Lompat ke isi

Lapau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(45 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Ilustrasi_ota_lapau.gif|jmpl|300x300px|Ilustrasi diskusi atau ''ota'' lapau]]
[[Berkas:KITLV_-_37409_-_Demmeni,_J._-_Tulp,_De_-_Haarlem_-_Food_stall_at_the_bazaar_at_Payakumbuh,_Sumatra_-_1911.tif|jmpl|300x300px|Lapau pada tahun 1911 di [[Payakumbuh]]]]
'''Lapau''' (bahasa Indonesia: '''''lepau''''') adalah istilah Minangkabau untuk [[warung]] makanan ringan dan minuman yang dilengkapi meja dan kursi panjang. Pada masa lalu, lapau hanya berupa bangunan semipermanen tidak berdinding, tetapi kini sudah banyak dibuat permanen atau menyatu pada rumah pemiliknya.<ref>https://lppmpp.isi-padangpanjang.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/2013-OTA-LAPAU-SEBAGAI-SALAH-SATU-ALTERNATIF-PENCIPTAAN-TEATER-KONTEMPORER-MINANGKABAU.compressed.pdf</ref>
'''Lapau''' (bahasa Indonesia: '''lepau''') adalah [[Bahasa Minangkabau|istilah Minangkabau]] untuk [[warung]] minuman yang dilengkapi meja dan kursi panjang. Pada masa lalu, lapau hanya berupa bangunan semipermanen tidak berdinding, tetapi kini sudah banyak lapau dibuat permanen atau menyatu dengan rumah pemiliknya.<ref name=":2">https://lppmpp.isi-padangpanjang.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/2013-OTA-LAPAU-SEBAGAI-SALAH-SATU-ALTERNATIF-PENCIPTAAN-TEATER-KONTEMPORER-MINANGKABAU.compressed.pdf</ref><ref name=":1">[[Gusti Asnan]]. https://www.academia.edu/16958935/SEJARAH_LAPAU_DI_MINANGKABAU</ref>


Sebelum adanya teknologi informasi seperti radio dan televisi, lapau merupakan wadah masyarakat Minangkabau bertukar informasi. Selain itu, lapau menjadi tempat orang-orang, khususnya laki-laki, untuk berkumpul sekadar mengobrol, bersenda gurau, hingga beradu argumen.<ref name=":0">{{Cite book|last=Abdullah, Taufik|url=https://www.worldcat.org/oclc/1090622661|title=Sekolah & Politik : pergerakan kaum muda di Sumatra Barat, 1927-1933|location=Yogyakarta|isbn=9786026268099|oclc=1090622661}}</ref>
Sebelum adanya teknologi informasi seperti radio dan televisi, lapau merupakan wadah utama [[Minangkabau|masyarakat Minangkabau]] bertukar informasi. Selain itu, lapau menjadi tempat orang-orang, khususnya laki-laki, berkumpul sekadar mengobrol, bersenda gurau, hingga beradu argumen.<ref name=":0">{{Cite book|last=[[Taufik Abdullah]]|url=https://www.google.co.id/books/edition/Schools_and_Politics/Hkl-py_iRvMC?hl=id&gbpv=1&dq=%22lapau%22&pg=PR19&printsec=frontcover|title=Sekolah & Politik : pergerakan kaum muda di Sumatera Barat, 1927-1933|location=Yogyakarta|isbn=9786026268099|oclc=1090622661|url-status=live}}</ref>


== Tampilan dan menu ==
== Tampilan dan menu ==
Istilah lapau identik dengan warung kopi, yang hanya dikelola secara sederhana. Ciri khas lapau yakni memiliki meja berukuran panjang dan bangku panjang mengikuti ukuran meja. Pada masa lalu, lapau hanya dibuat semipermanen terbut dari kayu dan papan, tidak memiliki dinding, dan beratap rumbia. Di perkotaan, lapau umumnya sudah merupakan bangunan permanen atau menyatu pada rumah pemiliknya.
Istilah lapau identik dengan [[warung kopi]]. Menu utama di lapau umumnya minuman seperti kopi, teh manis, [[Teh talua|teh telur]], dan minuman instan dalam kemasan. Sebagai menu pendukung, disediakan makanan ringan seperti roti, [[gorengan]], [[keripik]], dan penganan tradisional lainnya.<ref name=":1" /> Sebagian lapau menyediakan sarapan pagi seperti [[lontong gulai]] dan bubur kacang padi.


Ciri khas lapau yakni memiliki meja berukuran panjang dan bangku dengan panjang yang sama.<ref name=":1" /> Pada masa lalu, lapau hanya dibuat semipermanen terbuat dari kayu dan papan, tidak memiliki dinding, dan beratap rumbia. Di perkotaan, lapau umumnya sudah merupakan bangunan permanen atau menyatu dengan rumah pemiliknya.
Menu utama di lapau umumnya minuman seperti kopi, teh manis, [[Teh talua|teh telur]], dan minuman instan dalam kemasan. Sebagai menu pendukung, disediakan makanan ringan seperti roti, gorengan, kerupuk, dan jajanan tradisional lainnya. Sebagian lapau menyediakan sarapan pagi seperti lontong sayur.


Lapau buka dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang hingga larut malam. Lapau ramai dikunjungi pada waktu pagi sebelum masyarakat bekerja, siang setelah istirahat bekerja, dan malam selepas Magrib. Lapau yang buka hingga larut malam biasanya menyediakan permainan domino dan koa.
Lapau buka dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang hingga larut malam. Lapau ramai dikunjungi pada waktu pagi sebelum masyarakat bekerja, siang setelah istirahat bekerja, dan malam selepas Magrib. Lapau yang buka hingga larut malam biasanya menyediakan permainan [[domino]] dan [[Ceki|koa]].


== Sejarah ==
== Sejarah ==
[[Berkas:KITLV_-_37409_-_Demmeni,_J._-_Tulp,_De_-_Haarlem_-_Food_stall_at_the_bazaar_at_Payakumbuh,_Sumatra_-_1911.tif|jmpl|300x300px|Lapau pada tahun 1911 di [[Payakumbuh]]]]
Tidak diketahui pasti kapan sejarah lapau bermula. Sejarawan [[Gusti Asnan]] memperkirakan lapau muncul pada akhir abad ke-18 seiring dengan perkembangan pasar. Lapau didirikan di tepi jalan yang kerap dilalui oleh para pedagang dan musafir, seperti di puncak sebuah pendakian atau pesimpangan jalan. Pemilik lapau biasanya punya pergaluan yang luas dan tidak jarang dari mereka adalah [[pendekar]].
Tidak diketahui pasti kapan sejarah lapau bermula. Sejarawan [[Gusti Asnan]] memperkirakan lapau muncul pada akhir abad ke-18 seiring maraknya aktivitas niaga di daerah tersebut. Lapau didirikan di tepi jalan yang kerap dilalui oleh para pedagang dan musafir, seperti di puncak sebuah pendakian atau pesimpangan jalan. Pemilik lapau biasanya punya pergaulan yang luas dan tidak jarang dari mereka adalah [[pendekar]].<ref name=":1" />


Lapau awalnya dimanfaatkan sebagai tempat melepas penat sekaligus berdiskusi. Pengunjung lapau saling berbagi informasi, mulai dari barang dagangan mereka, fluktuasi harga, kondisi pasar, hingga keadaan sosial dan politik di daerah-daerah yang mereka lalui.
Lapau awalnya dimanfaatkan sebagai tempat singgah melepas penat sekaligus berdiskusi. Pengunjung lapau saling berbagi informasi, mulai dari barang dagangan mereka, fluktuasi harga, kondisi pasar, hingga keadaan sosial dan politik di daerah-daerah yang mereka lalui.<ref name=":1" /> Seiring waktu, lapau menjelma menjadi pusat [[interaksi sosial]] warga sekitar.


Diskusi di lapau dimulai dari persoalan sehari-hari yang berkaitan dengan kehidupan pribadi dan keluarga. Setelah itu, diskusi merembet ke berbagai persoalan seperti politik, hukum, dan ekonomi. Satu topik bisa beralih pada topik yang lain tanpa ada penyelesaian sehingga setiap topik yang dibahas tidak menemukan titik konklusi yang jelas. Pola diskusi di lapau ini sering disebut dengan ''ota lapau''.<ref name=":1" />
Seiring waktu, duduk di lapau menjadi budaya yang identik dengan laki-laki di Minangkabau. Hal ini dilatarbelakangi sistem kekerabatan matrilineal. Laki-laki yang sudah menikah tidak bisa bebas di rumah istrinya, sementara laki-laki yang belum menikah tidur di [[surau]] atau [[merantau]]. Oleh sebab itu, lapau menjadi tempat laki-laki bekumpul atau menghabiskan waktu. Di lapau, mereka mengobrol, bersenda gurau, hingga beradu argumen.


Duduk di lapau pernah menjadi budaya yang identik dengan laki-laki di Minangkabau. Hal ini dilatarbelakangi sistem kekerabatan [[Matrilineal Minangkabau|matrilineal]]. Laki-laki yang sudah menikah tidak bisa bebas di rumah istrinya, sementara laki-laki yang belum menikah tidur di [[surau]] atau [[merantau]]. Lapau akhirnya menjadi tempat laki-laki berkumpul apabila tidak bekerja atau menghabiskan waktu. Di lapau, mereka mengobrol, bersenda gurau, hingga beradu argumen.
Diskusi di lapau dimulai dari persoalan sehari-hari yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. Setelah itu, diskusi merembet ke berbagai persoalan seperti politik, hukum, dan ekonomi. Satu topik bisa beralih pada topik yang lain tanpa ada penyelesaian sehingga setiap topik yang dibahas tidak menemukan titik konklusi yang jelas. Pola diskusi di lapau ini sering disebut dengan ''ota lapau''.


== Signifikansi ==
== Signifikansi ==
{{Quote box|align=right|width=27%|quote=Jika tidak di halaman surau, saya tentu bermain-main di depan lepau kopi. Sekali saya lihat seorang membaca sehelai kertas lebar, yang lain-lainnya duduk di sekeliling meja mendengarkan dengan minatnya, sambil sekali-kali meneguk kopi, atau menggigit pisang goreng.|author=[[Muhammad Radjab]]|source=''Semasa Kecil di Kampung''<ref>{{Cite book|last=Muhamad Radjab|first=|date=2021-05-17|url=https://books.google.com/books?id=w0ovEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA10&dq=%22*+Jika+tidak+di+halaman+surau,+saya+tentu+bermain-main%22&hl=id|title=Semasa Kecil di Kampung|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-602-481-295-9|language=ms}}</ref>}}Lapau berperan sebagai wadah pertukaran informasi bagi masyarakat Minangkabau. Pada masa lampau, masyarakat yang tidak bisa membaca berkumpul di lapau untuk mendengarkan [[Koran|surat kabar]] dibacakan.<ref>{{Cite book|last=Sastri Sunarti|first=|date=2014-02-11|url=https://books.google.com/books?id=5DFIDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA71&dq=lepau+%22informasi%22&hl=id|title=Kajian Lintas Media|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-979-9106-55-1|language=id|url-status=live}}</ref> Kehadiran surat kabar yang mengandung beragam berita yang aktual akan menjadi bahan diskusi yang hangat dan ingin diketahui oleh pengunjung lapau.<ref>{{Cite book|last=Sunarti|first=Sastri|date=2014-02-11|url=https://books.google.com/books?id=5DFIDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA100&dq=tradisi+membaca+surat+kabar+Minangkabau&hl=id|title=Kajian Lintas Media|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-979-9106-55-1|language=id}}</ref>
Sebagai tempat diskusi, lapau menjadi arena demokratis yang mempertemukan orang-orang dari berbagai latar belakang, status sosial, dan sudut pandang. Lapau juga menjadi tempat seseorang mengasah keterampilan berdialog, berdebat, hingga berdiplomasi. Diskusi di lapau dapat mengarah ke [[Sarkasme|sindir-menyindir]] hingga olok-olok.<ref name=":0">{{Cite book|last=Abdullah, Taufik|url=https://www.worldcat.org/oclc/1090622661|title=Sekolah & Politik : pergerakan kaum muda di Sumatra Barat, 1927-1933|location=Yogyakarta|isbn=9786026268099|oclc=1090622661}}</ref><ref>{{Cite web|date=2021-06-14|title=Berpikirlah Seperti Orang Minang|url=https://www.hantaran.co/berpikirlah-seperti-orang-minang/|website=hantaran|language=id-ID|access-date=2021-11-06}}</ref>


Sebagai tempat diskusi, lapau menjadi arena demokratis yang mempertemukan orang-orang dari berbagai latar belakang, status sosial, dan sudut pandang.<ref name="Direktorat Jenderal Kebudayaan">{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=sXCCCgAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA52&dq=%22lapau%22&hl=id|title=Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|language=id}}</ref> Lapau juga menjadi tempat seseorang mengasah keterampilan berdialog, berdebat, hingga berdiplomasi.<ref>Agustina dan Yasnur Asri. http://repository.unp.ac.id/16441/1/D-5.%205%20%20LOCAL%20WISDOM....pdf</ref> Diskusi di lapau dapat mengarah ke [[Sarkasme|sindir-menyindir]] hingga olok-olok.<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|date=2021-06-14|title=Berpikirlah Seperti Orang Minang|url=https://www.hantaran.co/berpikirlah-seperti-orang-minang/|website=hantaran|language=id-ID|author=[[Muhaimin Iskandar]]|access-date=2021-11-06}}</ref>
Kehebatan dan pencapain seseorang di rantau tak luput dari pembahasan di lapau, begitu pula dengan persoalan di tanah rantau. Hal ini berguna bagi mereka yang hendak merantau untuk mendapat gambaran tentang rantau yang ingin mereka tuju. Sebaliknya, ketika para perantau Minang pulang ke kampung, biasanya mereka menyempatkan diri untuk pergi ke lapau mendengar informasi tentang perkembangan kampung halaman.


Kehebatan dan pencapaian seseorang di rantau tak luput dari pembahasan di lapau, begitu pula dengan persoalan di tanah rantau. Dengan demikian, mereka yang hendak merantau bisa mendapat gambaran tentang rantau yang ingin mereka tuju. Sebaliknya, ketika [[perantau Minang]] pulang kampung, biasanya mereka menyempatkan diri untuk pergi ke lapau mendengar informasi tentang perkembangan kampung halaman.
Budayawan [[A.A. Navis]] menyebut lapau sebagai ''balai rendah'', berbeda dengan [[Balairung|balai adat]] tempat [[Ninik Mamak|ninik-mamak]] dan pemuka masyarakat bermusyawarah. Namun, [[Hamka|Buya Hamka]] dalam bukunya ''Islam dan adat Minangkabau'' mengkritik orang-orang yang menghabiskan waktunya dengan duduk di lapau.<ref>{{Cite book|last=Hamka|date=1984|url=https://books.google.co.id/books?id=ZSsaAQAAMAAJ&q=%22sekarang+sudah+habis+masanya+duduk+%22&dq=%22sekarang+sudah+habis+masanya+duduk+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiwr86MyJrqAhXUXSsKHVBnCn8Q6AEwAHoECAAQAg|title=Islam dan adat Minangkabau|publisher=Pustaka Panjimas|language=ms}}</ref>


Budayawan [[A.A. Navis]] menyebut lapau sebagai ''balai rendah'', berbeda dengan [[Balairung|balai adat]] tempat [[Ninik Mamak|ninik-mamak]] dan pemuka masyarakat bermusyawarah.<ref>{{Cite book|last=[[A.A. Navis]]|first=|date=1984|url=https://books.google.com/books?id=x6AiAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=a.a.+navis+%22lapau%22&q=a.a.+navis+%22lapau%22&hl=id|title=Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau|publisher=Grafiti Pers|language=id|url-status=live}}</ref> Namun, [[Hamka|Buya Hamka]] dalam bukunya ''Islam dan Adat Minangkabau'' mengkritik orang-orang yang menghabiskan waktunya dengan duduk di lapau.<ref>{{Cite book|last=[[Hamka]]|date=1984|url=https://books.google.co.id/books?id=ZSsaAQAAMAAJ&q=%22sekarang+sudah+habis+masanya+duduk+%22&dq=%22sekarang+sudah+habis+masanya+duduk+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiwr86MyJrqAhXUXSsKHVBnCn8Q6AEwAHoECAAQAg|title=Islam dan adat Minangkabau|publisher=Pustaka Panjimas|language=ms}}</ref>
Banyak ''[[kaba]]'' atau cerita fiksi yang dibuat oleh penulis Minangkabau dan karya sejarah berkenaan dengan Minangkabau yang memberikan gambaran menganai lapau.

Banyak ''[[kaba]]'' atau cerita fiksi yang dibuat oleh penulis Minangkabau dan karya sejarah berkenaan dengan Minangkabau yang memberikan gambaran mengenai lapau.<ref name=":1" />


== Lapau saat ini ==
== Lapau saat ini ==
[[Kamus Besar Bahasa Indonesia]] menulis lapau sebagai ''lepau'' dan bersinonim dengan ''warung''.<ref>{{Cite web|title=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan {{!}} Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai bahasa Asing|url=http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/551#:~:text=Kata%20kedai%20dan%20kata%20warung,lain%20yang%20dipilih%20secara%20manasuka.|website=badanbahasa.kemdikbud.go.id|access-date=2020-06-24}}</ref> Di Sumatra Barat, kadua istilah ini sama-sama digunakan, walaupun tidak begitu jelas perbedaan keduanya. Namun begitu, sebagian orang tetap mempertahankan istilah lapau karena kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.
[[Kamus Besar Bahasa Indonesia]] menulis lapau sebagai ''lepau'' dan bersinonim dengan ''warung''.<ref>{{Cite web|title=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan {{!}} Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai bahasa Asing|url=http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/551#:~:text=Kata%20kedai%20dan%20kata%20warung,lain%20yang%20dipilih%20secara%20manasuka.|website=badanbahasa.kemdikbud.go.id|access-date=2020-06-24}}</ref> Di [[Sumatera Barat]], kedua istilah ini berbeda, meskipun perbedaannya tidak mencolok. Secara umum, lapau menjual minuman dengan makanan ringan sebagai pendukung, sedangkan warung umumnya menjual sembako dan kebutuhan harian.<ref name=":2" />


Lapau masih dijumpai hingga sekarang dan fungsinya tidak banyak berubah. Selain sebagai tempat menjual makanan ringan dan minuman, lapau masih menjadi temat para laki-laki berkumpul dan berdiskusi sambil merokok, minum kopi, teh, dan bermain domino atau koa. Tak jarang banyak dari mereka yang menghabiskan waktu di lapau hingga larut malam.
Lapau masih dijumpai hingga sekarang. Fungsinya tidak banyak berubah, meskipun semakin sedikit laki-laki yang menghabiskan waktu duduk di lapau.<ref name="Direktorat Jenderal Kebudayaan"/><ref>{{Cite book|last=Emeraldy Chatra|first=|date=2018-11-01|url=https://books.google.com/books?id=ZHZ7DwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA71&dq=%22lapau%22&hl=id|title=Orang Jemputan: Poligami dan Regulasi Seksualitas di Minangkabau|publisher=ebookuid|language=id|url-status=live}}</ref> Lapau tetap menjadi tempat laki-laki berdiskusi, sambil minum kopi, [[merokok]], dan bermain domino atau koa. Tak jarang ada yang menghabiskan waktu di lapau hingga larut malam.<ref name=":1"/>


Lapau di perkotaan sudah mulai berdiri dengan banyak permanen. Adapun kebanyakan lapau di perkampungan masih berupa bangunan semipermanen. Meski demikian, pengelolaan lapau hanya dijalankan secara tradisional. Anggota DPR RI periode 2014–2019 Refrizal pernah menjalankan kegiatan bedah lapau untuk membina pemilik lapau menjalankan usahanya ke arah modern.<ref>{{Cite web|title=Refrizal Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Dengan Bedah Lapau|url=https://rmol.id/read/2019/02/04/377267/refrizal-tingkatkan-ekonomi-masyarakat-dengan-bedah-lapau|website=Rmol.id|language=id|access-date=2020-06-24}}</ref>
Lapau di perkotaan sudah mulai berdiri dengan bangunan permanen. Adapun kebanyakan lapau di perkampungan masih berupa bangunan semipermanen. Meski demikian, pengelolaan lapau hanya dijalankan secara tradisional. Anggota DPR RI periode 2014–2019 [[Refrizal]] pernah menjalankan kegiatan bedah lapau untuk membina pemilik lapau menjalankan usahanya ke arah modern.<ref>{{Cite web|title=Refrizal Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Dengan Bedah Lapau|url=https://rmol.id/read/2019/02/04/377267/refrizal-tingkatkan-ekonomi-masyarakat-dengan-bedah-lapau|website=Rmol.id|language=id|access-date=2020-06-24}}</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 40: Baris 43:


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist|2}}
<references />

{{Arsitektur Indonesia}}
{{Kopi di Indonesia |collapsed}}


[[Kategori:Kata dan frasa Minangkabau]]
[[Kategori:Kata dan frasa Minangkabau]]

Revisi terkini sejak 17 Juli 2024 10.55

Ilustrasi diskusi atau ota lapau

Lapau (bahasa Indonesia: lepau) adalah istilah Minangkabau untuk warung minuman yang dilengkapi meja dan kursi panjang. Pada masa lalu, lapau hanya berupa bangunan semipermanen tidak berdinding, tetapi kini sudah banyak lapau dibuat permanen atau menyatu dengan rumah pemiliknya.[1][2]

Sebelum adanya teknologi informasi seperti radio dan televisi, lapau merupakan wadah utama masyarakat Minangkabau bertukar informasi. Selain itu, lapau menjadi tempat orang-orang, khususnya laki-laki, berkumpul sekadar mengobrol, bersenda gurau, hingga beradu argumen.[3]

Tampilan dan menu

[sunting | sunting sumber]

Istilah lapau identik dengan warung kopi. Menu utama di lapau umumnya minuman seperti kopi, teh manis, teh telur, dan minuman instan dalam kemasan. Sebagai menu pendukung, disediakan makanan ringan seperti roti, gorengan, keripik, dan penganan tradisional lainnya.[2] Sebagian lapau menyediakan sarapan pagi seperti lontong gulai dan bubur kacang padi.

Ciri khas lapau yakni memiliki meja berukuran panjang dan bangku dengan panjang yang sama.[2] Pada masa lalu, lapau hanya dibuat semipermanen terbuat dari kayu dan papan, tidak memiliki dinding, dan beratap rumbia. Di perkotaan, lapau umumnya sudah merupakan bangunan permanen atau menyatu dengan rumah pemiliknya.

Lapau buka dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang hingga larut malam. Lapau ramai dikunjungi pada waktu pagi sebelum masyarakat bekerja, siang setelah istirahat bekerja, dan malam selepas Magrib. Lapau yang buka hingga larut malam biasanya menyediakan permainan domino dan koa.

Lapau pada tahun 1911 di Payakumbuh

Tidak diketahui pasti kapan sejarah lapau bermula. Sejarawan Gusti Asnan memperkirakan lapau muncul pada akhir abad ke-18 seiring maraknya aktivitas niaga di daerah tersebut. Lapau didirikan di tepi jalan yang kerap dilalui oleh para pedagang dan musafir, seperti di puncak sebuah pendakian atau pesimpangan jalan. Pemilik lapau biasanya punya pergaulan yang luas dan tidak jarang dari mereka adalah pendekar.[2]

Lapau awalnya dimanfaatkan sebagai tempat singgah melepas penat sekaligus berdiskusi. Pengunjung lapau saling berbagi informasi, mulai dari barang dagangan mereka, fluktuasi harga, kondisi pasar, hingga keadaan sosial dan politik di daerah-daerah yang mereka lalui.[2] Seiring waktu, lapau menjelma menjadi pusat interaksi sosial warga sekitar.

Diskusi di lapau dimulai dari persoalan sehari-hari yang berkaitan dengan kehidupan pribadi dan keluarga. Setelah itu, diskusi merembet ke berbagai persoalan seperti politik, hukum, dan ekonomi. Satu topik bisa beralih pada topik yang lain tanpa ada penyelesaian sehingga setiap topik yang dibahas tidak menemukan titik konklusi yang jelas. Pola diskusi di lapau ini sering disebut dengan ota lapau.[2]

Duduk di lapau pernah menjadi budaya yang identik dengan laki-laki di Minangkabau. Hal ini dilatarbelakangi sistem kekerabatan matrilineal. Laki-laki yang sudah menikah tidak bisa bebas di rumah istrinya, sementara laki-laki yang belum menikah tidur di surau atau merantau. Lapau akhirnya menjadi tempat laki-laki berkumpul apabila tidak bekerja atau menghabiskan waktu. Di lapau, mereka mengobrol, bersenda gurau, hingga beradu argumen.

Signifikansi

[sunting | sunting sumber]

Jika tidak di halaman surau, saya tentu bermain-main di depan lepau kopi. Sekali saya lihat seorang membaca sehelai kertas lebar, yang lain-lainnya duduk di sekeliling meja mendengarkan dengan minatnya, sambil sekali-kali meneguk kopi, atau menggigit pisang goreng.

Muhammad Radjab, Semasa Kecil di Kampung[4]

Lapau berperan sebagai wadah pertukaran informasi bagi masyarakat Minangkabau. Pada masa lampau, masyarakat yang tidak bisa membaca berkumpul di lapau untuk mendengarkan surat kabar dibacakan.[5] Kehadiran surat kabar yang mengandung beragam berita yang aktual akan menjadi bahan diskusi yang hangat dan ingin diketahui oleh pengunjung lapau.[6]

Sebagai tempat diskusi, lapau menjadi arena demokratis yang mempertemukan orang-orang dari berbagai latar belakang, status sosial, dan sudut pandang.[7] Lapau juga menjadi tempat seseorang mengasah keterampilan berdialog, berdebat, hingga berdiplomasi.[8] Diskusi di lapau dapat mengarah ke sindir-menyindir hingga olok-olok.[3][9]

Kehebatan dan pencapaian seseorang di rantau tak luput dari pembahasan di lapau, begitu pula dengan persoalan di tanah rantau. Dengan demikian, mereka yang hendak merantau bisa mendapat gambaran tentang rantau yang ingin mereka tuju. Sebaliknya, ketika perantau Minang pulang kampung, biasanya mereka menyempatkan diri untuk pergi ke lapau mendengar informasi tentang perkembangan kampung halaman.

Budayawan A.A. Navis menyebut lapau sebagai balai rendah, berbeda dengan balai adat tempat ninik-mamak dan pemuka masyarakat bermusyawarah.[10] Namun, Buya Hamka dalam bukunya Islam dan Adat Minangkabau mengkritik orang-orang yang menghabiskan waktunya dengan duduk di lapau.[11]

Banyak kaba atau cerita fiksi yang dibuat oleh penulis Minangkabau dan karya sejarah berkenaan dengan Minangkabau yang memberikan gambaran mengenai lapau.[2]

Lapau saat ini

[sunting | sunting sumber]

Kamus Besar Bahasa Indonesia menulis lapau sebagai lepau dan bersinonim dengan warung.[12] Di Sumatera Barat, kedua istilah ini berbeda, meskipun perbedaannya tidak mencolok. Secara umum, lapau menjual minuman dengan makanan ringan sebagai pendukung, sedangkan warung umumnya menjual sembako dan kebutuhan harian.[1]

Lapau masih dijumpai hingga sekarang. Fungsinya tidak banyak berubah, meskipun semakin sedikit laki-laki yang menghabiskan waktu duduk di lapau.[7][13] Lapau tetap menjadi tempat laki-laki berdiskusi, sambil minum kopi, merokok, dan bermain domino atau koa. Tak jarang ada yang menghabiskan waktu di lapau hingga larut malam.[2]

Lapau di perkotaan sudah mulai berdiri dengan bangunan permanen. Adapun kebanyakan lapau di perkampungan masih berupa bangunan semipermanen. Meski demikian, pengelolaan lapau hanya dijalankan secara tradisional. Anggota DPR RI periode 2014–2019 Refrizal pernah menjalankan kegiatan bedah lapau untuk membina pemilik lapau menjalankan usahanya ke arah modern.[14]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b https://lppmpp.isi-padangpanjang.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/2013-OTA-LAPAU-SEBAGAI-SALAH-SATU-ALTERNATIF-PENCIPTAAN-TEATER-KONTEMPORER-MINANGKABAU.compressed.pdf
  2. ^ a b c d e f g h Gusti Asnan. https://www.academia.edu/16958935/SEJARAH_LAPAU_DI_MINANGKABAU
  3. ^ a b Taufik Abdullah. Sekolah & Politik : pergerakan kaum muda di Sumatera Barat, 1927-1933. Yogyakarta. ISBN 9786026268099. OCLC 1090622661. 
  4. ^ Muhamad Radjab (2021-05-17). Semasa Kecil di Kampung (dalam bahasa Melayu). Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-481-295-9. 
  5. ^ Sastri Sunarti (2014-02-11). Kajian Lintas Media. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9106-55-1. 
  6. ^ Sunarti, Sastri (2014-02-11). Kajian Lintas Media. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9106-55-1. 
  7. ^ a b Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 
  8. ^ Agustina dan Yasnur Asri. http://repository.unp.ac.id/16441/1/D-5.%205%20%20LOCAL%20WISDOM....pdf
  9. ^ Muhaimin Iskandar (2021-06-14). "Berpikirlah Seperti Orang Minang". hantaran. Diakses tanggal 2021-11-06. 
  10. ^ A.A. Navis (1984). Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau. Grafiti Pers. 
  11. ^ Hamka (1984). Islam dan adat Minangkabau (dalam bahasa Melayu). Pustaka Panjimas. 
  12. ^ "Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan | Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai bahasa Asing". badanbahasa.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2020-06-24. 
  13. ^ Emeraldy Chatra (2018-11-01). Orang Jemputan: Poligami dan Regulasi Seksualitas di Minangkabau. ebookuid. 
  14. ^ "Refrizal Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Dengan Bedah Lapau". Rmol.id. Diakses tanggal 2020-06-24.