Jatinangor, Sumedang: Perbedaan antara revisi
Koreksi Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
(27 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 3: | Baris 3: | ||
|dati2=Kabupaten |
|dati2=Kabupaten |
||
|nama dati2=Sumedang |
|nama dati2=Sumedang |
||
|luas= |
|luas= 262 km²{{sfn|BPS|2018|page=3}} |
||
|penduduk= |
|penduduk=113913 |
||
|penduduktahun=2017 |
|||
|kelurahan=12 Desa |
|||
|pendudukref={{sfn|BPS|2018|page=11}} |
|||
|nama camat=Dedi Wiranto {{fact}} |
|||
|kelurahan=12 kelurahan/desa{{sfn|BPS|2018|page=1}} |
|||
|kepadatan=- jiwa/km² |
|||
|nama camat= Herry Dewantara{{cn|date=September 2024}} |
|||
|kepadatan= 981,72 jiwa/km²{{sfn|BPS|2018|page=12}} |
|||
|provinsi=Jawa Barat |
|provinsi=Jawa Barat |
||
}} |
}} |
||
'''Jatinangor''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kabupaten Sumedang]], [[Provinsi |
'''Jatinangor''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kabupaten Sumedang]], [[Jawa Barat|Provinsi Jawa Barat]], [[Indonesia]]. |
||
[[Berkas:Wijnand Kerkhoff. De geweermakerij van een wapensmederij in Dessa Tjikeroeh, Java, Indonesië (Voorheen Nederlands Indië), 1940. (foto dokumen fotoleren.nl).jpg|jmpl|kiri|280px|Pandai besi di Dessa Tjikeroeh, regentschap Loemedong, taun 1940-an sedang membuat senjata khas Cikeruh. Karet, kina, teh, dan lainnya selain persenjataan juga golok identitas khas Tjikeroeh menjadi komoditas primadona di zamannya. Dua item terakhir terutama dengan [[kolofon]] abad kolonial menjadi incaran para kolektor. (foto oleh Wijnand Kerkhoff, Nationaal Archief/Collectie Spaarnestad).]] |
|||
[[Berkas:Spoorbrug over de Tjikoeda met de stoomtrein van de lijn Rantja-Tandjongsari bij halte Tjikeroeh, Java, Indonesië (voorheen Nederlands-Indië), 1937. Men ziet de sawa's en op de achtergrond de oude vulkaan Tangkoeban Prahoe.jpg|jmpl|kiri|280px|Jalur kereta api Cikuda, Rancaekek-Tanjungsari tahun 1937 ketika masih beroperasi. Jalur transportasi dibuat kolonial Hindia Belanda untuk memudahkan transfer sumber daya alam setelah masa panen untuk diekspor ke negara yang dituju pemerintah Belanda. (foto oleh Wijnand Kerkhoff).]] |
|||
== Penamaan<ref name=":0">{{Cite web|last=Nurman|first=Iman|date=2021-12-29|title=Baru Tahu, Ini Asal Muasal Nama Jatinangor yang Sekarang jadi Kawasan Pendidikan|url=https://inisumedang.com/baru-tahu-ini-asal-muasal-nama-jatinangor-yang-sekarang-jadi-kawasan-pendidikan/|website=IniSumedang.Com|language=id-ID|access-date=2022-01-08}}</ref> == |
|||
== Toponimi == |
|||
Ada dua versi terkait asal nama Jatinangor |
|||
Nama Jatinangor sebagai nama kecamatan baru dipakai sejak tahun 2000-an. Sebelumnya, kecamatan ini bernama '''Dessa Tjikeroeh''' atau '''Cikeruh'''. Nama Jatinangor sendiri adalah nama blok perkebunan di kaki [[Gunung Manglayang]] yang kemudian dijadikan kompleks kampus sejumlah perguruan tinggi di sana. Dari Topografische Kaart Blaad L.XXV tahun 1908 dan Blaad H.XXV tahun 1909 yang diterbitkan oleh ''Topografische Dienst van Nederlands Oost Indie'', telah dijumpai nama Jatinangor di tempat yang sekarang juga bernama Jatinangor. Ketika itu, daerah Jatinangor termasuk ke dalam [[Afdeeling]] Soemedang, [[District]] Tandjoengsari (EYD : [[Tanjungsari, Sumedang|Tanjungsari]]). Nama Cikeruh sendiri diambil dari sungai (Ci Keruh) yang melintasi kecamatan tersebut. Pada Peta Rupabumi Digital Indonesia No. 1209-301 Edisi I tahun 2001 Lembar Cicalengka yang diterbitkan oleh [[BAKOSURTANAL]] masih dijumpai nama Kecamatan Cikeruh untuk daerah yang saat ini dikenal sebagai Kecamatan Jatinangor. Pada beberapa dokumen resmi dan setengah resmi saat ini, masih digunakan nama Kecamatan Cikeruh. Kecamatan ini terletak pada koordinat 107<sup>o</sup> 45’ 8,5” – 107<sup>o</sup> 48’ 11,0” BT dan 6<sup>o</sup> 53’ 43,3” – 6<sup>o</sup> 57’ 41,0” LS. Kode pos untuk kecamatan ini adalah 45363 dan kode area untuk telepon adalah 022. |
|||
Menurut Tokoh masyarakat Jatinangor yang juga mantan Anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumedang|DPRD Sumedang]] dari [[Partai Golongan Karya|Partai Golkar]] periode 1999-2004 Ismet Suparmat, nama Jatinangor bisa diambil dari nama pohon jati putih yang banyak tersebar di kawasan Kiarapayung sebelum dibabat habis menjadi kawasan pendidikan. Sedangkan nama Nangor bisa dari kata ‘Cangor’ belum masak atau ‘ngora’ (muda, red). Sehingga jika digabungkan Jatinangor berarti pohon jati muda. |
|||
== Klimatologi dan Geologi == |
|||
Sebagaimana daerah lain di kawasan Cekungan [[Bandung]], iklim yang berkembang di Jatinangor adalah iklim tropis pegunungan. |
|||
Namun, menurut Ismet pula, sebetulnya tanaman keras yang mendominasi di Jatinangor itu adalah pohon karet dan teh. Akan tetapi, mungkin sebagian kecil terdapat pohon jati. Meskipun masyarakat awam mengklaim jika semua pohon yang namanya pohon keras itu Jati. |
|||
Titik terendah di kecamatan ini terletak di daerah Desa Cintamulya setinggi 675 m di atas permukaan laut, sedangkan titik tertingginya terletak di puncak Gunung Geulis setinggi 1.281 m di atas permukaan laut. Sungai-sungai penting di Jatinangor meliputi Ci Keruh, Ci Beusi, Ci Caringin, Ci Leles, dan Ci Keuyeup. |
|||
Sementara itu, menurut Kasi Pemerintahan Kecamatan Jatinangor, Endang Rohmayudi mengatakan nama Jatinangor itu diambil dari kata pohon Jati, sedangkan nangor itu dari kata nangoh atau nagog atau menghadap ke bawah. Berada di atas makam sesepuh Jatinangor bernama Embah Nangoh yang sekarang berlokasi di belakang kampus IKOPIN. |
|||
Geomorfologi daerah Jatinangor meliputi tiga satuan geomorfologi, yaitu : |
|||
# Satuan geomorfologi pedataran volkanik, di bagian selatan. |
|||
# Satuan geomorfologi perbukitan volkanik landai, di bagian utara. |
|||
# Satuan geomorfologi perbukitan volkanik terjal, di bagian timur. |
|||
Menurut Endang sebetulnya kecamatan Jatinangor sudah lahir tahun 1935 sebelum Indonesia merdeka. Sehingga jika ditambahkan usianya dengan sekarang, berarti kecamatan Jatinangor itu sudah berusia 86 tahun meskipun nama Jatinangor berubah dari [[Cikeruh, Jatinangor, Sumedang|Kecamatan Cikeruh]] tahun 2000.<ref name=":0" /> |
|||
Geologi daerah Jatinangor terdiri dari tiga satuan batuan (Silitonga, 1972), yaitu : |
|||
# Satuan hasil gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan volkaniklastik, tersebar di bagian utara dan tengah daerah Jatinangor. Satuan ini tersingkap baik di aliran Ci Keruh. |
|||
# Satuan lava gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh lava, merupakan batuan utama pembentuk Gunung Geulis. |
|||
# Satuan endapan danau. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan sedimen yang merupakan sisa endapan Danau Bandung, tersebar di bagian baratdaya daerah Jatinangor. |
|||
== Sejarah == |
|||
Hidrogeologi daerah Jatinangor meliputi tiga daerah akuifer, yaitu : |
|||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De theeonderneming 'Djatinangor' ten oosten van Bandung TMnr 60009530.jpg|jmpl|kiri|Jatinangor sekitar tahun 1885.]] |
|||
# Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, di bagian selatan. |
|||
Pada masa penjajahan, Jatinangor merupakan kawasan perkebunan [[teh]] dan [[Karet|pohon karet]] yang dikuasai oleh perusahaan swasta milik [[Belanda]], ''Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen'' yang berdiri tahun 1841, dengan luas saat itu mencapai 962 hektar, membentang dari tanah—yang saat ini merupakan kawasan [[Institut Pemerintahan Dalam Negeri]] (IPDN) hingga [[Gunung Manglayang]]. Perusahaan tersebut dimiliki oleh seorang pria berkebangsaan [[Jerman]], bernama Willem Abraham Baud (1816–1879) atau lebih terkenal di masyarakat dengan sebutan Baron Baud.<ref>{{cite web |url=http://himaper.fib.unpad.ac.id/sejarah-jatinangor/ |title=Sejarah Jatinangor |website=Himpunan Mahasiswa Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran |date=23 September 2014 |accessdate=25 September 2014 |archive-date=2018-10-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20181025150135/http://himaper.fib.unpad.ac.id/sejarah-jatinangor/ |dead-url=yes }}</ref> Untuk mengontrol perkebunannya yang luas, Baron Baud membangun sebuah menara. Menara ini dilengkapi dengan sebuah lonceng yang terletak di puncak menara dan tangga untuk sampai ke puncaknya. Menara ini kemudian dikenal sebagai [[Menara Loji]].<ref>{{cite web|url=https://www.jatinangorku.com/menara-loji-saksi-sejarah-jatinangor-yang-terabaikan.html|title=Menara Loji: Saksi Sejarah Jatinangor yang Terabaikan |date=28 Maret 2012 |accessdate=29 Maret 2012 |website=Jatinangorku}}</ref> |
|||
# Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir, di bagian utara. |
|||
# Airtanah langka atau tidak berarti, berupa akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil atau daerah airtanah langka, di bagian timur. |
|||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Aanleg van de spoorweg bij Djatinangor TMnr 60052200.jpg|jmpl|Pembangunan [[jalur kereta api Rancaekek–Tanjungsari]] tahun 1916.]] |
|||
== Perkebunan == |
|||
Untuk memperlancar transportasi hasil perkebunan tersebut, pada tahun 1916 dibangun [[Jalur kereta api Rancaekek–Tanjungsari|jalur rel kereta api]] yang menghubungkan [[Rancaekek, Bandung|Rancaekek]] ke [[Tanjungsari, Sumedang|Tanjungsari]] dalam program proyek rel kereta api Rancaekek-Tanjungsari-Citali sepanjang 15 km, sesuai ''Koninklijke Besluit'' (Peraturan Negara) tanggal 4 Januari 1916 serta Lembaran Negara Nomor 36.<ref>{{cite web |url=https://kabarpriangan.co.id/sejarah-jalur-kereta-api-di-jatinangor-dibangun-untuk-kebutuhan-militer/ |title=Sejarah Jalur Kereta Api di Jatinangor, Dibangun Untuk Kebutuhan Militer |first=Azis |last=Abdullah |date=12 Juni 2017 |accessdate=15 Juli 2017 |website=Kabar Priangan |archive-date=2018-10-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20181025150117/https://kabarpriangan.co.id/sejarah-jalur-kereta-api-di-jatinangor-dibangun-untuk-kebutuhan-militer/ |dead-url=yes }}</ref> Awalnya hanya akan dibangun rel kereta api Rancaekek-Jatinangor saja sepanjang 5,25 km untuk keperluan mengangkut hasil perkebunan Jatinangor saja. Atas permintaan pihak militer rel kereta api itu agar digunakan untuk keperluan angkutan umum juga, maka diperpanjanglah jalur rel tersebut hingga ke Tanjungsari dan [[Citali, Pamulihan, Sumedang|Citali]] sepanjang 11,5 km.{{sfn|ANRI|1976|page=71}} Tetapi kemudian rel kereta api hingga Citali ditangguhkan karena kekurangan biaya dan peralatan untuk menembus alam di sana sehingga rel kereta api itu hanya sampai [[Stasiun Tanjungsari]].{{sfn|ANRI|1976|page=105}} Jalur kereta api tersebut dioperasikan pada 13 Februari 1921. |
|||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De theeonderneming 'Djatinangor' ten oosten van Bandung TMnr 60009530.jpg|jmpl|280px|Perkebunan teh Jatinangor pada tahun 1885]] |
|||
Perusahaan perkebunan di Jatinangor didirikan oleh Willem Abraham Baud pada tahun 1844. Perusahaan yang bernama Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen ini menguasai tanah seluas 962 hektare yang membentang dari tanah IPDN, tanah ITB, dan tanah UNPAD hingga Gunung Manglayang. Pada awal mulanya perkebunan ini hanya meliputi usaha perkebunan teh, tetapi kemudian juga ditambah dengan usaha perkebunan karet. |
|||
Kemudian, pada tahun 1918, ''[[Staatsspoorwegen|Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf]]'', sebuah perusahaan kereta api milik Belanda membangun sebuah jembatan rel kereta penghubung Rancaekek-Tanjungsari yang disebut sebagai Jembatan Cikuda atau yang lebih dikenal sebagai Jembatan Cincin.<ref>{{Cite news|url=http://jabar.tribunnews.com/2018/09/18/jembatan-cikuda-jalur-kereta-api-nonaktif-yang-kerap-dipakai-untuk-pesta-minuman-keras|title=Jembatan Cikuda, Jalur Kereta Api Nonaktif yang Kerap Dipakai untuk Pesta Minuman Keras |date=18 September 2018 |accessdate=19 September 2018 |first=Hakim |last=Baihaqi |editor=Tarsisius Sutomonaio |work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id }}</ref> Jembatan ini dilewati oleh kereta api yang menunjang lancarnya perkebunan karet dan transportasi masyarakat.<ref>{{Cite news|url=https://daerah.sindonews.com/read/1220535/29/jembatan-cincin-dan-menara-loji-sisa-kejayaan-perkebunan-di-jatinangor-1499968236|title=Jembatan Cincin dan Menara Loji, Sisa Kejayaan Perkebunan di Jatinangor |first=Wasis |last=Wibowo |date=14 Juli 2017 |accessdate=15 Juli 2017 |work=[[Sindonews.com]]}}</ref> |
|||
Willem Abraham Baud (1816 – 1879) adalah salah satu anak Jean Chrétien Baud (1789 – 1759) yang pernah menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur (1833 – 1836), Menteri Kolonial (1840 – 1848), dan Menteri Kelautan (1840 – 1842). Pada tahun 1842, W. A. Baud pergi ke Jawa sesuai keinginan ayahnya agar dia meniti karier sebagai pegawai pemerintah di tanah jajahan. Tetapi kemudian dia menyadari bahwa mengelola usaha perkebunan akan membuat dirinya lebih cepat kaya daripada menjadi pegawai pemerintah. W. A. Baud kemudian berhasil mendapatkan kontrak untuk perkebunan teh di daerah Jatinangor di Priangan. Kontrak ini disetujui oleh pemerintah gubernemen di Batavia dalam dekret nomor 2 pada tanggal 26 Agustus 1844 yang antara lain juga meliputi pinjaman bebas bunga dari pemerintah sebesar 42.409 Gulden. |
|||
[[Berkas:Cikuda Railway Bridge.jpg|jmpl|kiri|Jembatan Cikuda tahun 1924.]] |
|||
Jan Jacob Rochussen yang pernah menjabat Perdana Menteri Belanda (1858 – 1860), Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur (1845 – 1851), dan Menteri Keuangan (1840 – 1843) melaporkan kejadian ini kepada Jean Chrétien Baud dalam sebuah surat dengan menulis : “Dia mendapatkan kontrak yang menguntungkan karena dia adalah putra seorang pejabat yang sangat disegani.” Sebagai abdi negara dan abdi raja, J. C. Baud merasa sangat kecewa karena ulah anaknya ini dan membalas surat J. J. Rochussen dengan menulis : “Sistem kontrak dan persentase ... memadamkan rasa hormat pegawai pemerintah dan mendewakan Mamon (Dewa Kekayaan). Apa ada bukti lain yang lebih baik mengenai hal ini selain dari sikap anak saya ?” |
|||
Memasuki [[Revolusi Nasional Indonesia|masa kemerdekaan Indonesia]], tanah perkebunan karet Jatinangor tersebut [[Nasionalisasi|dinasionalisasikan]], dan menjadi milik Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang. Sayangnya, Pemda tidak melakukan penjagaan yang baik terhadap situs ini. Pada tahun 1980, lonceng Menara Loji dicuri. Hingga kini, kasus pencurian ini belum terselesaikan.<ref>{{Cite news|url=http://jabar.tribunnews.com/2014/01/22/itb-cari-lonceng-pengganti-hingga-ke-belanda|title=ITB Cari Lonceng Pengganti hingga ke Belanda |date=22 Januari 2014 |accessdate=23 Januari 2014 |first=Darajat |last=Arianto |editor=Darajat Arianto |work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id }}</ref> |
|||
Pada tahun 1990, area perkebunan dialihfungsikan menjadi kawasan pendidikan dengan dibangunnya empat [[perguruan tinggi]], yakni [[Institut Pemerintahan Dalam Negeri]] (IPDN), [[Institut Manajemen Koperasi Indonesia]] (Ikopin), [[Universitas Padjadjaran]] dan [[Universitas Winaya Mukti]].<ref>{{cite web |url=http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2015/10/14/345964/jatinangor-belum-menjadi-kawasan-pendidikan-ideal |title=Jatinangor Belum Menjadi Kawasan Pendidikan Ideal |first=Miradin Syahbana |last=Rizky |date=14 Oktober 2015 |accessdate=15 Oktober 2015 |website=[[Pikiran Rakyat]] |archive-date=2018-10-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20181025154858/http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2015/10/14/345964/jatinangor-belum-menjadi-kawasan-pendidikan-ideal |dead-url=yes }}</ref> Nama Jatinangor sebagai nama kecamatan baru dipakai sejak tahun 2000-an.<ref>{{cite web|url=http://rri.co.id/post/berita/500921/daerah/hut_jatinangor_ke18_kupas_sejarah_tokoh_dan_seni_budaya_lokal.html|title=HUT Jatinangor ke-18, kupas Sejarah Tokoh dan Seni Budaya Lokal|date=12 Maret 2018|accessdate=13 Maret 2018|website=[[Radio Republik Indonesia]]|archive-date=2018-10-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20181025150153/http://rri.co.id/post/berita/500921/daerah/hut_jatinangor_ke18_kupas_sejarah_tokoh_dan_seni_budaya_lokal.html|dead-url=yes}}</ref> Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik dan sosial yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun pusat perbelanjaan.<ref>{{cite web |url=http://kabarsumedang.com/pembangunan-di-jatinangor-alami-peningkatan-cukup-signifikan/ |title=Pembangunan di Jatinangor Alami Peningkatan Cukup Signifikan |website=Kabar Sumedang |date=5 Januari 2015 |accessdate=6 Januari 2015 |archive-date=2018-10-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20181025185907/http://kabarsumedang.com/pembangunan-di-jatinangor-alami-peningkatan-cukup-signifikan/ |dead-url=yes }}</ref><ref>{{cite web|url=https://www.jatinangorku.com/pembangunan-jatinangor-abaikan-tata-ruang.html|title=Pembangunan Jatinangor Abaikan Tata Ruang |date=26 Maret 2014 |accessdate=27 Maret 2014 |website=Jatinangorku}}</ref> [[Institut Teknologi Bandung]] kemudian membangun kampusnya di kawasan ini pada tahun 2010.<ref>{{cite web|url=https://jatinangor.itb.ac.id/sejarah-kampus-itb-jatinangor/|title=Sejarah Kampus ITB Jatinangor |website=Direktorat Eksekutif ITB Jatinangor |accessdate=27 Maret 2018}}</ref> |
|||
== Pendidikan == |
|||
Saat ini Jatinangor dikenal sebagai salah satu kawasan [[pendidikan]] di Jawa Barat. Pencitraan ini merupakan dampak langsung pembangunan kampus beberapa institusi [[perguruan tinggi]] di kecamatan ini. Perguruan tinggi yang saat ini memiliki kampus di Jatinangor yaitu : |
|||
# [[Universitas Padjadjaran]] (UNPAD) di Desa Hegarmanah dan Desa Cikeruh. |
|||
# [[Institut Pemerintahan Dalam Negeri]] (IPDN) di Desa Cibeusi. Sebelumnya institut ini bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). |
|||
# [[Institut Manajemen Koperasi Indonesia]] (IKOPIN) di Desa Cibeusi. |
|||
# [[Institut Teknologi Bandung]] (ITB) di Desa Sayang. Sebelumnya kompleks Kampus ITB Jatinangor merupakan kompleks Kampus [[Universitas Winaya Mukti]] (UNWIM). |
|||
Pada tahun 2015, Kecamatan Jatinangor menjadi salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan kota metropolitan [[Bandung Raya]].<ref>{{Cite news|title=Jatinangor Ditetapkan Sebagai Kota Metropolitan di Bandung Raya |url=http://jabar.tribunnews.com/2016/01/10/jatinangor-ditetapkan-sebagai-kota-metropolitan-di-bandung-raya |first=Ragil Wisnu |last=Saputra |editor=Dicky Fadiar Djuhud |date=10 Januari 2016 |accessdate=12 Januari 2016 |work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id }}</ref> Penetapan Jatinangor menjadi kawasan kota metropolitan di Bandung Raya tersebut, telah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.<ref>{{cite web |url=http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2015/12/25/354923/lima-kecamatan-di-sumedang-masuk-rtrw-pusat-dan-provinsi |title=Lima Kecamatan di Sumedang, Masuk RTRW Pusat dan Provinsi |first=Adang |last=Jukardi |date=25 Desember 2015 |accessdate=28 Desember 2015 |website=[[Pikiran Rakyat]] |archive-date=2018-10-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20181025163413/http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2015/12/25/354923/lima-kecamatan-di-sumedang-masuk-rtrw-pusat-dan-provinsi |dead-url=yes }}</ref> |
|||
Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik dan sosial yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun pusat perbelanjaan. |
|||
== |
== Geografi dan administrasi == |
||
Objek bersejarah di Jatinangor berupa menara jam di lingkungan kampus ITB (sebelum tahun 2011 merupakan kampus UNWIM) dan Jembatan Cikuda yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jembatan Cincin. |
|||
=== Batas-batas wilayah === |
|||
Menara jam yang oleh masyarakat sekitar sering disebut dengan nama Menara Loji dibangun sekira tahun 1800-an. Menara tersebut pada mulanya berfungsi sebagai sirene yang berbunyi pada waktu-waktu tertentu sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet milik W. A. Baud. Bangunan bergaya neo-gothic ini dulunya berbunyi tiga kali dalam sehari. Pertama, pukul 05.00 sebagai penanda untuk mulai menyadap karet; pukul 10.00 sebagai penanda untuk mengumpulkan mangkok-mangkok getah karet; dan terakhir pukul 14.00 sebagai penanda berakhirnya kegiatan produksi karet. |
|||
[[File:West side aerial view of Mount Geulis, cloudy day 2021.jpg|jmpl|Gunung Geulis, bentang alam yang menjadi salah satu batas wilayah Kecamatan Jatinangor]] |
|||
Dengan luas wilayah 262 km²,{{sfn|BPS|2018|page=3}} Kecamatan Jatinangor terletak di [[koordinat]] antara 6°53'43,3"–6°57'41" [[Lintang Selatan|LS]] dan 107°45'8,5"–107°48'11" [[Bujur Timur|BT]]. |
|||
Kecamatan Jatinangor memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:{{sfn|BPS|2018|page=7}} |
|||
Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang pun – selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar budaya – tidak tahu-menahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu. Saat ini Menara Loji tampak tidak terurus. Perawatan terakhir menara ini berupa pengecatan ulang yang dilakukan oleh pihak Rumah Tangga UNWIM pada tahun 2000. |
|||
{{Batas_USBT |
|||
|utara=Kecamatan [[Sukasari, Sumedang|Sukasari]] dan [[Tanjungsari, Sumedang|Tanjungsari]] |
|||
|selatan=Kecamatan [[Rancaekek, Bandung|Rancaekek]], [[Kabupaten Bandung]] |
|||
|barat=Kecamatan [[Cileunyi, Bandung|Cileunyi]], [[Kabupaten Bandung]]. |
|||
|timur=Kecamatan [[Tanjungsari, Sumedang|Tanjungsari]] dan [[Cimanggung, Sumedang|Cimanggung]]. |
|||
}} |
|||
=== Pembagian administratif === |
|||
Jembatan di Cikuda yang sering disebut dengan nama Jembatan Cincin pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet. Jembatan Cincin dibangun oleh perusahaan kereta api yang bernama Staat Spoorwegen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918 dan berguna untuk membawa hasil perkebunan. Pada masanya jembatan ini menjadi salah satu roda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat dan setiap pagi hari hasil bumi dari Tanjungsari dibawa melalui jembatan ini untuk dijual di Rancaekek. Rutinitas itu berjalan terus sampai kemudian pada Perang Dunia II tentara Jepang mengangkut besi-besi rel untuk dilebur menjadi persenjataan perang. |
|||
Kecamatan Jatinangor terbagi atas 12 desa/kelurahan. [[Cilayung, Jatinangor, Sumedang|Desa Cilayung]] merupakan kelurahan dengan luas wilayah terbesar, sedangkan [[Mekargalih, Jatinangor, Sumedang|Desa Mekargalih]] memiliki wilayah terkecil.{{sfn|BPS|2018|page=3}} |
|||
{| class="wikitable" |
|||
Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia) – dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin – menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, perawatan bangunan bersejarah tidak termasuk dalam tanggung jawab dinas tersebut karena dinas ini hanya bertugas memperhatikan dan membina nilai-nilai budaya. |
|||
|- |
|||
! No !! Nama Desa/Kelurahan !! Luas Wilayah{{sfn|BPS|2018|page=3}} |
|||
|- |
|||
| 1 || [[Cibeusi, Jatinangor, Sumedang|Cibeusi]] || 18,4 km² |
|||
|- |
|||
| 2 || [[Cikeruh, Jatinangor, Sumedang|Cikeruh]] || 21,3 km² |
|||
|- |
|||
| 3 || [[Cilayung, Jatinangor, Sumedang|Cilayung]] || 34,8 km² |
|||
|- |
|||
| 4 || [[Cileles, Jatinangor, Sumedang|Cileles]] || 32,0 km² |
|||
|- |
|||
| 5 || [[Cinta Mulya, Jatinangor, Sumedang|Cinta Mulya]] || 13,4 km² |
|||
|- |
|||
| 6 || [[Cipacing, Jatinangor, Sumedang|Cipacing]] || 17,9 km² |
|||
|- |
|||
| 7 || [[Cisempur, Jatinangor, Sumedang|Cisempur]] || 16,0 km² |
|||
|- |
|||
| 8 || [[Hegarmanah, Jatinangor, Sumedang|Hegarmanah]] || 33,1 km² |
|||
|- |
|||
| 9 || [[Jatimukti, Jatinangor, Sumedang|Jatimukti]] || 19,0 km² |
|||
|- |
|||
| 10 || [[Jatiroke, Jatinangor, Sumedang|Jatiroke]] || 20,9 km² |
|||
|- |
|||
| 11 || [[Mekargalih, Jatinangor, Sumedang|Mekargalih]] || 12,0 km² |
|||
|- |
|||
| 12 || [[Sayang, Jatinangor, Sumedang|Sayang]] || 23,2 km² |
|||
|} |
|||
== Galeri == |
|||
Selain itu, Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km yang menghubungkan Bandung dengan Sumedang merupakan penggalan dari De Groote Postweg ([[Jalan Raya Pos]]) yang dibuat pada tahun 1808 dengan perintah dari [[Herman Willem Daendels]], Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur. |
|||
<gallery> |
|||
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De theeonderneming 'Djatinangor' ten oosten van Bandung TMnr 60009529.jpg|Jatinangor sekitar tahun 1885. |
|||
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Aanleg van het spoorwegstation in Djatinangor TMnr 60052209.jpg|Pembangunan stasiun kereta api di Jatinangor, 1916. |
|||
Berkas:JATOS - Jatinangor Town Square - panoramio.jpg|Jatinangor Town Square, pusat perbelanjaan di Jatinangor. |
|||
Berkas:Rectorate of University of Padjadjaran.jpg|Rektorat [[Universitas Padjadjaran]] Kampus Jatinangor. |
|||
Berkas:Railway Bridge, Jatinangor - panoramio.jpg|Jembatan Cikuda pada tahun 2010. |
|||
</gallery> |
|||
== |
== Referensi == |
||
{{reflist}} |
|||
Satu hal yang menarik dan menjadi ciri khas Indonesia tampak jelas dalam proses pembuatan jalan raya baru satu arah dari kampus IKOPIN sampai ke gerbang lama UNPAD. Dengan teknologi dan peralatan berat yang tersedia, jalan raya sepanjang sekira satu kilometer ini membutuhkan waktu hingga empat tahun untuk pembuatannya (pertengahan 2005 - pertengahan 2009). Proses pembuatan jalan raya baru ini tampak ditelantarkan jika dibandingkan dengan proses pembuatan dan perbaikan [[Jalan Raya Pos]] sepanjang sekira 1.000 km yang hanya membutuhkan waktu satu tahun (Mei 1808 - pertengahan 1809). |
|||
== Bacaan lebih lanjut == |
|||
Pembuatan jalan raya baru ini dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu-lintas yang ditimbulkan oleh kegiatan penduduk Jatinangor. Selain sarana-sarana perbelanjaan yang bertebaran di sepanjang [[Jalan Raya Pos]], Pasar UNPAD pada setiap hari Minggu juga sempat menimbulkan kemacetan parah pada masa lalu. |
|||
* {{citation|author=ANRI |url=https://books.google.co.id/books/about/Memori_serah_jabatan_1921_1930_Jawa_Bara.html?id=NPdaAAAAIAAJ&redir_esc=y |year=1976 |title=Memori van Overgave, 1921-1930, West Java |trans-title=Memori Serah Jabatan, 1921-1930, Jawa Barat |publisher=[[Arsip Nasional Republik Indonesia]] |location=Jakarta |oclc=5855839}} |
|||
* {{citation|author=Bervoets, J. A. A.|year=1990 |title=Inventaris van het archief van de Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen 1920-1944 |publisher=Nationaal Archief |location=Den Haag}} |
|||
Angkutan umum utama yang digunakan di Jatinangor ialah angkutan umum jurusan Cileunyi-Tanjungsari. |
|||
* {{citation|author=BPS |url=https://sumedangkab.bps.go.id/publication/2018/09/26/9c4c4891f323014ab03d1387/kecamatan-jatinangor-dalam-angka-2018.html |year=2018 |title=Kecamatan Jatinangor Dalam Angka 2018 |publisher=Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang |location=Sumedang}} |
|||
* {{citation|author=Fasseur, Cornelis|year=1994 |title=The Politics of Colonial Exploitation : Java, the Dutch, and the Cultivation System |publisher=Southeast Asia Program Publications – Cornell University Press |location=Ithaca, NY|isbn=978-0877277071}} |
|||
== Perumahan == |
|||
* {{citation|author=Silitonga, P. H.|year=1993 |title=Peta Geologi Lembar Bandung, Djawa |publisher=Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi |location=Bandung |oclc=1038279594}} |
|||
* Jatinangor Green Village |
|||
* {{citation|author=Tia & Aci |year=2004 |chapter=Saksi sejarah nan Terabaikan |title=dJatinangor |edition=XIV, tahun VII |date=September 2004 |page=15 |publisher=Lembaga Penerbitan Pers Mahasiswa dJatinangor Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran |location=Jatinangor}} |
|||
* Bumi Jatinangor Damai |
|||
* Villa Jatinangor 1, 2, 3, 4 |
|||
* Green Jatinangor Regency |
|||
* Taman Tirta Jati Nangor |
|||
* Meikarta |
|||
* Louvin |
|||
* Easton Park Residence |
|||
== Tempat wisata == |
|||
* Jatinangor Town Square |
|||
== Media == |
|||
* [[Jatinangor TV]] |
|||
== Referensi == |
|||
* Bervoets, J. A. A.; 1990, ''Inventaris van het archief van de Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen 1920-1944'', Nationaal Archief, Den Haag. |
|||
* Fasseur, Cornelis; ''The Politics of Colonial Exploitation : Java, the Dutch, and the Cultivation System'', Southeast Asia Program Publications – Cornell University Press. |
|||
* Silitonga, P. H.; 1993, ''Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa'', Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. |
|||
* Tia dan Aci; 2004, ''Saksi sejarah nan Terabaikan.'' dalam dJatinangor, edisi XIV, tahun VII, September 2004, halaman 15. |
|||
* SMP PGRI 1 Jatinangor,[http://smppgrijatinangor.blogspot.com/2012/10/tentang-jatinangor.html Jatinangor Dulu dan Kini], Oktober 2012 |
|||
{{Commonscat|Jatinangor}} |
|||
{{Jatinangor, Sumedang}} |
{{Jatinangor, Sumedang}} |
||
{{Kabupaten Sumedang}} |
{{Kabupaten Sumedang}} |
||
{{Authority control}} |
Revisi terkini sejak 19 September 2024 08.06
Jatinangor | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Sumedang | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | Herry Dewantara[butuh rujukan] | ||||
Populasi (2017)[1] | |||||
• Total | 113.913 jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 32.11.15 | ||||
Kode BPS | 3211010 | ||||
Luas | 262 km²[2] | ||||
Kepadatan | 981,72 jiwa/km²[3] | ||||
Desa/kelurahan | 12 kelurahan/desa[4] | ||||
|
Jatinangor adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Penamaan[5]
[sunting | sunting sumber]Ada dua versi terkait asal nama Jatinangor
Menurut Tokoh masyarakat Jatinangor yang juga mantan Anggota DPRD Sumedang dari Partai Golkar periode 1999-2004 Ismet Suparmat, nama Jatinangor bisa diambil dari nama pohon jati putih yang banyak tersebar di kawasan Kiarapayung sebelum dibabat habis menjadi kawasan pendidikan. Sedangkan nama Nangor bisa dari kata ‘Cangor’ belum masak atau ‘ngora’ (muda, red). Sehingga jika digabungkan Jatinangor berarti pohon jati muda.
Namun, menurut Ismet pula, sebetulnya tanaman keras yang mendominasi di Jatinangor itu adalah pohon karet dan teh. Akan tetapi, mungkin sebagian kecil terdapat pohon jati. Meskipun masyarakat awam mengklaim jika semua pohon yang namanya pohon keras itu Jati.
Sementara itu, menurut Kasi Pemerintahan Kecamatan Jatinangor, Endang Rohmayudi mengatakan nama Jatinangor itu diambil dari kata pohon Jati, sedangkan nangor itu dari kata nangoh atau nagog atau menghadap ke bawah. Berada di atas makam sesepuh Jatinangor bernama Embah Nangoh yang sekarang berlokasi di belakang kampus IKOPIN.
Menurut Endang sebetulnya kecamatan Jatinangor sudah lahir tahun 1935 sebelum Indonesia merdeka. Sehingga jika ditambahkan usianya dengan sekarang, berarti kecamatan Jatinangor itu sudah berusia 86 tahun meskipun nama Jatinangor berubah dari Kecamatan Cikeruh tahun 2000.[5]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada masa penjajahan, Jatinangor merupakan kawasan perkebunan teh dan pohon karet yang dikuasai oleh perusahaan swasta milik Belanda, Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen yang berdiri tahun 1841, dengan luas saat itu mencapai 962 hektar, membentang dari tanah—yang saat ini merupakan kawasan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) hingga Gunung Manglayang. Perusahaan tersebut dimiliki oleh seorang pria berkebangsaan Jerman, bernama Willem Abraham Baud (1816–1879) atau lebih terkenal di masyarakat dengan sebutan Baron Baud.[6] Untuk mengontrol perkebunannya yang luas, Baron Baud membangun sebuah menara. Menara ini dilengkapi dengan sebuah lonceng yang terletak di puncak menara dan tangga untuk sampai ke puncaknya. Menara ini kemudian dikenal sebagai Menara Loji.[7]
Untuk memperlancar transportasi hasil perkebunan tersebut, pada tahun 1916 dibangun jalur rel kereta api yang menghubungkan Rancaekek ke Tanjungsari dalam program proyek rel kereta api Rancaekek-Tanjungsari-Citali sepanjang 15 km, sesuai Koninklijke Besluit (Peraturan Negara) tanggal 4 Januari 1916 serta Lembaran Negara Nomor 36.[8] Awalnya hanya akan dibangun rel kereta api Rancaekek-Jatinangor saja sepanjang 5,25 km untuk keperluan mengangkut hasil perkebunan Jatinangor saja. Atas permintaan pihak militer rel kereta api itu agar digunakan untuk keperluan angkutan umum juga, maka diperpanjanglah jalur rel tersebut hingga ke Tanjungsari dan Citali sepanjang 11,5 km.[9] Tetapi kemudian rel kereta api hingga Citali ditangguhkan karena kekurangan biaya dan peralatan untuk menembus alam di sana sehingga rel kereta api itu hanya sampai Stasiun Tanjungsari.[10] Jalur kereta api tersebut dioperasikan pada 13 Februari 1921.
Kemudian, pada tahun 1918, Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf, sebuah perusahaan kereta api milik Belanda membangun sebuah jembatan rel kereta penghubung Rancaekek-Tanjungsari yang disebut sebagai Jembatan Cikuda atau yang lebih dikenal sebagai Jembatan Cincin.[11] Jembatan ini dilewati oleh kereta api yang menunjang lancarnya perkebunan karet dan transportasi masyarakat.[12]
Memasuki masa kemerdekaan Indonesia, tanah perkebunan karet Jatinangor tersebut dinasionalisasikan, dan menjadi milik Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang. Sayangnya, Pemda tidak melakukan penjagaan yang baik terhadap situs ini. Pada tahun 1980, lonceng Menara Loji dicuri. Hingga kini, kasus pencurian ini belum terselesaikan.[13]
Pada tahun 1990, area perkebunan dialihfungsikan menjadi kawasan pendidikan dengan dibangunnya empat perguruan tinggi, yakni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Universitas Padjadjaran dan Universitas Winaya Mukti.[14] Nama Jatinangor sebagai nama kecamatan baru dipakai sejak tahun 2000-an.[15] Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik dan sosial yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun pusat perbelanjaan.[16][17] Institut Teknologi Bandung kemudian membangun kampusnya di kawasan ini pada tahun 2010.[18]
Pada tahun 2015, Kecamatan Jatinangor menjadi salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan kota metropolitan Bandung Raya.[19] Penetapan Jatinangor menjadi kawasan kota metropolitan di Bandung Raya tersebut, telah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.[20]
Geografi dan administrasi
[sunting | sunting sumber]Batas-batas wilayah
[sunting | sunting sumber]Dengan luas wilayah 262 km²,[2] Kecamatan Jatinangor terletak di koordinat antara 6°53'43,3"–6°57'41" LS dan 107°45'8,5"–107°48'11" BT.
Kecamatan Jatinangor memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:[21]
Utara | Kecamatan Sukasari dan Tanjungsari |
Timur | Kecamatan Tanjungsari dan Cimanggung. |
Selatan | Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung |
Barat | Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. |
Pembagian administratif
[sunting | sunting sumber]Kecamatan Jatinangor terbagi atas 12 desa/kelurahan. Desa Cilayung merupakan kelurahan dengan luas wilayah terbesar, sedangkan Desa Mekargalih memiliki wilayah terkecil.[2]
No | Nama Desa/Kelurahan | Luas Wilayah[2] |
---|---|---|
1 | Cibeusi | 18,4 km² |
2 | Cikeruh | 21,3 km² |
3 | Cilayung | 34,8 km² |
4 | Cileles | 32,0 km² |
5 | Cinta Mulya | 13,4 km² |
6 | Cipacing | 17,9 km² |
7 | Cisempur | 16,0 km² |
8 | Hegarmanah | 33,1 km² |
9 | Jatimukti | 19,0 km² |
10 | Jatiroke | 20,9 km² |
11 | Mekargalih | 12,0 km² |
12 | Sayang | 23,2 km² |
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Jatinangor sekitar tahun 1885.
-
Pembangunan stasiun kereta api di Jatinangor, 1916.
-
Jatinangor Town Square, pusat perbelanjaan di Jatinangor.
-
Rektorat Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor.
-
Jembatan Cikuda pada tahun 2010.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ BPS 2018, hlm. 11.
- ^ a b c d BPS 2018, hlm. 3.
- ^ BPS 2018, hlm. 12.
- ^ BPS 2018, hlm. 1.
- ^ a b Nurman, Iman (2021-12-29). "Baru Tahu, Ini Asal Muasal Nama Jatinangor yang Sekarang jadi Kawasan Pendidikan". IniSumedang.Com. Diakses tanggal 2022-01-08.
- ^ "Sejarah Jatinangor". Himpunan Mahasiswa Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. 23 September 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 25 September 2014.
- ^ "Menara Loji: Saksi Sejarah Jatinangor yang Terabaikan". Jatinangorku. 28 Maret 2012. Diakses tanggal 29 Maret 2012.
- ^ Abdullah, Azis (12 Juni 2017). "Sejarah Jalur Kereta Api di Jatinangor, Dibangun Untuk Kebutuhan Militer". Kabar Priangan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 15 Juli 2017.
- ^ ANRI 1976, hlm. 71.
- ^ ANRI 1976, hlm. 105.
- ^ Baihaqi, Hakim (18 September 2018). Tarsisius Sutomonaio, ed. "Jembatan Cikuda, Jalur Kereta Api Nonaktif yang Kerap Dipakai untuk Pesta Minuman Keras". Tribunnews.com. Diakses tanggal 19 September 2018.
- ^ Wibowo, Wasis (14 Juli 2017). "Jembatan Cincin dan Menara Loji, Sisa Kejayaan Perkebunan di Jatinangor". Sindonews.com. Diakses tanggal 15 Juli 2017.
- ^ Arianto, Darajat (22 Januari 2014). Darajat Arianto, ed. "ITB Cari Lonceng Pengganti hingga ke Belanda". Tribunnews.com. Diakses tanggal 23 Januari 2014.
- ^ Rizky, Miradin Syahbana (14 Oktober 2015). "Jatinangor Belum Menjadi Kawasan Pendidikan Ideal". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 15 Oktober 2015.
- ^ "HUT Jatinangor ke-18, kupas Sejarah Tokoh dan Seni Budaya Lokal". Radio Republik Indonesia. 12 Maret 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 13 Maret 2018.
- ^ "Pembangunan di Jatinangor Alami Peningkatan Cukup Signifikan". Kabar Sumedang. 5 Januari 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 6 Januari 2015.
- ^ "Pembangunan Jatinangor Abaikan Tata Ruang". Jatinangorku. 26 Maret 2014. Diakses tanggal 27 Maret 2014.
- ^ "Sejarah Kampus ITB Jatinangor". Direktorat Eksekutif ITB Jatinangor. Diakses tanggal 27 Maret 2018.
- ^ Saputra, Ragil Wisnu (10 Januari 2016). Dicky Fadiar Djuhud, ed. "Jatinangor Ditetapkan Sebagai Kota Metropolitan di Bandung Raya". Tribunnews.com. Diakses tanggal 12 Januari 2016.
- ^ Jukardi, Adang (25 Desember 2015). "Lima Kecamatan di Sumedang, Masuk RTRW Pusat dan Provinsi". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-25. Diakses tanggal 28 Desember 2015.
- ^ BPS 2018, hlm. 7.
Bacaan lebih lanjut
[sunting | sunting sumber]- ANRI (1976), Memori van Overgave, 1921-1930, West Java [Memori Serah Jabatan, 1921-1930, Jawa Barat], Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, OCLC 5855839
- Bervoets, J. A. A. (1990), Inventaris van het archief van de Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen 1920-1944, Den Haag: Nationaal Archief
- BPS (2018), Kecamatan Jatinangor Dalam Angka 2018, Sumedang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang
- Fasseur, Cornelis (1994), The Politics of Colonial Exploitation : Java, the Dutch, and the Cultivation System, Ithaca, NY: Southeast Asia Program Publications – Cornell University Press, ISBN 978-0877277071
- Silitonga, P. H. (1993), Peta Geologi Lembar Bandung, Djawa, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, OCLC 1038279594
- Tia & Aci (September 2004), "Saksi sejarah nan Terabaikan", dJatinangor (edisi ke-XIV, tahun VII), Jatinangor: Lembaga Penerbitan Pers Mahasiswa dJatinangor Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, hlm. 15