah pangeran Pakualaman dikelola sebagai bagian dari Yogyakarta saat ini. Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman juga menyandang jabatan politik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlangsung seumur hidup, tidak sampai lima tahun seperti provinsi lain di Indonesia meskipun mereka tetap mengadakan pemilihan sebagai bentuk formalitas setiap lima tahun sekali, tetapi hanya satu pasangan calon, Sultan dan Adipati sendiri. Itu sebabnya Yogyakarta adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki gubernur secara turun-temurun.
Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran
[sunting | sunting sumber]Meskipun Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran digabung ke Provinsi Jawa Tengah setelah pembekuan Daerah Istimewa Surakarta, kedudukan Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegaran beserta institusi monarki tradisional masih ada dan tidak dibubarkan. Akan tetapi, mereka tidak memiliki kekuatan politik dan pemerintahan, melainkan berperan sebagai tokoh yang dihormati dan pemimpin seremonial yang memiliki pengaruh tinggi dalam konservasi dan pengembangan budaya Jawa. Sedangkan kekuasaan politik dipegang oleh masing-masing Kepala Daerah Tingkat II yang wilayahnya merupakan bekas daerah kekuasaan Kasunanan dan Mangkunegaran (Surakarta, Klaten, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri).
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Darmarastri, Hayu Adi (2019-04-18). "PEKERJA ANAK DI SURAKARTA MASA KOLONIAL: DARI PEKERJA KELUARGA MENJADI PEKERJA UPAH". SASDAYA: Gadjah Mada Journal of Humanities. 2 (1): 356. doi:10.22146/sasdayajournal.31748. ISSN 2549-3884.
- ^ a b Sentalu, Dept Riset Ullen (2015-08-25). "Vorstenlanden". Ullen Sentalu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-23.