Weling: Perbedaan antara revisi
k namun (di tengah kalimat) → tetapi |
|||
(16 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{infobox spesies |
|||
{{Taxobox |
|||
| name = Weling |
|||
⚫ | |||
| image_width = 250px |
|||
| image_caption = Ular weling, ''Bungarus candidus''<br>dari [[Tamanmekar, Pangkalan, Karawang|Tamanmekar]], [[Pangkalan, Karawang|Pangkalan]], [[Karawang]] |
|||
| status = LC |
|||
| status_system = IUCN3.1 |
|||
| status_ref = <ref>{{IUCN|id=192238 |title=''Bungarus candidus'' |assessors=Wogan, G., G. Vogel, L. Grismer, T. Chan-Ard, & T.Q. Nguyen |version=2012.1 |year=2012 |accessdate=27 September 2012}}</ref> |
|||
| regnum = [[Animalia]] |
|||
| phylum = [[Chordata]] |
|||
| subphylum = [[Vertebrata]] |
|||
| classis = [[Reptilia]] |
|||
| ordo = [[Squamata]] |
|||
| subordo = [[Serpentes]] |
|||
| familia = [[Elapidae]] |
|||
| genus = ''[[Bungarus]]'' |
|||
| species = '''''B. candidus''''' |
|||
| binomial = ''Bungarus candidus'' |
| binomial = ''Bungarus candidus'' |
||
| binomial_authority = ([[Carl Linnaeus|Linnaeus]], 1758) |
|||
| synonyms = |
| synonyms = |
||
''Coluber candidus'' [[Carl Linnaeus|Linnaeus]], 1758<ref>{{aut|Linne, C.}} 1758. ''Systema Naturae'', [http://www.biodiversitylibrary.org/item/80764#page/233/mode/1up 10th Ed., '''1''': 223]</ref><br> |
''Coluber candidus'' [[Carl Linnaeus|Linnaeus]], 1758<ref>{{aut|[[Carl Linnaeus|Linne, C.]]}} 1758. ''Systema Naturae'', [http://www.biodiversitylibrary.org/item/80764#page/233/mode/1up 10th Ed., '''1''': 223.]</ref><br> |
||
''Bungarus javanicus'' [[Felix Kopstein|Kopstein]], 1932<ref name="kopstein">{{aut|Kopstein, F.}} 1932. Herpetologische Notizen V. ''Bungarus javanicus'', eine neue Giftschlange von Java. ''Treubia'', '''14''': 73–77.</ref> |
''Bungarus javanicus'' [[Felix Kopstein|Kopstein]], 1932<ref name="kopstein">{{aut|[[Felix Kopstein|Kopstein, F.]]}} 1932. Herpetologische Notizen V. "''Bungarus javanicus'', eine neue Giftschlange von Java". ''Treubia'', [http://e-journal.biologi.lipi.go.id/index.php/treubia/article/view/2796/2383 '''14''': 73–77.]</ref> |
||
}} |
}} |
||
'''Weling |
'''Weling''' (''Bungarus candidus'') adalah spesies [[krait|katang]] yang endemik di [[Asia Tenggara]]. Selain "weling", ular ini juga disebut '''ular belang''', nama yang juga digunakan untuk kerabatnya yang lebih besar, yaitu [[welang]] (''B. fasciatus''). Di daerah Jawa Barat, ular ini disebut '''Ular warakas'''. Nama umum ular ini dalam [[bahasa Inggris]] adalah '''''Malayan krait''''' atau '''''Blue krait'''''. |
||
== Pengenalan == |
== Pengenalan == |
||
Panjang tubuh weling mencapai 155 cm (1.55 meter).<ref name="david">{{aut|David, P. & G. Vogel}}. 1997. ''The Snakes of Sumatra: an annotated checklist and key with natural history notes''. Edition Chimaira, Frankfurt am Main. Pp. 142-143. ISBN 3-930612-08-9</ref> Ekornya meruncing, tidak tumpul seperti pada welang. Kepala bagian atas hingga leher atas (tengkuk) berwarna hitam, sedangkan bagian bawahnya berwarna putih. Tubuh bagian atas berwarna belang-belang hitam dan putih hingga ekor. Semakin ke ekor, belang-belang hitamnya semakin sempit. Bagian bawah tubuhnya berwarna putih.<ref name="tweedie">{{aut|Tweedie, M.W.F.}} 1983. ''The Snakes of Malaya''. 3rd Ed. Singapore Nat. Printers. Pp. 108-109.</ref> Selain varian belang hitam-putih polos, terdapat varian weling yang berwarna belang hitam-putih, yang memiliki noda-noda hitam pada belang putihnya. Ada juga varian yang cenderung berwarna kehitaman, terutama spesimen-spesimen yang ditemukan di daerah [[Cirebon]], [[Jawa Barat|Jabar]] serta di sekitar perbatasan Jawa Barat dan [[Jawa Tengah]]. Spesimen berwarna kehitaman ini sempat dideskripsikan sebagai ''Bungarus javanicus'' oleh [[Felix Kopstein]] pada tahun 1932, tetapi kemudian diketahui sebagai varian hitam (melanistik) dari spesies ini (''B. candidus'').<ref name="kopstein"/> |
|||
[[Berkas:Bungar candi 120608-0344 H krw.jpg|jmpl|kiri|200px|''Close up'' kepala]] |
|||
[[Berkas:Bungar candi 120608-0336 V krw.jpg|jmpl|kiri|200px|Ventralnya putih polos, sisik vertebralnya membesar]] |
|||
Ular yang ramping dan tidak seberapa panjang; dari kepala hingga ekor sekitar 100 [[sentimeter|cm]], dengan panjang maksimal sekitar 155 cm<ref name="david">{{aut|David, P. & G. Vogel}}. 1997. ''The Snakes of Sumatra: an annotated checklist and key with natural history notes''. Edition Chimaira, Frankfurt am Main. Pp. 142-143. ISBN 3-930612-08-9</ref> Ekornya sekitar 15% panjang total. |
|||
[[Sisik ular#Sisik-sisik di badan|Susunan sisik]] (''scalation'') pada tubuh weling terdiri dari sisik dorsal yang tersusun sebanyak 15 deret daan sisik vertebral (paling atas) berukuran lebih besar dari sisik dorsal lainnya, sisik ventral sebanyak 209 sampai 219 buah, sisik subkaudal sebanyak 40 sampai 50 buah dan tunggal seluruhnya, sisik [[anus|anal]] tunggal (tak berbagi), sisik perisai labial atas berjumlah 7 buah dan sebagian terletak di tepian mata.<ref name="tweedie"/> |
|||
Sisi dorsal (punggung) berbelang hitam dan putih, terdapat sekitar 30-an belang hitam dari kepala hingga ke ekor. Biasanya terdapat noktah-noktah kehitaman atau kecoklatan pada bagian putihnya. Belang yang pertama paling lebar, mencakup pula kepalanya yang berwarna hitam, dan lebih lebar daripada belang putihnya. Semakin ke belakang, belang hitamnya semakin sempit dan semakin seimbang, sebanding atau lebih sempit dari putihnya.<ref name="tweedie"/> Warna hitamnya terkadang agak kecoklatan atau kebiruan, dan putihnya terkadang agak kekuningan. Sisi ventral (perut) berwarna putih seluruhnya atau sedikit kekuningan. |
|||
== Penyebaran == |
|||
Ular yang masih kecil tanpa noktah-noktah kehitaman di bagian putihnya, dan memiliki corak lekukan putih di sekitar leher dan tengkuknya.<ref name="tweedie">{{aut|Tweedie, M.W.F.}} 1983. ''The Snakes of Malaya''. 3rd Ed. Singapore Nat. Printers. Pp. 108-109.</ref> |
|||
⚫ | Weling tersebar di [[Asia Tenggara]]. Sebaran geografisnya meliputi [[Vietnam]], [[Kamboja]], [[Thailand]], [[Malaysia]], [[Singapura]], dan [[Indonesia]] (Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi).<ref name=RDB>{{NRDB species|genus=Bungarus|species=candidus}}</ref><ref name="manthey">{{aut|Manthey, U. & W. Grossmann}}. 1997. ''Amphibien & Reptilien Südostasiens''. Natur und Tier – Verlag, Münster. Pp. 416-417. ISBN 3-931587-12-6</ref>. |
||
⚫ | |||
[[Sisik ular#Sisik-sisik di badan|Sisik ventral]] 209-219, [[anus|anal]] tunggal (tak berbagi), subkaudal 40-50, semua tunggal. [[Sisik ular#Susunan sisik|Sisik dorsal]] dalam 15 deret, sisik-sisik [[vertebrae|vertebral]] berukuran lebih besar; perisai labial atas 7 buah, yang ke-3 dan ke-4 menyentuh mata. Ekornya mengecil normal, hingga ke ujungnya yang meruncing.<ref name="tweedie"/> |
|||
Weling hidup di dataran rendah hingga ketinggian 1.200 meter dpl. Habitat utamanya adalah hutan, hutan [[mangrove]], semak belukar, perkebunan, dan lahan pertanian. Ular ini juga kerap ditemukan di sekitar permukiman. Ular ini sering kali berkelana di dekat sumber air.<ref name="david"/> |
|||
Weling adalah hewan nokturnal (aktif pada malam hari) dan berkelana di atas tanah, walaupun juga sering terlihat di siang hari.<ref name="david"/> Makanan utamanya adalah ular jenis lain yang berukuran lebih kecil darinya. Selain ular kecil, weling juga memangsa kadal, tikus, dan beberapa hewan kecil lainnya. Jika merasa terganggu atau terancam, ular ini akan menyembunyikan kepalanya di bawah gulungan badannya.<ref name=ularindo>[http://ularindonesian.blogspot.com/p/bungarus-candidus.html Ular Asli Indonesia: Ular Weling (Bungarus candidus)<!-- Judul yang dihasilkan bot -->]</ref> |
|||
⚫ | |||
⚫ | Weling |
||
Weling berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 4 sampai 10 butir. Masing-masing bayi ular yang baru menetas berukuran panjang antara 27 sampai 29 cm.<ref name=ularindo/> |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
Ular ini ditemukan di dataran rendah hingga wilayah berbukit dan bergunung hingga [[elevasi]] 1.200 m dpl. Weling hidup di hutan-hutan dataran rendah yang lembab atau kering, [[hutan pegunungan]], hutan [[mangrove]], semak belukar, perkebunan, lahan pertanian, dan di sekitar permukiman. Umumnya jenis ini didapati di tempat yang relatif terbuka, seringkali di dekat air, tetapi juga di bagian yang kering.<ref name="david"/> |
|||
⚫ | |||
Ular weling bersifat terestrial, hidup di atas tanah, dan umumnya [[hewan nokturnal|nokturnal]], baru keluar setelah gelap dari lubang-lubang persembunyiannya, atau dari bawah tumpukan kayu, batu, atau vegetasi yang rapat. Di siang hari ular ini cenderung lamban dan penakut.<ref name="david"/> Bila diganggu, weling acap berupaya menyembunyikan kepalanya di bawah gulungan badannya. |
|||
<gallery mode=packed heights=135px> |
|||
Image:Bungar candi 120608-0338 krw.jpg|Weling, spesimen dari [[Karawang]], [[Jawa barat]] |
|||
Mangsa utamanya adalah jenis [[ular]] lainnya; di samping itu juga memburu [[kadal]] dan [[katak]]. Weling bersifat [[ovipar]], bertelur sekitar 10 butir setiap kalinya.<ref name="david"/> |
|||
⚫ | |||
Image:Bungar candi 120608-0336 V krw.jpg|Tubuh atas (dorsal) berwarna belang hitam-putih, dan tubuh bawah (ventral) berwarna putih |
|||
⚫ | |||
Image:Bungarus candidus, Blue krait - Cha-Am District (27480193626).jpg| |
|||
Image:Bungarus candidus, Blue krait - Khao Chamao - Khao Wong National Park (30019398583).jpg| |
|||
</gallery> |
|||
== Bisa == |
== Bisa == |
||
Seperti jenis katang lainnya, weling adalah [[ular berbisa]] yang sangat mematikan. Bisa ular ini bersifat neurotoksin atau mampu melumpuhkan jaringan saraf. Gejala yang timbul pada korban gigitan, salah satunya adalah kesulitan bernapas.<ref name="Reid">{{aut|Reid, H.A.}} ''Snakebite'', a chapter in Tweedie, M.W.F. ''op cit''. Pp. 142-149.</ref> Tingkat kematian (''Untreated Mortality Rate'') akibat gigitan weling pada manusia sebesar 60 sampai 70%.<ref name="BCd">{{cite web|title=Clinical Toxinology-''Bungarus candidus''|url=http://www.toxinology.com/fusebox.cfm?fuseaction=main.snakes.display&id=SN0016|publisher= University of Adelaide|work=Clinical Toxinology Resources|quote=Mortality rate:70%}}</ref> |
|||
[[Bisa]] ular weling bersifat mematikan dan menimbulkan gejala sebagaimana bisa ular [[Elapidae]] pada umumnya, kecuali [[kobra]]. Sifat utamanya adalah racun saraf (''neurotoxic''), yang dapat berakibat rusaknya jaringan [[saraf]] dan membawa kelumpuhan. Gigitan kobra yang mengandung bisa, akan menimbulkan rasa sakit yang sangat dan pembengkakan di sekitar luka, meskipun kadang-kadang gejala ini tidak muncul. Di pihak lain gigitan weling tidak demikian, yakni cenderung tidak menimbulkan sakit berlebihan atau bengkak di lokasi luka, tetapi dapat berakibat fatal.<ref name="Reid">{{aut|Reid, H.A.}} ''Snakebite'', a chapter in Tweedie, M.W.F. ''op cit''. Pp. 142-149.</ref> |
|||
Bila bisa –melalui gigitan ular– masuk dalam jumlah cukup besar ke dalam tubuh, beberapa waktu kemudian akan timbul gejala-gejala keracunan yang khas. Untuk ular-ular Elapidae, gejala ini misalnya adalah kelopak mata yang memberat, kesulitan menelan, dan belakangan, kesulitan untuk bernafas; serta pada akhirnya kegagalan kerja [[jantung]]. Rata-rata selang waktu antara masuknya bisa melalui luka hingga tibanya kematian, untuk kasus gigitan Elapidae, berkisar antara 5 hingga 20 jam.<ref name="Reid"/> |
|||
== Jenis serupa == |
|||
Ular [[welang]] (''Bungarus fasciatus'') memiliki belang yang cenderung kuning-hitam, belang hitamnya hingga ke sisi bawah tubuh, tanpa noktah-noktah gelap di belang kuningnya, ekornya menumpul di ujung, dan umumnya tubuhnya lebih besar dan panjang, dapat mencapai lebih dari 2 [[meter]].<ref>{{aut|Tweedie, M.W.F.}} ''op cit''. Pp. 107-108.</ref> |
|||
[[Ular serigala]] (''Lycodon subcinctus'') yang masih kecil memiliki corak warna yang mirip, berbelang hitam dan putih, tetapi dengan lebar pita putih sekira setengah atau kurang daripada lebar pita hitam. Perisai subkaudalnya semuanya berpasangan.<ref name="tweedie"/> |
|||
Ada banyak jenis [[ular laut]] yang memiliki pola warna serupa weling, khususnya dari marga ''[[Laticauda]]'' dan ''[[Hydrophis]]''. Akan tetapi ular laut memiliki ekor yang pipih seperti [[dayung]]. |
|||
== Catatan taksonomis == |
== Catatan taksonomis == |
||
Pada 1932, [[Felix Kopstein]] |
Pada 1932, naturalis [[Felix Kopstein]] menetapkan takson ''Bungarus javanicus'' sebagai nama ilmiah dari spesimen tunggal yang sangat mirip ''B. candidus'', tetapi berwarna dominan kehitaman pada tubuh atasnya (dorsal).<ref name="kopstein"/> Spesimen ini ditemukan di kampung Matanghaji, Kecamatan [[Sumber, Cirebon]]. Warga setempat menyebutnya "ular warakas". Setelah beberapa waktu, Kopstein memperoleh dua spesimen lagi tetapi dengan pewarnaan yang berbeda, di mana salah satunya mirip ''B. candidus'' asli tetapi belang putihnya samar-samar. Hal ini membuat Kopstein mulai ragu dengan nama ilmiah yang ditetapkannya. |
||
Walaupun begitu, kalangan masyarakat ilmiah terlanjur memahami bahwa ular ini adalah spesies baru yang endemik di pulau [[Jawa]], dengan sebaran geografis terbatas di sekitar [[Cirebon]]. Kemudian, ilmuwan bernama [[Joseph B. Slowinski]] pada tahun 1994 mempublikasikan tulisan tentang hal ini, dan secara ringkas menyatakan bahwa ''B. javanicus'' sebenarnya adalah varian hitam (melanistik) dari ''B. candidus'' yang umumnya berwarna belang hitam-putih.<ref>{{aut|Slowinski, J.B.}} 1994. [http://cs6212.userapi.com/u8311030/docs/22a2061f704a/J_Slowinski_Bungarus_1994.pdf A phylogenetic analysis of ''Bungarus'' (Elapidae) based on morphological characters]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. ''Journal of Herpetology'', '''28''': 440–446.</ref> |
|||
Pada tahun 2007, dua orang ilmuwan bernama [[Ulrich Kuch]] dan [[Dietrich Mebs]] melakukan analisis morfologis dan genetik. Analisis tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa ''B. javanicus'' adalah sinonim (tepatnya ''junior subjective synonym'') dari ''B. candidus''. Selain itu, ditemukan pula spesimen dengan warna yang cenderung dominan keputihan. Diketahui pula bahwa varian melanistik ini ditemukan dalam wilayah sebaran yang lebih luas, tidak hanya di sekitar [[Cirebon]] tetapi juga di sepanjang perbatasan Jawa Barat dan Jawa tengah, termasuk [[Purwokerto]] dan [[Cilacap]].<ref>{{aut|Kuch, U. & D. Mebs}}. 2007. [http://xa.yimg.com/kq/groups/20809606/286554870/name/Bungarus_javanicus.pdf The identity of the Javan Krait, ''Bungarus javanicus'' Kopstein, 1932 (Squamata: Elapidae): evidence from mitochondrial and nuclear DNA sequence analyses and morphology] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170814001357/http://xa.yimg.com/kq/groups/20809606/286554870/name/bungarus_javanicus.pdf |date=2017-08-14 }}. ''Zootaxa'', '''1426''': 1–26.</ref> |
|||
== Rujukan == |
== Rujukan == |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
---- |
|||
⚫ | |||
{{columns-list|colwidth=50em| |
|||
== Bacaan lanjut == |
|||
* {{aut|Chanhome, L., O. Khow, S. Puempunpanich, V. Sitprija, and N. Chaiyabutr}}. 2009. [http://www.academicjournals.org/jcab/PDF/Pdf2009/June/Chanhome%20et%20al.pdf Biological characteristics of the ''Bungarus candidus'' venom due to geographical variation]. ''J. Cell and Anim. Biol.'', '''3'''(6): 093-100. |
* {{aut|Chanhome, L., O. Khow, S. Puempunpanich, V. Sitprija, and N. Chaiyabutr}}. 2009. [http://www.academicjournals.org/jcab/PDF/Pdf2009/June/Chanhome%20et%20al.pdf Biological characteristics of the ''Bungarus candidus'' venom due to geographical variation]. ''J. Cell and Anim. Biol.'', '''3'''(6): 093-100. |
||
* {{aut|Kuch, U., B.E. Molles, T. Omori-Satoh, L. Chanhome, Y. Samejima, & D. Mebs}}. 2003. Identification of alpha-bungarotoxin (A31) as the major postsynaptic neurotoxin, and complete nucleotide identity of a genomic DNA of ''Bungarus candidus'' from Java with exons of the ''Bungarus multicinctus'' alpha-bungarotoxin (A31) gene. [http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0041010103001685 abstract]. ''Toxicon'', '''42'''(4): 381–390. |
* {{aut|Kuch, U., B.E. Molles, T. Omori-Satoh, L. Chanhome, Y. Samejima, & D. Mebs}}. 2003. Identification of alpha-bungarotoxin (A31) as the major postsynaptic neurotoxin, and complete nucleotide identity of a genomic DNA of ''Bungarus candidus'' from Java with exons of the ''Bungarus multicinctus'' alpha-bungarotoxin (A31) gene. [http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0041010103001685 abstract]. ''Toxicon'', '''42'''(4): 381–390. |
||
Baris 80: | Baris 56: | ||
* {{aut|Trinh, K.X., Q.L. Khac, L.X. Trinh, & D.A. Warrell}}. 2010. Hyponatraemia, rhabdomyolysis, alterations in blood pressure and persistent mydriasis in patients envenomed by Malayan kraits (''Bungarus candidus'') in southern Viet Nam. [http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0041010110002552 abstract]. ''Toxicon'', '''56'''(6): 1070–1075. |
* {{aut|Trinh, K.X., Q.L. Khac, L.X. Trinh, & D.A. Warrell}}. 2010. Hyponatraemia, rhabdomyolysis, alterations in blood pressure and persistent mydriasis in patients envenomed by Malayan kraits (''Bungarus candidus'') in southern Viet Nam. [http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0041010110002552 abstract]. ''Toxicon'', '''56'''(6): 1070–1075. |
||
* {{aut|Warrell, D.A., S. Looareesuwan, N.J. White, R. David, G. Theakston, M.J. Warrell, W. Kosakarn, & H.A. Reid}}. 1983. [http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1547089/pdf/bmjcred00542-0022.pdf Severe neurotoxic envenoming by the Malayan krait ''Bungarus candidus'' (Linnaeus): response to antivenom and anticholinesterase]. ''British Med. J.'', '''286''': 678-680. |
* {{aut|Warrell, D.A., S. Looareesuwan, N.J. White, R. David, G. Theakston, M.J. Warrell, W. Kosakarn, & H.A. Reid}}. 1983. [http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1547089/pdf/bmjcred00542-0022.pdf Severe neurotoxic envenoming by the Malayan krait ''Bungarus candidus'' (Linnaeus): response to antivenom and anticholinesterase]. ''British Med. J.'', '''286''': 678-680. |
||
}} |
|||
---- |
|||
== Pranala luar == |
|||
⚫ | |||
* [http://reptile-database.reptarium.cz/ Reptile Database]: [http://reptile-database.reptarium.cz/species?genus=Bungarus&species=candidus ''Bungarus candidus'' (Linnaeus, 1758)]. Diakses pada 27 September 2012. |
|||
* |
* FOBI: [http://www.fobi.web.id/v/reptil/f-ela/bun-can ''Bungarus candidus'' (Linnaeus, 1758)]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. (Foto-foto) |
||
⚫ | |||
* FOBI: [http://www.fobi.web.id/v/reptil/f-ela/bun-can ''Bungarus candidus'' (Linnaeus, 1758)]. (Foto-foto) |
|||
⚫ | |||
* Thailand Snakes!: [http://www.thailandsnakes.com/tag/bungarus-candidus/ ''Bungarus candidus''] |
* Thailand Snakes!: [http://www.thailandsnakes.com/tag/bungarus-candidus/ ''Bungarus candidus''] |
||
{{Taxonbar|from=Q40480}} |
|||
[[Kategori:Elapidae]] |
[[Kategori:Elapidae]] |
||
[[Kategori:Ular berbisa]] |
|||
[[Kategori:Ular Indonesia]] |
[[Kategori:Ular Indonesia]] |
Revisi terkini sejak 17 Juni 2024 10.09
Weling
| |
---|---|
Bungarus candidus | |
Status konservasi | |
Risiko rendah | |
IUCN | 192238 |
Taksonomi | |
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found. | |
Spesies | Bungarus candidus Linnaeus, 1758 |
Tata nama | |
Sinonim takson | Coluber candidus Linnaeus, 1758[1] Bungarus javanicus Kopstein, 1932[2] |
Distribusi | |
Weling (Bungarus candidus) adalah spesies katang yang endemik di Asia Tenggara. Selain "weling", ular ini juga disebut ular belang, nama yang juga digunakan untuk kerabatnya yang lebih besar, yaitu welang (B. fasciatus). Di daerah Jawa Barat, ular ini disebut Ular warakas. Nama umum ular ini dalam bahasa Inggris adalah Malayan krait atau Blue krait.
Pengenalan
[sunting | sunting sumber]Panjang tubuh weling mencapai 155 cm (1.55 meter).[3] Ekornya meruncing, tidak tumpul seperti pada welang. Kepala bagian atas hingga leher atas (tengkuk) berwarna hitam, sedangkan bagian bawahnya berwarna putih. Tubuh bagian atas berwarna belang-belang hitam dan putih hingga ekor. Semakin ke ekor, belang-belang hitamnya semakin sempit. Bagian bawah tubuhnya berwarna putih.[4] Selain varian belang hitam-putih polos, terdapat varian weling yang berwarna belang hitam-putih, yang memiliki noda-noda hitam pada belang putihnya. Ada juga varian yang cenderung berwarna kehitaman, terutama spesimen-spesimen yang ditemukan di daerah Cirebon, Jabar serta di sekitar perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Spesimen berwarna kehitaman ini sempat dideskripsikan sebagai Bungarus javanicus oleh Felix Kopstein pada tahun 1932, tetapi kemudian diketahui sebagai varian hitam (melanistik) dari spesies ini (B. candidus).[2]
Susunan sisik (scalation) pada tubuh weling terdiri dari sisik dorsal yang tersusun sebanyak 15 deret daan sisik vertebral (paling atas) berukuran lebih besar dari sisik dorsal lainnya, sisik ventral sebanyak 209 sampai 219 buah, sisik subkaudal sebanyak 40 sampai 50 buah dan tunggal seluruhnya, sisik anal tunggal (tak berbagi), sisik perisai labial atas berjumlah 7 buah dan sebagian terletak di tepian mata.[4]
Penyebaran
[sunting | sunting sumber]Weling tersebar di Asia Tenggara. Sebaran geografisnya meliputi Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi).[5][6].
Ekologi dan perilaku
[sunting | sunting sumber]Weling hidup di dataran rendah hingga ketinggian 1.200 meter dpl. Habitat utamanya adalah hutan, hutan mangrove, semak belukar, perkebunan, dan lahan pertanian. Ular ini juga kerap ditemukan di sekitar permukiman. Ular ini sering kali berkelana di dekat sumber air.[3]
Weling adalah hewan nokturnal (aktif pada malam hari) dan berkelana di atas tanah, walaupun juga sering terlihat di siang hari.[3] Makanan utamanya adalah ular jenis lain yang berukuran lebih kecil darinya. Selain ular kecil, weling juga memangsa kadal, tikus, dan beberapa hewan kecil lainnya. Jika merasa terganggu atau terancam, ular ini akan menyembunyikan kepalanya di bawah gulungan badannya.[7]
Weling berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 4 sampai 10 butir. Masing-masing bayi ular yang baru menetas berukuran panjang antara 27 sampai 29 cm.[7]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Weling, spesimen dari Karawang, Jawa barat
-
Close up kepala
-
Tubuh atas (dorsal) berwarna belang hitam-putih, dan tubuh bawah (ventral) berwarna putih
-
Foto grayscale dari koleksi Tropen Museum, Belanda
Bisa
[sunting | sunting sumber]Seperti jenis katang lainnya, weling adalah ular berbisa yang sangat mematikan. Bisa ular ini bersifat neurotoksin atau mampu melumpuhkan jaringan saraf. Gejala yang timbul pada korban gigitan, salah satunya adalah kesulitan bernapas.[8] Tingkat kematian (Untreated Mortality Rate) akibat gigitan weling pada manusia sebesar 60 sampai 70%.[9]
Catatan taksonomis
[sunting | sunting sumber]Pada 1932, naturalis Felix Kopstein menetapkan takson Bungarus javanicus sebagai nama ilmiah dari spesimen tunggal yang sangat mirip B. candidus, tetapi berwarna dominan kehitaman pada tubuh atasnya (dorsal).[2] Spesimen ini ditemukan di kampung Matanghaji, Kecamatan Sumber, Cirebon. Warga setempat menyebutnya "ular warakas". Setelah beberapa waktu, Kopstein memperoleh dua spesimen lagi tetapi dengan pewarnaan yang berbeda, di mana salah satunya mirip B. candidus asli tetapi belang putihnya samar-samar. Hal ini membuat Kopstein mulai ragu dengan nama ilmiah yang ditetapkannya.
Walaupun begitu, kalangan masyarakat ilmiah terlanjur memahami bahwa ular ini adalah spesies baru yang endemik di pulau Jawa, dengan sebaran geografis terbatas di sekitar Cirebon. Kemudian, ilmuwan bernama Joseph B. Slowinski pada tahun 1994 mempublikasikan tulisan tentang hal ini, dan secara ringkas menyatakan bahwa B. javanicus sebenarnya adalah varian hitam (melanistik) dari B. candidus yang umumnya berwarna belang hitam-putih.[10]
Pada tahun 2007, dua orang ilmuwan bernama Ulrich Kuch dan Dietrich Mebs melakukan analisis morfologis dan genetik. Analisis tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa B. javanicus adalah sinonim (tepatnya junior subjective synonym) dari B. candidus. Selain itu, ditemukan pula spesimen dengan warna yang cenderung dominan keputihan. Diketahui pula bahwa varian melanistik ini ditemukan dalam wilayah sebaran yang lebih luas, tidak hanya di sekitar Cirebon tetapi juga di sepanjang perbatasan Jawa Barat dan Jawa tengah, termasuk Purwokerto dan Cilacap.[11]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Linne, C. 1758. Systema Naturae, 10th Ed., 1: 223.
- ^ a b c Kopstein, F. 1932. Herpetologische Notizen V. "Bungarus javanicus, eine neue Giftschlange von Java". Treubia, 14: 73–77.
- ^ a b c David, P. & G. Vogel. 1997. The Snakes of Sumatra: an annotated checklist and key with natural history notes. Edition Chimaira, Frankfurt am Main. Pp. 142-143. ISBN 3-930612-08-9
- ^ a b Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. 3rd Ed. Singapore Nat. Printers. Pp. 108-109.
- ^ Bungarus candidus di Reptarium.cz Reptile Database
- ^ Manthey, U. & W. Grossmann. 1997. Amphibien & Reptilien Südostasiens. Natur und Tier – Verlag, Münster. Pp. 416-417. ISBN 3-931587-12-6
- ^ a b Ular Asli Indonesia: Ular Weling (Bungarus candidus)
- ^ Reid, H.A. Snakebite, a chapter in Tweedie, M.W.F. op cit. Pp. 142-149.
- ^ "Clinical Toxinology-Bungarus candidus". Clinical Toxinology Resources. University of Adelaide.
Mortality rate:70%
- ^ Slowinski, J.B. 1994. A phylogenetic analysis of Bungarus (Elapidae) based on morphological characters[pranala nonaktif permanen]. Journal of Herpetology, 28: 440–446.
- ^ Kuch, U. & D. Mebs. 2007. The identity of the Javan Krait, Bungarus javanicus Kopstein, 1932 (Squamata: Elapidae): evidence from mitochondrial and nuclear DNA sequence analyses and morphology Diarsipkan 2017-08-14 di Wayback Machine.. Zootaxa, 1426: 1–26.
- Chanhome, L., O. Khow, S. Puempunpanich, V. Sitprija, and N. Chaiyabutr. 2009. Biological characteristics of the Bungarus candidus venom due to geographical variation. J. Cell and Anim. Biol., 3(6): 093-100.
- Kuch, U., B.E. Molles, T. Omori-Satoh, L. Chanhome, Y. Samejima, & D. Mebs. 2003. Identification of alpha-bungarotoxin (A31) as the major postsynaptic neurotoxin, and complete nucleotide identity of a genomic DNA of Bungarus candidus from Java with exons of the Bungarus multicinctus alpha-bungarotoxin (A31) gene. abstract. Toxicon, 42(4): 381–390.
- Laothong, C. & V. Sitprija. 2001. Decreased parasympathetic activities in Malayan krait (Bungarus candidus) envenoming. abstract. Toxicon, 39(9): 1353–1357.
- Nirthanan, S., E. Charpantier, P. Gopalakrishnakone, M.C.E. Gwee, H.E. Khoo, L.S. Cheah, D. Bertrand, & R.M. Kini. 2002. Candoxin, a Novel Toxin from Bungarus candidus, Is a Reversible Antagonist of Muscle (αβγδ) but a Poorly Reversible Antagonist of Neuronal α7 Nicotinic Acetylcholine Receptors. J. Biol. Chem., 277: 17811-17820.
- Nirthanan, S., E. Charpantier, P. Gopalakrishnakone, M.C.E. Gwee, H.E. Khoo, L.S. Cheah, R.M. Kini, & D. Bertrand. 2003. Neuromuscular effects of candoxin, a novel toxin from the venom of the Malayan krait (Bungarus candidus). British J. Pharm., 139(4): 832–844.
- Tan, N.H., C.H. Poh, & C.S. Tan. 1989. The lethal and biochemical properties of Bungarus candidus (Malayan krait) venom and venom fractions. abstract. Toxicon, 27(9): 1065–1070.
- Torres, A.M., R.M. Kini, N. Selvanayagam, & P.W. Kuchel. 2001. NMR structure of bucandin, a neurotoxin from the venom of the Malayan krait (Bungarus candidus). Biochem. J., 360(3): 539–548.
- Trinh, K.X., Q.L. Khac, L.X. Trinh, & D.A. Warrell. 2010. Hyponatraemia, rhabdomyolysis, alterations in blood pressure and persistent mydriasis in patients envenomed by Malayan kraits (Bungarus candidus) in southern Viet Nam. abstract. Toxicon, 56(6): 1070–1075.
- Warrell, D.A., S. Looareesuwan, N.J. White, R. David, G. Theakston, M.J. Warrell, W. Kosakarn, & H.A. Reid. 1983. Severe neurotoxic envenoming by the Malayan krait Bungarus candidus (Linnaeus): response to antivenom and anticholinesterase. British Med. J., 286: 678-680.
- Bungarus candidus di Reptarium.cz Reptile Database
- FOBI: Bungarus candidus (Linnaeus, 1758)[pranala nonaktif permanen]. (Foto-foto)
- Siam Info: Genus: Bungarus (Kraits) Diarsipkan 2012-06-07 di Wayback Machine.
- Thailand Snakes!: Bungarus candidus