Basurata
Prabu Basurata adalah tokoh dalam lakon pewayangan Jawa. Tokoh ini merupakan ciptaan pujangga Jawa yang disisipkan ke dalam adaptasi Mahabharata versi pewayangan. Nama dan kisah tentang Basurata tidak ditemukan dalam naskah kitab Mahabharata berbahasa Sanskerta karya Kresna Dwaipayana Byasa dari India.
Dalam pewayangan, tokoh ini merupakan raja negara Wirata yang pertama. Pada waktu mudanya ia bernama Raden Srinada. Ia adalah putra Batara Wisnu yang lahir dari istri manusia biasa, yaitu Dewi Sriyuwati.
Mendirikan Kerajaan Wirata
[sunting | sunting sumber]Menurut Serat Pustakaraja Purwa karya Ranggawarsita, Raden Srinada adalah putra dewa, yaitu Batara Wisnu yang lahir dari Dewi Sriyuwati, seorang manusia biasa, bukan bidadari. Kelahiran Raden Srinada adalah sesudah Batara Wisnu menumpas Prabu Watugunung yang berani menyerang Kahyangan Suralaya pada tahun Suryasangkala 408. Sebagai hadiah, Batara Wisnu pun berhak menduduki Kerajaan Medang Kamulan, dan ia mengganti namanya menjadi Prabu Wisnupati.
Setelah tiga puluh tahun menjadi raja Medang Kamulan yang kemudian diganti nama menjadi Kerajaan Purwacarita, Prabu Wisnupati pun kembali ke kahyangan sebagai Batara Wisnu. Ia mewariskan Kerajaan Purwacarita kepada putranya yang bernama Raden Srigati, sedangkan adiknya, yaitu Raden Srinada mendapatkan bekas Kerajaan Medang Pura yang dulu juga dibangun oleh Batara Wisnu.
Pada tahun Suryasangkala 438, Raden Srinada mulai menduduki takhta Kerajaan Medang Pura, dengan didampingi Batara Ranggita sebagai patih, bergelar Patih Sunggata. Kerajaan Wirata kemudian diganti nama menjadi Kerajaan Wirata, sedangkan Raden Srinada memakai gelar Prabu Basurata.
Mendapatkan Dua Anak
[sunting | sunting sumber]Sebelum menjadi raja, Prabu Basurata sudah menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Dewi Brahmaniyuta, putri Prabu Brahmaraja (penjelamaan Batara Brahma) di Kerajaan Gilingwesi pada tahun Suryasangkala 436. Namun, selama bertahun-tahun mereka belum juga mendapatkan keturunan.
Pada tahun Suryasangkala 453, Prabu Basurata meminta petunjuk petapa bidadari yang bernama Dewi Rukmawati yang bersemayam di Gunung Mahendra tentang bagaimana caranya mendapatkan anak. Dewi Rukmawati menyarankan agar Prabu Basurata pergi ke Kerajaan Ayodya membantu raja di sana, yaitu Prabu Dasarata yang sedang melakukan upacara meminta anak pula. Cara itulah yang akan membantu Prabu Basurata mendapatkan keturunan.
Setelah menempuh perjalanan jauh, Prabu Basurata akhirnya sampai juga di tempat Prabu Dasarata mengadakan upacara. Upacara tersebut ialah memetik Jamur Dipa, tetapi harus ditunggui putra Batara Wisnu. Kebetulan Prabu Basurata adalah putra Batara Wisnu, sehingga persyaratan bisa terpenuhi. Demikianlah, Prabu Dasarata dan Prabu Basurata berhasil memetik Jamur Dipa dan menjadikannya kue payasa. Kue tersebut diserahkan kepada istri-istri Prabu Dasarata sehingga mereka pun mengandung.
Prabu Basurata sendiri juga membawa pulang kue payasa dan memberikannya kepada Dewi Brahmaniyuta. Dewi Brahmaniyuta lalu mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Raden Brahmaneka pada tahun Suryasangkala 454. Kemudian pada tahun Suryasangkala 467, Dewi Brahmaniyuta melahirkan anak perempuan, yang diberi nama Dewi Brahmaneki.
Akhir Kehidupan
[sunting | sunting sumber]Pada tahun Suryasangkala 473, Prabu Basurata hendak menikahkan Raden Brahmaneka. Namun, putranya itu menolak karena ia bercita-cita hanya mau menikah dengan bidadari. Raden Brahmaneka lalu pergi berkelana dan berhasil membawa pulang seorang bidadari bernama Dewi Indradi sebagai calon istrinya.
Prabu Basurata sangat senang dan merestui Raden Brahmaneka menikah dengan Dewi Indradi. Pada tahun Suryasangkala 474 Prabu Basurata turun takhta menjadi pendeta yang bernama Bagawan Wasubrata. Adapun Kerajaan Wirata kemudian dipimpin oleh Raden Brahmaneka yang bergelar Prabu Basupati.
Bagawan Wasubrata kemudian meninggal dunia pada tahun Suryasangkala 484.