Larike, Leihitu Barat, Maluku Tengah: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(32 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{ |
{{negeri |
||
|peta = |
|peta = |
||
|foto =[[Berkas:Negeri Larike.jpg|jmpl|Batu Layar, salah satu ikon wisata di negeri Larike.]] |
|||
|nama =Larike |
|nama =Larike |
||
|provinsi =Maluku |
|provinsi =Maluku |
||
Baris 6: | Baris 7: | ||
|nama dati2 =Maluku Tengah |
|nama dati2 =Maluku Tengah |
||
|kecamatan =Leihitu Barat |
|kecamatan =Leihitu Barat |
||
|luas = |
|luas =... km² |
||
|penduduk = |
|penduduk =... jiwa |
||
|kepadatan = |
|kepadatan =... jiwa/km² |
||
}} |
}} |
||
'''Larike''' adalah [[ |
'''Larike''' adalah sebuah [[negeri (Maluku Tengah)|negeri]] yang terletak di [[kecamatan]] [[Leihitu Barat, Maluku Tengah|Leihitu Barat]], Kabupaten [[Maluku Tengah]], Provinsi [[Maluku]], [[Indonesia]]. |
||
== Sejarah == |
|||
[[Cengkih]] sebagai salah satu komoditas yang diandalkan petani Larike hingga kini tercatat sudah dibudidayakan di daerah itu sejak tahun 1670. Pada tahun tersebut, tercatat bahwa selain Larike, cengkih juga diproduksi di Hitu, [[Pulau Haruku|Haruku]], [[Pulau Saparua|Saparua]], dan [[Pulau Nusalaut|Nusalaut]].{{sfn|Gerrit Knaap|2004|pp=297}} Belanda menjadikan Larike sebagai salah satu pusat perdagangan cengkih dan membangun benteng dan pos dagang serta menempatkan wakilnya di sana. Benteng tersebut diberi nama Rotterdam. Belanda membagi wilayah [[Pulau Ambon]] bagian utara menjadi dua ''supra-region'', yakni Hitu yang membawahi semua negeri di pesisir utara, mulai dari [[Liang, Salahutu, Maluku Tengah|Liang]] hingga [[Negeri Lima, Leihitu, Maluku Tengah|Negeri Lima]]; dan Larike yang membawahi [[Asilulu, Leihitu, Maluku Tengah|Asilulu]], [[Ureng, Leihitu, Maluku Tengah|Ureng]], Larike sendiri, dan [[Wakasihu, Leihitu Barat, Maluku Tengah|Wakasihu]].{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} |
|||
Dalam publikasi berjudul ''De Generale Lantbeschrijvinge'' oleh W. Buijze, disebutkan bahwa sebelum tahun 1657, Maxmilian de Jong adalah pejabat atau wakil yang Belanda tempatkan di Larike.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} Pada tahun 1657, Georg Everhard Rumphius, seorang naturalis yang masyhur ditempatkan di sana sebagai pejabat baru. Rumphius menulis banyak publikasi mengenai flora di Ambon. Ia juga mendokumentasikan kejadian tsunami pada 17 Februari 1674. yang meluluhlantakkan Ambon. Rumphius kemudian digantikan oleh putranya, Paulus Augustus Rumphius, yang menjadi pejabat di Larike pada 1693 hingga 1697.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} |
|||
Kedudukan Hitu dan Larike sebagai ''supra-region'' dalam struktur administrasi kolonial di Pulau Ambon bagian utara mulai tergeser pada abad ke-19, menyusul disatukannya administrasi daerah tersebut ke dalam satu entitas saja yang berkedudukan di [[Hila, Leihitu, Maluku Tengah|Hila]] dan dipimpin oleh seorang asisten residen.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=71}} |
|||
== Geografi == |
|||
Larike merupakan negeri pesisir yang dikelilingi oleh perbukitan yang tertutup hutan tropis dan perkebunan cengkih. |
|||
== Ekonomi == |
|||
Negeri Larike terkenal sebagai sentra produksi [[kopra]]. Hasil perkebunan utama di negeri ini adalah [[kelapa]] dan [[cengkih]]. |
|||
=== Pariwisata === |
|||
Salah satu atraksi wisata di negeri ini adalah Batu Layar dan belut raksasa yang biasa disebut ''morea''.<ref>{{cite web|title=Pesona Pulau Tiga |url=https://pattimura-airport.co.id/id/panduan-wisata/index/pesona-pulau-tiga |date=10 Juli 2016 |access-date=21 November 2021 |web=Bandar Udara Internasional Pattimura}}</ref> |
|||
== Hubungan sosial == |
|||
Larike ber-''[[pela]]'' dengan [[Allang, Leihitu Barat, Maluku Tengah|Allang]], negeri tetangga mereka yang beragama [[Kristen Protestan]] dan hanya terpaut 10 menit perjalanan menggunakan mobil. Selain itu, Larike juga tercatat memiliki ikatan ''pela'' dengan [[Piru, Seram Barat, Seram Bagian Barat|Piru]] di Pulau Seram.{{sfn|H. Luhukay, dkk.|1997|pp=165}} Negeri ini terikat hubungan ''gandong'' dengan [[Naku, Leitimur Selatan, Ambon|Naku]] di Jazirah Leitimur.<ref>{{cite news |author=<!--not stated--> |date=2 Juli 2022 |title=Makan Durian Sambil Beramal & Nikmati Harmonisasi di Negeri Naku |url=https://mimbarrakyatnews.com/makan-durian-sambil-beramal-nikmati-harmonisasi-di-negeri-naku/ |work=Mimbar Rakyat News |location= |access-date=30 Mei 2024}}</ref> |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
|||
== Daftar pustaka == |
|||
* {{cite book |
|||
|author= Gerrit Knaap |
|||
|date= 2004 |
|||
|title= Kruidnagelen en Christenen de VOC en de bevolking van Ambon 1656-1696 |
|||
|url= |
|||
|location= [[Leiden]] |
|||
|publisher= Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) |
|||
|page= 297 |
|||
|ISBN= 978-90-67-18213-3 |
|||
|ref= harv}} |
|||
{{Leihitu Barat, Maluku Tengah}} |
{{Leihitu Barat, Maluku Tengah}} |
||
{{Authority control}} |
|||
{{ |
{{Negeri-stub}} |
Revisi terkini sejak 13 Juli 2024 20.02
Larike | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Maluku |
Kabupaten | Maluku Tengah |
Kecamatan | Leihitu Barat |
Luas | ... km² |
Jumlah penduduk | ... jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Larike adalah sebuah negeri yang terletak di kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Cengkih sebagai salah satu komoditas yang diandalkan petani Larike hingga kini tercatat sudah dibudidayakan di daerah itu sejak tahun 1670. Pada tahun tersebut, tercatat bahwa selain Larike, cengkih juga diproduksi di Hitu, Haruku, Saparua, dan Nusalaut.[1] Belanda menjadikan Larike sebagai salah satu pusat perdagangan cengkih dan membangun benteng dan pos dagang serta menempatkan wakilnya di sana. Benteng tersebut diberi nama Rotterdam. Belanda membagi wilayah Pulau Ambon bagian utara menjadi dua supra-region, yakni Hitu yang membawahi semua negeri di pesisir utara, mulai dari Liang hingga Negeri Lima; dan Larike yang membawahi Asilulu, Ureng, Larike sendiri, dan Wakasihu.[2]
Dalam publikasi berjudul De Generale Lantbeschrijvinge oleh W. Buijze, disebutkan bahwa sebelum tahun 1657, Maxmilian de Jong adalah pejabat atau wakil yang Belanda tempatkan di Larike.[2] Pada tahun 1657, Georg Everhard Rumphius, seorang naturalis yang masyhur ditempatkan di sana sebagai pejabat baru. Rumphius menulis banyak publikasi mengenai flora di Ambon. Ia juga mendokumentasikan kejadian tsunami pada 17 Februari 1674. yang meluluhlantakkan Ambon. Rumphius kemudian digantikan oleh putranya, Paulus Augustus Rumphius, yang menjadi pejabat di Larike pada 1693 hingga 1697.[2]
Kedudukan Hitu dan Larike sebagai supra-region dalam struktur administrasi kolonial di Pulau Ambon bagian utara mulai tergeser pada abad ke-19, menyusul disatukannya administrasi daerah tersebut ke dalam satu entitas saja yang berkedudukan di Hila dan dipimpin oleh seorang asisten residen.[3]
Geografi
[sunting | sunting sumber]Larike merupakan negeri pesisir yang dikelilingi oleh perbukitan yang tertutup hutan tropis dan perkebunan cengkih.
Ekonomi
[sunting | sunting sumber]Negeri Larike terkenal sebagai sentra produksi kopra. Hasil perkebunan utama di negeri ini adalah kelapa dan cengkih.
Pariwisata
[sunting | sunting sumber]Salah satu atraksi wisata di negeri ini adalah Batu Layar dan belut raksasa yang biasa disebut morea.[4]
Hubungan sosial
[sunting | sunting sumber]Larike ber-pela dengan Allang, negeri tetangga mereka yang beragama Kristen Protestan dan hanya terpaut 10 menit perjalanan menggunakan mobil. Selain itu, Larike juga tercatat memiliki ikatan pela dengan Piru di Pulau Seram.[5] Negeri ini terikat hubungan gandong dengan Naku di Jazirah Leitimur.[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Gerrit Knaap 2004, hlm. 297.
- ^ a b c Syahruddin Mansyur 2012, hlm. 70.
- ^ Syahruddin Mansyur 2012, hlm. 71.
- ^ "Pesona Pulau Tiga". 10 Juli 2016. Diakses tanggal 21 November 2021.
- ^ H. Luhukay, dkk. 1997, hlm. 165.
- ^ "Makan Durian Sambil Beramal & Nikmati Harmonisasi di Negeri Naku". Mimbar Rakyat News. 2 Juli 2022. Diakses tanggal 30 Mei 2024.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Gerrit Knaap (2004). Kruidnagelen en Christenen de VOC en de bevolking van Ambon 1656-1696. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV). hlm. 297. ISBN 978-90-67-18213-3.