Rumah Honai: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Rumah honai suku lain: Salah Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(32 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{italic title}} |
|||
⚫ | ''' |
||
[[Berkas:Honai House Papua.jpg|jmpl|Foto Komplek Rumah Tradisional Papua]] |
|||
[[Berkas:Honai House Papua.jpg|pus|jmpl|Foto Komplek Rumah Tradisional Papua]]Kesederhanaan rumah honai bukanlah tanpa tujuan, struktur rumah yang kecil memberikan efek hangat. Selain itu rumah honai yang sederhana memudahkan pemiliknya untuk berpindah-pindah. Terdapat tiga jenis rumah honai, yaitu rumah Honai(khusus laki-laki), rumah Ebai(khusus perempuan), dan rumah Wamai(khusus binatang)<ref name=":0" /> |
|||
⚫ | '''''Honai''''' merupakan [[rumah tradisional]] masyarakat [[Papua Pegunungan]] dan [[Papua Tengah]] khususnya [[suku Dani]].<ref>{{Cite book|first=Giyarto|date=2018|title=Selayang Pandang Papua|location=Klaten|publisher=Intan Perwira|isbn=978-979-28-2501-5|pages=41-42|url-status=live}}</ref> Rumah honai berbentuk bulat sederhana dengan pintu kecil dan tidak dilengkapi jendela. Ada pula yang berbentuk persegi panjang, rumah jenis ini namanya Ebe'ai (Honai Perempuan). Tinggi rumah sekitar 2,5 meter yang terbagi menjadi dua bagian yaitu lantai bawah dan lantai atas. Lantai bawah biasa digunakan untuk tidur, sedangkan lantai atas digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti makan, bersantai dan membuat kerajinan. Pada lantai bawah, dibagian tengah terdapat ''hipere'' yaitu tempat api unggun yang dipergunakan untuk memasak atau sekadar menghangatkan tubuh.<ref name=":0">{{Cite book|last=Utami|first=Rizky|date=2021|title=Ensiklopedia Rumah-Rumah Adat Nusantara|location=Bandung|publisher=CV. Angkasa|isbn=978-623-340-133-3|pages=133|url-status=live}}</ref> |
||
Kesederhanaan rumah honai bukanlah tanpa tujuan, struktur rumah yang kecil memberikan efek hangat. Selain itu rumah honai yang sederhana memudahkan pemiliknya untuk berpindah-pindah. Terdapat tiga jenis rumah honai, yaitu rumah honai (khusus laki-laki), rumah ebai (khusus perempuan), dan rumah wamai (khusus binatang).<ref name=":0" /> Ketiga nama tersebut berasal dari kata dasar "ai" yang berarti rumah, honai berasal dari gabungan kata "hun/hon" yang berarti laki-laki, ebeai berasal dari kata "ebe" yang berarti perempuan, dan wamai berasal dari kata "wam" yang berarti babi.<ref name="Manfasramdi 2023">{{cite web | title=SUKU BANGSA DANI | website=Manfasramdi | date=2023-01-08 | url=https://www.pustakapapua.com/2023/01/suku-bangsa-dani.html | access-date=2024-02-05}}</ref> |
|||
⚫ | |||
⚫ | Dahulunya suku Dani tidak tinggal di dalam rumah hunian, melainkan berlindung di bawah pohon-pohon besar. Namun, berlindung di pohon besar membuat mereka kedinginan ketika hujan turun belum lagi jika ada angin kencang. Pada suatu hari, suku Dani memperhatikan burung-burung yang membuat sarang. Burung-burung tersebut |
||
==Rumah honai suku lain== |
|||
⚫ | |||
Rumah honai [[suku Mee]] disebut ''Emawa/Yame Owa'' (rumah laki laki), ''Yagamo Owa'' (rumah perempuan), ''Yuwu Owa'' (rumah pesta adat), ''Daba Owa'' (rumah pondok beristirahat), ''Bedo Owa'' (kandang ayam), dan ''Ekina Owa'' (kandang babi).<ref name="h158">{{cite web | last=Travel | first=Viral Food | title=Rumah Adat Papua, Ada 3 Jenis selain Honai | website=kumparan | date=2021-05-17 | url=https://kumparan.com/viral-food-travel/rumah-adat-papua-ada-3-jenis-selain-honai-1vlACUNiz8g | language=id | access-date=2024-07-24}}</ref> |
|||
Rumah honai [[suku Lani]] disebut ''Kunume'' (rumah laki-laki), ''Ndukpaga'' (rumah perempuan), dan ''Lakame/Oliana'' (kandang ternak atau dapur).<ref name="Tabuni 2023">{{cite thesis | first=Penus|last=Tabuni| title=Identifikasi Morfologi Rumah Tradisional Honai Studi Kasus Rumah Honai Distrik Gome Kabupaten Puncak Papua | publisher=Universitas Atma Jaya Yogyakarta | date=2023-09-06 | url=https://e-journal.uajy.ac.id/29775/ | language=id | access-date=2024-06-17}}</ref> |
|||
Rumah honai [[suku Yali]] disebut ''Yowi'' (rumah laki-laki), ''Homea/Humi'' (rumah perempuan), ''Wam Ibam'' (kandang babi), dan ''Usa Yowi'' (rumah sakral/keramat) untuk upacara inisiasi laki-laki.<ref name="Nurmaningtyas Utomo 2015">{{cite journal | last1=Nurmaningtyas | first1=Anggia Riani | last2=Utomo | first2=Sugito | title=ARSITEKTUR VERNAKULAR RUMAH SUKU YALI KABUPATEN YALIMO PAPUA | journal=DINAMIS | volume=2 | issue=12 | date=2015-12-12 | issn=2722-0109 | pages=30–42 | url=https://ojs.ustj.ac.id/dinamis/article/view/518 | access-date=2024-05-25}}</ref> |
|||
⚫ | Selain berfungsi sebagai hunian, rumah honai memiliki beberapa fungsi dan filosofi tersendiri. Pertama, rumah honai berfungsi sebagi tempat menyimpan peralatan perang dan peralatan warisan leluhur. Selain itu di rumah honai juga para anak lelaki diajarkan tentang strategi perang. Kedua, rumah honai dijadikan tempat untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang. Terdapat pula honai yang didirikan khusus untuk pengasapan mumi, honai tersebut dapat ditemukan di [[ |
||
⚫ | |||
⚫ | Dahulunya suku Dani tidak tinggal di dalam rumah hunian, melainkan berlindung di bawah pohon-pohon besar. Namun, berlindung di pohon besar membuat mereka kedinginan ketika hujan turun belum lagi jika ada angin kencang. Pada suatu hari, suku Dani memperhatikan burung-burung yang membuat sarang. Burung-burung tersebut mengumpulkan ranting kayu dan rerumputan kering dibentuk bulat. Dari pengamatan itulah suku Dani terinspirasi membuat Honai untuk mereka berlindung. <ref name=":1">{{Cite book|last=Trifena|first=Fangnania|date=2018|title=Rumah Bundar|location=Jakarta|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa|isbn=978-602-437-217-0|pages=3-5|url-status=live}}</ref> |
||
⚫ | |||
⚫ | Selain berfungsi sebagai hunian, rumah honai memiliki beberapa fungsi dan filosofi tersendiri. Pertama, rumah honai berfungsi sebagi tempat menyimpan peralatan perang dan peralatan warisan leluhur. Selain itu di rumah honai juga para anak lelaki diajarkan tentang strategi perang. Kedua, rumah honai dijadikan tempat untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang. Terdapat pula honai yang didirikan khusus untuk pengasapan mumi, honai tersebut dapat ditemukan di Desa [[Aikima, Pisugi, Jayawijaya|Aikima]] di [[Lembah Baliem]].<ref name=":2">{{Cite web|title=Rumah Honai Kekayaan Arsitektur Hijau dari Papua|url=https://indonesia.go.id/ragam/budaya/sosial/rumah-honai-kekayaan-arsitektur-hijau-dari-papua|website=indonesia.go.id|access-date=2022-06-14}}</ref> |
||
Ada pun filosofi yang terkandung dari rumah honai sebagai berikut: |
Ada pun filosofi yang terkandung dari rumah honai sebagai berikut: |
||
Baris 16: | Baris 24: | ||
Kedua, nilai kerja sama dalam mengerjakan pekerjaan yang mengajarkan antar sesama harus sehati, sepikir dan satu tujuan. Hal tersebut tercermin dari awal pendirian rumah honai. Dimana orang yang akan membuat rumah honai akan memanggil keluarga untuk membantu membuat runah honai kemudian makan bersama.<ref name=":2" /> |
Kedua, nilai kerja sama dalam mengerjakan pekerjaan yang mengajarkan antar sesama harus sehati, sepikir dan satu tujuan. Hal tersebut tercermin dari awal pendirian rumah honai. Dimana orang yang akan membuat rumah honai akan memanggil keluarga untuk membantu membuat runah honai kemudian makan bersama.<ref name=":2" /> |
||
== Material |
== Material == |
||
Berikut bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Honai: |
Berikut bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Honai: |
||
Baris 33: | Baris 41: | ||
Rumah honai pada awalnya tidak menggunakan paku, namun sekarang ada beberapa rumah yang menggunakan pake. Beberapa perubahan pun terjadi pada rumah honai, misalnya sekarang rumah honai menggunakan jendela untuk memperbaiki sirkulasi udara. Lebih jauh ada ada rumah honai yang menggunakan seng untuk atap.<ref name=":1" /> |
Rumah honai pada awalnya tidak menggunakan paku, namun sekarang ada beberapa rumah yang menggunakan pake. Beberapa perubahan pun terjadi pada rumah honai, misalnya sekarang rumah honai menggunakan jendela untuk memperbaiki sirkulasi udara. Lebih jauh ada ada rumah honai yang menggunakan seng untuk atap.<ref name=":1" /> |
||
== Proses |
== Proses pembuatan == |
||
Untuk mendirikan honai, biasanya keluarga pembuat akan mengundang kerabat-kerabatnya untuk membantu mendirikan honai. Selama proses pembuatan, mereka akan melakukan [[Bakar Batu|bakar batu,]] yaitu makan bersama. Ada pun proses pembuatannya sebagai berikut |
Untuk mendirikan honai, biasanya keluarga pembuat akan mengundang kerabat-kerabatnya untuk membantu mendirikan honai. Selama proses pembuatan, mereka akan melakukan [[Bakar Batu|bakar batu,]] yaitu makan bersama. Ada pun proses pembuatannya sebagai berikut |
||
Baris 60: | Baris 68: | ||
[[Berkas:Papua Village on hill.jpg|pus|jmpl|Komplek honai dari kejauhan]] |
[[Berkas:Papua Village on hill.jpg|pus|jmpl|Komplek honai dari kejauhan]] |
||
[[Berkas:Honai Rumah Adat Papua.jpg|pus|jmpl|Dua orang wisatawan berswafoto di depan honai]] |
[[Berkas:Honai Rumah Adat Papua.jpg|pus|jmpl|Dua orang wisatawan berswafoto di depan honai]] |
||
[[Berkas:Dani people traditional house near Wamena, Papua, Indonesia 05.jpg|pus|jmpl|kandang babi (wamai)]] |
|||
== Referensi == |
|||
{{Reflist}} |
|||
⚫ | |||
== Catatan Kaki == |
|||
⚫ | |||
[[Kategori:Rumah Adat Papua]] |
[[Kategori:Rumah Adat Papua]] |
Revisi per 27 Juli 2024 07.11
Honai merupakan rumah tradisional masyarakat Papua Pegunungan dan Papua Tengah khususnya suku Dani.[1] Rumah honai berbentuk bulat sederhana dengan pintu kecil dan tidak dilengkapi jendela. Ada pula yang berbentuk persegi panjang, rumah jenis ini namanya Ebe'ai (Honai Perempuan). Tinggi rumah sekitar 2,5 meter yang terbagi menjadi dua bagian yaitu lantai bawah dan lantai atas. Lantai bawah biasa digunakan untuk tidur, sedangkan lantai atas digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti makan, bersantai dan membuat kerajinan. Pada lantai bawah, dibagian tengah terdapat hipere yaitu tempat api unggun yang dipergunakan untuk memasak atau sekadar menghangatkan tubuh.[2]
Kesederhanaan rumah honai bukanlah tanpa tujuan, struktur rumah yang kecil memberikan efek hangat. Selain itu rumah honai yang sederhana memudahkan pemiliknya untuk berpindah-pindah. Terdapat tiga jenis rumah honai, yaitu rumah honai (khusus laki-laki), rumah ebai (khusus perempuan), dan rumah wamai (khusus binatang).[2] Ketiga nama tersebut berasal dari kata dasar "ai" yang berarti rumah, honai berasal dari gabungan kata "hun/hon" yang berarti laki-laki, ebeai berasal dari kata "ebe" yang berarti perempuan, dan wamai berasal dari kata "wam" yang berarti babi.[3]
Rumah honai suku lain
Rumah honai suku Mee disebut Emawa/Yame Owa (rumah laki laki), Yagamo Owa (rumah perempuan), Yuwu Owa (rumah pesta adat), Daba Owa (rumah pondok beristirahat), Bedo Owa (kandang ayam), dan Ekina Owa (kandang babi).[4]
Rumah honai suku Lani disebut Kunume (rumah laki-laki), Ndukpaga (rumah perempuan), dan Lakame/Oliana (kandang ternak atau dapur).[5]
Rumah honai suku Yali disebut Yowi (rumah laki-laki), Homea/Humi (rumah perempuan), Wam Ibam (kandang babi), dan Usa Yowi (rumah sakral/keramat) untuk upacara inisiasi laki-laki.[6]
Sejarah
Dahulunya suku Dani tidak tinggal di dalam rumah hunian, melainkan berlindung di bawah pohon-pohon besar. Namun, berlindung di pohon besar membuat mereka kedinginan ketika hujan turun belum lagi jika ada angin kencang. Pada suatu hari, suku Dani memperhatikan burung-burung yang membuat sarang. Burung-burung tersebut mengumpulkan ranting kayu dan rerumputan kering dibentuk bulat. Dari pengamatan itulah suku Dani terinspirasi membuat Honai untuk mereka berlindung. [7]
Fungsi dan filosofi
Selain berfungsi sebagai hunian, rumah honai memiliki beberapa fungsi dan filosofi tersendiri. Pertama, rumah honai berfungsi sebagi tempat menyimpan peralatan perang dan peralatan warisan leluhur. Selain itu di rumah honai juga para anak lelaki diajarkan tentang strategi perang. Kedua, rumah honai dijadikan tempat untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang. Terdapat pula honai yang didirikan khusus untuk pengasapan mumi, honai tersebut dapat ditemukan di Desa Aikima di Lembah Baliem.[8]
Ada pun filosofi yang terkandung dari rumah honai sebagai berikut:
Pertama mengajarkan nilai persatuaan dan kesatuan yang tinggi antar sesama suku serta mempertahankan warisan budaya yang diwariskan para leluhur.[8]
Kedua, nilai kerja sama dalam mengerjakan pekerjaan yang mengajarkan antar sesama harus sehati, sepikir dan satu tujuan. Hal tersebut tercermin dari awal pendirian rumah honai. Dimana orang yang akan membuat rumah honai akan memanggil keluarga untuk membantu membuat runah honai kemudian makan bersama.[8]
Material
Berikut bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Honai:
a. Papan cincang, papan cincang merupakan papan yang kedua ujungnya runcing seperti tombak. Ujung runcing ini memudahkan proses pentacapan papan ke dalam tanah. Nantinya papan-papan tersebut menjadi dinding honai.
b. Balok kayu, balok kayu berfungsi menjadi tiang utama penahan atap honai
c. Kayu buah yang digunakan sebagai penutup atap honai
d. Lokap/pinde merupakan sejenis bambu kecil yang dijadikan alas untuk lantai
e. Rumput alang-alang untuk atap honai
f. Tali rotan atau akar pohon yang digunakan sebagai pengikat.
Rumah honai pada awalnya tidak menggunakan paku, namun sekarang ada beberapa rumah yang menggunakan pake. Beberapa perubahan pun terjadi pada rumah honai, misalnya sekarang rumah honai menggunakan jendela untuk memperbaiki sirkulasi udara. Lebih jauh ada ada rumah honai yang menggunakan seng untuk atap.[7]
Proses pembuatan
Untuk mendirikan honai, biasanya keluarga pembuat akan mengundang kerabat-kerabatnya untuk membantu mendirikan honai. Selama proses pembuatan, mereka akan melakukan bakar batu, yaitu makan bersama. Ada pun proses pembuatannya sebagai berikut
a. Tahapan pertama yang dilakukan adalah menggali tanah untuk metancapkan tiang utama honai. Tiang ini diletakan tepat di tengah-tengah rumah.
b. Selanjutnya, sebuah batu besar berbentuk datar diletakan di bawah galian. Fungsi batu ini ialah mencegah tiang cepat rapuh karena resapan air.
c. Tahap selanjutnya menggali tanah berbentuk lingkaran mengelilingi tiang. Luas lingkaran disesuaikan dengan kebutuhan.
d. Setelah galian selesai, waktunya memasang papan runcing mengikuti bentuk galian lingkaran. Agar antar papan runcing membentuk dinding yang kokoh, setiap papan perlu ditali rotan.
e. Proses selanjutnya adalah memasang rangka atap honai. Rangka honai dipasangkan dengan cara mengikat kayu buah dengan tiang utama dan juga dinding honai. Kayu buah tersebut disusun melingkar menyerupai payung.
f. Di samping itu alang-alang yang dikumpulkan perlu diikat seperti lidi kemudikan diasapi agar lebih awet.
g. Setelah alang-alang siap, alang-alang diikat ke atap. Setelah bagian ini honai hampir selesai
h. Untuk melengkapi honai, dibuatlah tikar dari anyaman pinde/lokop
i. Terakhir, proses membuat tungku api dan membuat saluran air di sekitar luar honai.
Terhitung setelah didirikan Honai dapat bertahan selama 4-5 tahun.[9]
Galeri
Referensi
- ^ Selayang Pandang Papua. Klaten: Intan Perwira. 2018. hlm. 41–42. ISBN 978-979-28-2501-5.
- ^ a b Utami, Rizky (2021). Ensiklopedia Rumah-Rumah Adat Nusantara. Bandung: CV. Angkasa. hlm. 133. ISBN 978-623-340-133-3.
- ^ "SUKU BANGSA DANI". Manfasramdi. 2023-01-08. Diakses tanggal 2024-02-05.
- ^ Travel, Viral Food (2021-05-17). "Rumah Adat Papua, Ada 3 Jenis selain Honai". kumparan. Diakses tanggal 2024-07-24.
- ^ Tabuni, Penus (2023-09-06) (dalam bahasa id). Identifikasi Morfologi Rumah Tradisional Honai Studi Kasus Rumah Honai Distrik Gome Kabupaten Puncak Papua (Tesis). Universitas Atma Jaya Yogyakarta. https://e-journal.uajy.ac.id/29775/. Diakses pada 2024-06-17.
- ^ Nurmaningtyas, Anggia Riani; Utomo, Sugito (2015-12-12). "ARSITEKTUR VERNAKULAR RUMAH SUKU YALI KABUPATEN YALIMO PAPUA". DINAMIS. 2 (12): 30–42. ISSN 2722-0109. Diakses tanggal 2024-05-25.
- ^ a b Trifena, Fangnania (2018). Rumah Bundar. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. hlm. 3–5. ISBN 978-602-437-217-0.
- ^ a b c "Rumah Honai Kekayaan Arsitektur Hijau dari Papua". indonesia.go.id. Diakses tanggal 2022-06-14.
- ^ Trifena, Fangnania (2018). Rumah Bundar. Jakarta: Balai Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. hlm. 5–8. ISBN 978-602-437-217-0.