Soedjono AJ: Perbedaan antara revisi
PeragaSetia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
PeragaSetia (bicara | kontrib) Menambah bagian galeri |
||
(40 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 4: | Baris 4: | ||
| imagesize = |
| imagesize = |
||
| caption = |
| caption = |
||
| office = |
| office = Wali Kota Samarinda| |
||
| order = |
| order = ke-1 |
||
| term_start = [[1960]] |
| term_start = [[1960]] |
||
| term_end = [[1961]] |
| term_end = [[1961]] |
||
| lieutenant = |
| lieutenant = |
||
| predecessor = '' |
| predecessor = ''Jabatan baru'' |
||
| successor = [[Ngoedio]] |
| successor = [[Ngoedio]] |
||
| birth_date = |
| birth_date = {{birth date|1928|09|15}} |
||
| birth_place = |
| birth_place = [[Hindia Belanda]] |
||
| death_date = |
| death_date = {{death date and age|1994|10|31|1928|09|16}} |
||
| death_place = |
| death_place = [[Indonesia]] |
||
| party = |
| party = {{parpolicon| Golkar}} |
||
| profession = [[Tentara]] |
| profession = [[Tentara]], [[Politikus]] |
||
| spouse = |
| spouse = Soemiyati |
||
| religion = |
| religion = |
||
| footnotes = |
| footnotes = |
||
| allegiance = {{flag|Indonesia}} |
|||
| branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian Army.svg|25px]] [[TNI Angkatan Darat]] |
|||
| rank = [[Berkas: Kolonel pdh ad.png|25px]] [[Kolonel]] |
|||
| office2 = Wali Kota Yogyakarta |
|||
| order2 = ke-3 |
|||
| predecessor2 = [[Soedarisman Poerwokoesoemo]] |
|||
| successor2 = [[H. Ahmad]] |
|||
| termstart2 = [[1966]] |
|||
| termend2 = [[1975]] |
|||
| servicenumber = 11501 |
|||
| children = Setia Budi |
|||
}} |
}} |
||
[[Kolonel]] [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) '''Soedjono Anton Joedhotedjoprawiro<ref>{{Cite web|last=Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY|date=21 Maret 2022|title=Surat pernyataan Soedjono Anton Yoedho Tedjo Prawiro tentang pengesahan tanah dan rumah yang terletak di Jl. Kenari No. 44 Semaki Kecil kepada Pemda DIY|url=https://arsip.jogjaprov.go.id/index.php/surat-pernyataan-soedjono-anton-yoedho-tedjo-prawiro-tentang-pengesahan-tanah-dan-rumah-yang-terletak-di-jl-kenari-no-44-semaki-kecil-kepada-pemda-diy|access-date=29 Desember 2023}}</ref>''' ([[Ejaan Yang Disempurnakan|EYD]]: '''Sujono Anton Yudhotejoprawiro''', 15 September 1928 – 31 Oktober 1994), biasa disingkat '''Soedjono A.J.''' atau '''A.Y.''', adalah wali kota [[Samarinda]] yang pertama dan ketiga di [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]. Soedjono awalnya bertugas di [[Komando Daerah Militer V/Brawijaya|Kodam VII/Brawijaya]], sebelum kemudian ditugaskan di [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam IX/Mulawarman]] pada masa Pangdam Brigjen [[Soehario Padmodiwirio]].{{sfn|Magenda|2010|p=95}} |
|||
== Kehidupan dan karir awal == |
|||
'''Soedjono Anton Yoedhotedjoprawiro''',<ref>{{Cite web|last=Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY|date=21 Maret 2022|title=Surat pernyataan Soedjono Anton Yoedho Tedjo Prawiro tentang pengesahan tanah dan rumah yang terletak di Jl. Kenari No. 44 Semaki Kecil kepada Pemda DIY|url=https://arsip.jogjaprov.go.id/index.php/surat-pernyataan-soedjono-anton-yoedho-tedjo-prawiro-tentang-pengesahan-tanah-dan-rumah-yang-terletak-di-jl-kenari-no-44-semaki-kecil-kepada-pemda-diy|access-date=29 Desember 2023}}</ref> biasa dikenal dengan '''Soedjono A.J.''' atau '''A.Y.''', adalah [[Walikota|Wali kota]] pertama di [[Samarinda]], [[Kalimantan Timur]] dan ketiga di [[Kota Yogyakarta]]. Soedjono sebelumnya adalah staf [[Kodam IX/Mulawarman]] di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] dan berpangkat Kapten. Soedjono berasal dari [[Komando Daerah Militer V/Brawijaya|Kodam V/Brawijaya]], seperti kebanyakan perwira Kodam Mulawarman kala itu.<ref name=":0">{{Cite book|last=Magenda|first=Burhan Djabier|date=2010|title=East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy|location=Singapore|publisher=Equinox Publishing|isbn=978-602-8397-21-6|url-status=live}}</ref> Soedjono hanya sempat 20 bulan menjadi Wali Kotamadya Samarinda. Tugas dierah-terimakan kepada Letkol TNI AD Ngoedio BcHK pada bulan Agustus 1961.<ref>Zailani, Akhmad (2001), Wali kota Samarinda, dari masa ke masa. Metro, hlm. 148. ISBN 961-32-6972-6</ref> Soedjono kemudian menjadi Wali Kota Yogyakarta mulai Januari 1966 hingga November 1975. |
|||
Tidak banyak yang dapat diketahui dari kehidupan awal Soedjono selain tanggal kelahirannya. Berdasarkan keterangan pada makamnya, dapat diketahui bahwa Soedjono menjadi kadet Militaire Academie (MA) Yogyakarta (kini menjadi [[Akademi Militer]]) saat [[Revolusi Nasional Indonesia|Perang Kemerdekaan]] berlangsung. Seusai perang, dia bertugas di [[Komando Daerah Militer V/Brawijaya|Kodam VII/Brawijaya]], sebelum akhirnya dipindahkan ke [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam IX/Mulawarman]].{{sfn|Magenda|2010|p=95}} |
|||
== Wali Kota Samarinda == |
|||
Pada tanggal [[20 Januari]] [[1960]], Gubernur Kepala Daerah Kalimantan Timur [[APT Pranoto|A.P.T. Pranoto]] atas nama Mendagri melakukan penerimaan sumpah jabatan Wali Kota Kepala Daerah Kotapraja Samarinda, Kapten Soedjono A.J. yang diangkat dengan SK Mendagri tertanggal 1 Januari 1960. Pengangkatan Soedjono sebagai Wali Kota terjadi atas desakan Pangdam IX/Mulawarman waktu itu, Brigjen TNI AD [[Soehario Padmodiwirio]].<ref name=":0" /> |
|||
Pada tanggal 20 Januari 1960, [[Daerah Istimewa Kutai]] dibubarkan dan wilayahnya dipecah menjadi tiga daerah tingkat II, yakni [[Kota Balikpapan|Kotapraja Balikpapan]], [[Kota Samarinda|Kotapraja Samarinda]], dan [[Kabupaten Kutai]].{{sfn|Soetoen|1979|p=259}} Meskipun posisi [[Daftar Bupati Kutai Kartanegara|Bupati Kutai]] dan [[Daftar Wali Kota Balikpapan|Wali Kota Balikpapan]] diduduki oleh bangsawan Kutai, tetapi Soehario berhasil menekan Gubernur [[A.P.T. Pranoto|Pranoto]] agar menempatkan Soedjono sebagai Wali Kota Samarinda.{{sfn|Magenda|2010|p=84}} Akhirnya, pada hari yang sama, Pranoto menerima sumpah jabatan dari Soedjono, disusul dengan serah terima kewenangan dari Sultan [[Aji Muhammad Parikesit]] selaku Kepala Daerah Istimewa Kutai kepada dirinya selaku wali kota pada hari berikutnya. Meski demikian, Soedjono baru resmi dilantik pada tanggal 17 Februari 1960.{{sfn|Sarip|2015|p=86}} |
|||
Soedjono hanya menjabat sebagai wali kota selama 20 bulan. Pada bulan Agustus 1961, ia digantikan oleh Letkol [[Ngoedio]], yang juga sesama perwira Kodam Brawijaya (dan nantinya Mulawarman), atas instruksi Soehario.{{sfn|Magenda|2010|p=95}}{{sfn|Zailani|2001|p=148}} Meski demikian, dia sempat membuat sebuah surat keputusan mengenai lambang [[Kota Samarinda]] dengan semboyan "Tata Nirbaya Ananta Boga" yang berarti "tertib dan teratur, tiada bahaya, dan tiada kekurangan sandang dan pangan".{{sfn|Zailani|2005|p=374}} |
|||
S |
|||
Sehari kemudian, dilakukan serah-terima wilayah Kotapraja Samarinda antara Kepala Daerah Istimewa Kutai kepada Wali Kota Kepala Daerah Kotapraja Samarinda. Tanggal serah-terima ini, '''[[21 Januari]]''' '''[[1960]]''', ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Daerah Kotapraja Samarinda. Kapten Soedjono baru dilantik sebagai Wali Kota pada tanggal 17 Februari 1960 oleh Gubernur atas nama Mendagri.<ref>Sarip, Muhammad (2015). Samarinda Bahari, Sejarah 7 Zaman Daerah Samarinda. Samarinda: Komunitas Samarinda Bahari, hlm. 86. ISBN 978-602-73617-0-6.</ref> |
|||
== Wali Kota Yogyakarta == |
|||
Selama bertugas Kapten Soedjono sempat membuat Surat keputusan tentang Lambang Daerah Kota Samarinda dengan motto "'''''Tata Nirbaya Ananta Boga'''''" dengan arti: "''Tertib dan Teratur tidak ada bahaya dan tidak kurang sandang pangan''" <ref>'''Zailani, Akhmad (2005)''', Wajah Parlemen Samarinda, Penerbit Sultan Pustaka - Pemkot Samarinda, 374 hal, ISBN 975-25-7660-6</ref> |
|||
Soedjono diangkat menjadi [[Daftar Wali Kota Yogyakarta|Wali Kota Yogyakarta]] pada bulan Januari 1966, menggantikan [[Soedarisman Poerwokoesoemo]]. Selain menjadi wali kota, dia juga merangkap sebagai ketua Fraksi [[Partai Golongan Karya|Golongan Karya]] di [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|DPRD DIY]] setidaknya per bulan Oktober 1966.<ref>{{Cite journal|last=Janti|first=Nur|date=2017|title=Eksistensi Perempuan di DPRD DIY 1956-1982|url=https://journal.student.uny.ac.id/index.php/ilmu-sejarah/article/view/9314|journal=Mozaik|volume=2|issue=4|pages=512-533}}</ref> Salah satu langkah pertama yang dilakukannya sebagai wali kota adalah memperingatkan pengurus [[Kelenteng Fuk Ling Miau]] untuk memperbaiki kondisi kelenteng yang terpuruk, sebab kelenteng akan diambilalih oleh pemerintah daerah jika dibiarkan tidak terurus. Peristiwa tersebut mengilhami pembentukan sebuah yayasan untuk mengelolanya.<ref>{{Cite journal|last=Tempo|date=1977|title=Seksi Buddhis Klenteng Gondomanan|url=https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&id=2tATAQAAMAAJ&dq=%22soedjono+ay%22&focus=searchwithinvolume&q=%22klenteng%22|journal=Tempo|volume=6|pages=11}}</ref> |
|||
Selama menjabat sebagai wali kota, Soedjono sukses membuat [[Kota Yogyakarta]] menjadi lebih ramai. Berbagai langkah dilakukan untuk memajukan infrastruktur kota, seperti pelebaran dan pembangunan jalan, serta perbaikan prasarana air dan listrik.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2019|p=37}} Dia juga memulai pembangunan gedung balai kota baru di kawasan Timoho, [[Umbulharjo, Yogyakarta|Umbulharjo]], untuk menggantikan balai kota lama yang bertempat di Ndalem Poenakawan atau Ndalem Ngabean. Pembangunan gedung tersebut dimulai pada tahun 1972.<ref>{{Cite web|date=6 Juni 2024|title=Napak Tilas Balai Kota Mengenang Peran Besar dalam Pembangunan|url=https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/33848|website=Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta|access-date=23 Juni 2024}}</ref> |
|||
⚫ | |||
Walau demikian, dirinya tidak lepas dari kontroversi. Salah satu kebijakannya yang kontroversial ialah pemugaran [[Jalan Malioboro]] yang dimulai pada tahun 1973. Rencana pemugaran tersebut melibatkan arsitek dari Fakultas Teknik [[Universitas Gadjah Mada|UGM]] dan beberapa instansi lain seperti [[Badan Perencanaan Pembangunan Daerah|Bappeda]] (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) DIY. Rencana pemugaran tersebut meliputi berbagai hal, seperti penataan ulang ruas jalan sehingga memberi ruang lebih bagi pedagang kaki lima, pembuatan jalur pemisah yang ditanami [[Arecaceae|pohon palm]], dan pembangunan air mancur pada ujung selatan jalan.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=20}}{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=30}} |
|||
Namun, setelah dipugar, kondisi lalu lintas di Malioboro malah memburuk. Jalur lambat yang berada di sisi timur, kini diperuntukkan untuk parkir saja. Alhasil, semua kendaraan lambat seperti [[Delman|andong]], [[becak]], dan sepeda, hanya mampu menggunakan jalur lambat di sisi barat, di mana mereka harus berebut ruang dengan para tukang becak yang mangkal di sana. Kondisi jalur cepat juga menjadi terlalu padat karena sudah dipangkas untuk lahan parkir. Pelaksanaan pemugaran dinilai terburu-buru karena ingin mengejar penyambutan Konferensi PATA (Pacific Area Travel Association) yang akan diselenggarakan pada tahun 1974.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=21}}{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=30-31}} |
|||
Kontroversi lainnya berkaitan dengan perannya sebagai pemrakarsa penyelenggaraan Loda (Lotto Daerah), semacam [[lotre]] yang berstatus legal, di [[Kota Yogyakarta]]. Loda kemudian dinyatakan terlarang sejak tanggal 5 Januari 1972 akibat banyaknya tindak kriminal yang terjadi karenanya. Pelarangan tersebut diinstruksikan oleh Wakil Gubernur DIY saat itu, [[Paku Alam VIII]]. Soedjono tunduk, tetapi mengusulkan kontrol yang ketat terhadap pelaksanaan Loda "seperti di [[Monako]]". Akibatnya, dia mendapat kritik dari [[Pelajar Islam Indonesia|Pelajar Islam indonesia]] (PII). Delegasi PII mengirimnya sejumlah "hadiah", seperti sebuah kaca mata plastik, sebuah obat telinga, sebuah obat sakit kepala, dan sebotol jamu kuat.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2019|p=30-31}} Pada masa jabatannya pula, anggota-anggota [[Buppenda]] (Badan Usaha Pembiayaan Pembangunan Daerah) Kota Yogyakarta diduga melakukan korupsi uang hasil lotre dalam skala besar.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2019|p=38-39}} |
|||
Soedjono juga terlibat konflik dengan pihak kraton karena telah menjual tanah-tanah sultan kepada warga kota secara sepihak, khususnya di kawasan sekitar [[Benteng Baluwerti|benteng keraton]] atau yang biasa disebut "tanah jagang". Hal ini ditentang keras oleh pihak kraton, sehingga mereka melayangkan surat protes kepadanya. Soedjono kemudian mengundang Pengageng Wahono Sarto Kroto [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat]] untuk mendiskusikan masalah ini, tetapi undangan tersebut ditolak mentah-mentah.<ref>{{Cite journal|last=Warta Kampung|title=Melihat Kraton (Njêron Béténg) Dari Pinggiran|url=https://sanggaragam.org/wp-content/uploads/2021/05/WK-Edisi-No.-5-Mei-Juni-2001_compressed.pdf|journal=Warta Kampung|issue=5|pages=3-11}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Ekspres|date=1970|title=Pangeran jang Keheranan|url=https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&id=AHoaAQAAMAAJ&dq=%22Soedjono+AJ%22+tanah&focus=searchwithinvolume&q=%22Soedjono+AJ%22|journal=Ekspres|volume=1|issue=26-50|pages=15}}</ref> Dia digantikan oleh [[H. Ahmad]] sebagai wali kota pada bulan November 1975. |
|||
== Pasca wali kota == |
|||
Setelah berhenti menjabat sebagai wali kota, Soedjono kembali bertugas di [[Kalimantan Timur]] dan menjabat sebagai Kepala Direktorat Sosial Politik (Kadit Sospol) Tingkat I Kalimantan Timur. Dia juga ditunjuk sebagai sekretaris Panitia Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Tingkat I Kaltim pada tahun 1981 untuk mempersiapkan [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1982|pemilihan umum tahun 1982]].{{sfn|Lembaga Pemilihan Umum|1983|p=731}} |
|||
== Akhir kehidupan == |
|||
Soedjono meninggal dunia pada tanggal 31 Oktober 1994 di usia 66 tahun. Ia dimakamkan di Taman Pejuang 45 di Desa [[Balecatur, Gamping, Sleman|Balecatur]], [[Gamping, Sleman|Kapanewon Gamping]], [[Kabupaten Sleman|Kabupaten Sleman.]]<ref>{{Cite news|last=Rahayu|first=Permata S|date=25 Februari 2020|title=Makam Wali Kota Samarinda Pertama Ternyata Ada di Yogyakarta|url=https://korankaltim.com/berita-terkini/read/28917/makam-wali-kota-samarinda-pertama-ternyata-ada-di-yogyakarta|work=Korankaltim.com|access-date=24 Juni 2024}}</ref> Dia meninggalkan seorang istri bernama Soemiyati yang juga dimakamkan di sana dan beberapa orang anak, salah satunya adalah sang sulung yang bernama Setia Budi.<ref>{{Cite news|last=Rahayu|first=Permata S|date=25 Februari 2020|title=Tak Hanya di Samarinda, Kapten Soedjono AJ Juga Wali Kota ke 3 Yogyakarta|url=https://korankaltim.com/berita-terkini/read/28923/tak-hanya-di-samarinda-kapten-soedjono-aj-juga-wali-kota-ke-3-yogyakarta?amp=1|work=Korankaltim.com|access-date=22 Juni 2024}}</ref> |
|||
== Penghargaan == |
|||
Namanya diabadikan menjadi nama ruas jalan yang menjadi akses utama menuju [[Jembatan Achmad Amins]] (sebelumnya bernama Jembatan Mahkota II) yang terletak di Kelurahan [[Sungai Kapih, Sambutan, Samarinda|Sungai Kapih]], Kecamatan [[Sambutan, Samarinda|Sambutan]], Kota Samarinda.<ref>{{Cite news|title=Pemkot Laksanakan Gotong Royong Massal Sebagai Tahap Awal Normalisasi Anak Sungai Kapih|url=https://diskominfo.samarindakota.go.id/kabar-pemerintahan/pemkot-laksanakan-gotong-royong-massal-sebagai-tahap-awal-normalisasi-anak-sungai-kapih|work=Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda|access-date=24 Juni 2024}}</ref> |
|||
== Galeri == |
|||
<gallery> |
|||
Berkas:Makam Soedjono AJ.jpg|Makam Soedjono AJ di TMP 45, Balecatur, Kabupaten Sleman. |
|||
Berkas:Makam Soemiyati Soedjono AJ.jpg|Makam Soemiyati, istri Soedjono AJ, di TMP 45 Balecatur, Kabupaten Sleman. |
|||
</gallery> |
|||
⚫ | |||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
== Daftar Pustaka== |
|||
*{{Cite book|last=Lembaga Pemilihan Umum|date=1983|url=https://books.google.co.id/books?id=ROI_Ucnij3MC&pg=PA731&dq=%22soedjono+ay%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjJmbfyrfCGAxUe1jgGHbQ-DQEQ6AF6BAgEEAI#v=onepage&q=%22soedjono%20ay%22&f=false|title= Buku Lampiran II Pemilihan Umum 1982: Yang Berhubungan Dengan Organisasi Badan Penyelenggara/Pelaksana Pemilihan Umum Tahun 1982|location=Jakarta|publisher=Lembaga Pemilihan Umum|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Magenda|first=Burhan Djabier|date=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=f9T74ges6DIC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q=%22Pranoto%22&f=false|title=East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy|location=Singapura|publisher=Equinox Publishing|isbn=978-602-8397-21-6|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Pusat Data dan Analisa Tempo|date=2019|url=https://books.google.co.id/books?id=Ka7ZDwAAQBAJ&pg=PA33&dq=%22soedjono+aj%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwix9fbFuu-GAxUp4jgGHRcKC5gQ6AF6BAgNEAI#v=onepage&q=%22soedjono%20aj%22&f=false|title=Sejarah Perkembangan Kota Yogyakarta Era 1970-1980|location=Jakarta|publisher=Tempo Publishing|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Pusat Data dan Analisa Tempo|date=2020|url=https://books.google.co.id/books?id=-HVREAAAQBAJ&pg=PA30&dq=%22Soedjono+AJ%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiLzfXps--GAxUl2DgGHR_XDh4Q6AF6BAgDEAI#v=onepage&q=%22Soedjono%20AJ%22&f=false|title=Kawasan Malioboro, Ikon Wisata Yogyakarta dan Sejarah Panjang Penataanya|location=Jakarta|publisher=Tempo Publishing|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Sarip|first=Muhammad|date=2015|title=Samarinda Bahari, Sejarah 7 Zaman Daerah Samarinda|location=Samarinda|publisher=Komunitas Samarinda Bahari|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Soetoen|first=Anwar|date=1979|url=https://pustakaborneo.id/upload/pdf/buku_20191003060721.pdf|title=Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai|location=Jakarta|publisher= Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Zailani|first=Akhmad|date=2001|title=Wali Kota Samarinda, Dari Masa ke Masa|location=Samarinda|publisher=Metro|ref=harv|url-status=live}} |
|||
*{{Cite book|last=Zailani|first=Akhmad|date=2005|title=Wajah Parlemen Samarinda|location=Samarinda|publisher=Sultan Pustaka|ref=harv|url-status=live}} |
|||
{{kotak mulai}} |
{{kotak mulai}} |
||
{{s-off}} |
|||
{{kotak suksesi|jabatan=[[Wali |
{{kotak suksesi|jabatan=[[Wali Kota Samarinda]]|pendahulu=Jabatan baru|pengganti=[[Ngoedio]]|tahun=1960–1961}} |
||
{{kotak suksesi|jabatan=[[Wali Kota Yogyakarta]]|pendahulu=[[Soedarisman Poerwokoesoemo]]|pengganti=[[H. Ahmad]]|tahun=1966–1975}} |
|||
{{kotak selesai}} |
{{kotak selesai}} |
||
{{Wali kota Samarinda}} |
{{Wali kota Samarinda}} |
||
Baris 42: | Baris 93: | ||
[[Kategori:Tokoh Samarinda]] |
[[Kategori:Tokoh Samarinda]] |
||
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]] |
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]] |
||
[[Kategori:Kelahiran 1928]] |
|||
[[Kategori:Kematian 1994]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]] |
|||
{{Indo-bio-stub}} |
|||
[[Kategori:Tokoh dari Yogyakarta]] |
|||
[[Kategori:Wali Kota Yogyakarta]] |
|||
[[Kategori:Wali Kota Samarinda]] |
Revisi per 10 Juli 2024 09.13
Soedjono AJ | |
---|---|
Wali Kota Samarinda ke-1 | |
Masa jabatan 1960 – 1961 | |
Pendahulu Jabatan baru | |
Wali Kota Yogyakarta ke-3 | |
Masa jabatan 1966 – 1975 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Hindia Belanda | 15 September 1928
Meninggal | 31 Oktober 1994 Indonesia | (umur 66)
Partai politik | Golkar |
Suami/istri | Soemiyati |
Anak | Setia Budi |
Profesi | Tentara, Politikus |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Pangkat | Kolonel |
NRP | 11501 |
Sunting kotak info • L • B |
Kolonel TNI (Purn.) Soedjono Anton Joedhotedjoprawiro[1] (EYD: Sujono Anton Yudhotejoprawiro, 15 September 1928 – 31 Oktober 1994), biasa disingkat Soedjono A.J. atau A.Y., adalah wali kota Samarinda yang pertama dan ketiga di Yogyakarta. Soedjono awalnya bertugas di Kodam VII/Brawijaya, sebelum kemudian ditugaskan di Kodam IX/Mulawarman pada masa Pangdam Brigjen Soehario Padmodiwirio.[2]
Kehidupan dan karir awal
Tidak banyak yang dapat diketahui dari kehidupan awal Soedjono selain tanggal kelahirannya. Berdasarkan keterangan pada makamnya, dapat diketahui bahwa Soedjono menjadi kadet Militaire Academie (MA) Yogyakarta (kini menjadi Akademi Militer) saat Perang Kemerdekaan berlangsung. Seusai perang, dia bertugas di Kodam VII/Brawijaya, sebelum akhirnya dipindahkan ke Kodam IX/Mulawarman.[2]
Wali Kota Samarinda
Pada tanggal 20 Januari 1960, Daerah Istimewa Kutai dibubarkan dan wilayahnya dipecah menjadi tiga daerah tingkat II, yakni Kotapraja Balikpapan, Kotapraja Samarinda, dan Kabupaten Kutai.[3] Meskipun posisi Bupati Kutai dan Wali Kota Balikpapan diduduki oleh bangsawan Kutai, tetapi Soehario berhasil menekan Gubernur Pranoto agar menempatkan Soedjono sebagai Wali Kota Samarinda.[4] Akhirnya, pada hari yang sama, Pranoto menerima sumpah jabatan dari Soedjono, disusul dengan serah terima kewenangan dari Sultan Aji Muhammad Parikesit selaku Kepala Daerah Istimewa Kutai kepada dirinya selaku wali kota pada hari berikutnya. Meski demikian, Soedjono baru resmi dilantik pada tanggal 17 Februari 1960.[5]
Soedjono hanya menjabat sebagai wali kota selama 20 bulan. Pada bulan Agustus 1961, ia digantikan oleh Letkol Ngoedio, yang juga sesama perwira Kodam Brawijaya (dan nantinya Mulawarman), atas instruksi Soehario.[2][6] Meski demikian, dia sempat membuat sebuah surat keputusan mengenai lambang Kota Samarinda dengan semboyan "Tata Nirbaya Ananta Boga" yang berarti "tertib dan teratur, tiada bahaya, dan tiada kekurangan sandang dan pangan".[7]
Wali Kota Yogyakarta
Soedjono diangkat menjadi Wali Kota Yogyakarta pada bulan Januari 1966, menggantikan Soedarisman Poerwokoesoemo. Selain menjadi wali kota, dia juga merangkap sebagai ketua Fraksi Golongan Karya di DPRD DIY setidaknya per bulan Oktober 1966.[8] Salah satu langkah pertama yang dilakukannya sebagai wali kota adalah memperingatkan pengurus Kelenteng Fuk Ling Miau untuk memperbaiki kondisi kelenteng yang terpuruk, sebab kelenteng akan diambilalih oleh pemerintah daerah jika dibiarkan tidak terurus. Peristiwa tersebut mengilhami pembentukan sebuah yayasan untuk mengelolanya.[9]
Selama menjabat sebagai wali kota, Soedjono sukses membuat Kota Yogyakarta menjadi lebih ramai. Berbagai langkah dilakukan untuk memajukan infrastruktur kota, seperti pelebaran dan pembangunan jalan, serta perbaikan prasarana air dan listrik.[10] Dia juga memulai pembangunan gedung balai kota baru di kawasan Timoho, Umbulharjo, untuk menggantikan balai kota lama yang bertempat di Ndalem Poenakawan atau Ndalem Ngabean. Pembangunan gedung tersebut dimulai pada tahun 1972.[11]
Walau demikian, dirinya tidak lepas dari kontroversi. Salah satu kebijakannya yang kontroversial ialah pemugaran Jalan Malioboro yang dimulai pada tahun 1973. Rencana pemugaran tersebut melibatkan arsitek dari Fakultas Teknik UGM dan beberapa instansi lain seperti Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) DIY. Rencana pemugaran tersebut meliputi berbagai hal, seperti penataan ulang ruas jalan sehingga memberi ruang lebih bagi pedagang kaki lima, pembuatan jalur pemisah yang ditanami pohon palm, dan pembangunan air mancur pada ujung selatan jalan.[12][13]
Namun, setelah dipugar, kondisi lalu lintas di Malioboro malah memburuk. Jalur lambat yang berada di sisi timur, kini diperuntukkan untuk parkir saja. Alhasil, semua kendaraan lambat seperti andong, becak, dan sepeda, hanya mampu menggunakan jalur lambat di sisi barat, di mana mereka harus berebut ruang dengan para tukang becak yang mangkal di sana. Kondisi jalur cepat juga menjadi terlalu padat karena sudah dipangkas untuk lahan parkir. Pelaksanaan pemugaran dinilai terburu-buru karena ingin mengejar penyambutan Konferensi PATA (Pacific Area Travel Association) yang akan diselenggarakan pada tahun 1974.[14][15]
Kontroversi lainnya berkaitan dengan perannya sebagai pemrakarsa penyelenggaraan Loda (Lotto Daerah), semacam lotre yang berstatus legal, di Kota Yogyakarta. Loda kemudian dinyatakan terlarang sejak tanggal 5 Januari 1972 akibat banyaknya tindak kriminal yang terjadi karenanya. Pelarangan tersebut diinstruksikan oleh Wakil Gubernur DIY saat itu, Paku Alam VIII. Soedjono tunduk, tetapi mengusulkan kontrol yang ketat terhadap pelaksanaan Loda "seperti di Monako". Akibatnya, dia mendapat kritik dari Pelajar Islam indonesia (PII). Delegasi PII mengirimnya sejumlah "hadiah", seperti sebuah kaca mata plastik, sebuah obat telinga, sebuah obat sakit kepala, dan sebotol jamu kuat.[16] Pada masa jabatannya pula, anggota-anggota Buppenda (Badan Usaha Pembiayaan Pembangunan Daerah) Kota Yogyakarta diduga melakukan korupsi uang hasil lotre dalam skala besar.[17]
Soedjono juga terlibat konflik dengan pihak kraton karena telah menjual tanah-tanah sultan kepada warga kota secara sepihak, khususnya di kawasan sekitar benteng keraton atau yang biasa disebut "tanah jagang". Hal ini ditentang keras oleh pihak kraton, sehingga mereka melayangkan surat protes kepadanya. Soedjono kemudian mengundang Pengageng Wahono Sarto Kroto Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk mendiskusikan masalah ini, tetapi undangan tersebut ditolak mentah-mentah.[18][19] Dia digantikan oleh H. Ahmad sebagai wali kota pada bulan November 1975.
Pasca wali kota
Setelah berhenti menjabat sebagai wali kota, Soedjono kembali bertugas di Kalimantan Timur dan menjabat sebagai Kepala Direktorat Sosial Politik (Kadit Sospol) Tingkat I Kalimantan Timur. Dia juga ditunjuk sebagai sekretaris Panitia Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Tingkat I Kaltim pada tahun 1981 untuk mempersiapkan pemilihan umum tahun 1982.[20]
Akhir kehidupan
Soedjono meninggal dunia pada tanggal 31 Oktober 1994 di usia 66 tahun. Ia dimakamkan di Taman Pejuang 45 di Desa Balecatur, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman.[21] Dia meninggalkan seorang istri bernama Soemiyati yang juga dimakamkan di sana dan beberapa orang anak, salah satunya adalah sang sulung yang bernama Setia Budi.[22]
Penghargaan
Namanya diabadikan menjadi nama ruas jalan yang menjadi akses utama menuju Jembatan Achmad Amins (sebelumnya bernama Jembatan Mahkota II) yang terletak di Kelurahan Sungai Kapih, Kecamatan Sambutan, Kota Samarinda.[23]
Galeri
-
Makam Soedjono AJ di TMP 45, Balecatur, Kabupaten Sleman.
-
Makam Soemiyati, istri Soedjono AJ, di TMP 45 Balecatur, Kabupaten Sleman.
Referensi
- ^ Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY (21 Maret 2022). "Surat pernyataan Soedjono Anton Yoedho Tedjo Prawiro tentang pengesahan tanah dan rumah yang terletak di Jl. Kenari No. 44 Semaki Kecil kepada Pemda DIY". Diakses tanggal 29 Desember 2023.
- ^ a b c Magenda 2010, hlm. 95.
- ^ Soetoen 1979, hlm. 259.
- ^ Magenda 2010, hlm. 84.
- ^ Sarip 2015, hlm. 86.
- ^ Zailani 2001, hlm. 148.
- ^ Zailani 2005, hlm. 374.
- ^ Janti, Nur (2017). "Eksistensi Perempuan di DPRD DIY 1956-1982". Mozaik. 2 (4): 512–533.
- ^ Tempo (1977). "Seksi Buddhis Klenteng Gondomanan". Tempo. 6: 11.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, hlm. 37.
- ^ "Napak Tilas Balai Kota Mengenang Peran Besar dalam Pembangunan". Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta. 6 Juni 2024. Diakses tanggal 23 Juni 2024.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 20.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 30.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 21.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 30-31.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, hlm. 30-31.
- ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, hlm. 38-39.
- ^ Warta Kampung. "Melihat Kraton (Njêron Béténg) Dari Pinggiran" (PDF). Warta Kampung (5): 3–11.
- ^ Ekspres (1970). "Pangeran jang Keheranan". Ekspres. 1 (26-50): 15.
- ^ Lembaga Pemilihan Umum 1983, hlm. 731.
- ^ Rahayu, Permata S (25 Februari 2020). "Makam Wali Kota Samarinda Pertama Ternyata Ada di Yogyakarta". Korankaltim.com. Diakses tanggal 24 Juni 2024.
- ^ Rahayu, Permata S (25 Februari 2020). "Tak Hanya di Samarinda, Kapten Soedjono AJ Juga Wali Kota ke 3 Yogyakarta". Korankaltim.com. Diakses tanggal 22 Juni 2024.
- ^ "Pemkot Laksanakan Gotong Royong Massal Sebagai Tahap Awal Normalisasi Anak Sungai Kapih". Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda. Diakses tanggal 24 Juni 2024.
Daftar Pustaka
- Lembaga Pemilihan Umum (1983). Buku Lampiran II Pemilihan Umum 1982: Yang Berhubungan Dengan Organisasi Badan Penyelenggara/Pelaksana Pemilihan Umum Tahun 1982. Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum.
- Magenda, Burhan Djabier (2010). East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy. Singapura: Equinox Publishing. ISBN 978-602-8397-21-6.
- Pusat Data dan Analisa Tempo (2019). Sejarah Perkembangan Kota Yogyakarta Era 1970-1980. Jakarta: Tempo Publishing.
- Pusat Data dan Analisa Tempo (2020). Kawasan Malioboro, Ikon Wisata Yogyakarta dan Sejarah Panjang Penataanya. Jakarta: Tempo Publishing.
- Sarip, Muhammad (2015). Samarinda Bahari, Sejarah 7 Zaman Daerah Samarinda. Samarinda: Komunitas Samarinda Bahari.
- Soetoen, Anwar (1979). Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai (PDF). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Zailani, Akhmad (2001). Wali Kota Samarinda, Dari Masa ke Masa. Samarinda: Metro.
- Zailani, Akhmad (2005). Wajah Parlemen Samarinda. Samarinda: Sultan Pustaka.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Jabatan baru |
Wali Kota Samarinda 1960–1961 |
Diteruskan oleh: Ngoedio |
Didahului oleh: Soedarisman Poerwokoesoemo |
Wali Kota Yogyakarta 1966–1975 |
Diteruskan oleh: H. Ahmad |