Lompat ke isi

Pertempuran Surabaya: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 8°25′23″S 115°14′55″E / 8.4231°S 115.2486°E / -8.4231; 115.2486
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gblk88 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Rifkyroy (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(325 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{about|pertempuran tahun 1945|pertempuran tahun 1677|Pertempuran Surabaya (1677)}}
{{Infobox military conflict
{{Infobox military conflict
| conflict = Pertempuran Surabaya
| conflict = Pertempuran Surabaya
| partof = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| partof = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| image = IWM-SE-5865-tank-Surabaya-19451127.jpg
| image = IWM-SE-5865-tank-Surabaya-19451127.jpg
| image_size = 300px
| image_size = 300px
| caption = Tentara [[India]] Britania menembaki [[penembak runduk]] Indonesia di balik [[tank]] [[Indonesia]] dalam pertempuran di Surabaya, November 1945.
| caption = Tentara [[India Britania]]
menembaki [[penembak runduk]] Indonesia di balik [[tank]] [[Indonesia]] dalam pertempuran di Surabaya, November 1945.
| date = 27 Oktober – 20 November 1945<br>({{Age in months, weeks and days|month1=10|day1=27|year1=1945|month2=11|day2=20|year2=1945}})
| date = 27 Oktober – 20 November 1945<br>({{Age in months, weeks and days|month1=10|day1=27|year1=1945|month2=11|day2=20|year2=1945}})
| place = [[Surabaya]], [[Indonesia]]
| place = [[Surabaya]], [[Indonesia]]
| territory = Militer Britania berhasil menduduki Surabaya; Seluruh pasukan ditarik dari Surabaya pada November 1946.
| territory = Pasukan Britania berhasil menduduki Surabaya; Seluruh pasukan ditarik dari Surabaya pada November 1946.
| result = {{plainlist|
| result = * kemenangan Britania
* Britania menang secara militer/taktis.
* Indonesia menang secara strategis, politik, dan psikologis.
* Britania perlahan berhenti membantu Belanda mendirikan kembali koloninya di Indonesia dan menjadi netral.
* Britania perlahan berhenti membantu Belanda mendirikan kembali koloninya di Indonesia dan menjadi netral.
* Britania kemudian mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
* Britania kemudian mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
| combatant1 = {{Flagdeco|Indonesia}} '''[[Sejarah Indonesia (1945–1949)|Republik Indonesia]]'''<br>
| combatant2 = '''{{flag|Kekaisaran Britania}}''' {{bulleted list| {{flag|Britania Raya}}|{{flag|Kemaharajaan Britania|name=India}}}}
| commander1 = {{unbulleted list|{{Flagicon|Indonesia}} [[Sutomo]]|{{Flagicon|Indonesia}} [[Soengkono]]|{{Flagicon|Indonesia}} [[Moestopo]]|{{Flagicon|Indonesia}} [[Muhammad Mangundiprojo]]|{{Flagicon|Indonesia}} [[Moehammad Jasin]]|{{Flagicon|Indonesia}} [[Hario Jonosewojo]]|{{Flagicon|Indonesia}} [[Joop Warouw]]}}
| commander2 = {{unbulleted list|{{flagdeco|Britania Raya}} [[A.W.S. Mallaby]]{{KIA}}|{{flagdeco|Britania Raya}} [[Robert Mansergh]]}}
| units1 = * [[TKR]] [[Surabaya]], [[Sidoarjo]], [[Gresik]]
* [[Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia]] (BPRI)
* [[Tokkeitai|Polisi Istimewa]] [[Surabaya]]
*Laskar KRIS
| units2 = *[[5th Infantry Division (India)|5th Indian Infantry Division]]
*[[23rd Indian Infantry Division]]
**[[49th Indian Infantry Brigade]]
| strength1 = {{plainlist|
* 20.000 tentara infanteri (mayoritas mantan prajurit [[PETA]])
* 150.000 lebih personel milisi{{sfn|Indonesian Heritage}}
}}
}}
| strength2 = 30.000 tentara [[Kekaisaran Britania]] dan [[Angkatan Darat India Britania]]{{sfn|Indonesian Heritage}} dengan bantuan tank, pesawat, dan kapal perang
| combatant1 = {{flag|Indonesia}}<br>{{flagicon image|Colours of PETA.png}} [[Pembela Tanah Air|PETA (sisa-sisa)]]
| casualties1 = 6.300{{sfn|Ricklefs|p=217}}–15.000 tewas{{sfn|Vickers|p=98}}; lebih dari 20.000 luka-luka
| combatant2 = {{flag|Britania Raya}}
| casualties2 = 500–1,500 tewas{{sfn|Woodburn Kirby|p=}}; paling sedikit 210 prajurit terluka
* {{flag|Kemaharajaan Britania|name=India Britania}}
| casualties3 =
| commander1 = {{flagdeco|Indonesia}} [[Sutomo]]<br>{{flagdeco|Indonesia}} [[Moestopo]]<br>{{flagdeco|Indonesia}} [[Muhammad Mangundiprojo|HR Muhammad]]
| notes =
{{flagdeco|Indonesia}} [[Soengkono]]
| commander2 = {{flagdeco|Britania Raya}} [[Aubertin Walter Sothern Mallaby|A.W.S. Mallaby]]{{KIA}}<br>{{flagdeco|Britania Raya}} [[Robert Mansergh]]
| units1 =
| units2 =
| strength1 = {{plainlist|
* 20.000 tentara infanteri (rata-rata mantan perwira dan prajurit PETA)
* 100.000 personel milisi (rata-rata anggota [[Pemuda Rakyat]]){{sfn|Indonesian Heritage}}
}}
}}
| strength2 = 30.000 (terbanyak){{sfn|Indonesian Heritage}}<br> dengan bantuan tank, pesawat, dan kapal perang
| casualties1 = 100{{sfn|Ricklefs|p=217}}–16.000{{sfn|Indonesian Heritage}} tewas; lebih dari 20.000 luka-luka
| casualties2 = 600{{sfn|Woodburn Kirby|p=}}{{page needed|date=August 2012}}–2.000{{sfn|Indonesian Heritage}} tewas; lebih dari 2.000 luka-luka
| casualties3 =
| notes =
}}
'''Pertempuran Surabaya''' merupakan pertempuran tentara dan milisi pro-kemerdekaan [[Indonesia]] dan tentara [[Britania Raya]] dan [[Kemaharajaan Britania|India Britania]]. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah [[Revolusi Nasional Indonesia]] yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap [[kolonialisme]].{{sfn|Ricklefs|p=217}} Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin kuat. 10 November diperingati setiap tahun sebagai [[Hari Pahlawan]] di Indonesia.


'''Pertempuran Surabaya''' merupakan pertempuran antara pasukan pejuang [[Indonesia]] yang diorganisasi oleh pasukan anggota eks. [[Pembela Tanah Air]] yang dibentuk oleh [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang|Pasukan Jepang]] dan [[Tokkeitai|Polisi Istimewa]] di waktu masa [[Pendudukan Jepang di Indonesia]] (yang dulunya [[Hindia Belanda]]) pada saat itu, yang bertujuan untuk mencegah pasukan [[sekutu di Perang Dunia II|sekutu]] pasca Jepang menyerah tanpa syarat kepada [[sekutu di Perang Dunia II|sekutu]] di [[Perang Pasifik]] yang mendarat di kota [[Surabaya]] yang terdiri dari pasukan [[Kekaisaran Britania]] dengan sukarelawan [[Persemakmuran Britania]] yakni [[Angkatan Darat India Britania]] dengan mendapatkan dukungan khusus oleh tentara [[Kekaisaran Belanda]]. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan Sekutu setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah [[Revolusi Nasional Indonesia]] yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap [[kolonialisme]] dan [[Imperialisme]].{{sfn|Ricklefs|p=217}} Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia makin kuat. 10 November diperingati setiap tahun sebagai [[Hari Pahlawan]] di Indonesia.
Ketika [[Sekutu pada Perang Dunia II|pasukan Sekutu]] mendarat pada akhir Oktober 1945, Surabaya digambarkan sebagai "benteng bersatu yang kuat [di bawah Pemuda]".{{sfn|Parrott}} Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Britania, Brigadir [[Aubertin Walter Sothern Mallaby|A. W. S. Mallaby]] tewas dalam baku tembak.{{sfn|Parrott}} Britania melakukan serangan balasan punitif pada 10 November dengan bantuan pesawat tempur. Pasukan kolonial merebut sebagian besar kota dalam tiga hari, pasukan Republik yang minim senjata melawan selama tiga minggu, dan ribuan orang meninggal dunia ketika penduduk kota mengungsi ke pedesaan.


Ketika pasukan Britania mendarat pada akhir Oktober 1945, Surabaya digambarkan sebagai "benteng bersatu yang kuat [di bawah Pemuda]".{{sfn|Parrott}} Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Britania, Brigadir [[Aubertin Walter Sothern Mallaby|A. W. S. Mallaby]] tewas dalam baku tembak.{{sfn|Parrott}} Britania melakukan serangan balasan punitif pada 10 November dengan bantuan pesawat tempur. Pasukan kolonial merebut sebagian besar kota dalam tiga hari, pasukan Republik yang minim senjata melawan selama tiga minggu, dan ribuan orang meninggal dunia ketika penduduk kota mengungsi ke pedesaan.
Meskipun kalah dan kehilangan anggota dan persenjataan, pertempuran yang dilancarkan pasukan Republik membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaannya dan menarik perhatian internasional. Belanda tidak lagi memandang Republik sebagai kumpulan pengacau tanpa dukungan rakyat. Pertempuran ini juga meyakinkan Britania untuk mengambil sikap netral dalam revolusi nasional Indonesia; beberapa tahun kemudian, Britania mendukung perjuangan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.{{sfn|Ricklefs|p=217}}


Meskipun kalah dan kehilangan anggota dan persenjataan, pertempuran yang dilancarkan pasukan Republik membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaannya dan menarik perhatian internasional. Belanda tidak lagi memandang Republik sebagai kumpulan pengacau tanpa dukungan rakyat. Pertempuran ini juga meyakinkan Britania untuk mengambil sikap netral dalam revolusi nasional Indonesia; beberapa tahun kemudian, Britania mendukung perjuangan Indonesia di [[PBB]].{{sfn|Ricklefs|p=217}}
== Kronologi penyebab peristiwa ==


== Latar belakang ==
==== Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia ====
Tanggal [[1 Maret]] [[1942]], [[tentara]] [[Jepang]] mendarat di [[Pulau Jawa]], dan tujuh hari kemudian tanggal [[8 Maret]] [[1942]], pemerintah kolonial [[Belanda]] menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Pulau Jawa secara resmi diduduki oleh Jepang.


=== Kedatangan [[Tentara Kekaisaran Jepang|Pasukan Jepang]] di Indonesia ([[Hindia Belanda]]) ===
=== Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ===
Tanggal [[1 Maret]] [[1942]], [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang|tentara Jepang]] mendarat di [[Pulau Jawa]], dan tujuh hari kemudian pada tanggal [[8 Maret]] [[1942]], pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]] menyerah tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang berdasarkan [[Perjanjian Kalijati]]. Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Pulau Jawa secara resmi diduduki oleh Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya [[bom atom]] (oleh Amerika Serikat) di [[Hiroshima]] dan [[Nagasaki]]. Peristiwa itu terjadi pada bulan [[Agustus]] 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut,[[Soekarno]] kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]].


=== Proklamasi Kemerdekaan [[NKRI]]===
=== Kedatangan Tentara Inggris & Belanda ===
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah [[pengeboman Hiroshima dan Nagasaki|dijatuhkannya]] [[bom atom]] oleh [[Amerika Serikat]] di [[Hiroshima]] tanggal [[6 Agustus]] [[1945]] dan [[Nagasaki]] tanggal [[9 Agustus]] [[1945]]. Peristiwa itu terjadi pada tanggal [[14 Agustus]] [[1945]] yang menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, [[Soekarno]] kemudian [[proklamasi kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaan Indonesia]] pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]].
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal [[15 September]] [[1945]], tentara [[Inggris]] mendarat di [[Jakarta]], kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal [[25 Oktober]] 1945. Tentara [[Inggris]] datang ke Indonesia tergabung dalam [[AFNEI]] (''Allied Forces Netherlands East Indies'') atas keputusan dan atas nama [[Blok Sekutu (Perang Dunia II)|Blok Sekutu]], dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan [[Hindia Belanda]]. [[NICA]] (''Netherlands Indies Civil Administration'') ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara [[AFNEI]] dan pemerintahan [[NICA]].


=== Kedatangan Tentara Britania ===
=== Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya ===
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal [[15 September]] [[1945]], pasukan [[kekaisaran Britania|Britania]] mendarat di [[Jakarta]], kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal [[25 Oktober]] [[1945]]. Tentara Britania datang ke Indonesia tergabung dalam [[AFNEI]] (''[[Allied Forces Netherlands East Indies]]'') atas keputusan dan atas nama [[Blok Sekutu (Perang Dunia II)|Blok Sekutu]], dengan tugas untuk melucuti senjata tentara [[kekaisaran Jepang|Jepang]], membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara kekaisaran Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara [[kekaisaran Britania|Britania]] yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan sipil Hindia Belanda sebagai negeri jajahan kolonial [[Kekaisaran Belanda|Belanda]] yang disebut [[NICA]] (''Netherlands Indies Civil Administration'').

=== Insiden di Hotel Majapahit, Tunjungan, Surabaya ===
{{utama|Insiden Hotel Yamato}}
{{utama|Insiden Hotel Yamato}}
[[Berkas:Hotel_oranye_1911.jpg|jmpl|ka|225px|Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911.]]
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, 7082-nf-1167, Ansichtkaart- Oranje Hotel in Surabaya, 1937.jpg|jmpl|306x306px|Hotel Oranje Surabaya tahun 1937]]
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal [[31 Agustus]] [[1945]] yang menetapkan bahwa mulai [[1 September]] [[1945]] bendera nasional [[Sang Saka Merah Putih]] dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di [[Yamato Hoteru]] / [[Hotel Yamato]] (bernama [[Oranje Hotel]] atau [[Hotel Oranye]] pada zaman kolonial, sekarang bernama [[Hotel Majapahit]]) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal [[31 Agustus]] [[1945]] yang menetapkan bahwa mulai [[1 September]] [[1945]] bendera nasional [[Sang Saka Merah Putih]] dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di [[Yamato Hoteru]] / [[Hotel Yamato]] (bernama [[Oranje Hotel]] atau [[Hotel Oranye]] pada zaman kolonial, sekarang bernama [[Hotel Majapahit]]) di Jalan Tunjungan no. 65 Surabaya.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. [[W.V.Ch. Ploegman]] pada malam hari tanggal [[18 September]] [[1945]], tepatnya pukul 21.00, mengibarkan [[bendera Belanda]] (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
[[Berkas:Hote-orange.jpg|jmpl|kiri|Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato]]
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen [[Soedirman (politikus)|Soedirman]], pejuang dan [[diplomat]] yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (''Fuku Syuco Gunseikan'') yang masih diakui pemerintah [[Dai Nippon Surabaya Syu]], sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke Hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan [[pistol]], dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama [[Koesno Wibowo]] berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian [[biru]]nya, dan mengereknya ke puncak [[tiang bendera]] kembali sebagai bendera Merah Putih.


Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. [[W.V.Ch. Ploegman]] pada malam hari tanggal [[18 September]] [[1945]], tepatnya pukul 21.00, mengibarkan [[bendera Belanda]] (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal [[27 Oktober]] [[1945]] meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal [[D.C. Hawthorn]] meminta bantuan Presiden [[Sukarno]] untuk meredakan situasi.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen [[Soedirman (politikus)|Soedirman]], pejuang dan [[diplomat]] yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (''Fuku Syuco Gunseikan'') yang masih diakui pemerintah [[Dai Nippon Surabaya Syu]], sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke Hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman beserta kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan [[pistol]], dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara [[Soedirman]] dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama [[Koesno Wibowo]] berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian [[biru]]nya, dan mengereknya ke puncak [[tiang bendera]] kembali sebagai bendera Merah Putih.[[Berkas:Hote-orange.jpg|jmpl|kiri|Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato]]Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal [[27 Oktober]] [[1945]] meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal [[D.C. Hawthorn]] meminta bantuan Presiden [[Soekarno]] untuk meredakan situasi.


=== Kematian Brigadir Jenderal Mallaby ===
=== Kematian Brigadir Jenderal Mallaby ===
{{utama|Aubertin Mallaby}}
{{utama|Aubertin Mallaby}}
Setelah [[gencatan senjata]] antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani pada tanggal [[29 Oktober]] [[1945]], keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal [[Mallaby]], (pimpinan tentara Inggris untuk [[Jawa Timur]]), pada [[30 Oktober]] [[1945]] sekitar pukul 20.30. Mobil [[Buick]] yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati [[Jembatan Merah]]. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan [[pistol]] seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan [[granat]] yang menyebabkan [[jenazah]] Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, [[Mayor Jenderal]] [[Eric Carden Robert Mansergh]] untuk mengeluarkan ultimatum [[10 November]] [[1945]] untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Setelah [[gencatan senjata]] antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani pada tanggal [[29 Oktober]] [[1945]], keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal [[Mallaby]], (pimpinan tentara Inggris untuk [[Jawa Timur]]), pada [[30 Oktober]] [[1945]] sekitar pukul 20.30. Mobil [[Buick]] yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati [[Jembatan Merah]]. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan [[pistol]] seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan [[granat]] yang menyebabkan [[jenazah]] Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, [[Mayor Jenderal]] [[Eric Carden Robert Mansergh]] untuk mengeluarkan ultimatum [[10 November]] [[1945]] untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara [[Inggris]].


==== Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak ====
==== Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak ====
[[Berkas:LaSalle 1940 Series 52 Sedan of Brigadier-Mallaby - Burnt Car - 194511.jpg|jmpl|[[Mobil]] ''[[Buick]]'' Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan [[Jembatan Merah]] Surabaya]]
[[Berkas:LaSalle 1940 Series 52 Sedan of Brigadier-Mallaby - Burnt Car - 194511.jpg|jmpl|[[Mobil]] ''[[Buick]]'' Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan [[Jembatan Merah]] Surabaya|307x307px]]
[[Tom Driberg]], seorang Anggota [[Parlemen Inggris]] dari [[Partai Buruh Inggris]] (''Labour Party''). Pada [[20 Februari]] [[1946]], dalam perdebatan di [[Parlemen Inggris]] (''House of Commons'') meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan [[telekomunikasi]]. Berikut kutipan dari Tom Driberg:
[[Tom Driberg]], seorang Anggota [[Parlemen Inggris]] dari [[Partai Buruh Inggris]] (''Labour Party''). Pada [[20 Februari]] [[1946]], dalam perdebatan di [[Parlemen Inggris]] (''House of Commons'') meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan [[telekomunikasi]]. Berikut kutipan dari Tom Driberg:


Baris 74: Baris 72:


=== Semboyan Merdeka Atau Mati ===
=== Semboyan Merdeka Atau Mati ===
Ultimatum-ultimatum yang disebarkan melalui pamflet udara oleh tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah. Nyaris seluruh sudut kota Surabaya dipenuhi pemuda dan kelompok bersenjata. Dalam ingatan Suhario alias Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Polisi Keamanan Rakyat), di sekitarnya berkumpul ratusan pemuda, semuanya membawa senjata dan pistol otomatis. Hario Kecik mengatakan bahwa mereka yang disebut tidak lengkap, membawa granat<ref>{{Citation|last1=Padmowirio|first1=Suhario|title=Memoar Hario Kecik|publisher=Yayasan Obor Indonesia|place=Jakarta|year=2001|page=209}}</ref>. Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut<ref>{{cite book|last1=Evita|first1=Andi Lili|First2=Helen|Last3=Johari|First3=Hendi|Last4=Ayu Ratih|First4=I Gusti Agung|Last5=Sunarti|First5=Linda|Last6=Sitompul|First6=Martin|Last7=Kamila|First7=Raisa|Last8=Ahmad|First8=Taufik|editor1-first=Mukhlis|editor1-last=Paeni|editor2-first=Kasijanto|editor2-last=Sastrodinomo|title=Gubernur Pertama Di Indonesia|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|page=|isbn=978-602-1289-72-3|last=|year=2017|location=Jakarta|pages=146-147}}</ref>.
Ultimatum-ultimatum yang disebarkan melalui pamflet udara oleh tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah. Nyaris seluruh sudut kota Surabaya dipenuhi pemuda dan kelompok bersenjata. Dalam ingatan Suhario alias Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Polisi Keamanan Rakyat), di sekitarnya berkumpul ratusan pemuda, semuanya membawa senjata dan pistol otomatis. Hario Kecik mengatakan bahwa mereka yang disebut tidak lengkap, membawa granat.<ref>{{Citation|last1=Padmowirio|first1=Suhario|title=Memoar Hario Kecik|publisher=Yayasan Obor Indonesia|place=Jakarta|year=2001|page=209}}</ref> Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.<ref>{{cite book|last1=Evita|first1=Andi Lili|First2=Helen|Last3=Johari|First3=Hendi|Last4=Ayu Ratih|First4=I Gusti Agung|Last5=Sunarti|First5=Linda|Last6=Sitompul|First6=Martin|Last7=Kamila|First7=Raisa|Last8=Ahmad|First8=Taufik|editor1-first=Mukhlis|editor1-last=Paeni|editor2-first=Kasijanto|editor2-last=Sastrodinomo|title=Gubernur Pertama Di Indonesia|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|page=|isbn=978-602-1289-72-3|last=|year=2017|location=Jakarta|pages=146-147}}</ref>


{{Quote|Tetap Merdeka!
{{Quote|Tetap Merdeka!
Baris 81: Baris 79:
|Surabaya, 9 November 1945, jam 18:46}}
|Surabaya, 9 November 1945, jam 18:46}}


== 10 November 1945 ==
== Pertempuran ==
[[Berkas:Bung Tomo.jpg|jmpl|ka|[[Bung Tomo]] di [[Surabaya]], salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam [[Revolusi Nasional Indonesia]] mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.<ref>{{cite journal

| last =Frederick | first =William H. | authorlink = | coauthors = | title =In Memoriam: Sutomo | journal =Indonesia | volume =33 | issue = | pages =127–128 | publisher =Cornell University outheast Asia Program | date =April 1982 | url =http://cip.cornell.edu/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1107016901 | doi = | id =seap.indo/1107016901 | accessdate =
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.
| format ={{dead link|date=May 2009}} }}</ref>]]Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.[[Berkas:Bung Tomo.jpg|jmpl|ka|[[Bung Tomo]] di [[Surabaya]], salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam [[Revolusi Nasional Indonesia]] mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.<ref>{{cite journal
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan [[Tentara Keamanan Rakyat|TKR]] (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
| last =Frederick | first =William H. | authorlink = | coauthors = | title =In Memoriam: Sutomo | journal =Indonesia | volume =33 | issue = | pages =127–128 | publisher =Cornell University outheast Asia Program | date =April 1982 | url =http://cip.cornell.edu/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1107016901 | doi = | id =seap.indo/1107016901 | accessdate =
| format ={{dead link|date=May 2009}} }}</ref>]]
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.


Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.
Selain [[Bung Tomo]] terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. [[Hasyim Asy'ari]], [[Wahab Hasbullah|KH. Wahab Hasbullah]] serta kyai-kyai [[pesantren]] lainnya juga mengerahkan [[santri]]-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.


Selain [[Bung Tomo]] terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. [[Hasyim Asy'ari]], [[Wahab Hasbullah|KH. Wahab Hasbullah]], KH. [[Abdul Karim]] serta kyai-kyai [[pesantren]] lainnya juga mengerahkan [[santri]]-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya.{{sfn|Ricklefs|p=217}} Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara.<ref name="Woodburn Kirby">{{cite book
|last =Woodburn Kirby|first =S|authorlink =|coauthors =|title =The War Against Japan Vol. V|publisher =HMSO|date =1965|location =London|pages =|url =|doi =|isbn = 0-333-57689-6 }}</ref> Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai ''[[Hari Pahlawan]]'' oleh [[Republik Indonesia]] hingga sekarang.


== Referensi ==
== Akibat ==
Perkiraan kematian di Indonesia berkisar antara 6.300 sampai 15.000, dan perkiraan kurang lebih 200.000 orang melarikan diri dari kota yang hancur tersebut.{{sfn|Ricklefs|p=217}}{{sfn|Vickers|p=98}} Korban warga British Indian berjumlah 295 orang tewas dan hilang.{{sfn|Woodburn Kirby|p=336}} Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai ''[[Hari Pahlawan]]'' oleh [[Republik Indonesia]] hingga sekarang.

== Catatan kaki ==
{{reflist}}
{{reflist}}


Baris 116: Baris 114:
| year = 1989
| year = 1989
| title = Visions and Heat: The Making of the Indonesian Revolution
| title = Visions and Heat: The Making of the Indonesian Revolution
| url = https://archive.org/details/visionsheatmakin0000fred
| publisher = Ohio University Press
| publisher = Ohio University Press
| location = [[Athens, Ohio]]
| location = [[Athens, Ohio]]
Baris 126: Baris 125:
| year = 2003
| year = 2003
| title = Indonesian Destinies
| title = Indonesian Destinies
| url = https://archive.org/details/indonesiandestin00theo
| publisher = The Belknap Press of Harvard University Press
| publisher = The Belknap Press of Harvard University Press
| isbn = 978-0-674-01834-1
| isbn = 978-0-674-01834-1
Baris 146: Baris 146:
| doi = 10.2307/3350997
| doi = 10.2307/3350997
| ref = {{sfnRef|Parrott}}
| ref = {{sfnRef|Parrott}}
|issn = 0019-7289 }}
}}
* {{cite book
* {{cite book
| last = Reid
| last = Reid
Baris 167: Baris 167:
| ref = {{sfnRef|Ricklefs}}
| ref = {{sfnRef|Ricklefs}}
}}
}}
* {{cite book |last=Tantri |first=K'tut |year=1960 |title= Revolt in Paradise|url= |location=London |publisher=William Heinemann |isbn= |ref={{sfnRef|Tantri}} }}
* {{cite book |last=Tantri |first=K'tut |year=1960 |title= Revolt in Paradise|url=https://archive.org/details/revoltinparadise0000unse|location=London |publisher=William Heinemann |isbn= |ref={{sfnRef|Tantri}} }}
* {{cite book
* {{cite book
| last = Vickers
| last = Vickers
Baris 173: Baris 173:
| year = 2005
| year = 2005
| title = A History of Modern Indonesia
| title = A History of Modern Indonesia
| url = https://archive.org/details/historyofmoderni00adri
| edition = illustrated, annotated, reprint
| edition = illustrated, annotated, reprint
| publisher = Cambridge University Press
| publisher = Cambridge University Press
Baris 188: Baris 189:
| isbn =
| isbn =
| ref = {{sfnRef|Woodburn Kirby}}
| ref = {{sfnRef|Woodburn Kirby}}
}}

;Sumber lain
* {{cite web
| title = The Battle for Surabaya
| work = Indonesian Heritage
| publisher = Editions Didier Millet
| date =
| url = http://www.nusantara.com/heritage/surabaya.html
| accessdate = 3 August 2012
| ref = {{sfnRef|Indonesian Heritage}}
}}
}}


Baris 207: Baris 197:


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* Picture of [http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/mmedia/pust/1945/jiunkpe-ns-mmedia-1945-na00001-31-wreckedcar-resource1.jpg General Mallaby's burnt out car]. This photograph was taken in November 1945 by Sergeants Davis and MacTavish of the British No. 9 Army Film and Photographic Unit. See [[Imperial War Museum]] Collection Search [http://www.iwm.org.uk/collections/item/object/205208464 Reference No. SE 5724]
* Picture of [http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/mmedia/pust/1945/jiunkpe-ns-mmedia-1945-na00001-31-wreckedcar-resource1.jpg General Mallaby's burnt out car] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160303201949/http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/mmedia/pust/1945/jiunkpe-ns-mmedia-1945-na00001-31-wreckedcar-resource1.jpg |date=2016-03-03 }}. This photograph was taken in November 1945 by Sergeants Davis and MacTavish of the British No. 9 Army Film and Photographic Unit. See [[Imperial War Museum]] Collection Search [http://www.iwm.org.uk/collections/item/object/205208464 Reference No. SE 5724]
* Picture of the [http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/mmedia/pust/1933/jiunkpe-ns-mmedia-1933-na00001-10-internatio-resource1.jpg Internatio Building] scene of 30 October Incident and Mallaby's Death.
* Picture of the [http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/mmedia/pust/1933/jiunkpe-ns-mmedia-1933-na00001-10-internatio-resource1.jpg Internatio Building] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160304040041/http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/mmedia/pust/1933/jiunkpe-ns-mmedia-1933-na00001-10-internatio-resource1.jpg |date=2016-03-04 }} scene of 30 October Incident and Mallaby's Death.
* {{id}} [http://yulian.firdaus.or.id/2004/11/10/latar-belakang-hari-pahlawan/ Latar belakang hari Pahlawan di yulian.firdaus.or.id]
* {{id}} [http://yulian.firdaus.or.id/2004/11/10/latar-belakang-hari-pahlawan/ Latar belakang hari Pahlawan di yulian.firdaus.or.id] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100512153322/http://yulian.firdaus.or.id/2004/11/10/latar-belakang-hari-pahlawan/ |date=2010-05-12 }}
* {{id}} [http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/Menghayati%20arti%20pznting%20Hari%20Pahlawan.htm Menghayati arti penting Hari Pahlawan di annabelle.aumars.perso.sfr.fr] oleh A. Umar Said.
* {{id}} [http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/Menghayati%20arti%20pznting%20Hari%20Pahlawan.htm Menghayati arti penting Hari Pahlawan di annabelle.aumars.perso.sfr.fr] oleh A. Umar Said.
* {{id}} [http://opini.wordpress.com/category/hari-pahlawan/ Beberapa artikel tentang hari pahlawan di opini.wordpress.com]
* {{id}} [http://opini.wordpress.com/category/hari-pahlawan/ Beberapa artikel tentang hari pahlawan di opini.wordpress.com]
Baris 218: Baris 208:


{{DEFAULTSORT:Surabaya, Pertempuran}}
{{DEFAULTSORT:Surabaya, Pertempuran}}
[[Kategori:Konflik tahun 1945]]
[[Kategori:Konflik dalam tahun 1945]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1945]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1945]]
[[Kategori:Pertempuran melibatkan Britania Raya]]
[[Kategori:Pertempuran melibatkan Britania Raya]]
[[Kategori:Pertempuran yang melibatkan Belanda]]
[[Kategori:Pertempuran yang melibatkan Inggris]]
[[Kategori:Pertempuran yang melibatkan Indonesia]]
[[Kategori:Pertempuran yang melibatkan Indonesia]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaan Indonesia]]

Revisi terkini sejak 4 November 2024 01.01

Pertempuran Surabaya
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia

Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia dalam pertempuran di Surabaya, November 1945.
Tanggal27 Oktober – 20 November 1945
(3 minggu dan 3 hari)
LokasiSurabaya, Indonesia
Hasil
  • kemenangan Britania
  • Britania perlahan berhenti membantu Belanda mendirikan kembali koloninya di Indonesia dan menjadi netral.
  • Britania kemudian mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Perubahan
wilayah
Pasukan Britania berhasil menduduki Surabaya; Seluruh pasukan ditarik dari Surabaya pada November 1946.
Pihak terlibat
Republik Indonesia
 Kekaisaran Britania
Tokoh dan pemimpin
Pasukan
  • 5th Indian Infantry Division
  • 23rd Indian Infantry Division
  • Kekuatan
    • 20.000 tentara infanteri (mayoritas mantan prajurit PETA)
    • 150.000 lebih personel milisi[1]
    30.000 tentara Kekaisaran Britania dan Angkatan Darat India Britania[1] dengan bantuan tank, pesawat, dan kapal perang
    Korban
    6.300[2]–15.000 tewas[3]; lebih dari 20.000 luka-luka 500–1,500 tewas[4]; paling sedikit 210 prajurit terluka

    Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran antara pasukan pejuang Indonesia yang diorganisasi oleh pasukan anggota eks. Pembela Tanah Air yang dibentuk oleh Pasukan Jepang dan Polisi Istimewa di waktu masa Pendudukan Jepang di Indonesia (yang dulunya Hindia Belanda) pada saat itu, yang bertujuan untuk mencegah pasukan sekutu pasca Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu di Perang Pasifik yang mendarat di kota Surabaya yang terdiri dari pasukan Kekaisaran Britania dengan sukarelawan Persemakmuran Britania yakni Angkatan Darat India Britania dengan mendapatkan dukungan khusus oleh tentara Kekaisaran Belanda. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan Sekutu setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme dan Imperialisme.[2] Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia makin kuat. 10 November diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.

    Ketika pasukan Britania mendarat pada akhir Oktober 1945, Surabaya digambarkan sebagai "benteng bersatu yang kuat [di bawah Pemuda]".[5] Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Britania, Brigadir A. W. S. Mallaby tewas dalam baku tembak.[5] Britania melakukan serangan balasan punitif pada 10 November dengan bantuan pesawat tempur. Pasukan kolonial merebut sebagian besar kota dalam tiga hari, pasukan Republik yang minim senjata melawan selama tiga minggu, dan ribuan orang meninggal dunia ketika penduduk kota mengungsi ke pedesaan.

    Meskipun kalah dan kehilangan anggota dan persenjataan, pertempuran yang dilancarkan pasukan Republik membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaannya dan menarik perhatian internasional. Belanda tidak lagi memandang Republik sebagai kumpulan pengacau tanpa dukungan rakyat. Pertempuran ini juga meyakinkan Britania untuk mengambil sikap netral dalam revolusi nasional Indonesia; beberapa tahun kemudian, Britania mendukung perjuangan Indonesia di PBB.[2]

    Latar belakang

    [sunting | sunting sumber]

    Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian pada tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Pulau Jawa secara resmi diduduki oleh Jepang.

    Proklamasi Kemerdekaan NKRI

    [sunting | sunting sumber]

    Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 14 Agustus 1945 yang menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

    Kedatangan Tentara Britania

    [sunting | sunting sumber]

    Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, pasukan Britania mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Britania datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara kekaisaran Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Britania yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan sipil Hindia Belanda sebagai negeri jajahan kolonial Belanda yang disebut NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

    Insiden di Hotel Majapahit, Tunjungan, Surabaya

    [sunting | sunting sumber]
    Hotel Oranje Surabaya tahun 1937

    Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jalan Tunjungan no. 65 Surabaya.

    Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

    Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke Hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman beserta kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

    Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato

    Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Soekarno untuk meredakan situasi.

    Kematian Brigadir Jenderal Mallaby

    [sunting | sunting sumber]

    Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani pada tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara Inggris.

    Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak

    [sunting | sunting sumber]
    Mobil Buick Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan Jembatan Merah Surabaya

    Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:

    "... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ..."[6]

    Semboyan Merdeka Atau Mati

    [sunting | sunting sumber]

    Ultimatum-ultimatum yang disebarkan melalui pamflet udara oleh tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah. Nyaris seluruh sudut kota Surabaya dipenuhi pemuda dan kelompok bersenjata. Dalam ingatan Suhario alias Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Polisi Keamanan Rakyat), di sekitarnya berkumpul ratusan pemuda, semuanya membawa senjata dan pistol otomatis. Hario Kecik mengatakan bahwa mereka yang disebut tidak lengkap, membawa granat.[7] Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.[8]

    Tetap Merdeka!

    Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!

    — Surabaya, 9 November 1945, jam 18:46

    Pertempuran

    [sunting | sunting sumber]
    Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.[9]

    Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.

    Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.

    Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.

    Selain Bung Tomo terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Abdul Karim serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.

    Perkiraan kematian di Indonesia berkisar antara 6.300 sampai 15.000, dan perkiraan kurang lebih 200.000 orang melarikan diri dari kota yang hancur tersebut.[2][3] Korban warga British Indian berjumlah 295 orang tewas dan hilang.[10] Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.

    Catatan kaki

    [sunting | sunting sumber]
    1. ^ a b Indonesian Heritage.
    2. ^ a b c d Ricklefs, hlm. 217.
    3. ^ a b Vickers, hlm. 98.
    4. ^ Woodburn Kirby.
    5. ^ a b Parrott.
    6. ^ Batara R. Hutagalung: "10 November '45. Mengapa Inggris Membom Surabaya?" Penerbit Millenium, Jakarta Oktober 2001, cetakan xvi, 472 halaman
    7. ^ Padmowirio, Suhario (2001), Memoar Hario Kecik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 209 
    8. ^ Evita, Andi Lili (2017). Paeni, Mukhlis; Sastrodinomo, Kasijanto, ed. Gubernur Pertama Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 146–147. ISBN 978-602-1289-72-3. 
    9. ^ Frederick, William H. (April 1982). "In Memoriam: Sutomo" ([pranala nonaktif]). Indonesia. Cornell University outheast Asia Program. 33: 127–128. seap.indo/1107016901. 
    10. ^ Woodburn Kirby, hlm. 336.

    Referensi

    [sunting | sunting sumber]

    Bacaan lanjutan

    [sunting | sunting sumber]
    • Bayly and Harper (2007) Forgotten Wars: The End of Britain's Asian Empire (London:Penguin).
    • McMillan, Richard (2005) The British Occupation of Indonesia 1945–1946: Britain, the Netherlands and the Indonesian revolution (London:Routledge).
    • Parrott, J. G. A., Role of the 49 Indian Infantry Brigade in Surabaya, Oct.-Nov. 1945, Australian thesis

    Pranala luar

    [sunting | sunting sumber]

    8°25′23″S 115°14′55″E / 8.4231°S 115.2486°E / -8.4231; 115.2486