Vorstenlanden

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Vorstenlanden pada tahun 1757
Vorstenlanden pada tahun 1830

Vorstenlanden (Indonesia: wilayah kepangeranan, negeri berkerajaan, bahasa Jepang: 公地 (kōchi, koti), bahasa Jawa: ꧋ꦥꦿꦗꦏꦼꦗꦮꦺꦤ꧀ (praja kejawen)) adalah daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan empat monarki pecahan dari Kesultanan Mataram, yaitu Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Istilah ini lebih merujuk pada wilayah Surakarta dan Yogyakarta, dan mengindikasikan bahwa wilayah tersebut merupakan daerah istimewa yang berhak memerintah dirinya sendiri.[1]

Awal mula[sunting | sunting sumber]

Ketika Mataram belum terbagi, Kolonial Belanda menyebut wilayah yang dikuasainya sebagai Bovenlanden.[2] Kemudian, Perjanjian Giyanti diadakan pada tahun 1755 yang membagi Mataram menjadi dua, yaitu Surakarta dan Yogyakarta dengan wilayahnya masing-masing beserta Negara Agung yang diperintah bersama. Luas wilayahnya pada saat itu terbentang dari masa-kini Cilacap hingga sekitar Gunung Kelud di Jawa Timur.[2]

Ikatan budaya[sunting | sunting sumber]

Secara khusus, nama ini sering muncul dalam pembahasan di bidang sosiologi pedesaan dan sejarah perkebunan. Daerah Vorstenlanden terkenal sebagai penghasil tebu (gula) dan tembakau cerutu. Untuk tembakau, tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang, dengan daerah pusat utama di wilayah tenggara Kabupaten Sleman dan barat Kabupaten Klaten.

Era Modern[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Yogyakarta merupakan satu-satunya tanah kepangeranan yang tetap berstatus istimewa dalam Republik Indonesia saat ini, yaitu sebagai daerah istimewa. Bekas tanah pangeran Pakualaman dikelola sebagai bagian dari Yogyakarta saat ini. Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman juga menyandang jabatan politik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlangsung seumur hidup, tidak sampai lima tahun seperti provinsi lain di Indonesia meskipun mereka tetap mengadakan pemilihan sebagai bentuk formalitas setiap lima tahun sekali, tetapi hanya satu pasangan calon, Sultan dan Adipati sendiri. Itu sebabnya Yogyakarta adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki gubernur secara turun-temurun.

Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran[sunting | sunting sumber]

Meskipun Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran digabung ke Provinsi Jawa Tengah setelah kemerdekaan, anggota monarki tradisional masih ada dan tidak dibubarkan. Akan tetapi, mereka tidak memiliki kekuatan politik dan pemerintahan melainkan berperan sebagai tokoh budaya dan pemimpin seremonial yang memiliki pengaruh tinggi dalam konservasi dan pengembangan budaya Jawa. Sedangkan kekuasaan politik dipegang oleh Walikota dan Wakil Walikota Surakarta.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Darmarastri, Hayu Adi (2019-04-18). "PEKERJA ANAK DI SURAKARTA MASA KOLONIAL: DARI PEKERJA KELUARGA MENJADI PEKERJA UPAH". SASDAYA: Gadjah Mada Journal of Humanities. 2 (1): 356. doi:10.22146/sasdayajournal.31748. ISSN 2549-3884. 
  2. ^ a b Sentalu, Dept Riset Ullen (2015-08-25). "Vorstenlanden". Ullen Sentalu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-23.