Lompat ke isi

Kesultanan Kota Pinang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k rapikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(16 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Former Country
{{Infobox Former Country
|native_name =
| native_name =
|conventional_long_name = Kesultanan Kota Pinang
| conventional_long_name = Kesultanan Kota Pinang<br>
کسلطانن کوتا ڤينڠ
|common_name = Kesultanan Kota Pinang
ᯄ᯦ᯩᯚᯞᯮ᯲ᯖᯉᯉ᯲ ᯄ᯦ᯬᯖ ᯇᯪᯉ^
|continent = Asia
|region = [[Asia Tenggara]]
| common_name = Kesultanan Kota Pinang
|country = [[Indonesia]]
| continent = Asia
|religion = [[Islam]]
| region = [[Asia Tenggara]]
|image_flag =
| country = [[Indonesia]]
|image_coat =
| religion = [[Islam]]
|symbol_type =
| image_flag =
|p1 = Kerajaan Pagaruyung
| image_coat =
|p2 =
| symbol_type =
|s1 = Kesultanan Asahan
| p1 = Kerajaan Pagaruyung
|s2 = Indonesia
| p2 =
|flag_p1 = Flag of Minang.svg
| s1 = Indonesia
|flag_s1 = Flag of Asahan.svg
| flag_p1 = Flag of Minang.svg
|flag_s2 = Flag of Indonesia.svg
| flag_s2 = Flag of Indonesia.svg
|year_start = 1630
| year_start = ca.1540
|year_end = 1946
| year_end = 1946
|date_start =
| date_start =
|date_end =
| date_end =
|event_start =
| event_start =
|event_end = [[Revolusi Sosial Sumatera Timur]]
| event_end = [[Revolusi Sosial Sumatra Timur]]
|image_map =
| image_map =
|image_map_caption =
| image_map_caption =
|capital = [[Kota Pinang, Labuhanbatu Selatan|Kota Pinang]]
| capital = [[Kota Pinang, Labuhanbatu Selatan|Kota Pinang]]
|common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
| common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[Bahasa Mandailing|Mandailing]]
|government_type = [[Monarki]] [[Kesultanan]]
| government_type = [[Monarki]] [[Kesultanan]]
|title_leader = Sultan
| title_leader = Sultan
|leader1 = Sultan Batara Sinomba
| leader1 = Batara Guru Pinayungan Gelar Batara Sinomba
|year_leader1 = 1630
| year_leader1 = ca. 1540 - ca. 1590
|leader2 = Sultan Mangkuto Alam
| leader2 = Sultan Sinomba Mangkuto Alam Gelar Marhum Mangkat di Jambu
|year_leader2 =
| year_leader2 = ca. 1590 - 1618
|leader3 = Sultan Syahir Alam
| leader3 = Maharaja Awan Gelar Marhum Mangkat di Tasik
|year_leader3 =
| year_leader3 = ca. 1630
|leader4 = Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah
| leader4 = Sultan Kohar
| leader5 = Yang di-Pertuan Gelar Marhum Mangkat di Hadundung
|year_leader4 = 1905-1946
|currency =
| leader6 = Sultan Tua
|footnotes =
| leader7 = Sultan Muda
| leader8 = Sultan Bungsu Gelar Marhum Mangkat di Pulau Biramata
| leader9 = Sultan Mustafa I Gelar Yang di-Pertuan Besar Kota Pinang
| leader10 = Sultan Ismail Gelar Yang di-Pertuan Sakti
| leader11 = Sultan Mustafa II Gelar Yang di-Pertuan Ma'mur Perkasa Alamsyah
| year_leader11 = 1905-1946
| currency =
| footnotes =
| today = {{flag|Indonesia}}
}}
}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Paleis van de Yang di Pertuan TMnr 60048773.jpg|jmpl|250px|Istana Yang Dipertuan di Kota Pinang pada tahun 1931-1934.]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Paleis van de Yang di Pertuan TMnr 60048773.jpg|jmpl|250px|Istana Yang Dipertuan di Kota Pinang pada tahun 1931-1934.]]
'''Kesultanan Kota Pinang''' berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang sekarang menjadi [[Kabupaten Labuhanbatu Selatan]], [[Sumatera Utara]]. Kesultanan ini dikuasai oleh [[Hindia Belanda]] pada tahun 1837, sebelum akhirnya melebur ke dalam negara [[Indonesia]] pada tahun 1946.
'''Kesultanan Kota Pinang''' berdiri pada sekitar tahun 1540 (sebagai Kerajaan Pinang Awan) di wilayah yang sekarang menjadi [[Kabupaten Labuhanbatu Selatan]], [[Sumatera Utara]]. Kesultanan ini menjadi protektorat [[Hindia Belanda]] pada tahun 1864, sebelum akhirnya melebur ke dalam negara [[Indonesia]] pada tahun 1946.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Baris 48: Baris 56:
Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara [[Kerajaan Aceh]], maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, [[Sultan Iskandar Muda]]. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di [[Kesultanan Asahan]], [[Kerajaan Pannai|Pannai]], dan Bilah.
Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara [[Kerajaan Aceh]], maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, [[Sultan Iskandar Muda]]. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di [[Kesultanan Asahan]], [[Kerajaan Pannai|Pannai]], dan Bilah.


Setelah [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatera Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatera Timur, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.<ref>Anthony Reid, The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra, Kuala Lumpur: 1986</ref>
Setelah [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatra Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatra Timur yang didukung oleh kamu komunis dengan menggerakan para buruh, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatra Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.<ref>Anthony Reid, The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra, Kuala Lumpur: 1986</ref>

Sebagian besar keluarga kesultanan di Sumatra Timur di tangkap, diasingkan bahkan hingga dibunuh, beberapa keluarga kesultanan Asahan berhasil melarikan diri dan mengungsi ke Belanda, tetapi sebagian lainnya dibunuh termasuk sultan Kesultanan Bilah


== Daftar Sultan ==
== Daftar Sultan ==
Baris 55: Baris 65:
# Sultan Syahir Alam
# Sultan Syahir Alam
# Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah
# Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah
# Tuanku Sultan Irvan Bahran Ma’moer Perkasa Alamsyah I


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 64: Baris 75:


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://melayuonline.com/ind/collection/dig/394/istana-kerajaan-kota-pinang Istana Kerajaan Kota Pinang di MelayuOnline.com]
* {{id}} [http://melayuonline.com/ind/collection/dig/394/istana-kerajaan-kota-pinang Istana Kerajaan Kota Pinang di MelayuOnline.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140810154552/http://melayuonline.com/ind/collection/dig/394/istana-kerajaan-kota-pinang |date=2014-08-10 }}


{{Kerajaan di Sumatera}}
{{Kerajaan di Sumatra}}
{{indo-sejarah-stub}}
{{indo-sejarah-stub}}



Revisi terkini sejak 11 Maret 2024 15.58

Kesultanan Kota Pinang

کسلطانن کوتا ڤينڠ

ᯄ᯦ᯩᯚᯞᯮ᯲ᯖᯉᯉ᯲ ᯄ᯦ᯬᯖ ᯇᯪᯉ^

ca.1540–1946
Ibu kotaKota Pinang
Bahasa yang umum digunakanMelayu, Mandailing
Agama
Islam
PemerintahanMonarki Kesultanan
Sultan 
• ca. 1540 - ca. 1590
Batara Guru Pinayungan Gelar Batara Sinomba
• ca. 1590 - 1618
Sultan Sinomba Mangkuto Alam Gelar Marhum Mangkat di Jambu
• ca. 1630
Maharaja Awan Gelar Marhum Mangkat di Tasik
• 
Sultan Kohar
• 
Yang di-Pertuan Gelar Marhum Mangkat di Hadundung
• 
Sultan Tua
• 
Sultan Muda
• 
Sultan Bungsu Gelar Marhum Mangkat di Pulau Biramata
• 
Sultan Mustafa I Gelar Yang di-Pertuan Besar Kota Pinang
• 
Sultan Ismail Gelar Yang di-Pertuan Sakti
• 1905-1946
Sultan Mustafa II Gelar Yang di-Pertuan Ma'mur Perkasa Alamsyah
Sejarah 
• Didirikan
ca.1540
1946
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Pagaruyung
Indonesia
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Istana Yang Dipertuan di Kota Pinang pada tahun 1931-1934.

Kesultanan Kota Pinang berdiri pada sekitar tahun 1540 (sebagai Kerajaan Pinang Awan) di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara. Kesultanan ini menjadi protektorat Hindia Belanda pada tahun 1864, sebelum akhirnya melebur ke dalam negara Indonesia pada tahun 1946.

Kesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Kesultanan ini didirikan oleh Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Syaifuddin yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung.[1]

Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara Kerajaan Aceh, maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, Sultan Iskandar Muda. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di Kesultanan Asahan, Pannai, dan Bilah.

Setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatra Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatra Timur yang didukung oleh kamu komunis dengan menggerakan para buruh, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatra Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.[2]

Sebagian besar keluarga kesultanan di Sumatra Timur di tangkap, diasingkan bahkan hingga dibunuh, beberapa keluarga kesultanan Asahan berhasil melarikan diri dan mengungsi ke Belanda, tetapi sebagian lainnya dibunuh termasuk sultan Kesultanan Bilah

Daftar Sultan

[sunting | sunting sumber]
  1. Sultan Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti
  2. Sultan Mangkuto Alam
  3. Sultan Syahir Alam
  4. Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah
  5. Tuanku Sultan Irvan Bahran Ma’moer Perkasa Alamsyah I

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Tengku Ferry Bustamam, Bunga Rampai Kesultanan Asahan, 2003
  2. ^ Anthony Reid, The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra, Kuala Lumpur: 1986

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]