Lompat ke isi

Bahasa Melayu Kotawaringin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fazily (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh Los Magnéticas (bicara) ke revisi terakhir oleh Super Hylos
Tag: Pengembalian
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(10 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 17: Baris 17:
|fam5=[[Rumpun bahasa Melayu-Chamik|Melayu-Chamik]]
|fam5=[[Rumpun bahasa Melayu-Chamik|Melayu-Chamik]]
|fam6=[[Rumpun bahasa Melayik|Melayik]]
|fam6=[[Rumpun bahasa Melayik|Melayik]]
|fam7=[[bahasa Melayu|Melayu]]
|fam7=[[Bahasa Melayu|Melayu]]
|dia1=Sungai Arut
|dia2=Sungai Lamandau
| script = [[Alfabet Latin|Latin]]<br>[[Abjad Jawi|Jawi]]
| script = [[Alfabet Latin|Latin]]<br>[[Abjad Jawi|Jawi]]
| iso1 = msa
| iso1 = msa
Baris 23: Baris 25:
| iso2t = msa
| iso2t = msa
}}
}}
'''Bahasa Melayu Kotawaringin''' (''basa Teringin''; [[Jawi]]: باسا تريڠين) adalah sebuah dialek [[bahasa Melayu]] yang dituturkan oleh masyarakat [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Suku Dayak|Dayak]] di [[Kabupaten Kotawaringin Barat]], [[Kabupaten Lamandau]], dan beberapa daerah di [[Kabupaten Sukamara]].<ref>https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa2.php?idb=96&idp=Kalimantan%20Tengah</ref> Oleh penuturnya, bahasa ini dikenal dengan sebutan ''basa Teringin'', ''Kutaringin'', atau ''Waringin''. Bahasa ini terdaftar di Program Merdeka Belajar Episode ke-17 Kemendikbud sebagai '''bahasa Melayu dialek Kotawaringin'''. Bahasa Teringin merupakan bahasa yang diperkirakan telah dipakai oleh masyarakat di [[Kesultanan Kotawaringin]] sejak abad ke-17 dan masih digunakan hingga saat ini.<ref>https://portal.kotawaringinbaratkab.go.id/en/node/3922</ref>
'''Bahasa Melayu Kotawaringin''' (''basa Teringin''; [[Jawi]]: باسا تريڠين) adalah sebuah dialek [[bahasa Melayu]] yang dituturkan oleh masyarakat beretnis [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Suku Dayak|Dayak]] di [[Kabupaten Kotawaringin Barat]], [[Kabupaten Lamandau]], dan beberapa daerah di [[Kabupaten Sukamara]].<ref>https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa2.php?idb=96&idp=Kalimantan%20Tengah</ref> Oleh penuturnya, bahasa ini dikenal dengan sebutan ''basa Teringin'', ''Kutaringin'', atau ''Waringin''. Bahasa ini terdaftar di ''Program Merdeka Belajar Episode ke-17 Kemendikbud'' sebagai "bahasa Melayu dialek Kotawaringin".<ref>https://portal.kotawaringinbaratkab.go.id/en/node/3922</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Bahasa Melayu Kotawaringin adalah penyebutan untuk bahasa yang dituturkan oleh masyarakat [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Suku Dayak|Dayak]] di [[Kabupaten Kotawaringin Barat]] dan wilayah sekitarnya. Penuturnya lebih sering menyebutnya dengan ''basa Teringin'', begitu pula dengan identitas mereka yang diakui sebagai ''urang Teringin''. Bahasa Teringin memiliki banyak kesamaan dengan bahasa pada [[rumpun bahasa Ibanik]], bahasa Teringin juga memiliki banyak kata serapan dari [[bahasa Banjar]].<ref>{{Cite web|date=2017-04-19|title=Sekilas tentang Pangkalan Bun {{!}} {{!}} Bea Cukai Pangkalan Bun|url=https://bcpangkalanbun.beacukai.go.id/sekilas-tentang-pangkalan-bun/|language=id-ID|access-date=2022-03-22}}</ref> Penyerapan ini terjadi pada masa berdirinya Kesultanan Kotawaringin di Kotawaringin Lama. Pengaruh bahasa Banjar tersebut bisa terjadi dikarenakan pendiri Kesultanan Kotawaringin adalah seorang Pangeran [[Kesultanan Banjar]] yang bernama [[Ratu Bagawan dari Kotawaringin|Adipati Antakasuma]], beliau adalah anak dari Sultan Banjar ke-4 [[Mustain Billah dari Banjar|Sultan Mustainbillah]] dan saudara dari Sultan Banjar ke-5 [[Inayatullah dari Banjar|Sultan Inayatullah]]. Rombongan Adipati Antakasuma datang ke Kotawaringin untuk mendirikan sebuah kerajaan dan membuat perjanjian dengan masyarakat Dayak setempat, perjanjian itu dilaksanakan di desa Pandau antara Adipati Antakasuma dengan Demang Petinggi kepala suku masyarakat Dayak setempat pada masa itu, perjanjian tersebut dilakukan dengan bermaterai darah dari dua orang yang dikorbankan, hingga sekarang perjanjian itu dikenal dengan Panti Darah Janji Samaya yang monumennya masih dapat dijumpai di desa Pandau, kecamatan Arut Utara. Perjanjian tersebut akhirnya membuat rombongan Adipati Antakasuma yang mayoritas merupakan masyarakat Muslim Banjar dapat hidup berdampingan dengan masyarakat setempat, sehingga terjadilah akulturasi budaya.<ref>{{Cite web|last=Febriyana|first=Wahyu|title=Kota Manis Pangkalan Bun dan Sejarah Panjangnya|url=https://mmc.kalteng.go.id/berita/read/647/kota-manis-pangkalan-bun-dan-sejarah-panjangnya|website=mmckalteng|language=id|access-date=2022-03-22}}</ref>
Bahasa Melayu Kotawaringin adalah sebutan untuk bahasa yang digunakan oleh masyarakat beretnis [[Suku Melayu|Melayu]] [[Kabupaten Kotawaringin Barat]] dan daerah di sekitarnya. Penuturnya lebih sering menyebutnya sebagai ''basa Teringin'', begitupun dengan identitas mereka yang diakui sebagai ''urang Teringin''. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa penghubung diwilayah Kabupaten Kotawaringin Barat sehingga membuat bahasa ini juga dituturkan oleh masyarakat Dayak maupun suku-suku pendatang, bahasa ini juga memiliki banyak kemiripan dengan bahasa-bahasa pada bahasa-bahasa Melayu yang ada di Kalimantan Barat dan Sarawak. Bahasa Melayu Kotawaringin juga memiliki banyak kosakata serapan dari [[bahasa Banjar]].<ref>{{Cite web|date=2017-04-19|title=Sekilas tentang Pangkalan Bun {{!}} {{!}} Bea Cukai Pangkalan Bun|url=https://bcpangkalanbun.beacukai.go.id/sekilas-tentang-pangkalan-bun/|language=id-ID|access-date=2022-03-22}}</ref>


Akulturasi budaya dan bahasa antara Banjar dengan masyarakat Melayu Kotawaringin ini terjadi pada masa berdirinya Kesultanan Kotawaringin di Kotawaringin Lama. Pengaruh bahasa Banjar tersebut bisa terjadi dikarenakan pendiri Kesultanan Kotawaringin adalah seorang pangeran [[Kesultanan Banjar]] yang bernama [[Ratu Bagawan dari Kotawaringin|Adipati Antakasuma]], ia adalah anak dari Sultan Banjar ke-4 [[Mustain Billah dari Banjar|Sultan Mustainbillah]] dan saudara dari Sultan Banjar ke-5 [[Inayatullah dari Banjar|Sultan Inayatullah]]. Rombongan Adipati Antakasuma datang ke Kotawaringin untuk mendirikan sebuah pemerintahan dan membuat perjanjian dengan masyarakat Melayu setempat yang sebelumnya sudah mempunyai riwayat pemerintah namun runtuh, selain itu orang dari Kesultanan Banjar juga melakukan perjanjian dengan para kepala suku Dayak setempat, perjanjian itu dilaksanakan di desa Pandau antara Adipati Antakasuma dengan Demang Petinggi kepala suku Dayak setempat pada masa itu. Perjanjian tersebut dilakukan dengan bermaterai darah dari dua orang yang dikorbankan. Hingga saat ini, perjanjian itu dikenal dengan nama Panti Darah Janji Samaya yang monumennya masih terletak di desa Pandau, kecamatan Arut Utara. Perjanjian tersebut akhirnya membuat rombongan Adipati Antakasuma yang mayoritas merupakan masyarakat [[Suku Banjar|Muslim Banjar]] dapat hidup berdampingan dengan masyarakat setempat, sehingga terjadilah akulturasi budaya.<ref>{{Cite web|last=Febriyana|first=Wahyu|title=Kota Manis Pangkalan Bun dan Sejarah Panjangnya|url=https://mmc.kalteng.go.id/berita/read/647/kota-manis-pangkalan-bun-dan-sejarah-panjangnya|website=mmckalteng|language=id|access-date=2022-03-22}}</ref>
Bahasa Teringin sudah dituturkan sejak sebelum ibukota Kesultanan Kotawaringin dipindahkan ke [[Pangkalan Bun]] oleh [[Padoeka Ratoe Iman Oeddin|Sultan Imanuddin]], Sultan Kotawaringin ke-9 pada awal abad ke-19 (sekitar tahun 1806–1811), hal ini dibuktikan dengan masih berkembangnya bahasa Teringin di Kotawaringin Lama dan bahkan Kota Pangkalan Bun diresmikan oleh Sultan Imanuddin dengan nama ''Sukabumi Kutaringin Baru Pongkalan Bu'un'', dimana nama ''Pongkalan Bu'un'' diambil dari nama Sungai Bu'un. Hingga kini, bahasa Teringin masih terus dituturkan di Pangkalan Bun bahkan penuturnya terus berkembang.<ref>{{Cite web|title=Sejarah Singkat|url=https://portal.kotawaringinbaratkab.go.id/id/sejarah-singkat|website=portal.kotawaringinbaratkab.go.id|access-date=2022-03-22}}</ref>

Bahasa Melayu Kotawaringin sudah digunakan sejak sebelum ibukota Kesultanan Kotawaringin dipindahkan ke [[Pangkalan Bun]] oleh [[Padoeka Ratoe Iman Oeddin|Sultan Imanuddin]], Sultan Kotawaringin ke-9 pada awal abad ke-19 (sekitar tahun 1806–1811), hal ini dibuktikan dengan masih digunakannya bahasa Melayu Kotawaringin di Kotawaringin Lama dan bahkan Kota Pangkalan Bun diresmikan oleh Sultan Imanuddin dengan nama "Sukabumi Kutaringin Baru Pongkalan Bu'un", dimana nama "Pongkalan Bu'un" diambil dari nama Sungai Bu'un. Hingga saat ini, bahasa Melayu Kotawaringin masih terus digunakan di Pangkalan Bun dan bahkan penuturnya terus berkembang.<ref>{{Cite web|title=Sejarah Singkat|url=https://portal.kotawaringinbaratkab.go.id/id/sejarah-singkat|website=portal.kotawaringinbaratkab.go.id|access-date=2022-03-22}}</ref>


== Penulisan ==
== Penulisan ==


=== Abjad Jawi (Arab-Melayu) ===
=== Abjad Jawi (Arab-Melayu) ===
Sebagai bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Melayu dan dipengaruhi oleh [[bahasa Banjar]], bahasa Teringin dapat dituliskan ke dalam [[abjad Jawi]] (Arab-Melayu). Walaupun akan terlihat sumbang jika bahasa teringin dituliskan ke dalam abjad Jawi, karena bahasa Melayu Kotawaringin yang banyak menggunakan huruf [o] akan susah dituliskan dengan huruf [و] dalam abjad Jawi, hal tersebut dapat menyebabkan miskomunikasi antara penulis dan pembaca misalnya ''بوسار'' yang seharusnya dibaca ''bosar'' bisa saja malah dibaca ''busar'' kemudian ''لوچو'' yang seharusnya dibaca ''loco'' bisa saja dibaca ''lucu''.
Sebagai bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Melayu dan dipengaruhi oleh [[bahasa Banjar]], bahasa Melayu Kotawaringin dapat dituliskan ke dalam [[abjad Jawi]] (Arab-Melayu). Walaupun akan terlihat sumbang jika bahasa Melayu Kotawaringin dituliskan ke dalam abjad Jawi, karena bahasa Melayu Kotawaringin yang banyak menggunakan huruf [o] akan susah dituliskan dengan huruf [و] dalam abjad Jawi, hal tersebut dapat menyebabkan miskomunikasi antara penulis dan pembaca misalnya ''بوسار'' yang seharusnya dibaca ''bosar'' bisa saja malah dibaca ''busar'' kemudian ''لوچو'' yang seharusnya dibaca ''loco'' bisa saja dibaca ''lucu''.


=== Alfabet Latin ===
=== Alfabet Latin ===
Sampai saat ini, bahasa Teringin umum dituliskan menggunakan alfabet Latin. Namun tidak adanya bentuk baku dalam penulisan bahasa Teringin menyebabkan beberapa perbedaan dalam penulisannya di kalangan masyarakat. Bentuk paling umum adalah penulisan kata ''usik'', ''isik'', atau ''sik'' yang berarti 'tidak', pelafalan huruf [k] pada kata ''sik'' sama dengan pelafalan huruf [k] pada kata 'tidak', namun banyak juga masyarakat yang menuliskan kata ''sik'' dengan tulisan ''usi'', ''isi'', atau ''si'' dengan pelafalan yang sama.<ref>https://www.rri.co.id/palangkaraya/daerah/183685/revitalisasi-bahasa-daerah-kalteng-difokuskan-kepada-8-bahasa</ref>
Sampai saat ini, bahasa Melayu Kotawaringin umum dituliskan menggunakan alfabet Latin. Namun tidak adanya bentuk baku dalam penulisan bahasa Melayu Kotawaringin menyebabkan beberapa perbedaan dalam penulisannya di kalangan masyarakat. Bentuk paling umum adalah penulisan kata ''usik'', ''isik'', atau ''sik'' yang berarti 'tidak', pelafalan huruf [k] pada kata ''sik'' sama dengan pelafalan huruf [k] pada kata 'tidak', namun banyak juga masyarakat yang menuliskan kata ''sik'' dengan tulisan ''usi'', ''isi'', atau ''si'' dengan pelafalan yang sama.<ref>https://www.rri.co.id/palangkaraya/daerah/183685/revitalisasi-bahasa-daerah-kalteng-difokuskan-kepada-8-bahasa</ref>


== Seni sastra ==
== Seni sastra ==
=== Pantun seloka ===
=== Pantun seloka ===
Pantun [[seloka]] atau hanya disebut seloka merupakan sastra lisan yang hingga saat ini masih dilestarikan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekitarnya. Kata ''seloka'' berasal dari [[bahasa Sansekerta]] 'sloka'. Seloka merupakan sebuah bait yang terdiri dari empat baris dan bersajak a-a-a-a serta dilantunkan dengan syair. Menurut [[Owen Sarumbi]], salah satu budayawan Teringin berpendapat bahwa seloka berawal dari kebiasaan orang-orang zaman dahulu, menurutnya orang-orang zaman dahulu memberikan nasihat ataupun sindiran berupa syair karena malu atau sungkan untuk menyatakannya secara langsung.
Pantun [[seloka]] atau hanya disebut seloka merupakan sastra lisan yang hingga saat ini masih dilestarikan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekitarnya. Kata ''seloka'' berasal dari [[bahasa Sansekerta]] 'sloka'. Seloka merupakan sebuah bait yang terdiri dari empat baris dan bersajak a-a-a-a serta dilantunkan dengan syair. Menurut Owen Sarumbi, seorang budayawan Melayu Kotawaringin, ia berpendapat bahwa seloka berawal dari kebiasaan orang-orang zaman dahulu, menurutnya orang-orang zaman dahulu memberikan nasihat ataupun sindiran berupa syair karena merasa malu atau sungkan untuk menyatakannya secara langsung.


Seloka dianggap sebagai seni budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Teringin, bahkan setiap tahunnya diadakan lomba seloka mulai dari tingkat pelajar hingga tingkat umum se-Kotawaringin Barat. Balai Bahasa Kalimantan Tengah juga rutin menyelenggarakan Festival Seloka setiap tahunnya di Pangkalan Bun guna melestarikan kesenian ini. Bahasa Teringin juga selalu diterapkan dalam susunan bait seloka dan dilantunkan dengan nada syair yang merdu dan khas sehingga menjadikannya sebagai kesenian khas masyarakat Teringin.
Seloka dianggap sebagai seni budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Teringin, bahkan setiap tahunnya diadakan lomba seloka mulai dari tingkat pelajar hingga tingkat umum se-Kotawaringin Barat. Balai Bahasa Kalimantan Tengah juga rutin menyelenggarakan festival seloka setiap tahunnya di Pangkalan Bun guna melestarikan kesenian ini. Bahasa Melayu Kotawaringin juga selalu diterapkan dalam susunan bait seloka dan dilantunkan dengan nada syair yang merdu dan khas sehingga menjadikannya sebagai kesenian tradisional masyarakat Teringin.

== Tata Bahasa ==


== Tata bahasa ==
=== Kosakata ===
=== Kosakata ===
Berikut adalah beberapa kosakata dalam bahasa kutaringin/teringin.
Berikut adalah beberapa contoh kosakata dalam bahasa Melayu Kotawaringin.
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|+
|+
!Basa Teringin
!Melayu Kotawaringin
!Bahasa Indonesia
!Glosa
|-
|-
|''aku'', ''kola'', ''ulun''
|Aku
|Aku
|aku
|-
|-
|''ikam'', ''dika'', ''pian''
|Ikam
|kamu
|Kamu
|-
|-
|''dia''
|Ulun (halus)
|dia
|Saya
|-
|-
|''hundin''
|Pian (halus)
|kalian
|Anda
|-
|-
|''sidaknya''
|Kola (klasik)
|mereka
|Saya
|-
|-
|''hiba''
|Dika (klasik)
|bagaimana
|Anda
|-
|-
|''sopa''
|Dia
|siapa
|Dia
|-
|-
|''usik''
|Hundin
|tidak
|Kalian
|-
|-
|''nggeh'', ''heeh''
|Sidaknya
|iya
|Mereka
|-
|-
|''tada''
|Hiba
|tidak
|Bagaimana
|-
|-
|''nuhun''
|Sopa
|sana
|Siapa
|-
|-
|''sini''
|Usik/Sik
|sini
|Tidak
|-
|-
|''damping''
|Nggeh/Heeh
|dekat
|Iya
|-
|-
|''dimona''
|Tada
|dimana
|Tidak
|-
|-
|''sega''
|Nuhun
|cantik
|Sana
|-
|-
|''jahat''
|Sini
|jelek
|Sini
|-
|-
|''menyadi''
|Damping
|saudara
|Dekat
|-
|-
|''honda''
|Dimona
|mau
|Dimana
|-
|-
|''seko''
|Sega
|sendiri
|Cantik
|-
|Jahat
|Jelek/Jahat
|-
|Menyadi
|Saudara
|-
|Honda
|Mau
|-
|Seko
|Sendiri
|}
|}


=== Partikel ===
=== Partikel ===
Partikel atau kata tugas sangat penting dalam penggunaan bahasa teringin. Bila suatu kalimat tidak menggunakan partikel maka kalimat tersebut akan terdengar rumpang. Berikut adalah beberapa partikel yang digunakan dalam bahasa teringin.
Partikel atau kata tugas sangat penting dalam penggunaan bahasa Melayu Kotawaringin. Jika suatu kalimat tidak menggunakan partikel, maka kalimat tersebut akan terdengar hiatus. Berikut ini beberapa contoh partikel yang digunakan dalam bahasa Melayu Kotawaringin.
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|+
|+
!Partikel
!Partikel
!Penggunaan
!Penggunaan
!Arti
!Makna
!Keterangan
!Keterangan
|-
|-
| -am
|/-am/
|''hiba am?'', ''sopa am?''
|Hibaam?, Sopaam?
|Lalu bagaimana?, Lalu siapa?
|lalu bagaimana?, lalu siapa?
|/-am/ adalah partikel yang paling sering digunakan dalam bahasa Melayu Kotawaringin. Biasanya partikel ini digunakan untuk menunjukkan masa lampau, perintah, dan pertanyaan.
| -am adalah partikel yang paling
sering digunakan dalam bahasa teringin, biasa digunakan untuk menunjukkan masa lampau, perintah dan pertanyaan
|-
|-
| -we/-wi/-bi
|/-we/, /-wi/, /-bi/
|Hiba we?, Sopa bi?
|''hiba we?'', ''sopa bi?''
|Bagaimana ya?, Siapa ya?
|bagaimana ya?, siapa ya?
| -we dan -bi memiliki arti yang sama
|/-we/ dan /-bi/ memiliki arti yang sama dengan partikel /-ya/ dalam bahasa Indonesia.
dengan partikel -ya?
|-
|-
| -way/-bay
|/-way/, /-bay/
|Hiba way, Sopa bay
|''hiba way?'', ''sopa bay?''
|bagaimanakah?, siapakah?
|Bagaimanakah, Siapakah
| -way/-bay memiliki arti yang sama
|/-way/ dan /-bay/ memiliki arti yang sama dengan partikel /-kah/ dalam bahasa Indonesia.
dengan partikel kah
|-
|-
| -tay/-te/-ta
|/-tay/, /-te/, /-ta/
|Hiba tay, Sopa te
|''hiba tay?'', ''sopa te?''
|Bagaimana-bagaimana?, Siapa-siapa?
|bagaimana-bagaimana?, siapa-siapa?
| -tay memiliki arti yang sama dengan
|/-tay/ memiliki arti yang sama dengan partikel /-nah/ yang digunakan dalam bahasa Banjar. Partikel ini biasa digunakan untuk mempertegas kalimat dan masa lampau.
partikel '-nah' yang digunakan dalam bahasa banjar, biasa digunakan untuk mempertegas kalimat dan masa lampau
|-
|-
| -wa/-ba
|/-wa/, /-ba/
|Koma wa, Samaan itu ba
|''koma wa'', ''samaan itu ba''
|begitulah, seperti itulah
|Begitulah, Begitulah
| -wa dan -ba memiliki arti yang kurang
|/-wa/ dan /-ba/ memiliki arti yang kurang lebih sama dengan partikel /-lah/ bisa juga diartikan sebagai kata 'dong'.
lebih sama dengan partikel -lah bisa juga diartikan sebagai kata 'dong'
|-
|-
| -ja/-gin
|/-ja/, /-gin/
|Hiba ja?, Aku gin
|''hiba ja?'', ''aku gin''
|Bagaimana sih?, Aku saja
|bagaimana sih?, aku saja
|partikel -ja bisa diartikan sebagai 'saja',
|/-ja/ bisa diartikan sebagai 'saja', tetapi /-gin/ tidak bisa digunakan untuk menyatakan kata 'saja' walaupun maknanya sama, karena sifatnya hanya sebagai partikel.
tapi -gin tidak bisa digunakan untuk menyatakan kata 'saja' walaupun berarti 'saja' karena sifatnya hanya sebagai partikel
|-
|-
| -pa/-pan
|/-pa/, /-pan/
|Isik pa, Hiba pan
|''isik pa'', ''hiba pan''
|tidak, bagaimanapun
|Tidak, Bagaimana juga
|bentuk lebih panjangnya -apa/-apan, maknanya kurang lebih sama dengan kata "ma"
|Bentuk lebih panjangnya yakni /-apa/ atau /-apan/, maknanya kurang lebih sama dengan kata 'ma' dalam bahasa Melayu Kotawaringin.
|}
|}


=== Ciri Khas ===
=== Ciri khas ===
;Penggunaan huruf [o]

Bahasa Melayu Kotawaringin memiliki ciri khas pada padanan katanya, yakni mengganti huruf [a] atau [e] pertama pada suku kata menjadi [o].
* Penggunaan huruf 'o'

Bahasa teringin memiliki ciri khas pada padanan katanya yang mengganti huruf 'a' atau 'e' pada suku kata pertama menjadi 'o', contohnya;
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|+
|+
!Melayu Kotawaringin
!Basa Teringin
!Glosa
!Bahasa Indonesia
|-
|-
|''bosar''
|Bosar
|besar
|Besar
|-
|-
|''gondang''
|Gondang
|gendang
|Gendang
|-
|-
|''lobih''
|Lobih
|lebih
|Lebih
|-
|-
|''tongah''
|Tongah
|tengah
|Tengah
|-
|-
|''ponuh''
|Poluh
|penuh
|Peluh
|-
|-
|''kona''
|Kona
|kena
|Kena
|-
|-
|''sorah''
|Sorah
|serah
|Serah
|-
|-
|''tobas''
|Tobas
|tebas
|Tebas
|-
|-
|''koras''
|Koras
|keras
|Keras
|-
|-
|''lomah''
|Lomah
|lemah
|Lemah
|-
|-
|''torang''
|Torang
|Terang
|terang
|-
|-
|''golap''
|Golap
|gelap
|Gelap
|}
|}
Namun, tidak semua huruf 'e' dan 'a' pada suku kata pertama diganti menjadi huruf 'o', ada yang tetap seperti "tega", "sepak", "rela" dan lain-lain. Serta ada yang diganti menjadi huruf 'a' seperti "galas"
Namun tidak semua huruf [e] dan [a] pertama pada suku kata diganti menjadi huruf [o], ada yang tetap menggunakan huruf [a], seperti pada kata ''tega'', ''sepak'', dan ''rela''. Juga terdapat huruf [e] pertama pada suku kata yang diganti menjadi huruf [a], seperti pada kata ''galas''.


* Penggunaan kata "Ma"
;Penggunaan kata ''ma''
Kata ''ma'' dapat diartikan sebagai 'saja' dalam bahasa Indonesia. Dalam percakapan bahasa Melayu Kotawaringin, kata ''ma'' hampir selalu terdengar dan menjadi ciri khasnya. Apabila seseorang bercakap di [[Sampit]] atau [[Palangka Raya]], kemudian ia mengucapkan kata ''ma'', lawan bicaranya dapat menebak kalau ia berasal dari Pangkalan Bun atau daerah sekitarnya. Dalam bahasa Banjar juga dapat ditemukan kata serupa, yakni ''mah''. Perbedaannya terletak dalam penggunaan huruf [h], dalam bahasa Melayu Kotawaringin tidak menggunakan huruf [h] dibelakangnya. Penggunaan kata ''ma'' tidak hanya sebatas sebagai kata 'saja', akan tetapi penggunaanya lebih luas, seperti pada kalimat ''sik ma'' yang memiliki arti 'tidak kok' dan ''haja ma'' yang memiliki arti 'sengaja'.

Kata "ma" dapat diartikan sebagai "saja". Dalam percakapan bahasa teringin sehari-hari kata "ma" selalu terdengar dan menjadi ciri khasnya, apabila seseorang berbicara menggunakan bahasa banjar di Sampit bahkan Palangka Raya lalu mengucapkan kata "ma" lawan bicaranya dapat menebak kalau dirinya berasal dari Pangkalan Bun. Dalam bahasa banjar ditemukan kata serupa yaitu "mah" sedangkan dalam bahasa teringin tidak menggunakan huruf "h" dibelakangnya atau samar. Penggunaan kata "ma" tak hanya sebatas sebagai kata "saja" tapi penggunaanya lebih luas, seperti pada kalimat "Sik ma" yang bila diartikan kurang lebih berarti "Nggak kok" kemudian "Haja ma" yang berarti "Sengaja"


== Dialek ==
== Dialek ==
Terdapat setidaknya dua dialek utama dalam bahasa Melayu Kotawaringin. Karena digunakan di sekitar daerah aliran sungai, dialek-dialek ini dinamai menurut aliran sungai tempat persebarannya.
Karena penyebarannya yang tidak terlalu luas, bahasa teringin tidak memiliki banyak dialek dan walaupun ada, perbedaannya sangat sedikit dan terdengar sama antara satu dan lainnya, namun pembagian dialek bahasa teringin masih harus diteliti lebih lanjut karena belum ada penelitian resmi yang dilakukan selama ini. Berikut adalah perbedaan mencolok antara penutur bahasa teringin di daerah aliran Sungai Arut dan daerah aliran Sungai Lamandau.


=== Sungai Arut ===
=== Sungai Arut ===
Bahasa Teringin yang dituturkan oleh masyarakat teringin di Daerah Aliran [[Sungai Arut]] yang meliputi Kota Pangkalan Bun, Runtu, Kenambui, Sulung dan lain-lain ditandai dengan penggunaan partikel -tay dan -bay.
Bahasa Melayu Kotawaringin yang dituturkan oleh masyarakat di daerah aliran [[Sungai Arut]] meliputi Pangkalan Bun, Runtu, Kenambui, Sulung, dan daerah lain disekitarnya. Ciri khas dalam dialek ini ditandai dengan penggunaan partikel /-tay/ dan /-bay/.


=== Sungai Lamandau ===
=== Sungai Lamandau ===
Bahasa Teringin yang dituturkan oleh masyarakat teringin di Daerah Aliran [[Sungai Lamandau]] yang meliputi Kotawaringin Lama, Rungun, Kondang dan lain-lain ditandai dengan masih banyaknya penggunaan partikel -tay dan -bay namun dengan menghilangkan huruf 'y' sehingga menjadi -ta dan -ba. Selebihnya penggunaan bahasa teringin diberbagai daerah cenderung sama dan seragam.
Bahasa Melayu Kotawaringin yang dituturkan oleh masyarakat di daerah aliran [[Sungai Lamandau]] meliputi Kotawaringin Lama, Rungun, Kondang, daerah lain disekitarnya. Ciri khas dalam dialek ini juga ditandai dengan penggunaan partikel /-tay/ dan /-bay/, namun dengan menghilangkan huruf [y] sehingga menjadi /-ta/ dan /-ba/.


== Referensi ==
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{Reflist}}


[[Kategori:Bahasa di Kalimantan Tengah]]
== Pranala luar ==
[[Kategori:Bahasa di Indonesia]]
* https://glottolog.org/resource/languoid/id/mala1480
* https://indian.web.id//bahasa/1q77jri/melayu




{{Bahasa-stub}}
[[Kategori:Bahasa di Kalimantan]]
[[Kategori:Bahasa di Indonesia]]

Revisi terkini sejak 26 Oktober 2024 03.34

Bahasa Melayu Kotawaringin
basa Teringin
باسا تريڠين
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
EtnisMelayu dan Dayak
Penutur
Dialek
Sungai Arut
Sungai Lamandau
Latin
Jawi
Kode bahasa
ISO 639-1msa
ISO 639-2msa (B)
msa (T)
ISO 639-3
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Melayu Kotawaringin (basa Teringin; Jawi: باسا تريڠين) adalah sebuah dialek bahasa Melayu yang dituturkan oleh masyarakat beretnis Melayu dan Dayak di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Lamandau, dan beberapa daerah di Kabupaten Sukamara.[1] Oleh penuturnya, bahasa ini dikenal dengan sebutan basa Teringin, Kutaringin, atau Waringin. Bahasa ini terdaftar di Program Merdeka Belajar Episode ke-17 Kemendikbud sebagai "bahasa Melayu dialek Kotawaringin".[2]

Bahasa Melayu Kotawaringin adalah sebutan untuk bahasa yang digunakan oleh masyarakat beretnis Melayu Kabupaten Kotawaringin Barat dan daerah di sekitarnya. Penuturnya lebih sering menyebutnya sebagai basa Teringin, begitupun dengan identitas mereka yang diakui sebagai urang Teringin. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa penghubung diwilayah Kabupaten Kotawaringin Barat sehingga membuat bahasa ini juga dituturkan oleh masyarakat Dayak maupun suku-suku pendatang, bahasa ini juga memiliki banyak kemiripan dengan bahasa-bahasa pada bahasa-bahasa Melayu yang ada di Kalimantan Barat dan Sarawak. Bahasa Melayu Kotawaringin juga memiliki banyak kosakata serapan dari bahasa Banjar.[3]

Akulturasi budaya dan bahasa antara Banjar dengan masyarakat Melayu Kotawaringin ini terjadi pada masa berdirinya Kesultanan Kotawaringin di Kotawaringin Lama. Pengaruh bahasa Banjar tersebut bisa terjadi dikarenakan pendiri Kesultanan Kotawaringin adalah seorang pangeran Kesultanan Banjar yang bernama Adipati Antakasuma, ia adalah anak dari Sultan Banjar ke-4 Sultan Mustainbillah dan saudara dari Sultan Banjar ke-5 Sultan Inayatullah. Rombongan Adipati Antakasuma datang ke Kotawaringin untuk mendirikan sebuah pemerintahan dan membuat perjanjian dengan masyarakat Melayu setempat yang sebelumnya sudah mempunyai riwayat pemerintah namun runtuh, selain itu orang dari Kesultanan Banjar juga melakukan perjanjian dengan para kepala suku Dayak setempat, perjanjian itu dilaksanakan di desa Pandau antara Adipati Antakasuma dengan Demang Petinggi kepala suku Dayak setempat pada masa itu. Perjanjian tersebut dilakukan dengan bermaterai darah dari dua orang yang dikorbankan. Hingga saat ini, perjanjian itu dikenal dengan nama Panti Darah Janji Samaya yang monumennya masih terletak di desa Pandau, kecamatan Arut Utara. Perjanjian tersebut akhirnya membuat rombongan Adipati Antakasuma yang mayoritas merupakan masyarakat Muslim Banjar dapat hidup berdampingan dengan masyarakat setempat, sehingga terjadilah akulturasi budaya.[4]

Bahasa Melayu Kotawaringin sudah digunakan sejak sebelum ibukota Kesultanan Kotawaringin dipindahkan ke Pangkalan Bun oleh Sultan Imanuddin, Sultan Kotawaringin ke-9 pada awal abad ke-19 (sekitar tahun 1806–1811), hal ini dibuktikan dengan masih digunakannya bahasa Melayu Kotawaringin di Kotawaringin Lama dan bahkan Kota Pangkalan Bun diresmikan oleh Sultan Imanuddin dengan nama "Sukabumi Kutaringin Baru Pongkalan Bu'un", dimana nama "Pongkalan Bu'un" diambil dari nama Sungai Bu'un. Hingga saat ini, bahasa Melayu Kotawaringin masih terus digunakan di Pangkalan Bun dan bahkan penuturnya terus berkembang.[5]

Penulisan

[sunting | sunting sumber]

Abjad Jawi (Arab-Melayu)

[sunting | sunting sumber]

Sebagai bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Melayu dan dipengaruhi oleh bahasa Banjar, bahasa Melayu Kotawaringin dapat dituliskan ke dalam abjad Jawi (Arab-Melayu). Walaupun akan terlihat sumbang jika bahasa Melayu Kotawaringin dituliskan ke dalam abjad Jawi, karena bahasa Melayu Kotawaringin yang banyak menggunakan huruf [o] akan susah dituliskan dengan huruf [و] dalam abjad Jawi, hal tersebut dapat menyebabkan miskomunikasi antara penulis dan pembaca misalnya بوسار yang seharusnya dibaca bosar bisa saja malah dibaca busar kemudian لوچو yang seharusnya dibaca loco bisa saja dibaca lucu.

Alfabet Latin

[sunting | sunting sumber]

Sampai saat ini, bahasa Melayu Kotawaringin umum dituliskan menggunakan alfabet Latin. Namun tidak adanya bentuk baku dalam penulisan bahasa Melayu Kotawaringin menyebabkan beberapa perbedaan dalam penulisannya di kalangan masyarakat. Bentuk paling umum adalah penulisan kata usik, isik, atau sik yang berarti 'tidak', pelafalan huruf [k] pada kata sik sama dengan pelafalan huruf [k] pada kata 'tidak', namun banyak juga masyarakat yang menuliskan kata sik dengan tulisan usi, isi, atau si dengan pelafalan yang sama.[6]

Seni sastra

[sunting | sunting sumber]

Pantun seloka

[sunting | sunting sumber]

Pantun seloka atau hanya disebut seloka merupakan sastra lisan yang hingga saat ini masih dilestarikan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekitarnya. Kata seloka berasal dari bahasa Sansekerta 'sloka'. Seloka merupakan sebuah bait yang terdiri dari empat baris dan bersajak a-a-a-a serta dilantunkan dengan syair. Menurut Owen Sarumbi, seorang budayawan Melayu Kotawaringin, ia berpendapat bahwa seloka berawal dari kebiasaan orang-orang zaman dahulu, menurutnya orang-orang zaman dahulu memberikan nasihat ataupun sindiran berupa syair karena merasa malu atau sungkan untuk menyatakannya secara langsung.

Seloka dianggap sebagai seni budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Teringin, bahkan setiap tahunnya diadakan lomba seloka mulai dari tingkat pelajar hingga tingkat umum se-Kotawaringin Barat. Balai Bahasa Kalimantan Tengah juga rutin menyelenggarakan festival seloka setiap tahunnya di Pangkalan Bun guna melestarikan kesenian ini. Bahasa Melayu Kotawaringin juga selalu diterapkan dalam susunan bait seloka dan dilantunkan dengan nada syair yang merdu dan khas sehingga menjadikannya sebagai kesenian tradisional masyarakat Teringin.

Tata bahasa

[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah beberapa contoh kosakata dalam bahasa Melayu Kotawaringin.

Melayu Kotawaringin Glosa
aku, kola, ulun aku
ikam, dika, pian kamu
dia dia
hundin kalian
sidaknya mereka
hiba bagaimana
sopa siapa
usik tidak
nggeh, heeh iya
tada tidak
nuhun sana
sini sini
damping dekat
dimona dimana
sega cantik
jahat jelek
menyadi saudara
honda mau
seko sendiri

Partikel atau kata tugas sangat penting dalam penggunaan bahasa Melayu Kotawaringin. Jika suatu kalimat tidak menggunakan partikel, maka kalimat tersebut akan terdengar hiatus. Berikut ini beberapa contoh partikel yang digunakan dalam bahasa Melayu Kotawaringin.

Partikel Penggunaan Makna Keterangan
/-am/ hiba am?, sopa am? lalu bagaimana?, lalu siapa? /-am/ adalah partikel yang paling sering digunakan dalam bahasa Melayu Kotawaringin. Biasanya partikel ini digunakan untuk menunjukkan masa lampau, perintah, dan pertanyaan.
/-we/, /-wi/, /-bi/ hiba we?, sopa bi? bagaimana ya?, siapa ya? /-we/ dan /-bi/ memiliki arti yang sama dengan partikel /-ya/ dalam bahasa Indonesia.
/-way/, /-bay/ hiba way?, sopa bay? bagaimanakah?, siapakah? /-way/ dan /-bay/ memiliki arti yang sama dengan partikel /-kah/ dalam bahasa Indonesia.
/-tay/, /-te/, /-ta/ hiba tay?, sopa te? bagaimana-bagaimana?, siapa-siapa? /-tay/ memiliki arti yang sama dengan partikel /-nah/ yang digunakan dalam bahasa Banjar. Partikel ini biasa digunakan untuk mempertegas kalimat dan masa lampau.
/-wa/, /-ba/ koma wa, samaan itu ba begitulah, seperti itulah /-wa/ dan /-ba/ memiliki arti yang kurang lebih sama dengan partikel /-lah/ bisa juga diartikan sebagai kata 'dong'.
/-ja/, /-gin/ hiba ja?, aku gin bagaimana sih?, aku saja /-ja/ bisa diartikan sebagai 'saja', tetapi /-gin/ tidak bisa digunakan untuk menyatakan kata 'saja' walaupun maknanya sama, karena sifatnya hanya sebagai partikel.
/-pa/, /-pan/ isik pa, hiba pan tidak, bagaimanapun Bentuk lebih panjangnya yakni /-apa/ atau /-apan/, maknanya kurang lebih sama dengan kata 'ma' dalam bahasa Melayu Kotawaringin.

Ciri khas

[sunting | sunting sumber]
Penggunaan huruf [o]

Bahasa Melayu Kotawaringin memiliki ciri khas pada padanan katanya, yakni mengganti huruf [a] atau [e] pertama pada suku kata menjadi [o].

Melayu Kotawaringin Glosa
bosar besar
gondang gendang
lobih lebih
tongah tengah
ponuh penuh
kona kena
sorah serah
tobas tebas
koras keras
lomah lemah
torang terang
golap gelap

Namun tidak semua huruf [e] dan [a] pertama pada suku kata diganti menjadi huruf [o], ada yang tetap menggunakan huruf [a], seperti pada kata tega, sepak, dan rela. Juga terdapat huruf [e] pertama pada suku kata yang diganti menjadi huruf [a], seperti pada kata galas.

Penggunaan kata ma

Kata ma dapat diartikan sebagai 'saja' dalam bahasa Indonesia. Dalam percakapan bahasa Melayu Kotawaringin, kata ma hampir selalu terdengar dan menjadi ciri khasnya. Apabila seseorang bercakap di Sampit atau Palangka Raya, kemudian ia mengucapkan kata ma, lawan bicaranya dapat menebak kalau ia berasal dari Pangkalan Bun atau daerah sekitarnya. Dalam bahasa Banjar juga dapat ditemukan kata serupa, yakni mah. Perbedaannya terletak dalam penggunaan huruf [h], dalam bahasa Melayu Kotawaringin tidak menggunakan huruf [h] dibelakangnya. Penggunaan kata ma tidak hanya sebatas sebagai kata 'saja', akan tetapi penggunaanya lebih luas, seperti pada kalimat sik ma yang memiliki arti 'tidak kok' dan haja ma yang memiliki arti 'sengaja'.

Terdapat setidaknya dua dialek utama dalam bahasa Melayu Kotawaringin. Karena digunakan di sekitar daerah aliran sungai, dialek-dialek ini dinamai menurut aliran sungai tempat persebarannya.

Sungai Arut

[sunting | sunting sumber]

Bahasa Melayu Kotawaringin yang dituturkan oleh masyarakat di daerah aliran Sungai Arut meliputi Pangkalan Bun, Runtu, Kenambui, Sulung, dan daerah lain disekitarnya. Ciri khas dalam dialek ini ditandai dengan penggunaan partikel /-tay/ dan /-bay/.

Sungai Lamandau

[sunting | sunting sumber]

Bahasa Melayu Kotawaringin yang dituturkan oleh masyarakat di daerah aliran Sungai Lamandau meliputi Kotawaringin Lama, Rungun, Kondang, daerah lain disekitarnya. Ciri khas dalam dialek ini juga ditandai dengan penggunaan partikel /-tay/ dan /-bay/, namun dengan menghilangkan huruf [y] sehingga menjadi /-ta/ dan /-ba/.

Referensi

[sunting | sunting sumber]