Guci, Bumijawa, Tegal: Perbedaan antara revisi
k r2.7.1) (bot Menambah: jv:Guci, Bumijawa, Tegal |
Wadaihangit (bicara | kontrib) via https://fist.toolforge.org/wd4wp/melengkapi gambar di infobox #WPWP |
||
(27 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{cleanup rewrite}} |
|||
{{desa |
{{desa |
||
|peta= |
|peta= |
||
Baris 6: | Baris 7: | ||
|nama dati2=Tegal |
|nama dati2=Tegal |
||
|kecamatan=Bumijawa |
|kecamatan=Bumijawa |
||
|kode pos=52466 |
|||
|luas= |
|luas=... km³ |
||
|penduduk= |
|penduduk=... jiwa |
||
|kepadatan= |
|kepadatan=... jiwa/km² |
||
|kepala desa= Basuki Rachmat Amd. |
|||
|foto=Tegal Guci.jpg}} |
|||
}} |
|||
'''Guci''' |
'''Guci''' adalah [[desa]] di kecamatan [[Bumijawa, Tegal|Bumijawa]], Kabupaten [[Kabupaten Tegal|Tegal]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. |
||
=== Obyek Wisata Guci === |
|||
⚫ | |||
== Sejarah == |
|||
{{referensi|Bagian}} |
|||
Pada |
Pada zaman dulu sekitar tahun 1767 tersebutlah seorang bangsawan dari [[Kesultanan Demak]], bernama Raden Aryo Wiryo yang merasa jenuh dengan keadaan, kehidupan keraton yang sering kali terjadi konflik perang saudara dan persaingan perebutan tahta di antara sesama saudara dalam lingkup keraton. Keadaan itu membuat Raden Aryo Wiryo merasa jenuh dan berniat meninggalkan keraton. |
||
Akhirnya dia berangkat meninggalkan keraton dengan mengajak istrinya yang kemudian dikenal dengan Nyai Tumbu, selang beberapa tahun kemudian dia sempat mengabdi di [[Kesultanan Mataram]] pada zaman kejayaan Sultan Agung Hanyorokusumo kemudian dia sempat pula ditugaskan oleh Sultan Agung untuk berangkat ke [[Kota Cirebon|Cirebon]] pada masa itu. |
|||
Kemudian |
Kemudian dia kembali mengembara hingga sampai di lereng [[Gunung Slamet]] sebelah utara dan dia menetap di daerah tersebut . Dia orang pertama yang membuka lahan perkampungan di tempat itu sampai banyak orang berdatangan ke daerah itu untuk berguru kepada Raden Aryo Wiryo dan akhirnya menetap di daerah tersebut. Oleh karenanya Raden Aryo Wiryo memeberi nama tempat itu “Kampung Keputihan“, (daerah yang masih asli tak terjamah peradaban agama selain Islam). |
||
Suatu saat datanglah pengembara dari Pesantren |
Suatu saat datanglah pengembara dari Pesantren Gunung Jati yang merupakan santri [[Sunan Gunung Jati]]. Sunan Gunungjati bernama Kyai Elang Sutajaya bermaksud menyebarkan agama [[Islam]] dan kemudian Raden Aryo Wiryo dan pengikutnya berkenan mendalami ajaran agama islam untuk lebih memantapkan keimanan para pengikutnya. |
||
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah |
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah '''pageblug''' seperti banyak tanah longsor dan penyakit gatal – gatal (gudigen, bahasa setempat)sehingga Kyai Elang Sutajaya mengajak Raden Aryo Wiryo dan warganya untuk berdoa kepada Alllah SWT dengan ritual yang sekarang dikenal sebagai '''ruwat bumi''' dengan menyembelih kambing Kendit dan menyajikan hasil bumi seperti Pala Pendem dan sayur mayur yang akan disedekahkan kepada fakir miskin. Acara ritual tersebut terjadi pada bulan Asyuro atau bulan Mukharom dan turun temurun sampai sekarang. |
||
Pada saat |
Pada saat berdoa dengan tasyakuran Tahlilan dan Manaqib kala itu, Kanjeng Sunan Gunung Jati berkenan hadir secara ghoib dan memeberikan sebuah guci sakti yang sudah diisi dengan do’a Kanjeng Sunan agar penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal segera meminum air guci tersebut dan pojok – pojok Kampung Keputihan agar dipercikkan air guci tersebut untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam. Sehingga pada saat Radenn Aryo Wiryo berkeliling bersama Kyai Elang Sutajaya dia menemukan sumber mata air panas dibawah sebuah [[Gua]] yang sekarang terkenal dengan nama '''Pancuran 13'''. |
||
Adapun |
Adapun guci sakti tersebut ditempatkan di sebuah dukuh tempat Raden Aryo Wiryo biasa semadi, daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama Telaga Ada di Dukuh Engang Desa Guci, sehingga karena kekeramatan guci tersebut maka Kampung Keputihan dapat pulih kembali, bebas dari pageblug. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka Kampung Keputihan diubah namanya menajadi Desa Guci. Adapun guci sakti tersebut sekarang ada di [[Museum Nasional]] karena pada zaman Adipati Cokroningrat dari Brebes memindahkannya dari Desa Guci ke pendopo Kadipaten Brebes yang kala itu Desa Guci adalah bagian dari [[Kabupaten Brebes]]. |
||
Untuk lebih membaur dengan warga, |
Untuk lebih membaur dengan warga, Raden Aryo Wiryo menggunakan nama samaran yaitu Kyai Ageng Klitik atau untuk lebih akrab dengan sebutan Kyai Klitik. Selain itu penyamaran tersebut juga mengandung maksud lain, sebab keturunan darah biru atau bangsawan dari keraton banyak yang diburu penjajah [[Belanda]]. Sampai sekarang tidak diketahui maksud dan asal muasal makna yang sesungguhnya, dia juga menemukan tuk atau mata air panas lain yang sekarang terkenal dengan '''Pemandian Kasepuhan''' dan '''Pemandian Pengasihan''' yang berkasiat untuk sababiyah berbagai penyakit kulit dan tulang dan sarana mengabulkan khajat tertentu bagi yang meyakininya. Konon kabarnya Pemandian tersebut adalah tempat untuk penjamasan atau memandikan keris Kyai Klitik agar pamornya menjadi sepuh sehingga tempat itu dinamakan Kasepuhan dan tempat untuk memandikan pusaka – pusaka lain yang berpamor welas asih, sehingga tempat tersebut dinamakan Pengasihan. Tempat tersebut sekarang dipergunakan untuk pemandian umum yang didatangi pengunjung dari berbagai tempat. |
||
Setelah |
Setelah Desa Guci semakin ramai maka datanglah seorang pengembara bernama Mbah Segeong dan bertapa di dalam Gua, yang sekarang terkenal dengan Gua Segeong terletak di sebelah selatan Pos I Retribusi sekitar 350 m jaraknya. Pada saat Kyai Elang Sutajaya mensyiarkan agama islam dia sering melakukan semadi di atas sebuah bukit. Di sekitar tempat itu banyak terdapat hewan badak (warak, dalam bahasa Jawa), maka Kyai Elang Sutajaya menyebutnya dengan Kandang Warak yang sekarang nama tersebut digunakan sebagai nama sebuah dukuh di sebelah timur Desa Guci yaitu Dukuh Pekandangan. |
||
sebagai nama sebuah dukuh disebelah timur [[Guci, Bumijawa, Tegal|Desa Guci]] yaitu dukuh Pekandangan. |
|||
Data ini bersumber dari [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]] dan penuturan leluhur dari keturunan [[Raden Patah]]. |
|||
Adapun sejarah [[Guci, Bumijawa, Tegal|Desa Guci]] menjadi Obyek [[Wisata]] adalah bermula setelah ditemukannya sumber tersebut dan diteliti tidak mengandung racun maka pada tahun [[1974]] pemandian umum dibuka untuk dikunjungi dengan fasilitas yang masih [[alami]] dan belum dibuat seperti sekarang ini, [[wisatawan]] masih mandidibawah gua sumber mata air panas dan konon tempat itu juga merupakan daerah kekuasaan dayang [[Nyai Roro Kidul]] yang bertugas diwilayah sungai sebelah utara gunung slamet atau lebih dikenal Kali Gung, sejarah mengatakan dinamakan Kali Gung sebab bersinggungan dengan mata air yang Agung yakni aliran mata air panas yang melimpah sepanjang tahun, Dayang Nyai roro Kidul bernama Nyai Rantensari yang berwujud sesungguhnya adalah ]]Naga]] dan di Pancuran 13 |
|||
tersebut dibuat Patung Naga untuk mengingatkan akan daya mistis yang ada dikawasan Obyek yang inti di [[Guci Indah|OW Guci]]. |
|||
== Pariwisata == |
|||
Dikawasan tersebut juga terdapat [[Pohon Beringin]] dan [[Pohon Karet]] yang sudah ratusan tahun yang konon ditanam oleh keturunan Kyai Klitik yang bernama Eyang Sudi Reja dan Mbah Abdurahim pada tahun [[1918]]. Dengan maksud agar dearah tersebut kuat dan tidak longsor dan rindang. Sampai sekarang [[Guci, Bumijawa, Tegal|Desa Guci]] dan Dukuh Pekandangan Desa Rembul merupakan desa yang ketempatan Obyak Wisata yang masih menyimapan misteri kegaibanya sebab merupakan poeninggalan para wali terdahulu penyebar agama islam, dan masih banyak tempat – tempat yang menyimpan sejarah seperti petilasan Kyai Mustofa dan makamnya di Pekaringan berjarak 5 KM dari [[Guci, Bumijawa, Tegal|Desa Guci]], Kayi Mustofa adalah seorang ulama keturunan kanjeng Sunan Gunungjati yang siar Islam kemudian bertapa di [[Guci, Bumijawa, Tegal|Desa Guci]] pada jaman cucu Kyai Klitik. |
|||
=== Guci Indah === |
|||
{{main|Guci Indah}} |
|||
[[Ulama]] inilah yang memberi nama air terjun disebelah atas Pemandian Pancuran 13 yaitu Curug Serwiti sebab banyak muncul burung serwiti dan diatas curug itu ada lagi sebuah curug yang indah bernama Curug Jedor yang tidak pernah diketahui asal muasal nama tersebut. |
|||
⚫ | Kawasan Guci Indah merupakan objek wisata [[air terjun]], pemandian air panas, dan taman di kaki [[Gunung Slamet]]. Jaraknya sekitar ± 27 km ke arah selatan dari [[Slawi, Tegal|Slawi]]. Terdapat kebun stroberi yang bisa dipetik langsung, juga terdapat banyak penginapan yang bermunculan sejak 5 tahun terakhir. |
||
Demikian sejarah singkat Desa dan [[Guci, Bumijawa, Tegal|Obyek Wisata GUCI]] yang dimiliki oleh dua kecamatan yaitu Kecamatan Bumijawa dan Kecamatan Bojong. Data ini bersumber dari penuturan Leluhur dan Babad tanah jawa dari keturunan Raden Fatah. |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
[[http://maulanabustanul.blogspot.com/2009/12/ow-pemandian-air-panas-guci.html]] |
|||
{{Bumijawa, Tegal}} |
{{Bumijawa, Tegal}} |
||
⚫ | |||
{{Authority control}} |
|||
[[jv:Guci, Bumijawa, Tegal]] |
|||
[[map-bms:Guci, Bumijawa, Tegal]] |
|||
⚫ |
Revisi terkini sejak 11 Agustus 2024 06.42
Artikel atau bagian mungkin perlu ditulis ulang agar sesuai dengan standar kualitas Wikipedia. |
Guci | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Tengah |
Kabupaten | Tegal |
Kecamatan | Bumijawa |
Kode pos | 52466 |
Kode Kemendagri | 33.28.02.2001 |
Luas | ... km³ |
Jumlah penduduk | ... jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Guci adalah desa di kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Indonesia.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada zaman dulu sekitar tahun 1767 tersebutlah seorang bangsawan dari Kesultanan Demak, bernama Raden Aryo Wiryo yang merasa jenuh dengan keadaan, kehidupan keraton yang sering kali terjadi konflik perang saudara dan persaingan perebutan tahta di antara sesama saudara dalam lingkup keraton. Keadaan itu membuat Raden Aryo Wiryo merasa jenuh dan berniat meninggalkan keraton.
Akhirnya dia berangkat meninggalkan keraton dengan mengajak istrinya yang kemudian dikenal dengan Nyai Tumbu, selang beberapa tahun kemudian dia sempat mengabdi di Kesultanan Mataram pada zaman kejayaan Sultan Agung Hanyorokusumo kemudian dia sempat pula ditugaskan oleh Sultan Agung untuk berangkat ke Cirebon pada masa itu.
Kemudian dia kembali mengembara hingga sampai di lereng Gunung Slamet sebelah utara dan dia menetap di daerah tersebut . Dia orang pertama yang membuka lahan perkampungan di tempat itu sampai banyak orang berdatangan ke daerah itu untuk berguru kepada Raden Aryo Wiryo dan akhirnya menetap di daerah tersebut. Oleh karenanya Raden Aryo Wiryo memeberi nama tempat itu “Kampung Keputihan“, (daerah yang masih asli tak terjamah peradaban agama selain Islam).
Suatu saat datanglah pengembara dari Pesantren Gunung Jati yang merupakan santri Sunan Gunung Jati. Sunan Gunungjati bernama Kyai Elang Sutajaya bermaksud menyebarkan agama Islam dan kemudian Raden Aryo Wiryo dan pengikutnya berkenan mendalami ajaran agama islam untuk lebih memantapkan keimanan para pengikutnya.
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah pageblug seperti banyak tanah longsor dan penyakit gatal – gatal (gudigen, bahasa setempat)sehingga Kyai Elang Sutajaya mengajak Raden Aryo Wiryo dan warganya untuk berdoa kepada Alllah SWT dengan ritual yang sekarang dikenal sebagai ruwat bumi dengan menyembelih kambing Kendit dan menyajikan hasil bumi seperti Pala Pendem dan sayur mayur yang akan disedekahkan kepada fakir miskin. Acara ritual tersebut terjadi pada bulan Asyuro atau bulan Mukharom dan turun temurun sampai sekarang.
Pada saat berdoa dengan tasyakuran Tahlilan dan Manaqib kala itu, Kanjeng Sunan Gunung Jati berkenan hadir secara ghoib dan memeberikan sebuah guci sakti yang sudah diisi dengan do’a Kanjeng Sunan agar penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal segera meminum air guci tersebut dan pojok – pojok Kampung Keputihan agar dipercikkan air guci tersebut untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam. Sehingga pada saat Radenn Aryo Wiryo berkeliling bersama Kyai Elang Sutajaya dia menemukan sumber mata air panas dibawah sebuah Gua yang sekarang terkenal dengan nama Pancuran 13.
Adapun guci sakti tersebut ditempatkan di sebuah dukuh tempat Raden Aryo Wiryo biasa semadi, daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama Telaga Ada di Dukuh Engang Desa Guci, sehingga karena kekeramatan guci tersebut maka Kampung Keputihan dapat pulih kembali, bebas dari pageblug. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka Kampung Keputihan diubah namanya menajadi Desa Guci. Adapun guci sakti tersebut sekarang ada di Museum Nasional karena pada zaman Adipati Cokroningrat dari Brebes memindahkannya dari Desa Guci ke pendopo Kadipaten Brebes yang kala itu Desa Guci adalah bagian dari Kabupaten Brebes.
Untuk lebih membaur dengan warga, Raden Aryo Wiryo menggunakan nama samaran yaitu Kyai Ageng Klitik atau untuk lebih akrab dengan sebutan Kyai Klitik. Selain itu penyamaran tersebut juga mengandung maksud lain, sebab keturunan darah biru atau bangsawan dari keraton banyak yang diburu penjajah Belanda. Sampai sekarang tidak diketahui maksud dan asal muasal makna yang sesungguhnya, dia juga menemukan tuk atau mata air panas lain yang sekarang terkenal dengan Pemandian Kasepuhan dan Pemandian Pengasihan yang berkasiat untuk sababiyah berbagai penyakit kulit dan tulang dan sarana mengabulkan khajat tertentu bagi yang meyakininya. Konon kabarnya Pemandian tersebut adalah tempat untuk penjamasan atau memandikan keris Kyai Klitik agar pamornya menjadi sepuh sehingga tempat itu dinamakan Kasepuhan dan tempat untuk memandikan pusaka – pusaka lain yang berpamor welas asih, sehingga tempat tersebut dinamakan Pengasihan. Tempat tersebut sekarang dipergunakan untuk pemandian umum yang didatangi pengunjung dari berbagai tempat.
Setelah Desa Guci semakin ramai maka datanglah seorang pengembara bernama Mbah Segeong dan bertapa di dalam Gua, yang sekarang terkenal dengan Gua Segeong terletak di sebelah selatan Pos I Retribusi sekitar 350 m jaraknya. Pada saat Kyai Elang Sutajaya mensyiarkan agama islam dia sering melakukan semadi di atas sebuah bukit. Di sekitar tempat itu banyak terdapat hewan badak (warak, dalam bahasa Jawa), maka Kyai Elang Sutajaya menyebutnya dengan Kandang Warak yang sekarang nama tersebut digunakan sebagai nama sebuah dukuh di sebelah timur Desa Guci yaitu Dukuh Pekandangan.
Data ini bersumber dari Babad Tanah Jawa dan penuturan leluhur dari keturunan Raden Patah.
Pariwisata
[sunting | sunting sumber]Guci Indah
[sunting | sunting sumber]Kawasan Guci Indah merupakan objek wisata air terjun, pemandian air panas, dan taman di kaki Gunung Slamet. Jaraknya sekitar ± 27 km ke arah selatan dari Slawi. Terdapat kebun stroberi yang bisa dipetik langsung, juga terdapat banyak penginapan yang bermunculan sejak 5 tahun terakhir.
Referensi
[sunting | sunting sumber]