Lompat ke isi

Kesultanan Jailolo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
membuat halaman baru
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor-alih
 
k →‎Jurnal Ilmiah: merapikan isi artikel
 
(44 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox former country
{{sedang ditulis}}
|native_name = كسلطانن جايلولو <br> ''Jiko Ma-Kolano''
'''Kesultanan Jailolo''' adalah salah satu dari empat kesultanan yang ada di [[Kepulauan Maluku]]. Pendirian kesultanan ini berawal dari Perjanjian Moti yang diusulkan oleh Sultan Sida Arif Malamo.{{Sfn|Jalil, Laila Abdul|(2017)|p=197.|ps="Jailolo merupakan bagian dari 4 kesultanan yang ada di Maluku yang lahir karena adanya perjanjian Moti Verbond yang diprakarsai oleh Sultan Sida Arif Malamo."}}
|conventional_long_name = Kesultanan Jailolo
|common_name = Jailolo
|today = [[Indonesia]]
|era =
|status =
|status_text =
|empire =
|government_type = Kesultanan
|event_start = Didirikan
|date_start =
|year_start = 1300-an
|event_end =
|date_end =
|year_end =
|year_exile_start =
|year_exile_end =
|event1 =
|date_event1 =
|event2 = Mulai menganut [[Islam]]
|date_event2 = akhir abad ke-15
|event3 = Penaklukkan oleh [[Kesultanan Ternate]]
|date_event3 = 1551
|event4 = Pemimpin terakhir dilengserkan Belanda
|date_event4 = 1832
|event5 =
|date_event5 =
|event_pre =
|date_pre =
|event_post = Sultan diangkat kembali
|date_post = 2002
|p1 =
|flag_p1 =
|image_p1 =
|p2 =
|flag_p2 =
|p3 =
|flag_p3 =
|p4 =
|flag_p4 =
|p5 =
|flag_p5 =
|s1 = Hindia Belanda
|flag_s1 = Flag_of_the_Netherlands.svg
|image_s1 = <!-- Use: [[Image:Sin escudo.svg|20px|Image missing]] -->
|s2 =
|flag_s2 =
|s3 =
|flag_s3 =
|s4 =
|flag_s4 =
|s5 =
|flag_s5 =
|image_flag =
|flag_alt =
|image_flag2 =
|flag_alt2 =
|flag =
|flag2 =
|flag_type =
|flag2_type =
|image_coat =
|coat_size =
|coat_alt =
|symbol =
|symbol_type =
|image_map = Jailolo Dutch East Indies.jpg
|image_map_alt =
|image_map_caption = Jailolo dan Halmahera
|image_map2 = <!-- If second map is needed - does not appear by default -->
|image_map2_alt =
|image_map2_caption =
|capital = [[Jailolo, Halmahera Barat]]
|capital_exile = <!-- If status="Exile" -->
|latd= |latm= |latNS= |longd= |longm= |longEW=
|national_motto =
|national_anthem =
|common_languages = [[Bahasa Ternate|Ternate]]
|religion = [[Islam]] (setelah abad ke-15)
|currency =
<!-- Titles and names of the first and last leaders and their deputies -->
|leader1 = Raja Yusuf
|leader2 = Katarabumi
|leader3 = Muhammad Asgar
|leader4 =
|year_leader1 = sebelum 1514 – 1530
|year_leader2 = 1536 – 1551
|year_leader3 = 1825 - 1832
|year_leader4 =
|title_leader = Sultan, ''Jiko ma-kolano''
|representative1 = <!-- Name of representative of head of state (e.g. colonial governor) -->
|representative2 =
|representative3 =
|representative4 =
|year_representative1 = <!-- Years served -->
|year_representative2 =
|year_representative3 =
|year_representative4 =
|title_representative = <!-- Default: "Governor"-->
|deputy1 = <!-- Name of prime minister -->
|deputy2 =
|deputy3 =
|deputy4 =
|year_deputy1 = <!-- Years served -->
|year_deputy2 =
|year_deputy3 =
|year_deputy4 =
|title_deputy = <!-- Default: "Prime minister" -->
<!-- Legislature -->
|legislature = <!-- Name of legislature -->
|house1 = <!-- Name of first chamber -->
|type_house1 = <!-- Default: "Upper house"-->
|house2 = <!-- Name of second chamber -->
|type_house2 = <!-- Default: "Lower house"-->
<!-- Area and population of a given year -->
|stat_year1 = <!-- year of the statistic, specify either area, population or both -->
|stat_area1 = <!-- area in square kílometres (w/o commas or spaces), area in square miles is calculated -->
|stat_pop1 = <!-- population (w/o commas or spaces), population density is calculated if area is also given -->
|stat_year2 =
|stat_area2 =
|stat_pop2 =
|stat_year3 =
|stat_area3 =
|stat_pop3 =
|stat_year4 =
|stat_area4 =
|stat_pop4 =
|stat_year5 =
|stat_area5 =
|stat_pop5 =
}}
[[Berkas:Sultan Jailolo Amar Ma'ruf.jpg|al=Sultan Jailolo Amar Ma'ruf|jmpl|308x308px|Sultan Jailolo Amar Ma'ruf Malamo]]
'''Kesultanan Jailolo''' adalah salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di [[Kepulauan Maluku]]. Pendirian kesultanan ini berawal dari [[Persekutuan Moti]] yang diusulkan oleh [[Sultan Sida Arif Malamo]].{{Sfn|Jalil, Laila Abdul|(2017)|p=197}} Kesultanan Jailolo adalah satu-satunya kesultanan di [[Maluku Utara]] yang pusat pemerintahannya berada di [[Pulau Halmahera]].{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=149}} Selain itu, wilayah Kesultanan Jailolo adalah salah satu sumber penghasil [[cengkih]] di [[Kepulauan Maluku]].{{Sfn|Rahman, Fadly|(2019)|p=353}} Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Pada abad ke-17, [[kesultanan]] ini mengalami keruntuhan. Wilayah-wilayahnya kemudian terbagi menjadi bagian dari [[Kesultanan Tidore]] dan [[Kesultanan Ternate]].{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=134}}


Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat setelah [[Sejarah Indonesia (1998–sekarang)|era reformasi]] dimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, [[komunitas adat Moloku Kie Raha]] dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai [[pemimpin adat]].{{Sfn|Mansur dan Said|(2018)|p=137—138}} Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak [[peninggalan arkeologi]]. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.{{Sfn|Handoko, Wuri|(2010)|p=7}}
== Kehidupan Masyarakat ==

Kesultanan Jailolo menjalankan syariat Islam dalam kehidupan masyarakatnya. Al-Qur'an dan nasihat para leluhur menjadi sumber hukum utama dalam menjalankan hubungan sosial. Masyarakat diatur dalam adat yang dikenal sebagai Adat Se Atorang.{{Sfn|Junaidi, Muhammad|(2009)|p=232.|ps="Sebagai kerajaan islam, maka kepada empat kerjaan Moloku Kie Raha masing-masing menjaga empat pilar dalam Islam yakni Jailolo menjaga syariat, Tidore menjaga tarekat, Bacan menjaga hakikat, Dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari, hubungan sosial mengacu pada aturan adat yang mengatur kehidupan dikenal dengan Adat Se Atorang. Aturan adat bersumber dari falsafah leluhur dan Al-Qur'an."}}
== Identifikasi Kesultanan ==
[[File:Sultan Maloku Kie Raha.jpg|jmpl|Dari kiri ke kanan Sultan Jailolo Ahmad Syah dan Boki, tengah [[Kesultanan Ternate|Sultan Ternate]] Hidayatullah Syah dan Boki, kanan [[Kesultanan Tidore|Sultan Tidore]] H. Husein Alting Syah dan Boki.]]
Kesultanan Jailolo mulai didirikan kembali secara adat setelah [[Sejarah Indonesia (1998–sekarang)|era reformasi]] dimulai pada tahun 1998. Komunitas adat ''Moloku Kie Raha'' mulai dibentuk kembali. Selama periode 2002—2017 telah terangkat dua sultan yang berkuasa yaitu Abdullah Sjah (meninggal dunia pada hari Selasa 23 Oktober 2017. Ia meninggalkan surat wasiat yang isinya memberikan posisi kesultanan kepada Amar Ma'ruf Malamo sebagai ahli waris. Namun karena Amar Maruf saat itu berhalangan hadir karena sedang sakit dalam menjalankan amanah leluhur di luar kota Jailolo. Maka Kesultanan Jailolo kemudian digantikan oleh anak tiri Abdullah Sjah yakni Ahmad Syah alias Rooseno Heru Prawoto yang diangkat menjadi Sultan Jailolo sejak 2017 s/d Sekarang. Namun Sejak diketemukannya Silsilah Ahli Waris Sultan yang Asli, Maka secara otomatis Sultan Jailolo kini adalah Sultan Amar Ma'ruf Bin Karim. Jelasnya kemudian Achmad Sjah alias Rooseno Heru Prawoto terbukti melakukan kasus penipuan dan pemalsuan identitas.

== Wilayah kekuasaan ==
Kesultanan Jailolo menjalankan pemerintahan yang didasarkan pada Persekutuan Moti. Persekutuan ini ditetapkan oleh para Sultan di Kepulauan Maluku pada tahun 1322. Wilayah-wilayah di Halmahera, Maluku, [[Kepulauan Raja Ampat|Raja Ampat]] hingga [[Kabupaten Kepulauan Sula|Kepulauan Sula]] dibagi antara [[Kesultanan Ternate]], [[Kesultanan Tidore]], [[Kesultanan Bacan]], dan Kesultanan Jailolo. Kesultanan Ternate menjadi penguasa tertinggi, Kesultanan Tidore menguasai wilayah daratan dan pegunungan, Kesultanan Bacan menguasai wilayah tanjung, sedangkan Kesultanan Jailolo menguasai wilayah teluk.{{Sfn|Junaidi, Muhammad|(2009)|p=231}}

== Keagamaan ==
Kesultanan Jailolo mulai mengenal agama Islam setelah menjalin kerja sama perdagangan dengan para pedagang dari Pulau Jawa. Selain itu, masyarakat Jailolo mulai beragama Islam setelah [[Zainal Abidin dari Ternate|Sultan Zainal Abidin]] kembali dari [[Kedatuan Giri]] dan mulai berdakwah di Kepulauan Maluku. Agama Islam semakin berkembang di Kesultanan Jailolo setelah [[Selat Malaka]] menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan para pedagang [[Bangsa Arab|Arab]] dengan wilayah [[Indonesia Timur]] secara langsung.{{Sfn|Jalil, Laila Abdul|(2017)|p=204}}

Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perkembangan kekuasaan [[Islam]] yang paling awal di Maluku Utara. Masyarakat Jailolo mulai meninggalkan pemikiran primitif sejak Islam diterapkan dalam kehidupan sosial dan politik.{{Sfn|Handoko, Wuri|(2014)|p=100}} Kesultanan Jailolo menjalankan [[syariat Islam]] dalam kehidupan masyarakatnya. [[Al-Qur'an]] dan nasihat para leluhur menjadi sumber hukum utama dalam menjalankan hubungan sosial. Kehidupan masyarakat sepenuhnya diatur oleh adat yang dikenal sebagai [[Adat Se Atorang]].{{Sfn|Junaidi, Muhammad|(2009)|p=232}}

Kesultanan Jailolo bekerja sama dengan Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate, dan Kesultanan Bacan dalam menyebarkan Islam di Maluku Utara. Mereka menyebarluaskan tentang syariat, [[tarekat]], hakikat dan [[makrifat]] Islam kepada masyarakat Maluku.{{Sfn|Kader, Abdurrahman|(2018)|p=1—2}} Peran masing-masing kesultanan diatur pada tahun 1322 dalam Persekutuan Moti. Urusan tarekat diserahkan kepada Kesultanan Tidore. Kesultanan Ternate diberi tanggung jawab dalam urusan syariat. Urusan hakikat diberikan kepada Kesultanan Bacan. Sedangkan Kesultanan Jailolo menerima tanggung jawab dalam urusan makrifat. Pada masa ini, perkembangan tarekat sangat pesat dengan disertai pembangunan masjid-masjid. Tarekat-tarekat yang berkembang yaitu [[Tarekat Alawiyyah|Alawiyah]], [[Tarekat Qodiriyah|Qadiriyah]], dan [[Tarekat Naqsyabandiyah|Naqsabandiyah]]. Masing-masing tarekat ini beribadah pada masjid yang terpisah, tetapi tetap saling menghormati dan rukun.{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=155}}

== Perdagangan ==
Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perdagangan cengkih di Pulau Halmahera pada abad ke-15.{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=106}} Wilayahnya merupakan penghasil [[rempah-rempah]] sehingga menjadi tempat persinggahan para pedagang asing. Para pedagang asing ini berasal dari Arab, [[Eropa]], [[Gujarat]], [[Republik Rakyat Tiongkok|Cina]], [[Kerajaan Melayu|Melayu]], [[Jawa]], dan [[Kesultanan Makassar|Makassar]].{{Sfn|Jalil, Laila Abdul|(2017)|p=198}} Wilayah pesisir barat Pulau Halmahera menjadi pusat bandar-bandar perdagangan Kesultanan Jailolo.{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=114}}


== Keruntuhan ==
== Keruntuhan ==
Pada tahun 1359, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo atas perintah [[Gapi Malamo]]. Serangan kembali dilakukan oleh [[Komala Pulu]] pada tahun 1380 dan [[Taruwese]] pada tahun 1524 dan 1527. Serangan-serangan ini membuat wilayah kekuasaan dari Kesultanan Jailolo berkurang. Pada tahun 1534, Kesultanan Jailolo merebut kembali wilayahnya dengan dipimpin oleh [[Sultan Katarabumi]] dengan bantuan dari [[Kolonialisme Portugis di Indonesia|Portugis]]. Kesultanan Jailolo kemudian menyerang [[Kerajaan Moro|Kerajaaan Moro]] untuk memperluas wilayahnya. Penyerangan ini dibantu oleh [[Sultan Deyalo]] yang diberhentikan sebagai sultan dari Kesultanan Ternate oleh Portugis.{{Sfn|Junaidi, Muhammad|(2009)|p=237}}
Kesultanan Jailolo sering menerima ancaman dan serangan dari Kesultanan Ternate. Pada tahun 1551, Kesultanan Tidore melakukan serangan ke Kesultanan Jailolo dengan bantuan dari Portugis. Kemudian pada tahun 1620, Kesultanan Tidore kembali melakukan serangan dan dibantu oleh Belanda. Kedua serangan ini mempengaruhi susunan kekuasaan dari Kesultanan Jailolo. Wilayah-wilayah kekuasaannya menjadi rebutan para penguasa lokal dan para penjajah Eropa. Akibatnya kesultanan ini runtuh pada abad ke-17.{{Sfn|Mansyur, Syahruddin|(2016)|p=134.|ps="Sejak saat itu pula, perjalanan sejarah Jailolo sering mendapat ancaman dan ekspansi terutama dari pihak Ternate hingga mengalami keruntuhan pada abad ke-17. Setidaknya terdapat dua serangan besar yang dilancarkan oleh pihak Ternate (dibantu oleh sekutu bangsa Eropa), yaitu tahun 1551 (bersama Portugis),dan tahun 1620 (bersama Belanda). Para ahli sejarah berpandangan bahwa dua serangan ini bahkan telah merusak struktur kekuasaan internal Kesultanan Jailolo dan pascakeruntuhan tersebut wilayah Kesultanan Jailolo mengalami pasang surut perebutan wilayah yang tidak hanya melibatkan penguasa lokal tetapi juga bangsa Eropa."}}

Pada tahun 1551, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo dengan bantuan dari Portugis. Serangan ini membuat sebagian wilayah kekuasaan Kesultanan Jailolo menjadi milik Kesultanan Ternate. Wilayah yang dikuasai kemudian diisi oleh [[Suku Ternate]], sehingga masyarakat Jailolo khususnya [[Suku Wayoli]] pindah ke wilayah Kesultanan Jailolo yang lainnya.{{Sfn|Mansyur, Syahruddin|(2016)|p=142}} Pada tahun 1620, Kesultanan Ternate kembali melakukan serangan dan dibantu oleh [[Belanda]]. Kedua serangan ini akhirnya mengakhiri kekuasaan dari Kesultanan Jailolo.{{Sfn|Mansyur, Syahruddin|(2016)|p=134}} Pada tahun yang sama, Kesultanan Ternate menggabungkan bekas wilayah Kesultanan Jailolo menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.{{Sfn|Mansur dan Said|(2018)|p=137}} Kaicil Alam menjadi sultan terakhir dari Kesultanan Jailolo. Ia dinikahkan dengan saudari [[Sultan Sibori Amsterdam|Sultan Sibori]] dan jabatannya diubah menjadi s''angaji'' atau perwakilan Kesultanan Ternate''.'' Kesultanan Jailolo sepenuhnya menjadi wilayah kekuasaan dari Kesultanan Ternate setelah Kaicil Alam wafat.{{Sfn|Junaidi, Muhammad|(2009)|p=238}}

== Silsilah ==
Kesultanan Jailolo termasuk dalam salah satu dari ''Moloku Kie Raha'' atau empat penguasa wilayah Kepulauan Maluku. Kesultanan ini menjadi salah satu penguasa atau ''kolano'', bersama dengan Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Bacan. Keempat penguasa kesultanan ini berasal dari garis keturunan yang sama.{{Sfn|Pudjiastuti, Titik|(2016)|p=2}}

Silsilah ahli waris mulai dari Abdul Kadir (KATARABUMI) Sultan Jailolo ke 5 ( yang berkuasa 1496 - 1556)

1. Abdul Kadir Bin Malik Badaruddin menikah tahun 1497 dengan Sarifah Binti Aburahman dan mempunyai dua orang anak yakni Abdullah Hasan dan Abdullah Husen.

2. Abdullah Hasan Bin Abdul Kadir menikah tahun 1533 dengan Nafisa Binti Yahya dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Nurbaya, Nurhaya dan Abdul Manaf.

3. Abdul Manaf Bin Abdullah Hasan menikah tahun 1568 dengan Jaenab Binti Wahab hingga mempunyai dua orang anak yakni Jainal Abidin dan Rabiya.

4. Jainal Abidin Bin Abdul Manaf menikah tahun 1622 dengan Hindun Binti Abdullah. Mempunyai anak tunggal yang bernama Abdurahman Mansur.

5. Abdurahman Mansur Bin Jainal Abidin menikah tahun 1655 dengan Hapsah Binti Ahmad. Memiliki dua orang anak yaitu Asma dan Aladin Gosim.

6. Aladin Gosim Bin Abdurahman Mansur menikah tahun 1708 dengan Memunah Binti Ibrahim. Mempunyai dua orang anak yakni Ruman dan Maulana Malik.

7. Maulana Malik Bin Aladin Gosim menikan tahun 1746 dengan Rabiah Binti Suaib. Memiliki seorang anak yang bernama Abdurahman Faruk.

8. Abdurahman Faruk Bin Maulana Malik menikah tahun 1786 dengan Saniah Binti Yusuf. Mempunyai seorang anak bernama Opa Kauna.

9. Opa Kauna Bin Abdurahman Faruk menikah tahun 1831 dengan Hadijah Binti Taher. Memiliki seorang anak bernama Batal.

10. Batal Bin Opa Kauna menikah tahun 1918 dengan Halimah Binti Kadir. Mempunyai empat orang anak yaitu Warina, Karim, Jainab dan Samad.

11. Karim Bin Batal menikah tahun 1941 dengan Jainab Binti Ela. Memiliki empat orang anak yakni Hawa, Dero, Boi dan Amar Ma'ruf

Hingga kini Sultan Jailolo adalah Amar Ma'ruf Bin Karim.

== Peninggalan ==
=== Benteng Gamlamo ===
[[Benteng Gamlamo]] dibangun untuk menghadapi serangan Kesultanan Ternate dan Portugis. Pembangunan benteng dipimpin oleh Sultan Katarabumi. Pondasi benteng dibuat dari bahan tanah dan batu. Sekelilingnya dibanguni tembok dengan dua kubu pertahanan. Benteng ini memiliki persenjataan berupa 100 pucuk senjata laras panjang,18 pucuk meriam, satu [[mortir]], dan beragam senjata untuk mencegah pengepungan. Senjata-senjata ini berasal dari Pulau Jawa.{{Sfn|Mansyur, Syahruddin|(2016)|p=143}}

=== Masjid Gammalamo ===
Masjid Gammalamo terletak di pesisir Teluk Jailolo. Keberadaan masjid ini menjadi salah satu peninggalan sejarah perkembangan Islam di wilayah pesisir Jailolo, Halmahera.{{Sfn|Siswayanti, Novita|(2016)|p=332}} Pembangunan Masjid Gammalamo dimulai pada awal tahun 1900-an atas prakarsa suku-suku di Jailolo, yaitu [[Suku Moro]], Suku Wayoli, [[Suku Porniti]] dan [[Suku Gammalamo]].{{Sfn|Siswayanti, Novita|(2016)|p=334}}

=== Nisan-nisan Kuno ===
[[Nisan]]-nisan kuno merupakan salah satu peninggalan Islam di Kesultanan Jailolo. Nisan-nisan ini ditemukan pada makam-makam yang ada di [[Galala, Jailolo|Desa Galala]], [[Gam Ici, Jailolo|Desa Gam Ici]], dan [[Gam Lamo, Jailolo|Desa Gam Lamo]]. Ketiga desa ini berada di dalam wilayah [[Jailolo, Halmahera Barat|Kecamatan Jailolo]]. Nisan-nisan kuno ini berbentuk pipih dan balok serta memiliki [[Ornamen (arsitektur)|ornamen]] dengan ukiran [[kaligrafi]] dan bunga yang bersulur.{{Sfn|Jalil, Laila Abdul|(2017)|p=199—200}}
[[Berkas:Sultan Jailolo Amar Ma'ruf saat upacara adat.jpg|al=Sultan Jailolo Amar Ma'ruf saat upacara adat|jmpl|261x261px|Sultan Jailolo Amar Ma'ruf saat upacara adat di Bastiong, kota Ternate.]]
[[Berkas:Sultan Jailolo Amar Ma'ruf Menyerahkan Tongkat Bung Karno kepada Abdullah Sjah.jpg|jmpl|Sultan Jailolo Amar Ma'ruf Menyerahkan Tongkat Bung Karno kepada Abdullah Sjah]]


== Rujukan ==
== Rujukan ==
{{col|3}}
<references />
<references />
{{end-col}}



== Daftar Pustaka ==
== Daftar Pustaka ==
=== Buku ===
{{reflist|1}}
* {{cite book|title=Aspek-aspek Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Indonesia Timur: Maluku & Luwu|last=Amir, Amrullah dan Utomo, Bambang Budi|first=|date=2016|url=http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/43d180873347a0b445e2c3d7f783ef51.pdf|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|year=2016|location=Jakarta|pages=|isbn=978-602-1289-44-0|ref={{sfnref|Amir dan Utomo|(2016)}}|url-status=live}}
=== Jurnal Ilmiah ===
* {{cite journal|last=As'ad|first=Muhammad|date=2010|title=Tradisi Tulis Masyarakat Maluku Utara|url=http://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/view/483/320|journal=Al-Qalam|volume=16|issue=26|pages=171—180|doi=10.31969/alq.v16i2.483|issn=0854-1221|ref={{sfnref|As'ad, Muhammad|(2010)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Handoko|first=Wuri|date=2010|title=Perebutan Wilayah pada Masa Transisi Islam-Kolonial di Wilayah Kerajaan Jailolo|url=http://kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kapata/article/view/142/134|journal=Kapata Arkeologi|volume=10|issue=2|pages=99—112|doi=|issn=1858-4101|ref={{sfnref|Handoko, Wuri|(2010)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Handoko|first=Wuri|date=2014|title=Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan Hoamoal di Seram Bagian Barat|url=http://kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kapata/article/view/226/213|journal=Kapata Arkeologi|volume=6|issue=1|pages=1—24|doi=10.24832/kapata.v10i2.226|issn=1858-4101|ref={{sfnref|Handoko, Wuri|(2014)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Jalil|first=Laila Abdul|date=2017|title=Nisan Kuno di Jailolo: Bukti Perkembangan Islam Abad Ke-18 di Maluku Utara|url=https://berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/berkalaarkeologi/article/view/214/229|journal=Berkala Arkeologi|volume=37|issue=2|pages=195—207|doi=10.30883/jba.v37i2.214|issn=0216-1419|ref={{sfnref|Jalil, Laila Abdul|(2017)}}|url-status=live}}


* {{cite journal|last=Mansyur|first=Syahruddin|date=2016|title=Sebaran Benteng Kolonial Eropa di Pesisir Barat Pulau Halmahera: Jejak Arkeologis dan Sejarah Perebutan Wilayah di Kesultanan Jailolo|url=|journal=Purbawidya|volume=5|issue=2|pages=133—150|doi=|issn=|ref={{sfnref|Mansyur, Syahruddin|(2016)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Jalil|first=Laila Abdul|date=2017|title=Nisan Kuno di Jailolo: Bukti PErkembangan Islam Abad Ke-18 di Maluku Utara|url=|journal=Berkala Arkeologi|volume=37|issue=2|pages=195—207|doi=|issn=|ref={{sfnref|Jalil, Laila Abdul|(2017)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Junaidi|first=Muhammad|date=2009|title=Sejarah Konflik dan Perdamaian di Maluku Utara (Refleksi Terhadap Sejarah Moloku Kie Raha)|url=http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/academica/article/view/2330|journal=Academica|volume=1|issue=2|pages=222—247|doi=|issn=|ref={{sfnref|Junaidi, Muhammad|(2009)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Junaidi|first=Muhammad|date=2009|title=Sejarah Konflik dan Perdamaian di Maluku Utara (Refleksi Terhadap Sejarah Moloku Kie Raha)|url=http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/academica/article/view/2330|journal=Academica|volume=1|issue=2|pages=222—247|doi=|issn=|ref={{sfnref|Junaidi, Muhammad|(2009)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Kader|first=Abdurrahman|date=2018|title=Upacara Ritual Dabus Masyarakat Tidore|url=http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/4114/2255|journal=Sejarah dan Budaya|volume=12|issue=1|pages=1—7|doi=|issn=1979-9993|ref={{sfnref|Kader, Abdurrahman|(2018)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Mansur, Mustafa dan Said, Rusli M.|first=|date=2018|title=Dinamika Sosial-Politik Kesultanan Jailolo (2002—2017)|url=https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/etnohis/article/view/1137/881|journal=Etnohistori|volume=V|issue=2|pages=136—161|doi=|issn=|ref={{sfnref|Mansur dan Said|(2018)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Mansyur|first=Syahruddin|date=2016|title=Sebaran Benteng Kolonial Eropa di Pesisir Barat Pulau Halmahera: Jejak Arkeologis dan Sejarah Perebutan Wilayah di Kesultanan Jailolo|url=https://purbawidya.kemdikbud.go.id/index.php/jurnal/article/view/P5%282%292016-5/5%282%29-5a|journal=Purbawidya|volume=5|issue=2|pages=133—150|doi=10.24164/pw.v5i2.97|issn=2252-3758|ref={{sfnref|Mansyur, Syahruddin|(2016)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Pudjiastuti|first=Titik|date=2016|title=Naskah-naskah Moloku Kie Raha: Suatu Tinjauan Umum|url=http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta/article/view/62/57|journal=Manuskripta|volume=6|issue=1|pages=1—10|doi=|issn=2252-5343|ref={{sfnref|Pudjiastuti, Titik|(2016)}}|url-status=live}}

* {{cite journal|last=Rahman|first=Fadly|date=2019|title="Negeri Rempah-Rempah": Dari Masa Bersemi hingga Gugurnya Kejayaan Rempah-Rempah|url=http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/527/pdf_1|journal=Patanjala|volume=11|issue=3|pages=347—362|doi=10.30959/patanjala.v11i3.527|issn=2085-9937|ref={{sfnref|Rahman, Fadly|(2019)}}|url-status=live}}
=== Buletin ===
* {{cite journal|last=Siswayanti|first=Novita|date=2016|title=Sejarah dan Peranan Masjid Gammalamo Jailolo Halmahera dalam Menyingkap Jejak Warisan Budaya Kesultanan Jailolo|url=http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/4049/4135|journal=Al-Turas|volume=XII|issue=2|pages=331—344|doi=10.15408/bat.v22i2.4049|issn=0853-1692|ref={{sfnref|Siswayanti, Novita|(2016)}}|url-status=live}}
[[Kategori:Sejarah Indonesia menurut provinsi]]

Revisi terkini sejak 27 Juli 2024 13.23

Kesultanan Jailolo

كسلطانن جايلولو
Jiko Ma-Kolano
1300-an
Jailolo dan Halmahera
Jailolo dan Halmahera
Ibu kotaJailolo, Halmahera Barat
Bahasa yang umum digunakanTernate
Agama
Islam (setelah abad ke-15)
PemerintahanKesultanan
Sultan, Jiko ma-kolano 
• sebelum 1514 – 1530
Raja Yusuf
• 1536 – 1551
Katarabumi
• 1825 - 1832
Muhammad Asgar
Sejarah 
• Didirikan
1300-an
• Mulai menganut Islam
akhir abad ke-15
• Penaklukkan oleh Kesultanan Ternate
1551
• Pemimpin terakhir dilengserkan Belanda
1832
• Sultan diangkat kembali
2002
Digantikan oleh
Hindia Belanda
Sekarang bagian dariIndonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Sultan Jailolo Amar Ma'ruf
Sultan Jailolo Amar Ma'ruf Malamo

Kesultanan Jailolo adalah salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di Kepulauan Maluku. Pendirian kesultanan ini berawal dari Persekutuan Moti yang diusulkan oleh Sultan Sida Arif Malamo.[1] Kesultanan Jailolo adalah satu-satunya kesultanan di Maluku Utara yang pusat pemerintahannya berada di Pulau Halmahera.[2] Selain itu, wilayah Kesultanan Jailolo adalah salah satu sumber penghasil cengkih di Kepulauan Maluku.[3] Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Pada abad ke-17, kesultanan ini mengalami keruntuhan. Wilayah-wilayahnya kemudian terbagi menjadi bagian dari Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate.[4]

Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat setelah era reformasi dimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, komunitas adat Moloku Kie Raha dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai pemimpin adat.[5] Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak peninggalan arkeologi. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.[6]

Identifikasi Kesultanan

[sunting | sunting sumber]
Dari kiri ke kanan Sultan Jailolo Ahmad Syah dan Boki, tengah Sultan Ternate Hidayatullah Syah dan Boki, kanan Sultan Tidore H. Husein Alting Syah dan Boki.

Kesultanan Jailolo mulai didirikan kembali secara adat setelah era reformasi dimulai pada tahun 1998. Komunitas adat Moloku Kie Raha mulai dibentuk kembali. Selama periode 2002—2017 telah terangkat dua sultan yang berkuasa yaitu Abdullah Sjah (meninggal dunia pada hari Selasa 23 Oktober 2017. Ia meninggalkan surat wasiat yang isinya memberikan posisi kesultanan kepada Amar Ma'ruf Malamo sebagai ahli waris. Namun karena Amar Maruf saat itu berhalangan hadir karena sedang sakit dalam menjalankan amanah leluhur di luar kota Jailolo. Maka Kesultanan Jailolo kemudian digantikan oleh anak tiri Abdullah Sjah yakni Ahmad Syah alias Rooseno Heru Prawoto yang diangkat menjadi Sultan Jailolo sejak 2017 s/d Sekarang. Namun Sejak diketemukannya Silsilah Ahli Waris Sultan yang Asli, Maka secara otomatis Sultan Jailolo kini adalah Sultan Amar Ma'ruf Bin Karim. Jelasnya kemudian Achmad Sjah alias Rooseno Heru Prawoto terbukti melakukan kasus penipuan dan pemalsuan identitas.

Wilayah kekuasaan

[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Jailolo menjalankan pemerintahan yang didasarkan pada Persekutuan Moti. Persekutuan ini ditetapkan oleh para Sultan di Kepulauan Maluku pada tahun 1322. Wilayah-wilayah di Halmahera, Maluku, Raja Ampat hingga Kepulauan Sula dibagi antara Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo. Kesultanan Ternate menjadi penguasa tertinggi, Kesultanan Tidore menguasai wilayah daratan dan pegunungan, Kesultanan Bacan menguasai wilayah tanjung, sedangkan Kesultanan Jailolo menguasai wilayah teluk.[7]

Keagamaan

[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Jailolo mulai mengenal agama Islam setelah menjalin kerja sama perdagangan dengan para pedagang dari Pulau Jawa. Selain itu, masyarakat Jailolo mulai beragama Islam setelah Sultan Zainal Abidin kembali dari Kedatuan Giri dan mulai berdakwah di Kepulauan Maluku. Agama Islam semakin berkembang di Kesultanan Jailolo setelah Selat Malaka menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan para pedagang Arab dengan wilayah Indonesia Timur secara langsung.[8]

Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perkembangan kekuasaan Islam yang paling awal di Maluku Utara. Masyarakat Jailolo mulai meninggalkan pemikiran primitif sejak Islam diterapkan dalam kehidupan sosial dan politik.[9] Kesultanan Jailolo menjalankan syariat Islam dalam kehidupan masyarakatnya. Al-Qur'an dan nasihat para leluhur menjadi sumber hukum utama dalam menjalankan hubungan sosial. Kehidupan masyarakat sepenuhnya diatur oleh adat yang dikenal sebagai Adat Se Atorang.[10]

Kesultanan Jailolo bekerja sama dengan Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate, dan Kesultanan Bacan dalam menyebarkan Islam di Maluku Utara. Mereka menyebarluaskan tentang syariat, tarekat, hakikat dan makrifat Islam kepada masyarakat Maluku.[11] Peran masing-masing kesultanan diatur pada tahun 1322 dalam Persekutuan Moti. Urusan tarekat diserahkan kepada Kesultanan Tidore. Kesultanan Ternate diberi tanggung jawab dalam urusan syariat. Urusan hakikat diberikan kepada Kesultanan Bacan. Sedangkan Kesultanan Jailolo menerima tanggung jawab dalam urusan makrifat. Pada masa ini, perkembangan tarekat sangat pesat dengan disertai pembangunan masjid-masjid. Tarekat-tarekat yang berkembang yaitu Alawiyah, Qadiriyah, dan Naqsabandiyah. Masing-masing tarekat ini beribadah pada masjid yang terpisah, tetapi tetap saling menghormati dan rukun.[12]

Perdagangan

[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perdagangan cengkih di Pulau Halmahera pada abad ke-15.[13] Wilayahnya merupakan penghasil rempah-rempah sehingga menjadi tempat persinggahan para pedagang asing. Para pedagang asing ini berasal dari Arab, Eropa, Gujarat, Cina, Melayu, Jawa, dan Makassar.[14] Wilayah pesisir barat Pulau Halmahera menjadi pusat bandar-bandar perdagangan Kesultanan Jailolo.[15]

Keruntuhan

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1359, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo atas perintah Gapi Malamo. Serangan kembali dilakukan oleh Komala Pulu pada tahun 1380 dan Taruwese pada tahun 1524 dan 1527. Serangan-serangan ini membuat wilayah kekuasaan dari Kesultanan Jailolo berkurang. Pada tahun 1534, Kesultanan Jailolo merebut kembali wilayahnya dengan dipimpin oleh Sultan Katarabumi dengan bantuan dari Portugis. Kesultanan Jailolo kemudian menyerang Kerajaaan Moro untuk memperluas wilayahnya. Penyerangan ini dibantu oleh Sultan Deyalo yang diberhentikan sebagai sultan dari Kesultanan Ternate oleh Portugis.[16]

Pada tahun 1551, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo dengan bantuan dari Portugis. Serangan ini membuat sebagian wilayah kekuasaan Kesultanan Jailolo menjadi milik Kesultanan Ternate. Wilayah yang dikuasai kemudian diisi oleh Suku Ternate, sehingga masyarakat Jailolo khususnya Suku Wayoli pindah ke wilayah Kesultanan Jailolo yang lainnya.[17] Pada tahun 1620, Kesultanan Ternate kembali melakukan serangan dan dibantu oleh Belanda. Kedua serangan ini akhirnya mengakhiri kekuasaan dari Kesultanan Jailolo.[18] Pada tahun yang sama, Kesultanan Ternate menggabungkan bekas wilayah Kesultanan Jailolo menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.[19] Kaicil Alam menjadi sultan terakhir dari Kesultanan Jailolo. Ia dinikahkan dengan saudari Sultan Sibori dan jabatannya diubah menjadi sangaji atau perwakilan Kesultanan Ternate. Kesultanan Jailolo sepenuhnya menjadi wilayah kekuasaan dari Kesultanan Ternate setelah Kaicil Alam wafat.[20]

Kesultanan Jailolo termasuk dalam salah satu dari Moloku Kie Raha atau empat penguasa wilayah Kepulauan Maluku. Kesultanan ini menjadi salah satu penguasa atau kolano, bersama dengan Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Bacan. Keempat penguasa kesultanan ini berasal dari garis keturunan yang sama.[21]

Silsilah ahli waris mulai dari Abdul Kadir (KATARABUMI) Sultan Jailolo ke 5 ( yang berkuasa 1496 - 1556)

1. Abdul Kadir Bin Malik Badaruddin menikah tahun 1497 dengan Sarifah Binti Aburahman dan mempunyai dua orang anak yakni Abdullah Hasan dan Abdullah Husen.

2. Abdullah Hasan Bin Abdul Kadir menikah tahun 1533 dengan Nafisa Binti Yahya dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Nurbaya, Nurhaya dan Abdul Manaf.

3. Abdul Manaf Bin Abdullah Hasan menikah tahun 1568 dengan Jaenab Binti Wahab hingga mempunyai dua orang anak yakni Jainal Abidin dan Rabiya.

4. Jainal Abidin Bin Abdul Manaf menikah tahun 1622 dengan Hindun Binti Abdullah. Mempunyai anak tunggal yang bernama Abdurahman Mansur.

5. Abdurahman Mansur Bin Jainal Abidin menikah tahun 1655 dengan Hapsah Binti Ahmad. Memiliki dua orang anak yaitu Asma dan Aladin Gosim.

6. Aladin Gosim Bin Abdurahman Mansur menikah tahun 1708 dengan Memunah Binti Ibrahim. Mempunyai dua orang anak yakni Ruman dan Maulana Malik.

7. Maulana Malik Bin Aladin Gosim menikan tahun 1746 dengan Rabiah Binti Suaib. Memiliki seorang anak yang bernama Abdurahman Faruk.

8. Abdurahman Faruk Bin Maulana Malik menikah tahun 1786 dengan Saniah Binti Yusuf. Mempunyai seorang anak bernama Opa Kauna.

9. Opa Kauna Bin Abdurahman Faruk menikah tahun 1831 dengan Hadijah Binti Taher. Memiliki seorang anak bernama Batal.

10. Batal Bin Opa Kauna menikah tahun 1918 dengan Halimah Binti Kadir. Mempunyai empat orang anak yaitu Warina, Karim, Jainab dan Samad.

11. Karim Bin Batal menikah tahun 1941 dengan Jainab Binti Ela. Memiliki empat orang anak yakni Hawa, Dero, Boi dan Amar Ma'ruf

Hingga kini Sultan Jailolo adalah Amar Ma'ruf Bin Karim.

Peninggalan

[sunting | sunting sumber]

Benteng Gamlamo

[sunting | sunting sumber]

Benteng Gamlamo dibangun untuk menghadapi serangan Kesultanan Ternate dan Portugis. Pembangunan benteng dipimpin oleh Sultan Katarabumi. Pondasi benteng dibuat dari bahan tanah dan batu. Sekelilingnya dibanguni tembok dengan dua kubu pertahanan. Benteng ini memiliki persenjataan berupa 100 pucuk senjata laras panjang,18 pucuk meriam, satu mortir, dan beragam senjata untuk mencegah pengepungan. Senjata-senjata ini berasal dari Pulau Jawa.[22]

Masjid Gammalamo

[sunting | sunting sumber]

Masjid Gammalamo terletak di pesisir Teluk Jailolo. Keberadaan masjid ini menjadi salah satu peninggalan sejarah perkembangan Islam di wilayah pesisir Jailolo, Halmahera.[23] Pembangunan Masjid Gammalamo dimulai pada awal tahun 1900-an atas prakarsa suku-suku di Jailolo, yaitu Suku Moro, Suku Wayoli, Suku Porniti dan Suku Gammalamo.[24]

Nisan-nisan Kuno

[sunting | sunting sumber]

Nisan-nisan kuno merupakan salah satu peninggalan Islam di Kesultanan Jailolo. Nisan-nisan ini ditemukan pada makam-makam yang ada di Desa Galala, Desa Gam Ici, dan Desa Gam Lamo. Ketiga desa ini berada di dalam wilayah Kecamatan Jailolo. Nisan-nisan kuno ini berbentuk pipih dan balok serta memiliki ornamen dengan ukiran kaligrafi dan bunga yang bersulur.[25]

Sultan Jailolo Amar Ma'ruf saat upacara adat
Sultan Jailolo Amar Ma'ruf saat upacara adat di Bastiong, kota Ternate.
Sultan Jailolo Amar Ma'ruf Menyerahkan Tongkat Bung Karno kepada Abdullah Sjah
  1. ^ Jalil, Laila Abdul (2017), hlm. 197.
  2. ^ Amir dan Utomo (2016), hlm. 149.
  3. ^ Rahman, Fadly (2019), hlm. 353.
  4. ^ Amir dan Utomo (2016), hlm. 134.
  5. ^ Mansur dan Said (2018), hlm. 137—138.
  6. ^ Handoko, Wuri (2010), hlm. 7.
  7. ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 231.
  8. ^ Jalil, Laila Abdul (2017), hlm. 204.
  9. ^ Handoko, Wuri (2014), hlm. 100.
  10. ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 232.
  11. ^ Kader, Abdurrahman (2018), hlm. 1—2.
  12. ^ Amir dan Utomo (2016), hlm. 155.
  13. ^ Amir dan Utomo (2016), hlm. 106.
  14. ^ Jalil, Laila Abdul (2017), hlm. 198.
  15. ^ Amir dan Utomo (2016), hlm. 114.
  16. ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 237.
  17. ^ Mansyur, Syahruddin (2016), hlm. 142.
  18. ^ Mansyur, Syahruddin (2016), hlm. 134.
  19. ^ Mansur dan Said (2018), hlm. 137.
  20. ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 238.
  21. ^ Pudjiastuti, Titik (2016), hlm. 2.
  22. ^ Mansyur, Syahruddin (2016), hlm. 143.
  23. ^ Siswayanti, Novita (2016), hlm. 332.
  24. ^ Siswayanti, Novita (2016), hlm. 334.
  25. ^ Jalil, Laila Abdul (2017), hlm. 199—200.


Daftar Pustaka

[sunting | sunting sumber]

Jurnal Ilmiah

[sunting | sunting sumber]