Lompat ke isi

Antasena: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(41 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{about|tokoh pewayangan|kelas kapal militer Indonesia|kapal tempur kelas Antasena}}
{{TMH Infobox|
{{Infobox Tokoh Wayang
| Image = Antasena-ang.gif
| gambar = COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangfiguur de figuur Antasena voorstellend TMnr 1772-716.jpg
| Nama = Antasena
| Caption = Antasena dalam versi pewayangan Jawa
| nama = Antasena
| daerah = Jawa
| caption = Antasena dalam versi pewayangan Jawa
| istimewa = mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.
| keluarga = [[Bimasena]] (ayah){{br}}Dewi Urangayu (ibu){{br}}[[Antareja]], [[Gatotkaca]] (saudara){{br}}Janakawati (istri){{br}}Jayasena (anak)
}}
}}
'''Anantasena''', atau sering disingkat '''Antasena''' adalah nama salah satu tokoh [[pewayangan]] [[Jawa]]. Tokoh ini merupakan ciptaan para pujangga [[Jawa]] yang disisipkan ke dalam kisah ''[[Mahabharata]]'', suatu [[wiracarita]] kuno karya [[Byasa|Krishna Dwaipayana Byasa]] dari [[India]], yang sering diadaptasi menjadi cerita pewayangan. Nama Anantasena maupun Antasena tidak ditemukan dalam naskah asli ''Mahabharata'' ber[[bahasa Sanskerta]] (diterjemahkan oleh [[Kisari Mohan Ganguli]]).
Dalam [[wiracarita]] [[Mahabharata]], '''Antasena''' adalah putra [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dan Dewi Urang Ayu. Tokoh ini paling sakti di antara tiga putera Bima. Jika [[Gatotkaca]] mampu terbang di udara dan [[Antareja]] mampu ''ambles bumi'' (hidup di bawah tanah), Antasena mampu terbang di udara, ''ambles bumi'', dan menyelam. Sama seperti ayahnya, Antasena tidak bisa berbahasa santun (''ngoko''). Kendati demikian, Antasena berhati baik dan paling bijak di antara putera-putera [[Pandawa]]. Ia memiliki tubuh bersisik bagaikan udang dan tidak mempan ditusuk senjata.


Dalam pewayangan, tokoh ini dikenal sebagai putra bungsu [[Bimasena]], serta saudara lain ibu dari [[Antareja]] dan [[Gatotkaca]]. Dalam pewayangan klasik versi [[Surakarta]], [[Antasena]] merupakan nama lain dari [[Antareja]], yaitu putra sulung [[Bimasena]]. Sementara menurut versi [[Yogyakarta]], [[Antasena]] dan [[Antareja]] adalah dua orang tokoh yang berbeda. Akan tetapi dalam pewayangan zaman sekarang, para [[dalang]] [[Surakarta]] sudah biasa memisahkan tokoh [[Antasena]] dengan [[Antareja]], sebagaimana yang dilakukan oleh para dalang [[Yogyakarta]].
Antasena beristrikan Dewi Jenakawati, puteri [[Arjuna]]. Ia tidak ikut berperang di [[Bharatayuddha]]. Bersama [[Wisanggeni]], mereka menjadi tumbal agar [[Pandawa]] menang melawan [[Korawa]]. Syahdan, hal ini merupakan taktik yang diambil [[Kresna]] karena Antasena tidak terkalahkan. Hal ini akan membuat pertempuran tidak berimbang. Ada juga versi yang menyebutkan, Kresna takut karena dalam rencana dewa, Antasena akan bertanding dengan kakaknya, [[Baladewa]].


== Sifat ==
== Asal-Usul ==
Antasena adalah putra bungsu [[Bimasena]] atau [[Werkudara]], yaitu [[Pandawa]] nomor dua. Ia lahir dari seorang ibu bernama [[Dewi Urangayu]] putri [[Baruna|Batara Baruna]]. Bima menikah dengan Urangayu dalam cerita Kali Serayu Binangun, yaitu saat Pandawa dan Kurawa berlomba untuk membuat sungai tembus ke samudra. Bima meninggalkan Urangayu dalam keadaan mengandung ketika ia harus kembali ke negeri [[Indraprastha|Amarta]].


Saat Antasena masih dalam kandungan, Kahyangan Suralaya diserbu oleh Prabu Dewa Kintaka dari Kerajaan Guwacinraka yang bemaksud untuk merebut dan menikahi [[Kamaratih|Batari Kamaratih]]. Antasena yang masih dalam kandungan, dikeluarkan oleh [[Narada#Versi pewayangan|Sang Hyang Narada]], dan diajukan ke peperangan. Berkat perlindungan [[Sang Hyang Wenang]], Antasena mampu mengalahkan Prabu Dewa Kintaka dan pasukannya. Setelah mampu mengalahkan musuh kahyangan, Antasena diserahkan kepada [[Antaboga|Sang Hyang Antaboga]] untuk dididik menjadi satriya.
Antasena berwatak jujur, terus terang, bersahaja, berani kerena membela kebenaran, tidak pernah berdusta. Setelah dewasa, Anantasena menjadi raja di negara Dasarsamodra, bekas negaranya Prabu Ganggatrimuka yang mati terbunuh dalam peperangan.


Setelah dewasa ia berangkat menuju [[Kerajaan Amarta]] untuk menemui ayah kandungnya. Setibanya di Amarta, Antasena justru mendapat kabar buruk bahwa Bima dan saudara-saudaranya disekap oleh Korawa bernama Prabu Ganggatrimuka. Antasena pun berhasil menemukan Bima dan Pandawa lain dalam kondisi mati akibat disekap di dalam penjara besi yang ditenggelamkan di laut.
Antasena meninggal sebelum perang [[Bharatayuddha]]. Ia mati [[moksa]] (lenyap dengan seluruh raganya) atas kehendak dan kekuasaan [[Brahman|Sang Hyang Wenang]]


Berkat Cupu Madusena pusaka pemberian kakeknya, Antasena berhasil menghidupkan mereka kembali dan membunuh Ganggatrimuka. Setelah pertarungan itu, Antasena menikahi sepupunya yang bernama Janakawati yang tak lain adalah putri Arjuna.


selepas itu para Pandawa mempersiapkan pesta, karena Pandawa nomor tiga, [[Arjuna#Arjuna dalam pewayangan Jawa|Arjuna]] akan menikahkan salah satu putrinya [[Dewi Pergiwati]], dengan putra mahkota Karajaan Amarta yaitu bernama Raden [[Pancawala#Versi pewayangan|Pancawala]], yang merupakan putra Pandawa nomor satu [[Yudistira|Yudhistira]]. Pernikahan antar saudara sepupu tersebut nyaris gagal karena ulah [[Drona#Drona dalam pewayangan Jawa|Begawan Durna]] yang berniat untuk menjodohkan Pergiwati dengan putra mahkota Hastina, Raden [[Laksmanakumara|Lesmana Mandrakumara]]. Berkat bantuan Antasena, Pancawala berhasil melarikan Pergiwati dan terlindungi dari amukan Kurawa. Setelah kejadian tersebut [[Arjuna]] akhirnya sadar, dan meresmikan pernikahan Pancawala dengan Pergiwati.
{{tokoh Mahabharata}}


Beberapa tahun setelah pernikahan antara Pancawala dengan Pergiwati, Antasena kemudian menikahi sepupunya yang bernama Dewi Janakawati yang juga putri [[Arjuna]], setelah bersaing dengan [[Satyaka|Setyaka]] dan [[Laksmanakumara|Lesmana Mandrakumara]].
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]


== Sifat dan Kesaktian ==
[[jv:Antasena]]
Antasena digambarkan berwatak polos dan lugu, tetapi teguh dalam pendirian. Dalam berbicara dengan siapa pun, ia selalu menggunakan ''bahasa ngoko'' sehingga seolah-olah tidak mengenal tata krama. Namun hal ini justru menunjukkan kejujurannya di mana ia memang tidak suka dengan basa-basi duniawi.

Dalam hal kesaktian, Antasena dikisahkan sebagai putra Bima yang paling sakti. Ia mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.

== Kematian ==
Antasena dikisahkan meninggal secara [[moksa]] bersama sepupunya, yaitu [[Wisanggeni]] putra [[Arjuna]]. Keduanya meninggal sebagai tumbal kemenangan para [[Pandawa]] menjelang meletusnya perang [[Baratayuda]].

Ketika itu Wisanggeni dan Antasena menghadap [[Sanghyang Wenang]], leluhur para [[dewa]] untuk meminta restu atas kemenangan Pandawa dalam menghadapi Kurawa. Sanghyang Wenang menyatakan bahwa jika keduanya ikut berperang justru akan membuat pihak Pandawa kalah. Wisanggeni dan Antasena pun memutuskan untuk tidak kembali ke dunia. Keduanya kemudian menyusut sedikit-demi sedikit dan akhirnya musnah sama sekali setelah dipandang Sanghyang Wenang.

== Sumber Gubahan Lain ==
Buku ''Antareja Antasena: Jalan Kematian Para Ksatria'' karangan [[Pitoyo Amrih]]. Resensi di halaman http://antareja-antasena.pitoyo.com

{{tokoh wayang}}

[[Kategori:Tokoh wayang]]

Revisi terkini sejak 8 Februari 2024 14.33

Antasena
Antasena dalam versi pewayangan Jawa
Tokoh pewayangan Jawa
Keistimewaanmampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.
KeluargaBimasena (ayah)
Dewi Urangayu (ibu)
Antareja, Gatotkaca (saudara)
Janakawati (istri)
Jayasena (anak)

Anantasena, atau sering disingkat Antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan Jawa. Tokoh ini merupakan ciptaan para pujangga Jawa yang disisipkan ke dalam kisah Mahabharata, suatu wiracarita kuno karya Krishna Dwaipayana Byasa dari India, yang sering diadaptasi menjadi cerita pewayangan. Nama Anantasena maupun Antasena tidak ditemukan dalam naskah asli Mahabharata berbahasa Sanskerta (diterjemahkan oleh Kisari Mohan Ganguli).

Dalam pewayangan, tokoh ini dikenal sebagai putra bungsu Bimasena, serta saudara lain ibu dari Antareja dan Gatotkaca. Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antasena merupakan nama lain dari Antareja, yaitu putra sulung Bimasena. Sementara menurut versi Yogyakarta, Antasena dan Antareja adalah dua orang tokoh yang berbeda. Akan tetapi dalam pewayangan zaman sekarang, para dalang Surakarta sudah biasa memisahkan tokoh Antasena dengan Antareja, sebagaimana yang dilakukan oleh para dalang Yogyakarta.

Asal-Usul

[sunting | sunting sumber]

Antasena adalah putra bungsu Bimasena atau Werkudara, yaitu Pandawa nomor dua. Ia lahir dari seorang ibu bernama Dewi Urangayu putri Batara Baruna. Bima menikah dengan Urangayu dalam cerita Kali Serayu Binangun, yaitu saat Pandawa dan Kurawa berlomba untuk membuat sungai tembus ke samudra. Bima meninggalkan Urangayu dalam keadaan mengandung ketika ia harus kembali ke negeri Amarta.

Saat Antasena masih dalam kandungan, Kahyangan Suralaya diserbu oleh Prabu Dewa Kintaka dari Kerajaan Guwacinraka yang bemaksud untuk merebut dan menikahi Batari Kamaratih. Antasena yang masih dalam kandungan, dikeluarkan oleh Sang Hyang Narada, dan diajukan ke peperangan. Berkat perlindungan Sang Hyang Wenang, Antasena mampu mengalahkan Prabu Dewa Kintaka dan pasukannya. Setelah mampu mengalahkan musuh kahyangan, Antasena diserahkan kepada Sang Hyang Antaboga untuk dididik menjadi satriya.

Setelah dewasa ia berangkat menuju Kerajaan Amarta untuk menemui ayah kandungnya. Setibanya di Amarta, Antasena justru mendapat kabar buruk bahwa Bima dan saudara-saudaranya disekap oleh Korawa bernama Prabu Ganggatrimuka. Antasena pun berhasil menemukan Bima dan Pandawa lain dalam kondisi mati akibat disekap di dalam penjara besi yang ditenggelamkan di laut.

Berkat Cupu Madusena pusaka pemberian kakeknya, Antasena berhasil menghidupkan mereka kembali dan membunuh Ganggatrimuka. Setelah pertarungan itu, Antasena menikahi sepupunya yang bernama Janakawati yang tak lain adalah putri Arjuna.

selepas itu para Pandawa mempersiapkan pesta, karena Pandawa nomor tiga, Arjuna akan menikahkan salah satu putrinya Dewi Pergiwati, dengan putra mahkota Karajaan Amarta yaitu bernama Raden Pancawala, yang merupakan putra Pandawa nomor satu Yudhistira. Pernikahan antar saudara sepupu tersebut nyaris gagal karena ulah Begawan Durna yang berniat untuk menjodohkan Pergiwati dengan putra mahkota Hastina, Raden Lesmana Mandrakumara. Berkat bantuan Antasena, Pancawala berhasil melarikan Pergiwati dan terlindungi dari amukan Kurawa. Setelah kejadian tersebut Arjuna akhirnya sadar, dan meresmikan pernikahan Pancawala dengan Pergiwati.

Beberapa tahun setelah pernikahan antara Pancawala dengan Pergiwati, Antasena kemudian menikahi sepupunya yang bernama Dewi Janakawati yang juga putri Arjuna, setelah bersaing dengan Setyaka dan Lesmana Mandrakumara.

Sifat dan Kesaktian

[sunting | sunting sumber]

Antasena digambarkan berwatak polos dan lugu, tetapi teguh dalam pendirian. Dalam berbicara dengan siapa pun, ia selalu menggunakan bahasa ngoko sehingga seolah-olah tidak mengenal tata krama. Namun hal ini justru menunjukkan kejujurannya di mana ia memang tidak suka dengan basa-basi duniawi.

Dalam hal kesaktian, Antasena dikisahkan sebagai putra Bima yang paling sakti. Ia mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.

Antasena dikisahkan meninggal secara moksa bersama sepupunya, yaitu Wisanggeni putra Arjuna. Keduanya meninggal sebagai tumbal kemenangan para Pandawa menjelang meletusnya perang Baratayuda.

Ketika itu Wisanggeni dan Antasena menghadap Sanghyang Wenang, leluhur para dewa untuk meminta restu atas kemenangan Pandawa dalam menghadapi Kurawa. Sanghyang Wenang menyatakan bahwa jika keduanya ikut berperang justru akan membuat pihak Pandawa kalah. Wisanggeni dan Antasena pun memutuskan untuk tidak kembali ke dunia. Keduanya kemudian menyusut sedikit-demi sedikit dan akhirnya musnah sama sekali setelah dipandang Sanghyang Wenang.

Sumber Gubahan Lain

[sunting | sunting sumber]

Buku Antareja Antasena: Jalan Kematian Para Ksatria karangan Pitoyo Amrih. Resensi di halaman http://antareja-antasena.pitoyo.com