Hubungan Indonesia dengan Irak: Perbedaan antara revisi
k Illchy memindahkan halaman Hubungan Indonesia dengan Irak ke Hubungan Indonesia-Irak Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
k Membatalkan suntingan oleh 140.213.1.7 (bicara) ke revisi terakhir oleh AABot: suntingan uji coba, silakan gunakan bak pasir Tag: Pengembalian SWViewer [1.6] |
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |
(Tidak ada perbedaan)
|
Revisi terkini sejak 31 Agustus 2024 08.35
Indonesia |
Irak |
---|
Hubungan Indonesia-Irak mengacu pada hubungan bilateral antara Indonesia dan Irak. Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Irak penting karena keduanya sama-sama merupakan negara mayoritas Muslim. Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, sementara Irak juga bangsa mayoritas Muslim. Hubungan diplomatik didirikan pada tahun 1950. Indonesia memiliki kedutaan besar di Baghdad, sementara Irak memiliki kedutaan besar di Jakarta. Kedua negara adalah anggota Gerakan Non-Blok dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Hubungan antara Irak dan Indonesia telah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Irak Kuno dan kepulauan Indonesia yang terhubung ke jalur sutera maritim perdagangan Samudera Hindia, dimana barang-barang dan ide-ide dipertukarkan. Kekaisaran Sriwijaya pada abad ke-8 telah memiliki kontak dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah. Pada abad ke-13 Islam tiba di Indonesia, dan perlahan-lahan menjadi agama mayoritas di Nusantara sejak abad ke-16.[citation needed]
Islam menjadi penghubung antara Indonesia dan Irak, yang menyebabkan sejumlah pedagang dan ulama menyebarkan Islam ke kepulauan Indonesia. Sejumlah buku bahasa Arab dan literatur dibawa melalui hubungan perdagangan dan pelabuhan, dan akhirnya mencapai Indonesia. Cerita Seribu satu malam telah mempengaruhi imajinasi orang Indonesia.[citation needed]
Di Irak, perjuangan kemerdekaan Indonesia dimulai tahun 1939, ketika dua pemuda Indonesia tiba di negeri itu untuk belajar, yaitu Haji Zaidan Samad dan Haji Rasyid Bayuni asal Bukittinggi.[1]
Setelah Perang Dunia II, Irak menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945. Kedua negara menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1950 dan telah menandatangani sekitar 15 perjanjian untuk meningkatkan hubungan bilateral. Indonesia telah mempertahankan keberadaan kedutaannya di Baghdad selama berbagai krisis, seperti perang Irak-Iran pada 1980-an.[citation needed]
Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia dan masyarakat menolak kampanye militer pimpinan Amerika Serikat terhadap Irak. Lebih dari 50.000 orang Indonesia memadati jalan-jalan ibu kota Indonesia, Jakarta pada Minggu, 9 Februari, 2003, untuk memprotes ancaman AS dari aksi militer terhadap Irak.[2] Pada puncak Perang Irak, Indonesia menutup sementara kedutaannya di Baghdad pada tahun 2003. Karena situasi keamanan secara bertahap meningkat di Irak, Indonesia membuka kembali kedutaannya pada Juni 2011.[3] Sejak itu, hubungan kedua negara telah berkembang dengan cepat. Kedua negara sedang dalam proses menghidupkan kembali hubungan bilateral mereka, yang terhenti karena perang di Irak.
Ekonomi dan Perdagangan
[sunting | sunting sumber]Secara tradisional Indonesia melihat Irak sebagai sumber energi, seperti minyak dan gas. Di sisi lain, rakyat Irak akrab dengan produk Indonesia yang diekspor seperti ban, sabun, rempah-rempah, dan produk sehari-hari lainnya.
Irak, produsen minyak terbesar kedua di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), ingin meningkatkan perdagangan bilateral dengan Indonesia hingga 1 miliar USD pada tahun 2013 melalui penjualan minyak. Irak baru-baru ini menandatangani perjanjian pembelian dan meningkatkan impor gas dan non-minyak langsung dari Jakarta.[4]
Nilai perdagangan bilateral indonesia dengan Irak meningkat menjadi 154 juta USD pada tahun 2011, dari 52 juta USD pada tahun 2010. Namun nilai tersebut menurun pada 2012. menurut Badan Pusat Statistik di Indonesia (BPS), nilai perdagangan bilateral pada tahun 2012 hanya 45 juta USD. Kedua negara menandatangani nota kesepahaman pada Maret 2013 saat kunjungan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa ke Irak. Berdasarkan perjanjian tersebut, Irak akan memasok minyak sebanyak 35.000 barel per hari (bph) mulai Mei 2013.
Pengungsi dan Migrasi
[sunting | sunting sumber]Setelah invasi 2003, Irak jatuh ke dalam perang sipil dan negara menjadi tidak stabil karena kekerasan membanjiri seluruh negeri. Irak termasuk dalam daftar merah imigrasi Indonesia. Banyak negara, termasuk Indonesia, masih menganggap Irak tempat yang berbahaya, dan sejumlah warga Irak secara ilegal memasuki wilayah Indonesia setiap tahun dalam upaya mereka untuk mencapai Australia. Karena alasan keamanan, Irak di antara 13 negara yang warga diminta untuk memberikan dokumen yang spesifik untuk masuk ke Indonesia.[5]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Daftar Duta Besar Indonesia untuk Irak
- Daftar duta besar Irak untuk Indonesia
- Kedutaan Besar Republik Indonesia di Baghdad
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Silalahi, M. Daud (1992). Sejarah perjuangan kemerdekaan R.I. di Minangkabau/Riau, 1945-1950. Badan Pemurnian Sejarah Indonesia-Minangkabau. ISBN 978-979-405-126-9.
- ^ "Indonesians protest against Iraq war". CNN.com. Sunday, February 9, 2003 Posted: 10:24 PM. Diakses tanggal 5 June 2013.
- ^ "RI embassy in Baghdad resumes activity". The Jakarta Post. July 2, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-31. Diakses tanggal 5 June 2013.
- ^ Veeramalla Anjaiah (April 2, 2013). "Iraq eyes $1b trade with RI, seeks exit from visa red list". The Jakarta Post. Diakses tanggal 5 June 2013.
- ^ Nani Afrida (December 15, 2011). "Afghanistan and Indonesia to strengthen relationship". The Jakarta Post. Diakses tanggal 12 June 2013.